"Lu ini gila apa? Kenapa mau kerja sama orang yang enggak kaya lagi?""Apakah Tuan tidak mengizinkan?""Ya, udah! Terserah lu aja, tapi gue enggak bisa ngasih gaji setara seperti bokap gue, ya?""Baik, Tuan!""Dibilangin enggak usah lagi manggil Tuan.""Izinkan saya tetap memanggil Tuan dengan sebutan itu, saya sudah terbiasa melakukannya, kalau dirubah, rasanya akan canggung."Moreno menghela napas. Ia akhirnya mengiyakan apa yang diinginkan oleh Danu, dan Danu mengucapkan terima kasih pada Moreno yang meloloskan keinginannya.Ia membiarkan Moreno berlalu meninggalkannya meskipun masih ada hal yang ada di pikirannya tentang persoalan Moreno dengan Mister X. Tetapi, karena ia melihat wajah Moreno seperti tidak suka terlalu banyak diberi pertanyaan, Danu mau tidak mau menunda niatnya yang ingin membahas itu lalu menunggu momen yang tepat sampai ia bisa membahas masalah tersebut dengan Moreno.***Viona melangkah mendekati suaminya yang sejak beberapa hari yang lalu berdiam diri di kama
Mendengar apa yang diucapkan oleh suaminya, harga diri Viona sebagai perempuan semakin tercabik. Jika tadi, masih ada perasaan tidak enak sudah berani mengatakan soal perpisahan segala lantaran ia masih mencintai sang suami, tapi kali ini tidak, Viona benar-benar sudah hilang kesabaran hingga ia melangkahkan kakinya mendekati sang suami dan berhenti di jarak yang lumayan dekat dengan jarak suaminya tersebut."Aku akan minta maaf kalau aku memang sedang melakukan kesalahan, Salim, tapi dalam kasus kita, aku merasa tidak melakukan kesalahan sama sekali, jadi kamu tidak bisa membuat aku minta maaf padamu, tapi baiklah, agar kamu merasa puas, aku akan minta maaf, aku minta maaf karena tidak bisa lagi bersabar dalam pernikahan kita yang sekarang berubah dingin ini."Setelah mengatakan hal itu pada Pak Salim, Viona berbalik dan segera menyambar tas yang sudah terisi penuh dengan pakaian dan perlengkapannya seadanya. Wanita berambut panjang itu segera keluar dari kamar tanpa peduli dengan
"Jadi benar, kan? Dia berubah karena kamu? Kamu membisikkan sesuatu padanya hingga dia menjadi seseorang yang bisa melawanku.""Ibu Viona bukan wanita yang mudah mendengar perkataan orang saja, Pak, meskipun aku mempengaruhi, kalau dia tidak terpengaruh, maka dia tidak akan terpengaruh."Pak Salim terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. Rasanya sesak karena sekarang seorang istri yang biasanya tidak pernah melakukan perlawanan, sekarang justru melakukan perlawanan bahkan meminta berpisah darinya itu sebabnya, Pak Salim benar-benar sangat terpuruk. "Pak," panggil Maira setelah mereka berdiam diri beberapa saat."Heem.""Kenapa Bapak melakukan semua ini?"Pertanyaan Maira membuat Pak Salim mengarahkan pandangannya pada perempuan tersebut."Kenapa Bapak melakukan banyak hal hanya untuk mengusik Moreno?" sambung Maira sarat luka seperti tidak percaya bahwa semua itu pernah dilakukan Pak Salim pada Moreno sementara ia pernah mengagumi sosok Pak Salim sebagai pria yang berkarisma.
Viona tidak banyak bicara setelah melihat apa yang dilakukan oleh Maira. Perempuan itu hanya cepat berbalik dan segera ingin menjauh dari kamar Maira untuk kembali pulang tanpa bicara sepatah katapun.Melihat Viona yang sepertinya salah paham, Maira segera berlari keluar tanpa peduli Pak Salim dan juga Dafa yang ada di ruang tamu kamar kostnya."Ibu! Tunggu!" teriak Maira sambil mencekal salah satu pergelangan tangan Viona hingga langkah kaki Viona terhenti secara paksa. Viona mencoba untuk melepaskan cengkraman tangan Maira di lengannya berulang kali tapi tidak berhasil lantaran Maira menggenggam erat tangannya tidak mau melepaskan begitu saja tangan istri Pak Salim tersebut. "Lepaskan, Maira!!" pinta Viona dengan nada suara bergetar pertanda perempuan itu berusaha keras untuk tidak menangis."Ibu dengarkan aku dulu, aku bisa menjelaskan semuanya!" kata Maira dengan nada suara meninggi sementara itu Pak Salim yang juga melihat kehadiran istrinya memilih ikut keluar dari kamar kost
"Lu masih mencintai Maira? Maira cintanya sama gue, kok, mau apa lu?""Hei!!"Mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno, Maira tidak terima. Meskipun ia masih mencintai Moreno walaupun ia berkata pada Mitha untuk menyerah saja, toh, hatinya tidak bisa berbohong kalau ia tetap menyukai pemuda tengil tersebut, tapi bukan berarti, Moreno bisa seenaknya mengatakan hal seperti itu pada orang lain, Maira jadi tengsin.Tetapi, aksi protes yang dilancarkan oleh Maira tidak digubris oleh Moreno, hingga akhirnya, Maira hanya bisa mendekati Moreno dan ingin menjewer telinga pemuda tersebut tapi karena terlalu marah dan malu, gerakannya tidak diperhitungkan hingga akhirnya, Maira bukannya menjewer telinga Moreno tapi malah merangkul ketika Moreno justru menggeser posisinya sedemikian rupa.Melihat apa yang dilakukan oleh Maira, Dafa melotot, ia benar-benar tidak menyangka Maira bisa merangkul Moreno terang-terangan seperti itu di hadapannya.Sementara itu, Maira yang ingin menarik diri tidak mampu
Moreno mengerutkan keningnya mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. Untuk sesaat, ia diam saja mendengar apa yang diucapkan oleh Maira tadi padanya. Tetapi, mata mereka bertemu dan saling menatap hingga mereka sama-sama hanya saling pandang untuk beberapa saat. "Dada lu nyentuh dada gue, menyingkir!" kata Moreno sambil berusaha untuk melepaskan tangan Maira yang melingkarinya.Tetapi, Maira yang sudah terlanjur kesal karena dikatakan gatal oleh Moreno benar-benar menantang Moreno hingga perempuan itu tidak mau menyingkir."Lu maunya apa? Mau gue kawini? Beli pengaman sana, gue kagak mau bikin lu bunting, tapi abis itu lu pergi jauh-jauh dari mata gue, ya?" Karena tidak paham mengapa Maira bersikap seperti itu padanya, Moreno akhirnya mengucapkan kalimat itu dan ia yakin Maira pasti akan marah dan mendorongnya seperti biasa yang pernah dilakukan oleh perempuan itu padanya. Namun, ternyata...."Kamu enggak sanggup melakukannya, Moreno, karena yang ada di dalam pikiran kamu itu cuma
Mendengar ucapan sinis yang dikatakan oleh Maira, Rani bukannya marah seperti biasa yang ia lakukan. Gadis itu justru semakin terdiam, dan ini membuat Maira jadi heran. "Kenapa kamu? Aku kayak enggak kenal dengan kamu kalo kayak gini, biasanya, kamu marah setiap kali aku mendebat kamu?" tanya Maira sambil menatap wajah Rani yang terlihat sangat muram. "Aku capek.....""Capek?""Iya. Kayaknya, aku udah terlalu banyak berbuat hal yang buruk sama orang, jadi rasanya aku sekarang udah enggak bersemangat!""Baguslah, belum terlambat untuk memperbaiki semuanya, aku juga enggak dendam sama kamu, kamu mau ngejar Dafa juga aku enggak peduli, aku justru mendoakan kalian untuk bahagia."Maira menanggapi apa yang diucapkan oleh Rani dengan nada suara yang serius pula. Sementara itu, mendengar apa yang diucapkan oleh Maira, Rani tertawa getir, ia menyandarkan kepalanya di dinding seolah-olah ia sedang merasa sangat putus asa. "Dafa? Akukan sudah bilang, Dafa itu enggak pernah suka sama aku,
"Aku sudah menunggu beberapa hari Salim, mana pembayaran yang harus kamu lunasi untuk aku?" kata Mister X sambil mengulurkan tangannya ke arah Pak Salim.Melihat apa yang dilakukan oleh Mister X, emosi Pak Salim langsung tersulut. Pria itu sudah setengah hati meninggalkan rumah besar miliknya akibat akan disita karena kalah berdebat dengan Moreno sebab Moreno mengakui bahwa pernikahannya dengan Mitha hanyalah pernikahan kontrak dan hal itu membuat Pak Salim tidak punya cara lagi untuk menekan Moreno.Ditambah desakan Mister X, tentu saja membuat Pak Salim semakin dongkol."Apa kau tidak melihat apa yang aku alami sekarang? Kekayaan yang aku miliki habis dalam sekejap, itu semua karena Moreno, kamu masih mau meminta sisa pembayaran dariku? Kau ini gila atau apa? Bukankah operasi puncak tidak jadi digelar? Buat apa aku membayar sisanya? Seharusnya tidak, bukan?"GREPP!Dengan kuat, Mister X mencengkram kerah kemeja yang dipakai Pak Salim hingga tubuh pria itu sedikit terangkat dari lant