Tubuh Han terlempar ke belakang atau lebih tepatnya terseret, karena kakinya masih menapak tanah. Tangannya disilangkan di depan wajah bagaikan perisai dan itu membuat rasa senat-senut menjalar karena tangan itu digunakan untuk menahan serangan Kasper si Hantu Kecil bertubuh bongsor yang melontarkan pukulan telak.Han tahu, pukulan yang dilayangkan dari jarak teramat dekat oleh orang yang sangat lihai bertarung tidak akan bisa dielakkan. Karena dia tidak akan sempat menghindar, maka satu-satunya jalan adalah harus bertahan.Han menyeringai, “Lumayan.”Kasper mendengus. Ia agak kesal. “Hebat juga bisa menahan pukulanku. Biasanya orang lain akan langsung pingsan sekali pukul.”“Mungkin aku salah satu yang beruntung,” ujar Han sembarangan.“Mungkin,” Kasper menimpali. Ia mengayunkan tangan. “Tapi aku tidak akan ada keberuntungan yang kedua kalinya. Aku selalu belajar dari kesalahan.”Han langsung menyadari kalau di belakang Kasper muncul serombongan preman punk yang lain. Dua, empat, sep
Han jatuh ke sungai. Pakaian dan celananya pun basah. Meski begitu Ia dapat berdiri dengan tegak kembali karena memang sungai itu tidak terlampau dalam. Ia tersenyum sembari bertolak pinggang menghadap ke atas, ke arah Kasper si Demit Cilik yang berdiri dengan santai di atas sebatang kayu.“Keren juga. Skor kita satu-satu.”Kasper hanya mendengus. Pria bertubuh besar itu tersenyum sinis. “Naiklah.”Tidak perlu diminta dua kali, Han naik melalui sisi kanan sungai untuk berdiri kembali di hadapan Kasper. Skor sekarang sama imbang. Siapapun masih bisa menang.“Majulah. Aku tidak akan bergeming sedikitpun! Kau lihat sa…!”Jbmmmm!Tubuh Kasper kembali melayang ke belakang dan jatuh berdebam berulang-ulang kali. Lagi-lagi dengan cara yang sama. Serangan yang begitu cepatnya sampai-sampai tak terlihat. Wajahnya berulang kali terantuk tanah.Sang preman bertubuh raksasa itu mendengus kesal dan memukul tanah beberapa kali. Kasper menggemeretakkan gigi. Mau tidak mau dia harus mengakui kalau Ha
“Di-dia tidak bersalah!”Bapak tua penjual cilok dengan berani memasang badan untuk melindungi Han dari kerubutan orang-orang yang menuduhnya. Mereka tertegun ketika pria tua yang mereka kenal itu tiba-tiba saja menyeruak dan berdiri di antara mereka dan sang pemuda.“Dia telah membantu saya dan teman-teman penjual jajanan lain yang selama ini dipalak oleh para preman. Pemuda ini mengalahkan preman-preman yang biasa keliling di sini dan membuat mereka kabur.”Meski bergetar karena takut menghadapi orang banyak, sang penjaja cilok memutuskan untuk membantu Han.Sang guru SD yang cantik itu masih terengah-engah karena emosi, “Tapi Pak! Mereka ini sebenarnya hanya mau berebut lahan par…”“Saya bisa pastikan kalau saya tidak tergabung dalam kelompok atau ormas apapun yang ingin berebut lahan parkir dari para preman. Saya bertengkar dengan mereka semata-mata karena ingin meminta ganti rugi,” ujar Han.Pemuda itu maju ke depan bapak penjual cilok. Ia tersenyum pada sang pria tua, “Terima ka
Han keluar dari dalam air.Rasty terbelalak dan berteriak kencang. “Haaan!”Sembari membawa sang bocah kecil yang ternyata sudah terdiam tak bergerak. Han berenang ke tepian. Tak butuh waktu lama bagi Han untuk membawa anak itu ke tepian. Sang ibu sudah berteriak-teriak histeris melihat anak itu mulai pucat.Begitu sampai di tepian, Han langsung membaringkan anak itu terlentang di tempat yang kering.“Bagaimana anakku? Bagaimana anakku!?”Han melirik ke arah Rasty. Guru SD itu mendekat ke arah Han.“Piye, Han? Bagaimana?”Han menggeleng, “Tidak respons. Tidak bernapas.”“Bisa CPR?”Han mengangguk.“Aku akan membantu menenangkan sang ibu. Tolong anak itu. Sekarang.”Han segera bergerak. Hal pertama yang harus dilakukan pada korban tenggelam adalah memeriksa napasnya, jika tidak ada respons dan tidak bernapas, maka langkah pertama adalah memastikan leher dan kepala berada dalam posisi yang aman.Untuk menyelamatkan diperlukan CPR. Han harus membuka jalan napas sang bocah. Ia mendongakka
Sekali lagi Gagak Handoko melewati hari dengan tenang, kuliah lancar hatipun senang. Tinggal cari makan malam saja, terus tidur dengan nyenyak setelah mengerjakan beberapa tugas kuliah untuk besok.Sembari menunggu bis lewat, Han membuka buku catatannya. Untung cahaya di halte ini sangat terang.Pemuda itu menekan tombol di ujung bolpennya, lalu mulai melingkari beberapa hal penting yang tadi disampaikan oleh dosen mata kuliahnya. Sebenarnya ada banyak yang tidak ia pahami mengenai algoritma, tapi tentu saja tetap harus dipelajari karena logika berpikir komputasional merupakan dasar pemahaman di Teknik Informatika.“Coek, paham ora koen?” bisik seseorang di sebelah Han dengan logat ala timuran.“Ora e, Nyuk. Dosen-e cerito opo aku ra mudeng,” geleng sang teman yang juga tidak memahami apa yang dijelaskan.“Makane kuwi nek ono tugas digarap, nek ono quiz yo sinau,” orang di sebelah Han menggerutu, “kalau kuliah itu yang serius. Jangan pas dosen menjelaskan malah main hape sendiri. Kala
Gagak Handoko melangkah perlahan menyusuri jalan setapak yang menghubungkan kampus IT dan kampus Ekonomi. Seperti biasa, dari kampus IT untuk sampai ke halte bis di sebelah timur, dia harus melalui jalan setapak yang dikelilingi pepohonan rindang memutari taman kampus Ekonomi Universitas Cemara.Biasanya Han melalui tempat ini karena memang tempat parkir sepeda ada di samping halte bis. Tapi berhubung sepedanya masih rusak, Han sengaja melalui tempat ini hanya karena ingin memantau kelompok geng preman kampus yang sering nongkrong di parkir kendaraan Fakulas Ekonomi. Kali ini Han tidak sendiri, dia melangkah beriringan dengan salah seorang teman lamanya.“Aku kaget ketika tahu kamu tiba-tiba menghubungiku, Nyuk. Aku pikir kamu sudah mati dimakan babi hutan di desa,” ujar teman Han.Han hanya tersenyum, “Pantat trepes sepertimu kalau guyon lucu juga, Jog.”Jogesh Anandra adalah seorang pemuda keturunan India yang dulunya teman SMA Han. Mereka tidak akrab, tapi kenal cukup dekat. Joge
“Raisyah, kamu tahu kan sejak awal aku naksir kamu. Sejak kamu ikut opspek, aku selalu bantuin kamu supaya tidak terlalu banyak kena hukuman. Aku selalu pasang badan buat kamu. Itu karena aku care sama kamu, karena aku langsung falling in love sejak pandangan pertama sama kamu.”Haikal Damar Sutedja duduk di depan seorang gadis berkerudung yang duduk di sebelah seorang temannya. Kedua gadis itu saling berpegangan tangan karena di hadapan mereka ada Haikal yang dikawal seorang mahasiswa angkatan tua dengan senyum yang mengerikan.Di antara mahasiswi angkatan baru, Raisyah Mayasari adalah bunga yang paling mekar mewangi. Banyak pria mencoba mendekati, namun Raisyah selalu menolak dengan alasan dia ingin belajar dengan serius. Tentu hal itu tidak menyurutkan niat mereka yang ingin terus mencoba.Kecantikannya pun tak lepas dari mata tajam Haikal. Dia pun langsung menjadi incaran sang penyantap gadis sejak awal.“K-Kak… maaf, tapi saya belum berminat untuk…”“Begini saja. Raisyah nanti pul
Prasojo.Namanya hanya satu kata dan mirip seperti Han, nama pemuda gagah itu juga nama beraroma era lama alias nama jadul. Prasojo atau lebih sering dipanggil Pras adalah member D.O.G dari level Hound Dogs, kapten salah satu regu Pugs. Dia berhasil mendapatkan posisinya karena memulai benar-benar dari bawah. Dia sangat berbeda dengan Haikal meskipun jabatan mereka sama.Jika Haikal menjadi Hound Dogs karena uang, maka Pras masuk tier kedua D.O.G karena kemampuan bertarungnya yang memang kelas wahid, dan kemampuannya luar biasa. Dia pernah mewakili kampus dan mendapatkan gelar juara ketiga di arena boxing amatir antar kampus se-provinsi.Selain di kampus Ekonomi, sebagai jawara boxing Pras juga sering terlihat di kawasan olahraga Universitas Cemara.Pras menatap ke arah Han dengan pandangan tajam, ia lalu mendengus dan melirik ke arah Haikal. Mahasiswa angkatan entah kapan itu hanya menggelengkan kepala saat melihat juniornya yang terkapar.“Melawan dia sendirian dan kamu keteteran?”
Han melangkah maju, kobaran api di sekelilingnya semakin mendominasi lapangan yang kini terasa seperti medan perang. Dengan satu gerakan cepat, ia menyerang Viktor menggunakan ledakan api berbentuk harimau yang melesat dengan kecepatan luar biasa. Viktor mencoba menghindar, tetapi ekor harimau api itu menyambar bahunya, membuatnya terlempar beberapa meter.“Jangan berpikir kau bisa lolos dengan mudah,” Viktor berkata sambil berdiri tertatih, memfokuskan kekuatannya untuk melawan. Listrik mulai terkumpul di tangannya, membentuk bola energi yang lebih besar dan mematikan. Ia melemparkannya ke arah Han dengan kekuatan penuh, menciptakan ledakan besar saat menyentuh tanah.Namun, ketika debu menghilang, Han masih berdiri tegap, meskipun kini dengan pakaian yang sebagian hangus. “Itu cukup menghibur,” katanya, senyumnya masih tetap sinis. Ia mengangkat tangannya lagi, kali ini menciptakan dinding api yang melindunginya dari serangan Viktor selanjutnya.Viktor mulai kehabisan tenaga karena
Lapangan sepakbola yang terkurung ruko-ruko itu terasa hening, seolah segala suara dari dunia luar lenyap. Han, dengan tangan dimasukkan ke saku celana, berdiri santai di tengah lapangan. Wajahnya dihiasi senyum menyeringai, meskipun matanya tetap tajam memandang Viktor von Dasch di seberang.Viktor, dengan sikap penuh percaya diri, melangkah maju sambil mengayunkan jemarinya yang memercikkan listrik. “Kamu lumayan, Bro. Jadi Aku akan lebih serius,” Viktor berkata sambil tertawa kecil. “Tadinya Aku pikir Aku tak perlu berusaha terlalu keras.”Han hanya mengangkat alis, tak berkata apa-apa. Ia menggeser kakinya sedikit, bersiap. Sebuah langkah kecil yang hampir tidak terlihat, tetapi penuh makna. Viktor, merasa diremehkan, mengayunkan tangannya ke depan, mengirimkan sambaran petir ke arah Han.Sambaran itu menghantam tanah dengan dentuman keras, meninggalkan bekas hangus yang berasap. Namun, Han sudah tidak berada di tempat itu. Dengan langkah ringan, ia bergeser ke samping, membuat Vi
Di sisi lain, Anjani melompat ke tangga besi yang berkarat, mendaki dengan cepat hingga mencapai atap ruko. Shih-Tzu tak mau kalah, Ia meluncur seperti bayangan gelap, menghantam besi tua itu dengan tumitnya hingga tangga bergoyang hebat. Anjani nyaris terlempar, namun berhasil mencengkeram pinggiran atap dan melompat ke permukaan yang licin.Shih-Tzu sambil melompat ke atap, meluncur seperti badai yang tak terhentikan, seakan-akan hendak menyatakan pada Anjani kalau mau lari kemanapun, Ia sanggup mengejarnya.Anjani memutar badan dan mengayunkan nunchaku-nya dengan gesit, menangkis sabetan pedang kayu Shih-Tzu yang mematikan. Shih-Tzu juga menggunakan pelindung besi untuk bertahan dari serangan Anjani berikutnya. Benturan keduanya menimbulkan percikan api kecil di tengah hujan yang mulai turun lebih deras, menciptakan suasana penuh ketegangan.Dengan gerakan akrobatik, Shih-Tzu melompat ke atap ruko sebelah, tubuhnya meliuk anggun di udara seperti burung elang. Anjani mengejar tanpa
Sementara itu, di gang-gang sempit perkampungan yang menyelinap di belakang ruko-ruko tua, mendadak terdengar riuh oleh suara sepatu yang menghantam permukaan jalan berbatu. Ada yang sedang berkejaran di sana. Dua wanita muda dikejar oleh dua wanita muda yang lain.Anjani dan Khansa berlari berdampingan, napas mereka memburu di bawah sinar remang lampu jalan yang berkelap-kelip. Mereka tahu, dua bayangan hitam yang mengejar mereka saat ini bukanlah cewek-cewek biasa, Shih-Tzu dan Vodel adalah dua ninja wanita cukup mumpuni kemampuannya dari kelompok D.O.G. Baik Khansa maupun Anjani tahu kenapa dua ninja wanita itu ditakuti.Tiba-tiba, Shih-Tzu melesat lebih cepat dari bayangan malam, tubuhnya berputar seperti pusaran angin, menghempaskan tendangan melingkar yang memecahkan dinding kayu di sisi gang. Targetnya adalah salah satu dari kedua target. Anjani dengan sigap berguling ke samping, menghindari serangan berbahaya itu. Anjani mengumpat karena harus berjibaku dengan repot.Sementar
“Let’s go, Bro. Sekali lagi. Adu pukulan,” ucap Garin lemah sambil menyeringai terhadap Hektor.Suasana di sekitar mereka terasa semakin tegang, seakan semua orang di kerumunan tahu bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi. Jika Kasper dan Garin saja takluk, siapa yang bisa menghentikan orang ini?Tapi ini bukan masalah takut atau tidak takut. Bukan masalah menang kalah. Ini masalah menjalankan perintah sang pimpinan. Kerumunan preman jalanan berkerumun di sekitar Hektor, seperti ombak yang siap menghantam karang. Bagi mereka, menjalankan perintah Kasper adalah harga mati.Di saat pasukan preman jalanan mengerumuni Hektor, Garin tahu apa yang harus ia lakukan.Garin, dengan napas terengah-engah dan tubuh yang sudah penuh luka, berlari menuju gerbang lapangan sepak bola. Ia tahu di balik gerbang itu Han dan Viktor tengah bertempur, dan misi utamanya kali ini adalah memastikan Hektor tidak bisa mencapainya. Kalau Hektor yang mengerikan ini masuk, ditambah dengan Viktor, entah apakah H
Di bawah sinar lampu jalan yang temaram di dekat lapangan sepakbola, Hektor von Dasch berdiri dengan tangan bersidekap, tubuh jangkungnya tampak kokoh bagaikan baja. Di depannya, Kasper dan Garin bersiap dengan postur siaga, napas mereka berat setelah pertarungan-pertarungan sebelumnya menghabiskan tenaga mereka.Kasper melangkah maju lebih dulu, dengan amarah yang membara. “Mau lewat? Sayang sekali, kamu harus melewati kami terlebih dahulu!” teriaknya.Hektor hanya mengangkat alis, lalu menurunkan tangannya perlahan dan tersenyum meremehkan. Ia memberikan isyarat tantangan dengan menggerakkan kepalanya.Kasper tak menunggu lebih lama. Ia meluncur ke depan dengan gerakan eksplosif, menyerang dengan spear khasnya yang biasanya membuat lawan terpental. Namun kali ini spear yang ia lakukan bagaikan membentur tembok beton.Bukannya jatuh, Hektor malah tetap berdiri kokoh dengan perkasa. Saat tubuh Kasper menghantam dadanya, Hektor hanya melangkah mundur satu langkah kecil sebelum menjepit
Di tengah jalan kampung yang sempit, dengan debu yang beterbangan dan kerumunan orang yang membentuk lingkaran pelindung agar sang pimpinan bisa bertarung satu lawan satu, Kasper dan Hightower berdiri berhadapan.Keduanya bertubuh besar, seperti kaum titan yang siap menghancurkan apa pun di sekitarnya. Kasper, dengan gaya bertarung brutal dan random, langsung menyerang lebih dulu. Ia berlari cepat dan melayangkan spearing tackle ke arah Hightower, seperti banteng mengamuk dan menyeruduk dengan tanduknya. Tubuh kekar Hightower terdorong mundur, menghantam dinding sebuah ruko hingga terdengar suara retakan di tembok.Hightower tidak tinggal diam. Dengan gaya bertarungnya yang stabil dan penuh tenaga, ia memanfaatkan tubuh besarnya untuk melawan. Ketika Kasper bersiap untuk serangan berikutnya, Hightower melayangkan hook kiri ke rusuk Kasper, diikuti pukulan kanan yang menghantam rahang.Kasper terhuyung beberapa langkah, tapi bukannya mundur, ia justru meraung layaknya binatang buas, sa
Di atas atap ruko-ruko kampung yang reyot, Engkus dan Deden terus saling menyerang sambil melompat dari satu genteng ke genteng lain. Engkus, dengan gerakan cepatnya, melompat ke arah antena parabola di salah satu ruko, menggunakan benda itu sebagai tumpuan untuk melompat lebih tinggi. Dengan kecepatan kilat, ia mengayunkan tendangan ke arah Deden. Namun, Deden, yang tidak kalah cekatan, berhasil merunduk tepat waktu, membuat tendangan Engkus hanya mengenai udara.“Wekekekek. Ternyata jago juga!” seru Engkus sambil mendarat dengan ringan di ujung genteng.Deden mendengus sambil mengibaskan debu dari jaketnya. “Hari ini kamu kebanyakan ketawa. Tidak apa-apa, ketawalah selagi bisa,” balasnya sebelum melompat ke arah Engkus dengan tendangan yang diarahkan ke dada.Engkus menangkis pukulan itu dengan lengannya, tetapi tenaga Deden lebih kuat sehingga membuat si kerempeng itu terpental beberapa langkah ke belakang. Saat itulah genteng yang ia pijak retak dan luruh, hampir membuat Engkus te
Arif Ali terbang ke belakang setelah tendangan dari JC berhasil ia blok dengan menyilangkan tangan. Kemampuan mereka memang tidak selevel. Anggota Top Dogs itu menyerang dengan berangasan dan hasilnya sama sekali tak terlihat, sementara hanya dengan beberapa gerakan saja, Jonny Castor alias JC bisa membuat Arif Ali mundur.JC tersenyum sinis, “Suatu ketika sesosok iblis berbisik kepada seorang prajurit yang tengah berjuang – dia bilang : kamu tidak akan sanggup bertahan dari badai yang segera datang. Tapi prajurit itu menatap balik ke arah sang iblis dan berucap dengan penuh keyakinan; akulah badai itu.”Jonny Castor memainkan tangannya bak pesulap tengah memainkan kartu. Di antara kedua telapak tangannya, belasan helai dedaunan kering berterbangan membentuk satu lingkaran. Pria keturunan asing itu menatap Arif Ali dengan tajam, lalu menjentikkan jarinya, menghempaskan satu persatu daun ke depan.Arif Ali mengelak setiap kali daun yang dihempaskan JC datang. Dedaunan itu seharusnya ri