Melihat gelagat kakeknya yang ingin memberikan nasihat pada Mitha, Moreno segera memberikan isyarat pada pria itu bahwa ia akan menunggu Mitha di beranda saja. Sang kakek setuju, hingga Moreno langsung melangkah meninggalkan ruang keluarga di mana, Mitha sudah tiba di dekat kakeknya."Bagaimana keadaanmu?" tanya kakek Moreno ketika Mitha sudah ada di dekatnya. "Alhamdulillah, Kek. Hanya sedikit sakit sesekali, tapi tidak begitu parah seperti biasanya." Kakek Moreno mengucapkan alhamdulillah ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Mitha. Dan, ia meminta Mitha untuk duduk di sebelahnya dahulu sebelum pergi bersama Moreno di rumah sakit."Nak, kenapa kau tertarik dengan kalung Moreno?"Pertanyaan kakek Moreno membuat Mitha sedikit terkejut karena tidak menyangka pria itu membahas masalah tersebut. "Tidak. Aku hanya ingin tahu apakah Moreno masih memerlukan kalung itu, Kek, setelah sekian lama.""Kalung itu harus selalu dipakai Moreno, karena banyak sekali kekuatan negatif yang mengi
"Adam, sudahlah, ini persoalan orang dewasa, kau tidak perlu banyak ikut campur, sekolah saja yang benar jangan berbuat sembarangan, ingat pesan aku, kamu jangan berinteraksi dengan Moreno, ya?""Moreno itu temanku jauh sebelum Kakak kenal dia, jadi, Kakak tidak bisa melarang aku untuk berinteraksi dengan dia, Kak!""Adam!""Sudahlah, baik. Aku akan patuh sama Kakak, asalkan Kakak mau jujur sama aku!"Maira berdecak kesal karena sang adik sangat sulit untuk diajak bicara. Dari kejauhan, Tono terlihat bersusah payah naik ke pematang sawah hingga Maira merasa ia tidak memiliki waktu yang banyak untuk tetap bicara dengan Adam, tidak mau pria yang sudah beristri itu mendesaknya untuk menerima lamarannya segala."Jujur soal apa? Kamu itu sekarang pandai bicara, heran aku!""Kakak belum jawab pertanyaan aku, Kakak suka dengan Moreno, kan?""Kenapa kamu ngotot banget nanya hal yang bikin kesel aku kayak gitu, sih?"Wajah Maira terlihat tidak nyaman ketika mengatakan hal itu pada Adam, sebab,
"Dia sebenarnya bisa bangkit kalau dia tidak bermain-main terus dengan masalalunya!""Namanya juga cinta, Kak.""Terus aku? Kamu pikir melupakan mantan tunangan itu mudah? Enggak, Adam. Aku juga terpuruk tapi aku punya kemauan untuk melupakan, beda sama Moreno, dia terlalu asyik dan angkuh bahwa semua bisa ia dapatkan dengan mudah!""Ya. Mungkin Kakak benar, tapi sebenarnya hati pria dan hati wanita itu beda, enggak sama, jadi cara untuk bertahan dan kuat itu juga enggak sama.""Tapi tetap aja, kalau enggak usaha mau sampai kapan dia kayak gitu terus?""Jadi, Kakak enggak mau bantu dia untuk bangkit?""Enggak!"Maira berbalik dan melangkah meninggalkan Adam yang hanya geleng-geleng kepala melihat reaksinya tentang saran sang adik."Moreno itu sekali jatuh cinta akan sulit untuk berpaling, Kak. Jadi aku yakin kalau Kakak sama dia, Kakak enggak akan dikecewakan lagi apalagi Kakak juga cinta sama dia, setidaknya perempuan itu mudah membuat pria jatuh cinta."Adam bicara sendiri sambil men
Mendengar apa yang diucapkan oleh Taky, wajah Pak Salim terlihat terkejut dan itu tertangkap mata Taky hingga Taky yakin, memang apa yang diketahuinya selama ini dari Pak Salim ternyata benar."Taky, aku tidak mau punya masalah denganmu, jadi jika kau sudah tidak ada hal yang ingin dibicarakan lagi denganku, lebih baik kamu pergi dari ruangan ini karena aku sangat sibuk sekarang ini!""Tapi, Anda belum menjawab apa yang tadi aku tanyakan pada Anda, kenapa?""Karena pertanyaan kamu itu tidak masuk akal!""Tidak masuk akal, atau tepat sasaran?""Kau-""Baiklah, sebenarnya, aku ke sini membahas masalah itu ingin mencarikan jalan keluar, tapi aku rasa itu tidak perlu lagi aku lakukan, karena Anda siap dengan resiko yang sudah Anda lakukan, semoga beruntung!"Taky membalikkan tubuhnya, dan pria itu langsung keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Pak Salim yang mengepalkan telapak tangannya. Detik berikutnya, Pak Salim langsung menghubungi seseorang di ponselnya dan ia terdengar memberi
"Ternyata, kamu tetap keliru menanggapi masalah ini, Maira. Sudahlah, tidak perlu berlindung di balik kekhawatiran kamu pada Moreno, akui saja, kamu tidak suka dengan ku karena kamu cemburu.""Apa bedanya? Aku cemburu atau terganggu, dan juga khawatir, apa bedanya? Memangnya itu bisa membuat kamu mengakhiri semuanya, enggak, kan?""Kalau kamu cemburu padaku, aku akan berusaha untuk mencari cara untuk pergi dari rumah Moreno."Maira terdiam. Ia mengalihkan pandangannya tidak tahu harus menanggapi bagaimana atas ucapan Mitha yang seperti itu, karena rasanya sekarang hatinya jadi berkecamuk."Iya. Aku cemburu, sekarang apakah kamu puas?" katanya pada akhirnya."Baik. Itu bagus, aku akan pergi secepatnya dan berusahalah untuk memperjuangkan perasaan kamu padanya."Setelah bicara demikian, Mitha berbalik dan melangkah keluar toilet meninggalkan Maira yang akhirnya menyandarkan tubuhnya ke tembok."Dia akan pergi secepatnya? Memangnya bisa? Bagaimana dengan kontrak dia dengan Moreno?" gumam
Mendengar perintah yang diucapkan oleh Moreno, Danu terkejut. Bagaimana ia tidak terkejut, tidak pernah Moreno bersikap demikian padanya dan sekarang, Moreno bersikap seperti itu karena ia tadi berusaha untuk menyadarkan sang tuan mudanya itu saja bahwa, Moreno hanya akan menyakiti dirinya sendiri jika tidak buru-buru tersadar dari harapan-harapannya tersebut."Tuan, tolong maafkan saya, saya hanya-""Keluar, Danu! Gue bilang keluar!!"Tanpa mendengarkan apa yang akan dijelaskan oleh Danu, Moreno tetap memberikan perintah pada asisten pribadi ayahnya itu untuk keluar, hingga mau tidak mau, pria itu membuka pintu mobil dan akhirnya keluar dari mobil. Setelah Danu keluar, Moreno langsung mengambil alih duduk di belakang stir, lalu tidak peduli dengan Danu, Moreno segera mengendarai mobil itu dengan kecepatan tinggi menuju Samarinda seberang untuk mencapai rumah Mitha.Danu geleng-geleng kepala, tidak menyangka sang tuan mudanya terlihat sangat marah seperti itu padanya hanya karena ia
Jee tidak merespon apa yang diucapkan oleh Andy, ia kembali menghubungi Moreno hingga Moreno yang sekarang berada di kawasan hutan menuju rumah Mitha, hanya memandang layar ponselnya saja tapi pria itu tetap tidak menerima panggilan tersebut. Dalam pikiran Moreno hanya satu, ia harus membawa kembali Mitha ke rumahnya meskipun nanti ia kembali bertarung dengan Roger jika pria itu melarang apa yang akan diperbuatnya.Jee mengomel karena lagi-lagi panggilannya tidak dihiraukan oleh Moreno. Sehingga ia langsung mengalihkan pandangannya pada Andy meminta penjelasan Andy apakah upayanya untuk menanyakan tentang surat itu pada Mitha berhasil?"Gimana?" tanya Jee ketika Andy menyudahi panggilan."Mitha bilang belum nanya ke Roger, lagi ditanyakan.""Moreno juga kagak bisa dihubungi, heran gue lagi ngapain juga itu anak angkat hp aja kagak bisa!""Dia sekarang pebisnis, repot banget pasti!""Udah malam ini, masa iya tetap di kantor?""Lembur mungkin!"Jee mengedikkan bahunya, dan keduanya mas
"Kamu-""Diamlah, jangan banyak membantah, aku periksa dulu ke belakang, kamu di sini aja sama Nami, ya?" Moreno masih membujuk Mitha agar Mitha patuh saja dengan apa yang diucapkannya."Aku ikut!""Mith, kita tidak tahu apa yang ada di belakang sana, kalau ada apa apa, kamu bisa lari keluar, bawa mobil aku, kamu masih hafal cara mengendarai mobil, kan?"Moreno bicara demikian pada Mitha sambil memberikan kunci mobilnya pada wanita tersebut. "Om, peldi tama-tama...."Nami yang lebih dulu merespon perkataan Moreno dengan mengatakan pada Moreno mereka harus pergi sama-sama.Moreno mengarahkan pandangannya pada Nami, dan mengusap puncak kepala bocah tersebut."Nanti Om menyusul, Nami ajak Mama ke mobil lebih dulu."Setelah bicara seperti itu pada Nami, Moreno berbalik sambil mengingatkan Mitha untuk melakukan apa yang diperintahkannya pada perempuan tersebut. Akan tetapi, Mitha tidak beranjak ke manapun, meski di tangannya kunci mobil Moreno ia genggam.Moreno sampai ke belakang dan la