Ruslan Gani mengejapkan mata.Setelah sebelumnya semuanya gelap, kini Ruslan mulai bisa tersadar.Mahasiswa ekonomi Kampus Cemara itu terengah-engah, wajahnya terasa nyeri, semua pedih menjadi satu. Ia tak sanggup bangkit, bahkan membuka mata pun terasa menyakitkan. Ia paksakan membuka mata untuk mencari teman-temannya.Ia menengok ke kiri dan kanan dengan berat.Di kiri, Arif Ali sudah terkapar dan belum juga bangkit. Bagaimana dengan Deden di sebelah kanan? Ternyata sama saja.Kenapa? Kenapa si sialan ini begitu kuat? Siapa dia? Apakah tadi dia menerima pukulan dari Ruslan dengan sengaja untuk menariknya ke area pertahanan si kunyuk itu? Sialan sekali!“Arryyff…” Ruslan bergumam mencoba memanggil sang sahabat.Arif Ali tidak bergerak.Saat itulah ada sosok berdiri di atas Ruslan. Tubuhnya menghalangi cahaya sehingga nampak gelap dan tak terlihat jelas oleh Ruslan yang membuka mata saja kesulitan.“Kurang ajar! A-aku akan…”Sosok itu berjongkok, “Apa yang terjadi pada kalian, Rus?”R
“Kasihan Jogesh.”“Memang,” Han tersenyum, “Tapi dia sudah tahu kesulitan apa yang akan di hadapi. Dia sendiri yang mengajukan diri untuk melakukannya. Dia ingin menghancurkan D.O.G dan untuk itu dia harus berkorban. Dia harus melakukan ini untuk menggiring pimpinan D.O.G itu ke lokasi yang aku inginkan.”Anjani mendengus, “Tapi dengan begitu dia akan membuka rahasiamu.”Han nyengir lebar, dia menggeleng, “Aku dan Jogesh sudah mengatur rahasia apa yang akan ia buka pada pimpinan D.O.G dan rahasia mana yang akan dia simpan. Ini semua adalah taktik untuk membuat pimpinan D.O.G turun gunung.”“Taktik kuda Troya,” ujar Kasper.“Benar sekali.” Han mengangguk.Saat itu Han dan teman-temannya berkumpul di sebuah angkringan yang letaknya sebenarnya tak jauh dari Universitas Cemara namun tersembunyi karena berada di ujung sebuah jalan buntu ke arah kos-kosan campur.Sambil lesehan di samping angkringan, Han bertemu dengan Anjani, Kasper, Garin, dan Engkus.“Kuda troya?” tanya Engkus sambil men
“Tidak. Aku tidak mau, Han. Aku tidak mau dia bergabung dengan kita. Titik.” Anjani memerah karena emosi, “Saat ini saja badanku masih sakit-sakit gara-gara berantem dengan cewek sialan yang pakai topeng kucing itu dan setelah ini kita masih harus berperang melawan seluruh pasukan preman kampus yang tidak bisa ditakar kekuatannya.”Han mendengarkan Anjani.“Di saat bertarung bersama-sama, aku butuh kepercayaan penuh kalau orang yang satu kubu denganku dan berdiri di belakangku - akan mendukungku, bukan malah membantu musuh, dan dia…” Anjani menunjuk ke arah pria yang baru datang, “…dia adalah makhluk terakhir di bumi ini yang akan kupercaya.”Anjani masih terus menunjuk pemuda yang cengengesan di hadapannya.Anjani menggemeretakkan gigi, “Aku tidak tahu apa akal bulusmu kali ini, tapi aku tidak akan menerimamu!”Wanita cantik yang sedang menggamit lengan sang pria mendengus, “Tidakkah ibumu mengajari kalau tidak sopan menunjuk-nunjuk seorang tamu? Kami di sini tamu undangan, turun seb
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Jogesh merasa bayangan kematian sangat dekat. Pemuda berdarah India itu tahu, salah ucap dan salah langkah akan membuat semua yang sudah direncanakan menjadi buyar.Dengan berjalan perlahan-lahan dan tubuh lunglai begini, pasukan D.O.G akan percaya bahwa dirinya memang sudah benar-benar lemah – itupun karena dia benar-benar sudah kepayahan.“Stop!”Berhenti melangkah, jantung Jogesh berdebar dengan sangat kencang. Ini masih kurang beberapa ratus meter lagi menuju lapangan tempat Han dan kawan-kawan menunggu. Dia tidak boleh gagal, dia tidak boleh berhenti di sini. Apakah sang lawan sudah curiga?Viktor von Dasch sang pimpinan D.O.G berjalan di depan Jogesh dengan langkah santai. Ia bersiul-siul.Setelah sekitar tujuh meter di depan sang informan, Viktor membalikkan badan, mendekat, dan tersenyum pada Jogesh.“Kamu benar-benar kawan yang sangat baik, Dab.” Viktor menepuk pundak pemuda itu. Senyumannya sebenarnya biasa saja, tapi terasa sangat mengerik
Jogesh terkapar penuh darah. Memar membiru di sekujur tubuh, darah mengalir dari sela-sela bibir, hidung, dan beberapa tempat lain. Matanya hampir tak bisa terbuka karena lebam besar di sisi pelipis.Viktor von Dasch berjongkok di dekatnya. Wajahnya terlihat memelas. Pria dengan penampilan yang sebenarnya cukup sederhana itu begitu mendominasi dan mengintimidasi dengan sikapnya sehingga membuat Jogesh gemetar ketakutan.Untuk pertama kalinya dalam hidup Jogesh merasa menyesal melakukan sesuatu hal yang baik.“Maafkan aku, Dab. Sebenarnya ini kekelliruan dan kesalahpahaman kecil. Jadi aku mohon maaf sebesar-besarnya,” Viktor membuat wajahnya sesedih mungkin, “Sebenarnya Tzu – Tzu itu nama panggilan cewek yang di sana itu, yang pakai topeng? Dia sebenarnya cakep tapi pendiam.”Jogesh mendengus tak peduli.Tapi Viktor tetap melajutkan, “Nah, Shih-Tzu ternyata tidak melihat apa-apa di dalam sana dan lapangan terlihat aman. Jadi dari lubuk hati yang paling dalam, aku minta maaf telah mencu
Langit nan mendung membentang luas dari ujung ke ujung. Begitu luasnya tebaran mega hingga mampu menyembunyikan rembulan yang sejatinya bertahta, kegelapan yang menyebar tanpa kompromi menyelimuti deretan atap ruko di dekat lapangan bola dengan nuansa kelam yang semakin mempertegas gelapnya malam. Awan berkejar-kejaran, saling menggulung, menutup sinaran dan menambah tebaran suram.Cahaya jalan Kabupaten yang memang redup kini semakin remang, menciptakan suasana yang hampir tanpa terang, hanya sedikit lampu jalan yang memantulkan cahaya lemah tapi itupun kadang ada kadang jarang.Hembusan angin malam sesekali menerpa, membawa suara gesekan lembut pada jubah kedua wanita bersejajar yang saat ini berpakaian ala ninja dan berdiri bersidekap dengan tenang, meski nampak aneh, tapi sejatinya mereka adalah dua punggawa D.O.G, Shih-Tzu dan Vodel.Tanpa cahaya bulan yang biasanya bisa memberi sedikit penerangan, suasana menjadi semakin mencekam, menambah berat setiap langkah yang diambil Anjan
Di lapangan sepak bola yang luas, angin malam berhembus pelan. Tidak ada suara selain desiran angin dan langkah kaki yang berat di tanah yang keras. Di bawah cahaya rembulan yang temaram, dua pemuda berdiri saling berhadapan, masing-masing dengan aura menyala penuh tantangan.Di salah satu ujung lapangan, berdiri Viktor von Dasch sang pimpinan D.O.G. Badannya tegap dengan tubuh yang tingginya hampir dua meter. Ia mengenakan kaos putih dan celana jeans yang pas membalut tubuh atletisnya, dia tidak mengenakan sepatu dan hanya menggunakan sandal.Pijakan kakinya stabil, sementara matanya yang tajam menatap Han dengan penuh kepercayaan diri. Di tangannya, energi listrik yang berkilauan bersiap untuk menyambar kapan saja. Tawa khas Viktor yang sering kali terdengar meremehkan, kini hilang, digantikan oleh ekspresi serius yang menunjukkan bahwa dia menghargai lawannya.Di sisi lain, Han hanya berdiri santai, rambut cepaknya yang rapi tak bergerak. Dengan kemeja putih yang tampak sederhana n
Langit malam yang mendung memberikan kesan mencekam di sepanjang jalan menuju lapangan bola. Lampu-lampu jalan yang redup hanya menyinari sebagian kecil dari aspal yang basah, memantulkan bayangan panjang dari dua kelompok preman yang berdiri saling berhadapan.Di sisi kanan, kelompok preman jalanan pimpinan Kasper berdiri dengan percaya diri.Kasper si Hantu Kecil berdiri paling depan dengan senyum tipis penuh tantangan, memandang kelompok lawan. Di sampingnya ada Garin si raksasa bouncer karaoke, Engkus dengan sikap santai penuh percaya diri, dan Jonny Castor alias JC yang terlihat tak berminat tapi sudah bersiap.Semua terlihat siap bertarung.Di sisi kiri, anggota Top Dogs dari D.O.G yang berdiri terdepan tak kalah mengintimidasi. Hightower, si raksasa kulit hitam, melangkah maju. Bayangannya saja cukup untuk membuat siapapun gentar. Di belakangnya, Ruslan Gani, sang petinju, mengetukkan tinju ke telapak tangannya, memanaskan suasana. Arif Ali dengan toya berdiri di ujung, sementa
Han melangkah maju, kobaran api di sekelilingnya semakin mendominasi lapangan yang kini terasa seperti medan perang. Dengan satu gerakan cepat, ia menyerang Viktor menggunakan ledakan api berbentuk harimau yang melesat dengan kecepatan luar biasa. Viktor mencoba menghindar, tetapi ekor harimau api itu menyambar bahunya, membuatnya terlempar beberapa meter.“Jangan berpikir kau bisa lolos dengan mudah,” Viktor berkata sambil berdiri tertatih, memfokuskan kekuatannya untuk melawan. Listrik mulai terkumpul di tangannya, membentuk bola energi yang lebih besar dan mematikan. Ia melemparkannya ke arah Han dengan kekuatan penuh, menciptakan ledakan besar saat menyentuh tanah.Namun, ketika debu menghilang, Han masih berdiri tegap, meskipun kini dengan pakaian yang sebagian hangus. “Itu cukup menghibur,” katanya, senyumnya masih tetap sinis. Ia mengangkat tangannya lagi, kali ini menciptakan dinding api yang melindunginya dari serangan Viktor selanjutnya.Viktor mulai kehabisan tenaga karena
Lapangan sepakbola yang terkurung ruko-ruko itu terasa hening, seolah segala suara dari dunia luar lenyap. Han, dengan tangan dimasukkan ke saku celana, berdiri santai di tengah lapangan. Wajahnya dihiasi senyum menyeringai, meskipun matanya tetap tajam memandang Viktor von Dasch di seberang.Viktor, dengan sikap penuh percaya diri, melangkah maju sambil mengayunkan jemarinya yang memercikkan listrik. “Kamu lumayan, Bro. Jadi Aku akan lebih serius,” Viktor berkata sambil tertawa kecil. “Tadinya Aku pikir Aku tak perlu berusaha terlalu keras.”Han hanya mengangkat alis, tak berkata apa-apa. Ia menggeser kakinya sedikit, bersiap. Sebuah langkah kecil yang hampir tidak terlihat, tetapi penuh makna. Viktor, merasa diremehkan, mengayunkan tangannya ke depan, mengirimkan sambaran petir ke arah Han.Sambaran itu menghantam tanah dengan dentuman keras, meninggalkan bekas hangus yang berasap. Namun, Han sudah tidak berada di tempat itu. Dengan langkah ringan, ia bergeser ke samping, membuat Vi
Di sisi lain, Anjani melompat ke tangga besi yang berkarat, mendaki dengan cepat hingga mencapai atap ruko. Shih-Tzu tak mau kalah, Ia meluncur seperti bayangan gelap, menghantam besi tua itu dengan tumitnya hingga tangga bergoyang hebat. Anjani nyaris terlempar, namun berhasil mencengkeram pinggiran atap dan melompat ke permukaan yang licin.Shih-Tzu sambil melompat ke atap, meluncur seperti badai yang tak terhentikan, seakan-akan hendak menyatakan pada Anjani kalau mau lari kemanapun, Ia sanggup mengejarnya.Anjani memutar badan dan mengayunkan nunchaku-nya dengan gesit, menangkis sabetan pedang kayu Shih-Tzu yang mematikan. Shih-Tzu juga menggunakan pelindung besi untuk bertahan dari serangan Anjani berikutnya. Benturan keduanya menimbulkan percikan api kecil di tengah hujan yang mulai turun lebih deras, menciptakan suasana penuh ketegangan.Dengan gerakan akrobatik, Shih-Tzu melompat ke atap ruko sebelah, tubuhnya meliuk anggun di udara seperti burung elang. Anjani mengejar tanpa
Sementara itu, di gang-gang sempit perkampungan yang menyelinap di belakang ruko-ruko tua, mendadak terdengar riuh oleh suara sepatu yang menghantam permukaan jalan berbatu. Ada yang sedang berkejaran di sana. Dua wanita muda dikejar oleh dua wanita muda yang lain.Anjani dan Khansa berlari berdampingan, napas mereka memburu di bawah sinar remang lampu jalan yang berkelap-kelip. Mereka tahu, dua bayangan hitam yang mengejar mereka saat ini bukanlah cewek-cewek biasa, Shih-Tzu dan Vodel adalah dua ninja wanita cukup mumpuni kemampuannya dari kelompok D.O.G. Baik Khansa maupun Anjani tahu kenapa dua ninja wanita itu ditakuti.Tiba-tiba, Shih-Tzu melesat lebih cepat dari bayangan malam, tubuhnya berputar seperti pusaran angin, menghempaskan tendangan melingkar yang memecahkan dinding kayu di sisi gang. Targetnya adalah salah satu dari kedua target. Anjani dengan sigap berguling ke samping, menghindari serangan berbahaya itu. Anjani mengumpat karena harus berjibaku dengan repot.Sementar
“Let’s go, Bro. Sekali lagi. Adu pukulan,” ucap Garin lemah sambil menyeringai terhadap Hektor.Suasana di sekitar mereka terasa semakin tegang, seakan semua orang di kerumunan tahu bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi. Jika Kasper dan Garin saja takluk, siapa yang bisa menghentikan orang ini?Tapi ini bukan masalah takut atau tidak takut. Bukan masalah menang kalah. Ini masalah menjalankan perintah sang pimpinan. Kerumunan preman jalanan berkerumun di sekitar Hektor, seperti ombak yang siap menghantam karang. Bagi mereka, menjalankan perintah Kasper adalah harga mati.Di saat pasukan preman jalanan mengerumuni Hektor, Garin tahu apa yang harus ia lakukan.Garin, dengan napas terengah-engah dan tubuh yang sudah penuh luka, berlari menuju gerbang lapangan sepak bola. Ia tahu di balik gerbang itu Han dan Viktor tengah bertempur, dan misi utamanya kali ini adalah memastikan Hektor tidak bisa mencapainya. Kalau Hektor yang mengerikan ini masuk, ditambah dengan Viktor, entah apakah H
Di bawah sinar lampu jalan yang temaram di dekat lapangan sepakbola, Hektor von Dasch berdiri dengan tangan bersidekap, tubuh jangkungnya tampak kokoh bagaikan baja. Di depannya, Kasper dan Garin bersiap dengan postur siaga, napas mereka berat setelah pertarungan-pertarungan sebelumnya menghabiskan tenaga mereka.Kasper melangkah maju lebih dulu, dengan amarah yang membara. “Mau lewat? Sayang sekali, kamu harus melewati kami terlebih dahulu!” teriaknya.Hektor hanya mengangkat alis, lalu menurunkan tangannya perlahan dan tersenyum meremehkan. Ia memberikan isyarat tantangan dengan menggerakkan kepalanya.Kasper tak menunggu lebih lama. Ia meluncur ke depan dengan gerakan eksplosif, menyerang dengan spear khasnya yang biasanya membuat lawan terpental. Namun kali ini spear yang ia lakukan bagaikan membentur tembok beton.Bukannya jatuh, Hektor malah tetap berdiri kokoh dengan perkasa. Saat tubuh Kasper menghantam dadanya, Hektor hanya melangkah mundur satu langkah kecil sebelum menjepit
Di tengah jalan kampung yang sempit, dengan debu yang beterbangan dan kerumunan orang yang membentuk lingkaran pelindung agar sang pimpinan bisa bertarung satu lawan satu, Kasper dan Hightower berdiri berhadapan.Keduanya bertubuh besar, seperti kaum titan yang siap menghancurkan apa pun di sekitarnya. Kasper, dengan gaya bertarung brutal dan random, langsung menyerang lebih dulu. Ia berlari cepat dan melayangkan spearing tackle ke arah Hightower, seperti banteng mengamuk dan menyeruduk dengan tanduknya. Tubuh kekar Hightower terdorong mundur, menghantam dinding sebuah ruko hingga terdengar suara retakan di tembok.Hightower tidak tinggal diam. Dengan gaya bertarungnya yang stabil dan penuh tenaga, ia memanfaatkan tubuh besarnya untuk melawan. Ketika Kasper bersiap untuk serangan berikutnya, Hightower melayangkan hook kiri ke rusuk Kasper, diikuti pukulan kanan yang menghantam rahang.Kasper terhuyung beberapa langkah, tapi bukannya mundur, ia justru meraung layaknya binatang buas, sa
Di atas atap ruko-ruko kampung yang reyot, Engkus dan Deden terus saling menyerang sambil melompat dari satu genteng ke genteng lain. Engkus, dengan gerakan cepatnya, melompat ke arah antena parabola di salah satu ruko, menggunakan benda itu sebagai tumpuan untuk melompat lebih tinggi. Dengan kecepatan kilat, ia mengayunkan tendangan ke arah Deden. Namun, Deden, yang tidak kalah cekatan, berhasil merunduk tepat waktu, membuat tendangan Engkus hanya mengenai udara.“Wekekekek. Ternyata jago juga!” seru Engkus sambil mendarat dengan ringan di ujung genteng.Deden mendengus sambil mengibaskan debu dari jaketnya. “Hari ini kamu kebanyakan ketawa. Tidak apa-apa, ketawalah selagi bisa,” balasnya sebelum melompat ke arah Engkus dengan tendangan yang diarahkan ke dada.Engkus menangkis pukulan itu dengan lengannya, tetapi tenaga Deden lebih kuat sehingga membuat si kerempeng itu terpental beberapa langkah ke belakang. Saat itulah genteng yang ia pijak retak dan luruh, hampir membuat Engkus te
Arif Ali terbang ke belakang setelah tendangan dari JC berhasil ia blok dengan menyilangkan tangan. Kemampuan mereka memang tidak selevel. Anggota Top Dogs itu menyerang dengan berangasan dan hasilnya sama sekali tak terlihat, sementara hanya dengan beberapa gerakan saja, Jonny Castor alias JC bisa membuat Arif Ali mundur.JC tersenyum sinis, “Suatu ketika sesosok iblis berbisik kepada seorang prajurit yang tengah berjuang – dia bilang : kamu tidak akan sanggup bertahan dari badai yang segera datang. Tapi prajurit itu menatap balik ke arah sang iblis dan berucap dengan penuh keyakinan; akulah badai itu.”Jonny Castor memainkan tangannya bak pesulap tengah memainkan kartu. Di antara kedua telapak tangannya, belasan helai dedaunan kering berterbangan membentuk satu lingkaran. Pria keturunan asing itu menatap Arif Ali dengan tajam, lalu menjentikkan jarinya, menghempaskan satu persatu daun ke depan.Arif Ali mengelak setiap kali daun yang dihempaskan JC datang. Dedaunan itu seharusnya ri