Mendengar apa yang diucapkan oleh Taky, wajah Pak Salim terlihat terkejut dan itu tertangkap mata Taky hingga Taky yakin, memang apa yang diketahuinya selama ini dari Pak Salim ternyata benar."Taky, aku tidak mau punya masalah denganmu, jadi jika kau sudah tidak ada hal yang ingin dibicarakan lagi denganku, lebih baik kamu pergi dari ruangan ini karena aku sangat sibuk sekarang ini!""Tapi, Anda belum menjawab apa yang tadi aku tanyakan pada Anda, kenapa?""Karena pertanyaan kamu itu tidak masuk akal!""Tidak masuk akal, atau tepat sasaran?""Kau-""Baiklah, sebenarnya, aku ke sini membahas masalah itu ingin mencarikan jalan keluar, tapi aku rasa itu tidak perlu lagi aku lakukan, karena Anda siap dengan resiko yang sudah Anda lakukan, semoga beruntung!"Taky membalikkan tubuhnya, dan pria itu langsung keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Pak Salim yang mengepalkan telapak tangannya. Detik berikutnya, Pak Salim langsung menghubungi seseorang di ponselnya dan ia terdengar memberi
"Ternyata, kamu tetap keliru menanggapi masalah ini, Maira. Sudahlah, tidak perlu berlindung di balik kekhawatiran kamu pada Moreno, akui saja, kamu tidak suka dengan ku karena kamu cemburu.""Apa bedanya? Aku cemburu atau terganggu, dan juga khawatir, apa bedanya? Memangnya itu bisa membuat kamu mengakhiri semuanya, enggak, kan?""Kalau kamu cemburu padaku, aku akan berusaha untuk mencari cara untuk pergi dari rumah Moreno."Maira terdiam. Ia mengalihkan pandangannya tidak tahu harus menanggapi bagaimana atas ucapan Mitha yang seperti itu, karena rasanya sekarang hatinya jadi berkecamuk."Iya. Aku cemburu, sekarang apakah kamu puas?" katanya pada akhirnya."Baik. Itu bagus, aku akan pergi secepatnya dan berusahalah untuk memperjuangkan perasaan kamu padanya."Setelah bicara demikian, Mitha berbalik dan melangkah keluar toilet meninggalkan Maira yang akhirnya menyandarkan tubuhnya ke tembok."Dia akan pergi secepatnya? Memangnya bisa? Bagaimana dengan kontrak dia dengan Moreno?" gumam
Mendengar perintah yang diucapkan oleh Moreno, Danu terkejut. Bagaimana ia tidak terkejut, tidak pernah Moreno bersikap demikian padanya dan sekarang, Moreno bersikap seperti itu karena ia tadi berusaha untuk menyadarkan sang tuan mudanya itu saja bahwa, Moreno hanya akan menyakiti dirinya sendiri jika tidak buru-buru tersadar dari harapan-harapannya tersebut."Tuan, tolong maafkan saya, saya hanya-""Keluar, Danu! Gue bilang keluar!!"Tanpa mendengarkan apa yang akan dijelaskan oleh Danu, Moreno tetap memberikan perintah pada asisten pribadi ayahnya itu untuk keluar, hingga mau tidak mau, pria itu membuka pintu mobil dan akhirnya keluar dari mobil. Setelah Danu keluar, Moreno langsung mengambil alih duduk di belakang stir, lalu tidak peduli dengan Danu, Moreno segera mengendarai mobil itu dengan kecepatan tinggi menuju Samarinda seberang untuk mencapai rumah Mitha.Danu geleng-geleng kepala, tidak menyangka sang tuan mudanya terlihat sangat marah seperti itu padanya hanya karena ia
Jee tidak merespon apa yang diucapkan oleh Andy, ia kembali menghubungi Moreno hingga Moreno yang sekarang berada di kawasan hutan menuju rumah Mitha, hanya memandang layar ponselnya saja tapi pria itu tetap tidak menerima panggilan tersebut. Dalam pikiran Moreno hanya satu, ia harus membawa kembali Mitha ke rumahnya meskipun nanti ia kembali bertarung dengan Roger jika pria itu melarang apa yang akan diperbuatnya.Jee mengomel karena lagi-lagi panggilannya tidak dihiraukan oleh Moreno. Sehingga ia langsung mengalihkan pandangannya pada Andy meminta penjelasan Andy apakah upayanya untuk menanyakan tentang surat itu pada Mitha berhasil?"Gimana?" tanya Jee ketika Andy menyudahi panggilan."Mitha bilang belum nanya ke Roger, lagi ditanyakan.""Moreno juga kagak bisa dihubungi, heran gue lagi ngapain juga itu anak angkat hp aja kagak bisa!""Dia sekarang pebisnis, repot banget pasti!""Udah malam ini, masa iya tetap di kantor?""Lembur mungkin!"Jee mengedikkan bahunya, dan keduanya mas
"Kamu-""Diamlah, jangan banyak membantah, aku periksa dulu ke belakang, kamu di sini aja sama Nami, ya?" Moreno masih membujuk Mitha agar Mitha patuh saja dengan apa yang diucapkannya."Aku ikut!""Mith, kita tidak tahu apa yang ada di belakang sana, kalau ada apa apa, kamu bisa lari keluar, bawa mobil aku, kamu masih hafal cara mengendarai mobil, kan?"Moreno bicara demikian pada Mitha sambil memberikan kunci mobilnya pada wanita tersebut. "Om, peldi tama-tama...."Nami yang lebih dulu merespon perkataan Moreno dengan mengatakan pada Moreno mereka harus pergi sama-sama.Moreno mengarahkan pandangannya pada Nami, dan mengusap puncak kepala bocah tersebut."Nanti Om menyusul, Nami ajak Mama ke mobil lebih dulu."Setelah bicara seperti itu pada Nami, Moreno berbalik sambil mengingatkan Mitha untuk melakukan apa yang diperintahkannya pada perempuan tersebut. Akan tetapi, Mitha tidak beranjak ke manapun, meski di tangannya kunci mobil Moreno ia genggam.Moreno sampai ke belakang dan la
"Maaf.""Lagian, bisa-bisanya kamu percaya isu kayak gitu segala, terus gimana dengan aku, kamu diisukan aja aku masih percaya sama kamu!""Iya, terus cerita sebenarnya gimana? Aku benar-benar enggak pernah dengar tentang hal yang sebenarnya dari kamu.""Waktu kita jadian dulu, orang-orang yang pernah balapan sama kamu itu berusaha mencari tahu keberadaan aku, awalnya aku enggak tahu, ternyata bagi mereka pacaran sama pembalap liar itu harus melakukan prosesi ritual kalian, aku enggak suka melakukan hal demikian, terus-""Kenapa kamu enggak ngomong soal itu sama aku?""Aku pernah ngomong, tapi kamu salah paham, kamu ngira aku enggak suka kamu yang pernah balapan liar!""Oh, yang itu, terus?""Red One kayaknya marah, waktu itu dia selalu bilang dia king of the king di arena balap, dan aku kira juga dia itu pemimpin di lingkaran kalian, dia datang terus bilang, enggak ada gunanya aku pacaran sama kamu karena kamu itu orangnya enggak pernah serius, terus dia ngajakin main gitu, aku ters
Situasi menjadi tegang, dan Mitha semakin khawatir jika Moreno nekat keluar, apakah pemuda itu yakin akan mampu mengalahkan orang-orang yang sekarang menghadang mereka seperti itu? "Kamu mau keluar?" tanya Mitha pada Moreno. "Belum, belum juga pemanasan.""Apa?""Ya, kalo pengen aku keluar, ya harus pemanasan dulu, disentuh dulu, cium dulu, aduh!!"Moreno mengaduh saat Mitha memukulnya dengan wajah yang terlihat kesal."Kamu tuh, ya! Kalau Nami dengar ucapan kamu gimana? Situasi lagi kayak gini, kamu masih bisa bercanda!"Moreno terkekeh. "Tenang. Jangan khawatir, cuma segitu, aku bisa kok menghajar mereka semua, jadi kamu tidak perlu khawatir, kamu bawa mobil ini kalau mereka sulit untuk diatasi, janji?""Enggak!""Kenapa?""Aku enggak bisa ninggalin kamu sendiri, Reno!""Dulu, kamu bisa melakukannya, kenapa sekarang enggak?""Aku serius, Reno!""Ssst, baiklah, tenang, aku paham maksud kamu, terima kasih kamu khawatir padaku, tapi percayalah, cuma mereka aja aku bisa mengatasi."S
"Tanda tangan!" perintah pria itu pada Mitha, namun Mitha hanya diam hingga pria tersebut terlihat kesal."Apa gue harus maksa lu baru lu mau tanda tangan?" tanya laki-laki itu sambil memberikan isyarat pada teman-temannya untuk memaksa Mitha untuk tanda tangan namun Moreno langsung berteriak agar mereka tidak menyentuh Mitha hingga pria yang memegang kertas dan pulpen itu berbalik dan menatap Moreno dengan tatapan mata tidak suka."Gue kagak ngomong sama lu, jadi lu diem aja, Brengsek!!" bentaknya pada Moreno. Tetapi, bukannya takut meskipun dibentak sedemikian rupa, Moreno yang tidak mau para pria itu memaksa Mitha berusaha untuk menghajar para pria yang lain yang menghalanginya untuk mendekat ke arah posisi di mana Mitha dan laki-laki yang memegang kertas tersebut.Moreno berhasil menghajar para teman pria yang memaksa Mitha untuk tanda tangan. Lalu, pria itu langsung menghampiri Mitha namun gerakannya terhenti karena pria yang menodongkan pisau pada Mitha mengancamnya. "Kalau lu