Moreno tidak menanggapi ancaman yang diucapkan oleh Jee, karena dokter yang memeriksa Mitha keluar. Keduanya sama-sama mendekati dokter tersebut."Pihak keluarganya mana?" tanya sang dokter sambil menatap ke arah Moreno dan Jee bergantian."Saya suaminya, Dokter!"Ucapan Moreno membuat Jee mencibir. "Cuma suami kontrak aja bangga!" gerutunya, tapi Moreno mengabaikan gerutuan yang dilakukan oleh Jee. Ia lebih fokus untuk menanyakan apa yang terjadi pada Mitha, hingga perempuan itu jadi mendadak pingsan."Baik. Istri Anda kelelahan, psikisnya tertekan, hingga ia menjadi banyak pikiran, kalau bisa jangan buat dia tertekan, stresss dan banyak pikiran, usahakan dia rileks, sebab, istri Anda ini termasuk pasien yang sulit tidur karena insomnia, banyak pikiran akan membuat dia tidak bisa istirahat dengan baik dan itu berbahaya. Bisa dimengerti?"Dokter itu menjelaskan, dan Moreno mengiyakan, hingga akhirnya, sang dokter memberikan resep pada Moreno agar Moreno nanti menebusnya."Apa gue bil
"Kamu keterlaluan!" kata Mitha dengan nada suara tertahan karena merasa terkejut sekaligus marah atas apa yang diucapkan oleh Moreno padanya. "Mau tidak?""Enggak!""Ini permintaan terakhirku setelah itu kamu bebas, atau aku yang mencium kamu lebih dulu? Sama saja, bagaimana?""Buka pintunya! Aku turun di sini aja!"Moreno tersenyum kecut mendengar permintaan Mitha tapi ia tidak melakukan apa yang diucapkan oleh perempuan tersebut, tetap diam seolah menunggu Mitha berubah pikiran."Cuma mencium kamu tidak mau, padahal satu ciuman aku hargai puluhan juta, utang kamu lunas, kenapa masih tidak mau?""Karena kamu merendahkan harga diriku sebagai perempuan!""Aku tidak merendahkan kamu, justru aku sangat mengistimewakan kamu sampai ciuman kamu saja aku hargai segitu, kenapa kamu merasa direndahkan?"Mitha bungkam, ia memalingkan wajahnya tidak mau menatap wajah Moreno yang saat itu mencondongkan tubuh ke arahnya.Perlahan, satu tangan Moreno terulur, setan di sebelah kiri telinganya berbi
"Maaf, aku tidak bisa.""Kenapa tidak bisa? Kamu enggak mau ngasih kesempatan aku sekali lagi?""Rani, percuma, meskipun aku ngasih kesempatan buat kamu, percuma juga, kamu tetap tidak akan bisa menjaga hatimu hanya untuk aku.""Kamu benar-benar marah gara-gara insiden di bangunan itu, ya?""Tidak bisa ditolerir lagi, sudahlah, lupakan semuanya, kamu bebas menentukan jalan hidup kamu, Rani, begitu juga aku, sekarang kamu pergi!""Ridwan -""Pergi, Rani! Aku mohon!"Mendengar Ridwan yang membentaknya seperti itu, mau tidak mau Rani pergi meninggalkan Ridwan meskipun ia tidak mau melakukan hal itu. Tetapi, apa mau dikata, Ridwan sudah benar-benar habis kesabarannya.Semenjak melihat Rani justru berhubungan intim dikala ia sudah berencana untuk memberikan kesempatan perempuan tersebut sekali lagi, tapi ternyata, Rani justru menyia-nyiakan kesempatan itu dengan berhubungan intim dengan Dafa, bagaimana mungkin Ridwan percaya Rani akan berubah. Rani berdiri di depan kost di mana Ridwan ber
"Meskipun kamu itu senior dari segala para rider, bukan berarti aku tidak bisa menghajar kamu, Dragon! Kau ingin bertarung, sini aku ladeni!"Dragon geleng-geleng kepala mendengar tantangan yang diucapkan oleh Mister X, ia mendorong Mister X perlahan yang mendesaknya seperti seseorang yang sudah tidak sabar untuk bertarung. Wajahnya masih terlihat tenang hingga Mister X semakin kesal dengan reaksi Dragon yang di matanya menyebalkan."Aku tidak mau membuang waktuku untuk hal yang sia-sia, Xoyen, sekarang pergilah, hentikan semua kekacauan yang sudah kau lakukan selama ini termasuk perbuatan kamu pada Moreno, dia sedang berkabung, apakah kamu tidak punya sedikit empati padanya?""Ini urusanku, kamu tidak perlu ikut campur, jika kamu memang terlalu luang untuk ikut campur, aku berikan sedikit pekerjaan untuk kamu, datang pada malam akhir pekan, jika tidak, di antara aku dan Moreno ada yang akan mati!"Setelah mengatakan hal seperti itu pada Dragon, Mister X segera berbalik dan menendang
"Lu ini gila apa? Kenapa mau kerja sama orang yang enggak kaya lagi?""Apakah Tuan tidak mengizinkan?""Ya, udah! Terserah lu aja, tapi gue enggak bisa ngasih gaji setara seperti bokap gue, ya?""Baik, Tuan!""Dibilangin enggak usah lagi manggil Tuan.""Izinkan saya tetap memanggil Tuan dengan sebutan itu, saya sudah terbiasa melakukannya, kalau dirubah, rasanya akan canggung."Moreno menghela napas. Ia akhirnya mengiyakan apa yang diinginkan oleh Danu, dan Danu mengucapkan terima kasih pada Moreno yang meloloskan keinginannya.Ia membiarkan Moreno berlalu meninggalkannya meskipun masih ada hal yang ada di pikirannya tentang persoalan Moreno dengan Mister X. Tetapi, karena ia melihat wajah Moreno seperti tidak suka terlalu banyak diberi pertanyaan, Danu mau tidak mau menunda niatnya yang ingin membahas itu lalu menunggu momen yang tepat sampai ia bisa membahas masalah tersebut dengan Moreno.***Viona melangkah mendekati suaminya yang sejak beberapa hari yang lalu berdiam diri di kama
Mendengar apa yang diucapkan oleh suaminya, harga diri Viona sebagai perempuan semakin tercabik. Jika tadi, masih ada perasaan tidak enak sudah berani mengatakan soal perpisahan segala lantaran ia masih mencintai sang suami, tapi kali ini tidak, Viona benar-benar sudah hilang kesabaran hingga ia melangkahkan kakinya mendekati sang suami dan berhenti di jarak yang lumayan dekat dengan jarak suaminya tersebut."Aku akan minta maaf kalau aku memang sedang melakukan kesalahan, Salim, tapi dalam kasus kita, aku merasa tidak melakukan kesalahan sama sekali, jadi kamu tidak bisa membuat aku minta maaf padamu, tapi baiklah, agar kamu merasa puas, aku akan minta maaf, aku minta maaf karena tidak bisa lagi bersabar dalam pernikahan kita yang sekarang berubah dingin ini."Setelah mengatakan hal itu pada Pak Salim, Viona berbalik dan segera menyambar tas yang sudah terisi penuh dengan pakaian dan perlengkapannya seadanya. Wanita berambut panjang itu segera keluar dari kamar tanpa peduli dengan
"Jadi benar, kan? Dia berubah karena kamu? Kamu membisikkan sesuatu padanya hingga dia menjadi seseorang yang bisa melawanku.""Ibu Viona bukan wanita yang mudah mendengar perkataan orang saja, Pak, meskipun aku mempengaruhi, kalau dia tidak terpengaruh, maka dia tidak akan terpengaruh."Pak Salim terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. Rasanya sesak karena sekarang seorang istri yang biasanya tidak pernah melakukan perlawanan, sekarang justru melakukan perlawanan bahkan meminta berpisah darinya itu sebabnya, Pak Salim benar-benar sangat terpuruk. "Pak," panggil Maira setelah mereka berdiam diri beberapa saat."Heem.""Kenapa Bapak melakukan semua ini?"Pertanyaan Maira membuat Pak Salim mengarahkan pandangannya pada perempuan tersebut."Kenapa Bapak melakukan banyak hal hanya untuk mengusik Moreno?" sambung Maira sarat luka seperti tidak percaya bahwa semua itu pernah dilakukan Pak Salim pada Moreno sementara ia pernah mengagumi sosok Pak Salim sebagai pria yang berkarisma.
Viona tidak banyak bicara setelah melihat apa yang dilakukan oleh Maira. Perempuan itu hanya cepat berbalik dan segera ingin menjauh dari kamar Maira untuk kembali pulang tanpa bicara sepatah katapun.Melihat Viona yang sepertinya salah paham, Maira segera berlari keluar tanpa peduli Pak Salim dan juga Dafa yang ada di ruang tamu kamar kostnya."Ibu! Tunggu!" teriak Maira sambil mencekal salah satu pergelangan tangan Viona hingga langkah kaki Viona terhenti secara paksa. Viona mencoba untuk melepaskan cengkraman tangan Maira di lengannya berulang kali tapi tidak berhasil lantaran Maira menggenggam erat tangannya tidak mau melepaskan begitu saja tangan istri Pak Salim tersebut. "Lepaskan, Maira!!" pinta Viona dengan nada suara bergetar pertanda perempuan itu berusaha keras untuk tidak menangis."Ibu dengarkan aku dulu, aku bisa menjelaskan semuanya!" kata Maira dengan nada suara meninggi sementara itu Pak Salim yang juga melihat kehadiran istrinya memilih ikut keluar dari kamar kost