Deru napas memburu disertai keringat membanjiri kening ikut melengkapi pergumulan panas antara Brian dan Intan di kursi jok mobil. Baju ketat yang terpasang ditubuh Intan telah tersingkap kemana-mana bahkan dua bukit kembarnya begitu nyata terpampang di depan mata.Kepala Intan terkulai lemah di bahu lebar Brian. Matanya masih terpejam menikmati setiap detik kenikmatan yang telah berhasil diraihnya. "Kamu puas?" bisik Brian lirih. "Hh, hh, sangat puas. Bagaimana denganmu?!" Intan balik bertanya. "Kamu memang yang terhebat. Goyanganmu tidak ada yang mengalahkan, aku sangat menyukainya," jawab Brian dengan iseng menggerakkan pinggulnya sehingga sukses membuat Intan mendesah karena aset besar Brian masih tertancap di dalam surga dunia miliknya.Terdiam beberapa detik, Intan perlahan turun dari pangkuan Brian. "Ahh, hhh." Desah Intan ketika pinggulnya naik untuk melepaskan aset kebanggan Brian yang terkulai lemah."Lelah sekali," bisik Brian baru merasakan tubuhnya seakan pegal setela
Wanita dengan penampilan rapi dan sopan langsung menyapa begitu melihat Clara berdiri di depan meja kerjanya. "Selamat pagi.""Pagi," jawab Clara. "Apa Bosmu ada?!" tanyanya ramah."Apa Nona sudah bertemu janji dengan Pak Presdir?!"Wajah Clara nampak tidak suka ditanya seperti itu. "Apa kamu lupa denganku?!""Saya masih ingat dengan anda, tapi Nona, jika ingin bertemu dengan pimpinan perusahaan kami, anda harus membuat janji terlebih dahulu.""Saya tidak perlu melakukan itu." Clara dengan penuh percaya diri langsung menuju ke arah pintu di mana ruangan pimpinan perusahaan berada. "Ribet banget!""Nona, tunggu Nona. Jangan!" Langkah Clara terhenti ketika wanita tersebut berhenti tepat di depannya. "Berani sekali kamu menghalangi langkahku. Kamu hanya seorang sekretaris di sini! Kamu tidak tahu siapa aku?!""Maaf. Anda tidak bisa sembarangan masuk ke dalam!""Minggir!" bentak Clara galak."Anda tidak bisa masuk!" Clara habis kesabaran, tangannya dengan kasar menarik tubuh wanita yan
Tidak lama kemudian, Gloria masuk setelah Cleon menghubunginya lewat sambungan telepon. Clara tersenyum manis menatap Cleon. "Sampai bertemu lagi!"Tangan Cleon mengepal menahan marah, ingin rasanya menonjok wajah yang seakan sedang meledek dirinya. "Cepat bawa wanita ular ini pergi!"Tanpa diminta dua kali, Gloria segera mengajak Clara ke luar dari ruangan bosnya. "Sebaiknya anda ke luar Nona, sebelum terjadi masalah yang lebih besar."Clara segera menepiskan tangan Gloria yang hendak memegang tangannya. "Jangan sentuh tanganku!" Kemudian langkah kakinya segera pergi ke luar dari ruangan Cleon."Permisi Bos." Gloria dengan cepat segera pergi mengikuti Clara dari belakang.Cleon menghirup napas lega, tubuhnya langsung dihempaskan di kursi kebanggaan nya. "Mimpi apa aku semalam, sampai bisa bertemu lagi dengan wanita ular itu?!" Sementara itu, setelah ke luar dari ruang kerja Presdir, Clara berhenti tepat di depan meja kerja Gloria. Tubuhnya diputar ke belakang, wajah tadi tidak bers
Melodi kembali harus memutar otaknya memberi alasan agar Ibunya tidak curiga. "Semalam ponselku baterainya habis."Ibu terdiam beberapa saat, apa yang dikatakan putrinya masuk akal, tapi bukankah sudah dari awal dikasih tahu agar ponselnya selalu aktif lalu kenapa sekarang malah beralasan ponselnya habis baterai. Ibu tidak mau berkepanjangan membahas masalah semalam lagi, baginya yang penting sekarang, putrinya baik-baik saja. "Ya sudah. Ganti bajumu itu, cuci lalu kembalikan lagi pada Lastri.""Iya Bu.""Jangan dibiasakan meminjam barang punya orang," ucap Ibu kemudian pergi masuk ke dalam kamarnya.Melodi menghela napas. "Maafkan aku Bu," bisik lirih hati Melodi. "Aku tidak mau membuat Ibu cemas makanya aku berbohong."Selesai merapikan meja makan. Melodi masuk ke dalam kamarnya. "Lelah sekali," gumam Melodi langsung mencari baju. "Biar aku ganti saja baju ini, biar Ibu tidak teringat dengan kejadian malam kemarin aku tidak pulang."Baju pemberian dari Cleon, langsung Melodi sembuny
Melihat Brian hanya diam menatap layar ponsel membuat Clara jadi bertanya, "kenapa hanya dilihat saja?!" "Eh, iya, iya." Brian kaget bercampur gugup. "Aku angkat telepon dulu." Brian hendak pergi untuk menjawab telepon, tapi langkahnya langsung terhenti."Mau ke mana?! Jawab saja di sini!" Clara mencegah Brian untuk pergi. "Ini telepon dari klien." Brian bergegas pergi sebelum Clara bicara lagi.Clara menatap curiga punggung Brian yang pergi menjauh. "Klien siapa?! Aneh banget, biasanya juga selalu jawab telepon di depanku dari siapapun itu."Sementara itu, Brian menjawab telepon dari Intan dengan terlebih dahulu memastikan keadaan aman di dekatnya.Brian :"Hallo! Untuk apa kau telepon?!"Intan :"Woii, sabar!"Brian menahan kesal, ingin teriak marah tapi tidak bisa karena Clara pasti mendengarnya :"Katakan ada apa?!"Intan :"Apa di situ ada Clara?!" Brian :"Iya!" Selagi bicara, terdengar langkah suara sepatu datang mendekat, Brian langsung melihat ke belakang, Clara sedang be
"Tapi Nona, menurut peraturan ...." kalimat Vivi langsung dipotong."No debat! Kamu mengerti?!" Clara menatap nyalang pada Vivi.Vivi tidak terima begitu saja. "Apa yang salah dengan pakaian saya?! Kalau tidak suka, seharusnya dari awal saya tidak boleh memakai pakaian seperti ini. Pak Brian, Bos saya," Vivi menekan lebih dalam kalimatnya, "tidak pernah melarang saya memakai pakaian seperti ini!"Clara tidak mau kalah, merasa yang paling berkuasa karena dirinya adalah kekasih pemilik perusahaan, dengan tegas berkata, "Mulai sekarang, mulai detik ini, saya melarang kamu memakai pakaian seperti ini." Tunjuk Clara pada tubuh Vivi yang terbungkus pakaian ketat. "Ini kantor, bukan club malam. Kamu, mau bekerja atau mau menjual tubuhmu?!"Tangan Vivi terkepal di antara kedua sisi tubuhnya. Sorot matanya begitu tajam menatap wajah Clara. Andai wanita yang di depannya bukan kekasih dari Bosnya, sudah dari tadi Vivi menghajarnya."Kenapa?! Kamu tidak suka?!" tanya Clara menantang Vivi yang men
"Bertemu Cleon?!" tanya Clara."Iya. Si Cleon semakin ganteng saja," puji Stefi dengan mata berbinar. Terselip perasaan tidak suka di hati Clara begitu Stefi memuji Cleon. "Dari dulu, dia memang sudah ganteng. Loe baru nyadar?!""Tapi loe meninggalkan nya demi Brian," ucap Stefi sinis, baru ingat Clara meninggalkan Cleon karena selingkuh dengan Brian.Clara langsung membuang muka, pembicaraan dialihkan dengan pura-pura membuka buku menu. "Apa loe sudah pesan sesuatu?!" "Belum," jawab Stefie mengambil buku menunya satu lagi."Gue laper. Perut gue baru diisi roti bakar tadi pagi." Clara memanggil pelayan yang berdiri tak jauh darinya. Tidak membutuhkan waktu lama bagi keduanya untuk pesan makanan dan dalam hitungan menit, semua telah tersaji."Kesukaan loe tidak pernah berubah, dari dulu suka sekali dengan spaghetti," ucap Clara sambil memotong steak daging sapi lada hitamnya. "Selera gue tidak pernah berubah," ujar Stefi lalu tiba-tiba matanya menangkap wajah seseorang yang baru s
"Tumben tidak macet," gumam Melodi dari balik masker dan helm yang dipakainya. "Gue bisa lebih cepat sampai ke toko."TIIIDH!TIIIDH!Suara klakson mobil dari belakang hampir saja membuat Melodi meloncat dari motornya. "Brengsek! Kaget banget gue," ucap Melodi melihat ke belakang dari kaca spion sampingnya. "Hampir copot jantungku!"Terdengar lagi suara klakson dibunyikan meskipun di sisi kanan Melodi tidak ada kendaraan yang lain. TIIIDH!TIIIDH!"Siapa sih nih orang?!" gerutu Melodi. "Kalau mau mendahului, silahkan! Ngapain pakai acara membunyikan klakson segala!" Melodi bicara sendiri. "Berisik banget ...."Belum Melodi selesai menggerutu, mobil yang ada dibelakangnya tiba-tiba melaju dengan cepat dan menghadang laju sepeda motor Melodi."Sialan!" Melodi langsung mengerem sepeda motornya. "Brengsek! Bagaimana kalau gue jatuh?! Cari masalah rupanya nih orang!"Pintu mobil depan terbuka. Pria dewasa berpostur tubuh tinggi berpakaian rapi langsung datang mendekati Melodi. "Hai, nona
Melodi memutar tubuhnya di depan cermin, senyum lebar tak pernah lepas dari bibirnya ketika melihat dress yang sedang dipakainya begitu cocok dengan tubuh kecil mungilnya. "Pasti yang memilih baju ini bukan si manusia es, mana mungkin dia mau bersusah payah membeli baju," ucap Melodi sendiri."Baju yang Nona pakai itu, Tuan Cleon sendiri yang memilihnya," terdengar suara lembut seorang wanita dari belakang tubuh Melodi.Tubuh Melodi langsung berbalik melihat ke belakang. "Sejak kapan Nyonya ada di sini?!" tanyanya."Sejak Nona mulai bicara sendiri," jawabnya. "Jangan panggil saya Nyonya, panggil saja Bibi."Melodi sejenak menatap wajah wanita itu. "Bibi bekerja di sini?!""Iya, bahkan Bibi yang mengasuh Tuan muda dari kecil," jawabnya tenang disertai senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya. "Nona pasti gadis yang sangat spesial buat Tuan muda karena baru kali ini membawa seorang wanita ke rumah ini.""Eh, tidak, tidak!" Melodi menggelengkan kepalanya. "Bibi jangan salah paham. Saya
Melodi yang dipanggil oleh Bos besarnya, tapi Mang Sugeng yang terlihat khawatir. "Non Melodi, cepat masuk ke dalam mobil. Nanti Tuan marah."Melodi malah mendekati Mang Sugeng, kemudian berbisik, "sebenarnya, aku takut ikut dengan Bos.""Takut?!" tanya Mang Sugeng bingung. "Takut kenapa?!""Sst," Melodi menutup bibir mungilnya dengan jari telunjuk. "Jangan kencang-kencang ngomongnya, nanti Bos bisa dengar," bisiknya."Kenapa harus takut?" bisik Mang Sugeng heran. "Tuan Cleon bukan orang jahat.""Masa Mang Sugeng tidak mengerti! Aku dan Tuan besarmu itu berlainan jenis," jawab Melodi. "Mang Sugeng pahamkan?!"Berapa detik Mang Sugeng diam, mencerna ucapan Melodi, tak lama kemudian manggut-manggut. "Maksud Non Melodi, karena kalian berdua ini berlainan jenis jadi Non Melodi takut.""Pinter!" Melodi tanpa sadar memukul tangan Mang Sugeng. "Itu mengerti.""He-he," Mang Sugeng terkekeh sambil mengelus bagian tangan yang dipukul Melodi. "Jangan takut Non, Tuan tidak seperti itu," bisik Man
Intan masuk kembali ke dalam apartemennya. Walaupun Kevin telah pergi, tapi perasaan takut masih membayangi. "Semoga bocah sialan itu tidak datang lagi! Mengganggu kenyamanan ku saja. Brengsek!" Intan menggerutu sendiri.DREET!DREET!Ponsel di atas nakas bergetar. "Siapa yang meneleponku?!" tanya Intan pada diri sendiri langsung melihat layar ponselnya. "Astaga! Bocah tengil itu lagi!" Ponsel langsung dilempar ke atas kasur. Intan berdiri di depan cermin besar, menatap wajahnya yang kusut dan terlihat pucat. Berapa menit kemudian, Intan mengganti bajunya dan berdandan. "Sebaiknya aku ke luar menemui Brian! Sedang apa dia sekarang?!" Intan lalu melihat jam tangannya. "Tapi, apa Brian ada di kantor?!"....Melodi dan Cleon baru saja selesai meeting membahas beberapa tender yang telah berhasil mereka menangkan bersama para direktur utama."Bos," panggil Melodi kerepotan memegang tas kerja dan beberapa berkas yang ada di tangannya, langkahnya begitu tergesa-gesa untuk mengimbangi langka
"Apa kau tuli?!" tanya Kevin sarkas. "Kau pikir aku bodoh, percaya pada wanita murahan sepertimu!"Mendengar apa yang dikatakan Kevin, detik berikutnya Intan mengusir Kevin ke luar dari apartemennya. "Ke luar! Cepat ke luar!" Kevin bukannya pergi seperti yang Intan inginkan, kakinya malah semakin mendekat. "Berani kau mengusirku dari sini!"Tanpa berpikir panjang, Intan segera membuka pintu apartemennya lebar-lebar. "Ke luar!" Ucapnya galak menatap tajam pada Kevin dengan tangan mengarahkan ke luar pintu.Wajah Kevin berubah beringas. "Berani kau mengusirku, wanita murahan!" "Ke luar!" Bentak Intan lebih keras.Kedua tangan Kevin mengepal di sisi kiri dan kanan tubuhnya. "Layani aku dulu, baru aku akan pergi dari sini!"Dada Intan naik turun menahan marah. "Aku tak sudi melayani nafsu gilamu itu! Pergi kau dari sini!"Kevin melangkah mendekat, berdiri dengan sombongnya di depan Intan. "Wanita murahan! Kau pikir siapa dirimu sampai berani-beraninya mengusirku dari sini! Kau hanya sam
Waktu terus berlalu, Lastri sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Menurut Dokter, tidak ada luka parah dibagian kepalanya, hanya sedikit luka robek dibagian kulit kepala. "Syukurlah, Lastri baik-baik saja," ucap Melodi. "Aku sudah sangat cemas dengan keadaannya," Melodi menatap wajah Lastri yang kepalanya diperban dibagian kening melingkar ke belakang. "Kamu sudah menghubungi keluarganya?!" tanya Cleon masih setia menemani sekretaris pribadinya tersebut."Ya ampun, aku lupa!" Melodi segera mengambil ponsel, tapi detik berikut wajahnya jadi berubah kesal. "Batreinya habis. Bagaimana ini?!""Pakai ini," Cleon memberikan ponselnya. Melodi sedikit ragu. "Tidak, tidak usah Bos! Biar aku charger saja ponselku sebentar.""Butuh berapa menit untuk charger ponsel? Kamu ini, dikasih yang mudah malah cari yang susah," ujar Cleon. "Tapi ...," Melodi garuk-garuk kepala tak gatal, tidak enak rasanya harus memakai ponsel yang sama sekali tidak pernah disentuh orang lain."Mau pakai tidak?!" Cleo
Sejenak Melodi terdiam melihat perubahan wajah Lastri, rasanya ingin bertanya tapi waktu sudah sangat terlambat untuk pergi ke kantor. "Lastri, ini kartu namaku!" Melodi mengambil kertas hitam kecil dengan tulisan warna silver dari dalam tasnya langsung diberikan pada Lastri. "Telepon aku jika kamu perlu bantuanku." "Iya," jawab Lastri singkat dan begitu datar menerima kartu nama dari tangan Melodi."Baiklah, aku harus segera pergi ke kantor. Maaf, aku tidak bisa berlama-lama," ucap Melodi tidak enak hati meninggalkan Lastri, tapi kewajibannya sebagai seorang pegawai harus membuatnya pergi. "Jangan lupa, telepon aku!"Lastri menganggukan kepala, tersenyum menatap Melodi. "Semoga kamu sukses!""Iya, terima kasih! Kamu juga," jawab Melodi memeluk Lastri.Selesai saling berpelukan, Lastri pamit meninggalkan Melodi. "Aku harus menyeberang lagi, arah jalanku ke sana," tunjuk Lastri ke arah berlawanan. "Iya, hati-hati!" ucap Melodi melihat punggung Lastri yang berjalan pergi menjauh. "By
Brian tidak bisa berbuat apa-apa. "Baiklah, ini mungkin hukuman yang harus aku terima," gumam Brian lirih. "Tapi asal kamu tahu, aku sangat mencintai mu." Baju yang berserakan di lantai segera Brian pungut begitu kakinya melangkah masuk ke dalam kamar. Satu per satu dimasukkan ke dalam koper. "Tak kusangka, aku dan Clara akan berakhir seperti ini." Selesai semua, Brian segera menarik kopernya ke luar."Clara," panggil Brian mengetuk pintu kamar berharap wanita yang telah bersamanya bertahun-tahun akan membukakan pintu agar bisa berpamitan. "Clara!" Sepi, tidak ada jawaban. Clara yang berada di dalam kamar tidak menjawab apalagi membuka pintu."Clara," panggil Brian menatap daun pintu yang tertutup. "Aku pergi, jaga dirimu baik-baik. Jika kamu perlu bantuanku, jangan sungkan untuk menghubungi ku. Clara, maafkan aku!"Masih tidak ada jawaban, akhirnya Brian memutuskan untuk pergi ke luar dari apartemen yang baru beberapa bulan ditempati bersama Clara setelah bertahun-tahun pergi berse
Dengan antusias, Clara melihat bagian belakang jam tangan yang sedang dipegangnya. Mata merah sembab yang telah kering dengan air mata seketika tergenang lagi dengan air mata, kedua kakinya seakan tidak bertulang dan bertenaga, sangat lemas, bahkan kedua tangan yang sedang memegang jam tangan pun langsung gemetaran ketika melihat ukiran inisial nama yang khusus dirancangnya sendiri terpampang manis begitu indah."A-apa maksudmu?!" tanya Brian gugup lalu dengan cepat mengambil jam tangan dari tangan Clara. "Inisial apa?! A-aku tidak mengerti."Air mata Clara perlahan jatuh kembali membasahi pipi kemudian melihat Brian dengan tatapan kosong. "Kenapa? Kenapa kamu mengkhianati ku?!" bisiknya lirih. "Apa salahku? Apa kamu sudah tidak mencintai ku lagi?!"Brian melihat sebuah inisial nama. "Ini ... ini ...," Seketika itu juga tubuh Brian langsung lemas, bingung harus memberikan alasan apa atau bersandiwara apalagi, bukti kuat bahwa memang itu jam tangannya sekarang ada di depan mata, di da
Brian melangkahkan kakinya menuju lift yang akan membawa ke lantai di mana apartemennya berada. Wajah khawatir diselimuti ketakutan nampak sangat jelas terlihat "Alasan apa yang harus aku katakan pada Clara?" gumamnya sendiri.TING!Pintu lift terbuka, Brian menghela napas sebelum melangkah ke luar berharap rasa takut yang ada dalam dirinya bisa hilang bersama hembusan napasnya.Pintu apartemen hanya Brian pandangi sebelum menekan beberapa sandi untuk membuka pintu. "Semoga tidak terjadi perang dunia."Langkah kaki Brian begitu berhati-hati ketika memasuki apartemennya. Sepi, tidak ada Clara apalagi orang lain di dalam. "Pasti dia ada di dalam kamar," gumamnya pelan perlahan melangkahkan kakinya menuju ke kamar.BLUGH!Sebuah bantal besar mendarat manis di wajah Brian begitu membuka pintu dan masuk ke dalam kamar. "Laki-laki brengsek! Masih berani kau datang ke sini!" teriak Clara menatap galak dengan tangan bersiap melemparkan satu buah vas bunga yang berada di dekatnya. "Eh, eh,"