“Sepertinya ada yang kau rahasiakan padaku,” ucap Elena saat dia dan Kaisar sudah tiba di ruangan kerja mendiang Abraham selama ini. Ruangan itu tampak luas. Selain meja kerja yang besar, terdapat sofa untuk menyambut tamu. Ruangan itu terdapat dinding kaca yang menghamparkan pemandangan gedung-gedung tinggi di kota New Taraka.Kaisar menyimpan keterkejutannya mendengar itu.“Katakan padaku, rahasia apa yang kau simpan padaku?” desak Elena. Bagaimana pun dia tidak percaya Kaisar memiliki uang sebanyak itu untuk menyelamatkan perusahaan ayahnya. Bukan karena dia tidak suka melihat Kaisar telah menyelamatkan Abraham Group dari keterpurukan, tapi karena dia tidak mengerti kenapa Kaisar dengan mudah menyelesaikan semuanya.“Aku tidak menyimpan apa-apa darimu,” ucap Kaisar.“Mengenai uang yang kau miliki, apa itu dari paman angkatmu juga?” tanya Elena.“Aku belum bisa menceritakannya sekarang,” jawab Kaisar. “Tapi yang jelas suatu saat kau akan tahu dari mana aku mendapatkannya.”“Jelaskan
“Iya,” sahut Lionel. “Apartemen yang kita tempati ini hanya sementara. Apartemen ini dibayarkan oleh Vander. Jika kita gagal membuat Elena menikah dengan Vander, dia pasti akan mengusir kita dari sini.”Bastian tampak berpikir lalu menatap wajah ayahnya dengan lekat. “Jangan dulu pindah ke sana,” pinta Bastian.“Memangnya kau punya rencana? Kau belum bisa apa-apa! Kau sudah lulus kuliah tapi ketika aku berhasil membujuk Kakak Abraham agar kau diterima bekerja di Abraham Group, kalu malah mengecewakannya hingga dia memecatmu dengan tidak hormat.”Bastian menahan kesal mendengar itu. “Itu karena suatu musibah. Saat itu ayah tidak membiarkan aku bekerja sesuai dengan kemampuanku. Ayah malah mengendalikan aku dari jauh hingga aku kehilangan otakku.”Lionel terdiam mendengarnya.“Jangan dulu keluar dari apartemen ini. Aku punya cara untuk menaklukkan anak pungut sialan itu!” Bastian keluar dari sana dengan menahan geramnya.Lionel membiarkan anaknya pergi dari hadapannya sambil mengatur na
Kaisar menutup berkas yang berisi data-data karyawannya itu. Dia baru saja mendengarkan penjelasan dari sekretaris pribadinya mengenai sifat dan watak satu persatu para petinggi di Abraham Group darinya. Sekaligus informasi-informasi lain dari mereka. Tapi semua penjelasan dari sekretarisnya tidak ada satu pun yang membuatnya curiga, jika diantara mereka ada pengkhianat yang bekerjasama dengan paman Mason di luar sana. Dia ingin mencari petunjuk atas kematian ayah angkatnya itu dari mereka, jika salah satu dari karyawannya ada yang dicurigainya. Tak lama kemudian, handphone-nya berbunyi. Telepon dari pimpinan bagian mata-matanya. Melihat itu dia meminta sekretarisnya untuk keluar sebentar. Sekretarisnya pun akhirnya keluar.Saat sekretarisnya sudah menghilang dari ruangan itu, Kaisar langsung menggunakan handphone-nya.“Halo,” ucap Kaisar pada pimpinan mata-mata.“Kami sama sekali tidak mendapatkan petunjuk jika kematian Tuan Abraham benar-benar karena unsur kesengajaan, Jenderal,” la
Elena memasuki ruangan perpustakaan pribadi milik ayahnya. Dia memeriksa semua buku-buku yang ada di sana. Dia tidak percaya Kaisar sudah membaca semuanya. Mengetahui itu membuat Elena mulai meragukan apa yang dikatakan Audrey padanya, yang mengatakan bahwa Kaisar diduga seorang pembunuh bayaran yang membunuh ayahnya sendiri dan ingin merebut semua harta kekayaan ayahnya.Elena berpikir, jika surat wasiat itu palsu dan surat dari ayahnya juga palsu yang mengatakan bahwa Elena bukan anak kandungnya, mana mungkin ayahnya merahasiakan perpustakaan itu padanya. Abraham malah membiarkan Kaisar yang memasukinya, bukan dirinya, jika dia memang benar anak kandung Abraham.Elena duduk di sebuah bangku baca. Dia melihat sebuah buku tentang bisnis tergeletak di sebelahnya. Dia meraih itu dan di dalam buku itu ada sebuah pembatas. Pembatas foto yang menunjukkan wajah Kaisar kecil dengan Abraham yang terlihat hangat bagai anak dan ayah. Elena yakin buku itu masih dibaca Kaisar dan sengaja diletakk
Kaisar kembali duduk di sebuah bangku di dalam perpustakaan rahasia itu. Dia masih berpikir bagaimana caranya untuk menemukan dokter itu di negara Barat. Dia tidak akan mungkin mengirimkan salah satu pasukan khusus untuk menyamar ke sana. Dia tidak mau pasukannya gagal menangkapnya. Salah satu cara adalah dengan pergi ke sana sendirian tanpa bantuan siapapun. Setelah mendapatkan solusi itu, Kaisar keluar dari perpustakaan lalu mencari keberadaan Elena. Saat dia menemukan Elena yang sedang memperhatikan pelayan di dapur untuk menyiapkan makanan dan minuman yang bertugas di dapur, dia mendekatinya.“Elena,” panggil Kaisar. “Bisa bicara sebentar?”Elena menatap Kaisar dengan heran. “Kita bicara di sana saja,” sahut Elena sembari berjalan menuju ruang tengah. Kaisar pun mengikuti langkahnya.Setiba mereka di ruang tengah itu, Elena berbalik badan lalu menatap wajah Kaisar dengan lekat. “Ada apa?”“Aku akan pergi ke markasku sebentar,” pinta Kaisar.Elena mengernyit. “Markas?”“Ya,” sahut
Saat Kaisar sudah mengemas seluruh barang yang akan dibawanya terbang ke negara Taruma, handphone-nya berbunyi. Dia terkejut mendapat telepon dari Elena. Kaisar langsung menggunakannya.“Halo,” sapa Kaisar pada Elena di seberang sana.“Kau sudah sampai ke markas?” tanya Elena.“Aku masih diperjalanan,” jawab Kaisar.“Aku memeriksa kamarmu untuk membersihkannya, aku lihat sepertinya kau tidak membawa pakaian sedikitpun,” ucap Elena heran di seberang sana.Kaisar menyimpan keterkejutannya mendengar itu. “Aku hanya membawa pakaian tentaraku saja,” ucap Kaisar yang akhirnya mendapatkan alasan.“Yasudah,” ucap Elena. “Hati-hati di jalan dan kabarkan padaku jika kau sudah mau pulang.”“Aku akan mengabarkan padamu jika semuanya sudah selesai.”Elena mengakhiri sambungan teleponnya. Kaisar terduduk di tepi kasur kamar rumah dinasnya. Sebenarnya dia khawatir sudah meninggalkannya. Meski hanya sebentar, dia belum tahu sampai kapan berada di negara barat nanti. Dia berharap Damian dapat menjagan
Rudolf memeriksa sendiri ke dekat gerbang rumah Abraham dengan mobilnya. Dia melihat banyak sekali tentara yang berjaga. Tak lama kemudian dia melihat seorang pelayan keluar dari dalam rumah dengan berjalan kaki. Saat pelayan itu melewati mobil yang dikendarai Rudolf, dia turun dari mobil lalu menghampiri pelayan itu.“Maaf,” ucap Rudolf pada pelayan itu.Pelayan sedikit mundur karena takut melihat Rudolf yang tiba-tiba memanggilnya. Bagaimana pun dia tidak pernah bertemu dengannya.“Saya cuman ingin bertanya alamat,” ucap Rudolf dengan ramah.“Mau cari alamat siapa? Di sini bukan komplek perumahan. Satu-satunya rumah di area sini adalah hanya rumah Tuan Abraham,” jawab Pelayan itu sedikit hati-hati dan awas.“Nah, itu maksudnya. Apakah benar Tuan Kaisar tinggal di rumah ini?” tanyanya.Pelayan itu mengernyit heran. “Kau siapa?”“Saya… saya teman lamanya.”“Tuan Muda sedang tidak ada di rumah. Dia sedang kembali ke markas.” Pelayan itu langsung bergegas pergi. Dia menjawab itu sembari
Kaisar sudah tiba di negara Barat. Dia keluar dari bandara lalu menaiki sebuah taksi. Pemeriksaan yang ketat sudah berhasil dilewatinya. Passport palsu yang dibuatkan sekretaris pribadi ayah angkatnya telah berhasil meyakinkan petugas di sana bahwa Kaisar yang sudah berganti nama palsu sebagai Raka adalah warga negara Taruma.“Kita akan kemana, Tuan?” tanya Supir pada Kaisar.Kaisar menyebutkan alamat tempat tinggalnya pada supir. Kaisar akan menginap di sebuah rumah yang disewa sementara di sana. Jaraknya hanya 5 kilometer saja dari bandara. Dan rumah itu sangat dekat dengan klinik pribadi milik dokter Santos. Dokter yang diduganya mengetahui rahasia kematian ayah angkatnya.Gedung-gedung pencakar langit sudah Kaisar lewati dengan taksi itu. Kini taksinya melewati area perumahan sederhana. Kawasan kelas menengah. Setiba di depan rumah tua itu, Kaisar turun dari sana setelah membayar ongkos taksi. Setelah itu dia memencet bel pagar rumah itu. Pemiliknya keluar dari dalam rumah lalu me
Keheningan malam terpecah oleh suara gemuruh di sekitar villa yang terpencil. Tentara-tentara setia menjaga pos mereka dengan teliti, meraba setiap bayangan yang melintas di bawah sinar bulan. Namun, kehadiran yang tak diundang telah menyusup, mengubah ketenangan menjadi kekacauan.Tiba-tiba, suara keras membelah udara. "Ada penyusup!" teriak salah satu tentara yang berjaga, memecah kesunyian malam. Serentak, rekan-rekannya bersiap, senjata teracung, siap menghadapi ancaman yang tak terlihat.Namun, di sisi lain bangunan villa, Jenderal Kaisar merasa jantungnya berdegup kencang. Ia bersembunyi di balik tembok batu, menatap kegelapan dengan mata tajamnya. Pikirannya berputar, mencari cara terbaik untuk melindungi diri terlebih dahulu karena ada sebuah rencana yang akan dia lakukan untuk Jenderal Paul.Sementara itu, Damian merasakan getaran tegang melintas di udara. Bersama pasukannya, ia merapatkan barisan, menunggu tanda untuk bertindak. Mereka telah menunggu saat ini dengan sabar, d
Debi dan Nadi merunduk di balik semak-semak, mata mereka terfokus pada villa yang terletak di tengah hutan. Suara angin sepoi-sepoi berbisik di antara pepohonan, menciptakan atmosfer ketegangan yang mendalam."Tidak lama lagi, Nadi," bisik Debi, matanya tetap terjaga untuk melihat setiap perubahan di sekitar mereka.Nadi mengangguk, tangannya menggenggam erat panah di busurnya. "Kita harus siap. Jenderal Kaisar pasti tidak akan lagi Jenderal Kaisar akan tiba ke sini.”Tiba-tiba, ponsel Debi memecah keheningan. Dia menarik keluar perangkatnya dan melihat panggilan masuk dari Jenderal Kaisar. "Ini dia," gumamnya, menjawab panggilan dengan hati-hati."Debi," suara berat Jenderal Kaisar terdengar di seberang sana, "bagaimana situasinya?"Debi menatap layar ponselnya, mencoba memilih kata-kata dengan hati-hati. "Situasi masih aman, Jenderal. Kami masih di luar villa. Jenderal Paul masih di dalam."Jenderal Kaisar menghela nafas, suaranya penuh dengan ketenangan. "Dia tidak akan bisa bersem
Jenderal Paul keluar dari ruang kerjanya dengan langkah mantap, diikuti oleh dua ajudannya yang selalu setia mendampinginya. Sambil menghubungi pengurus villa melalui ponselnya, dia tersenyum, "Saya akan ke sana, mohon persiapkan segalanya karena saya ingin bersantai di sana."Pengurus villa dengan sigap menjawab, "Baik, Tuan Jenderal. Kami akan menyiapkan semuanya segera."Saat Jenderal Paul dan ajudannya tiba di depan lobby, seorang petugas pengamanan membuka pintu mobil, memberi hormat sambil memberikan salam. Jenderal Paul, yang senantiasa rendah hati, menyapa kembali. Bersama dengan dua ajudannya, mereka naik ke dalam mobil yang telah disiapkan dengan rapi di depan pintu.Mobil bergerak lancar melalui gerbang menuju arah villa. Jenderal Paul melihat sekelilingnya dengan senyuman tenang. Pemandangan pegunungan yang hijau dan langit biru yang cerah memberikan kontras yang memukau.Jenderal Paul memutar kepala ke arah sopir, "Mengantar ke Villa, Pak."Supir mengangguk mengiyakan dan
Dinginnya udara malam menyambut kedatangan Kaisar, Damian, Rudi, Nadi, dan pasukan khususnya di bandara negara Taruma. Mereka menyamar sebagai warga biasa, menyelinap masuk tanpa menimbulkan kecurigaan sekalipun. Langkah mereka seolah-olah tidak meninggalkan jejak, tetapi kenyataannya, perjalanan mereka penuh perhitungan dan ketenangan.Sesaat setelah melewati pintu kedatangan, suasana kembali normal. Para penumpang berhamburan menuju bagian keluar bandara dengan perasaan lega. Kaisar memandang sekeliling dengan tatapan tajam, memastikan bahwa mereka berhasil meloloskan diri tanpa terdeteksi.Namun, ketenangan itu tiba-tiba terguncang saat seorang petugas keamanan memanggil mereka dari kejauhan. "Tunggu!" seru petugas tersebut sambil melambaikan tangan.Kaisar, Damian, Rudi, Nadi, dan pasukan khususnya memandang satu sama lain dengan raut wajah tegang. Mereka bergerak menuju petugas dengan langkah hati-hati. Petugas tersebut tampak serius, sambil memegang sebuah jam tangan.Kaisar yan
Kaisar duduk di kursi belakang mobil mewahnya, tangan kanannya menekan erat-erat ponsel pintarnya sementara supir setia dan ajudan pribadinya mengemudi dengan hati-hati melalui jalanan yang ramai di ibu kota New Taraka. Kaisar berbicara dengan serius, "Yusa, saya dan tim akan segera tiba di negara Taruma. Pastikan semuanya siap dan awasi bandara serta jalanan menuju rumah rahasia. Laporkan segera jika ada kejanggalan."Yusa, seorang agen rahasia yang bertanggung jawab atas keamanan Kaisar, menjawab, "Baik, Jenderal Kaisar. Kami akan memastikan semuanya berjalan lancar dan aman. Semoga perjalanan Anda sampai di sini tanpa hambatan."Dengan tekad bulat, Kaisar menambahkan, "Saya tahu risikonya tinggi, tetapi ini adalah langkah yang harus kita ambil."Yusa mengangguk seraya menyampaikan doanya, "Kami akan berdoa untuk keselamatan Jenderal dan seluruh tim. Semoga misi ini berhasil tanpa ada korban jiwa."Setelah menutup teleponnya, Yusa segera memberitahu tim agennya yang sedang berkumpul
Dalam keheningan kediaman sewaannya di negara Taruma, Yusa merogoh kantongnya untuk mengambil sebuah alat komunikasi. Dengan gerakan cepat, dia menekan beberapa tombol dan menunggu sambungan.Jenderal Kaisar duduk di ruang komandonya yang megah. Ketika teleponnya berdering, dia segera mengangkatnya dengan penuh kehati-hatian."Halo," sapanya tegas, menandakan kesiapan untuk menerima laporan apa pun.Yusa, dengan napasnya yang cepat, memberikan laporan pada Jenderal Kaisar, "Jenderal, kami telah menemukan jejak Jenderal Paul. Kami memetakan tempat-tempat yang sering dia kunjungi."Jenderal Kaisar menahan nafasnya sejenak, matanya berbinar dalam sorot cahaya lampu ruangan yang redup. "Bagus. Bagaimana kondisinya?"Yusa menjawab dengan tegas, "Kami sudah siap untuk melanjutkan rencana berikutnya, Jenderal. Kami hanya menunggu arahan dari Anda."Jenderal Kaisar menarik napas lega, melihat kesempatan untuk mengakhiri ancaman yang disebabkan oleh Jenderal Paul."Segera kirimkan lokasi-lokas
Di ruang istana yang megah, Jenderal Kaisar duduk di seberang meja dari Elena, istrinya. Suasana ruangan itu dipenuhi ketegangan yang mendalam. Kaisar menatap Elena dengan ekspresi serius, dan Elena dapat merasakan ada sesuatu yang sangat penting yang ingin diungkapkan suaminya."Sayang," ucap Kaisar dengan suara yang dalam, "ada sesuatu yang perlu kusampaikan padamu."Elena mengangguk, matanya penuh dengan rasa penasaran dan kekhawatiran. "Apa yang terjadi, Kaisar?"Jenderal Kaisar mengambil nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Para peretas yang telah mengancam keamanan negara kita adalah agen mata-mata dari negara Taruma."Elena merasakan kejutan melintas di wajahnya. "Negara Taruma? Bagaimana bisa?"Kaisar menjelaskan dengan penuh ketegasan, "Kami telah melakukan penyelidikan, dan berdasarkan bukti yang kami temukan, kami berhasil menghabisi beberapa dari mereka. Bahkan, seorang dari mereka sudah kami tangkap."Elena merasa campur aduk antara kelegaan dan kecemasan. "Apakah ancaman
Ruang rawat inap rumah sakit militer itu terasa hening, hanya terdengar suara mesin-mesin alat medis yang terus berdenyut. Kaisar duduk di kursi di sebelah tempat tidur yang ditempati oleh Bara, salah satu agen rahasia dari pihak musuh yang berhasil mereka sandera. Damian berdiri di sampingnya sambil memperhatikan dengan serius.Dokter yang berkemeja putih memeriksa luka tembakan yang melukai Bara. Kaisar dan Damian menyimak setiap kata yang diucapkan dokter dengan ketegangan yang menggelayuti hati mereka."Dia harus istirahat dan pulih selama beberapa minggu. Luka tembaknya cukup serius, tapi kami melakukan yang terbaik untuk memperbaiki kerusakan," ujar dokter dengan suara lembut.Kaisar menundukkan kepalanya sejenak, lalu menatap Bara yang terbaring tak berdaya. "Lakukan apa pun yang diperlukan untuk kesembuhannya, dokter."Damian menarik napas panjang. "Jenderal, apakah Anda yakin kita harus meninggalkannya di sini? Bagaimana jika ada pihak lawan yang mencoba menyusup ke sini dan
Di dalam kamar hotel, Bara dan tim agennya sedang sibuk mengatur strategi mereka. Keheningan di kamar itu terputus ketika salah satu agen mendapat laporan penting."Apa yang terjadi di lobby?" tanya Bara dengan ekspresi serius.Salah satu agen menjawab dengan ketidakpastian, "Ada banyak pasukan tentara di sana, Bara. CCTV menunjukkan gerakan yang mencurigakan."Bara segera memeriksa layar laptop, matanya meneliti setiap sudut ruang hotel yang ditampilkan oleh kamera pengawas. Benar saja, tentara-tentara bersenjata berjaga di sekitar lobby."Sepertinya kita telah diintai," kata Bara dengan suara tegas. "Pihak musuh mungkin sudah mengetahui keberadaan kita di sini."Ketegangan menyelimuti kamar, dan Bara segera memberikan perintah, "Bersiaplah untuk segala kemungkinan. Keluarkan senjata dan siapkan diri untuk perlawanan. Jika mereka benar-benar menyerang, kita harus siap menghadapinya."Semua anggota tim segera bergerak dengan sigap. Senjata-senjata ditarik, dan wajah-wajah mereka mence