Situasi menjadi tegang, dan Mitha semakin khawatir jika Moreno nekat keluar, apakah pemuda itu yakin akan mampu mengalahkan orang-orang yang sekarang menghadang mereka seperti itu? "Kamu mau keluar?" tanya Mitha pada Moreno. "Belum, belum juga pemanasan.""Apa?""Ya, kalo pengen aku keluar, ya harus pemanasan dulu, disentuh dulu, cium dulu, aduh!!"Moreno mengaduh saat Mitha memukulnya dengan wajah yang terlihat kesal."Kamu tuh, ya! Kalau Nami dengar ucapan kamu gimana? Situasi lagi kayak gini, kamu masih bisa bercanda!"Moreno terkekeh. "Tenang. Jangan khawatir, cuma segitu, aku bisa kok menghajar mereka semua, jadi kamu tidak perlu khawatir, kamu bawa mobil ini kalau mereka sulit untuk diatasi, janji?""Enggak!""Kenapa?""Aku enggak bisa ninggalin kamu sendiri, Reno!""Dulu, kamu bisa melakukannya, kenapa sekarang enggak?""Aku serius, Reno!""Ssst, baiklah, tenang, aku paham maksud kamu, terima kasih kamu khawatir padaku, tapi percayalah, cuma mereka aja aku bisa mengatasi."S
"Tanda tangan!" perintah pria itu pada Mitha, namun Mitha hanya diam hingga pria tersebut terlihat kesal."Apa gue harus maksa lu baru lu mau tanda tangan?" tanya laki-laki itu sambil memberikan isyarat pada teman-temannya untuk memaksa Mitha untuk tanda tangan namun Moreno langsung berteriak agar mereka tidak menyentuh Mitha hingga pria yang memegang kertas dan pulpen itu berbalik dan menatap Moreno dengan tatapan mata tidak suka."Gue kagak ngomong sama lu, jadi lu diem aja, Brengsek!!" bentaknya pada Moreno. Tetapi, bukannya takut meskipun dibentak sedemikian rupa, Moreno yang tidak mau para pria itu memaksa Mitha berusaha untuk menghajar para pria yang lain yang menghalanginya untuk mendekat ke arah posisi di mana Mitha dan laki-laki yang memegang kertas tersebut.Moreno berhasil menghajar para teman pria yang memaksa Mitha untuk tanda tangan. Lalu, pria itu langsung menghampiri Mitha namun gerakannya terhenti karena pria yang menodongkan pisau pada Mitha mengancamnya. "Kalau lu
Danu melontarkan pertanyaan, dan Moreno sontak terdiam untuk sesaat. Lalu akhirnya.... "Dengan setan!" katanya sambil menatap ke arah Miko yang mendelik ke arahnya karena kesal dikatakan setan oleh Moreno. "Sejak tadi, Tuan bicara tapi seperti bukan bicara dengan Nona Mitha, saya jadi khawatir." "Lu nyetir aja yang cepet, kita harus sampai ke rumah sakit terdekat biar Mitha bisa diperiksa!" Tidak mau terlalu menanggapi apa yang diucapkan oleh Danu, Moreno hanya mengatakan kalimat tersebut. Terpaksa, Danu tidak lagi banyak bicara karena sepertinya Moreno juga enggan menjawab dengan baik pertanyaan darinya. Mobil terus melaju membelah jalanan yang diselimuti kabut tipis. Hawa dingin semakin menusuk sampai akhirnya mereka tiba di rumah sakit terdekat. Mitha dibawa oleh Moreno ke IGD dibantu oleh beberapa petugas kesehatan yang berjaga malam. Sedangkan Danu menjaga Nami tanpa menyadari ada Miko yang mengawasi dirinya yang melakukan hal tersebut. Beberapa saat kemudian, Mi
"Enggak!""Kenapa tidak mau Tuan? Tuan tidak boleh terus menerus melakukan kontrak pernikahan dengan Nona Mitha, itu akan membuat Tuan semakin dalam terbuai perasaan Tuan sendiri!""Tutup mulut lu, Danu! Gue tau apa yang gue lakukan dan lu enggak usah ikut campur dalam masalah ini karena lu enggak berhak! Urus aja hal yang seharusnya lu urus, masalah gue sama Mitha itu masalah gue, bukan urusan lu!"Setelah bicara demikian, Moreno berbalik dan melangkah meninggalkan Danu yang hanya geleng-geleng kepala mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno tadi padanya. "Tuan, apa yang harus saya lakukan agar bisa menyelamatkan tuan dari harapan semu tuan itu. Saya khawatir, tuan semakin jauh melangkah hingga akhirnya terhempas semakin parah daripada yang dahulu...."Danu bicara sendiri sambil ikut keluar dari ruangan itu untuk segera ke kamarnya guna beristirahat karena hari sudah terlalu larut dan ia juga sudah sangat lelah.***"Gue pikir lu enggak balik lagi ke kota, udah di desa doang engga
"Tapi, apa yang harus kita lakukan? Saya sudah berusaha untuk membuat Tuan Moreno berubah pikiran, tapi tetap saja tidak berhasil, Tuan Moreno tetap kukuh untuk tetap mempertahankan kontrak.""Apa kondisi ayahnya sudah membaik?""Kondisi Tuan Marvel turun naik, Maira. Itu sebabnya ibunya Tuan Moreno tetap di Jakarta untuk mendampingi.""Beberapa pekan lalu aku dengar sudah mengalami kemajuan, kenapa jadi buruk lagi?""Mungkin mendengar di sini Tuan Moreno sedang menyelesaikan masalah perusahaan seorang diri.""Kenapa tidak dirahasiakan, bukankah pikiran itu hal yang paling utama bagi seseorang agar ia bisa segera sembuh?""Kami sudah merahasiakan, masalah di sini hanya diketahui oleh nyonya besar, tapi saya tidak tahu jika tuan tahu dari orang lain.""Begitu, jadi apa rencanamu? Kau benar-benar tidak mau bertindak untuk memisahkan Moreno dengan Mitha?""Saya ingin, tapi saya tidak tahu caranya.""Apakah kau sudah bicara dengan Mitha.""Sudah.""Apa katanya?""Dia tidak bisa berbuat a
Sebenarnya, mendengar apa yang diucapkan oleh Jee, Moreno kesal, tapi pemuda itu berusaha untuk menahan diri karena ia sadar sekarang sedang ada di kantor. "Lu bisa enggak sih bicara tanpa urat? Ini kantor, kalo lu sampai bikin kacau kantor bokap gue, gue akan gebuk lu juga Jee, jadi jaga sikap lu, ikut gue sekarang!" Setelah bicara demikian, Moreno keluar dari ruangannya dan meminta Danu untuk di ruangannya saja menggantikan dirinya karena ia ingin bicara dahulu dengan Jee di tempat lain. Jee mengikuti dengan wajah yang terlihat tidak sabar. Mereka sampai di atap bangunan kantor, dan di sana, Moreno membebaskan Jee untuk bicara semaunya tanpa khawatir karyawan lain mendengar pembicaraan mereka. "Jawab pertanyaan gue! Apa yang sedang lu sembunyikan dari gue? Kenapa sampai lu melibatkan Mitha segala? Udah bosen hidup lu?" Jee mengulang pertanyaannya yang belum sempat dijawab oleh Moreno. Moreno menghela napas sesaat, untuk mencari kalimat yang tepat agar Jee tetap tidak tah
"Apa?" Moreno terlihat sangat terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh Jee."Lu kagak menyelidiki masalah itu emangnya?""Orang-orang bokap gue belum punya kesimpulan apapun tentang hal itu, karena masih menyelidiki masalah siapa yang memberikan perintah pria misterius yang ingin membunuh gue.""Mereka diminta oleh seseorang yang berasal dari desa Maira, apa lu kagak curiga biangnya itu mantan bini kontrak lu?""Enggak usah bilang mantan bini kali, cuma kontrak juga, bilang aja namanya, malas banget gue dengerinnya," sungut Moreno, dan Jee hanya mencibir mendengar aksi protes yang dilakukan Moreno."Jadi, apa lu bisa menyimpulkan informasi yang gue sampaikan ini? Kalau sampai terbukti si Maira itu pelakunya, gue kagak akan main-main ngasih dia pelajaran, Reno, kagak peduli dia itu perempuan, banci atau laki!""Gue akan mengusut ini sampai tuntas.""Kalau sampai terbukti dia otaknya, lu harus mengakhiri permainan lu ini, apapun alasannya gue kagak mau peduli!"Setelah bicara demikia
"Apa? Cucu?""Kenapa? Tidak bisa?"Sang kakek meneliti paras Moreno yang terlihat salah tingkah ketika ia menyebutkan ingin cucu dari cucunya tersebut."Bukan tidak bisa, tapi kenapa Kakek sama seperti ayah dan ibuku? Memangnya cucu itu bisa dibeli di supermarket? Butuh proses!"Moreno masih berusaha untuk menutupi pernikahan kontraknya dengan Mitha, "Butuh proses memang, tapi kau sepertinya tidak bisa melakukan proses itu karena sebenarnya kamu dan Mitha bukan pasangan yang sebenarnya, kan?"Jantung Moreno nyaris berhenti berdenyut ketika mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakek. Apa yang harus aku katakan? Apakah kakek tahu apa yang aku lakukan dengan Mitha?Hati Moreno bicara demikian sambil berpikir keras apa yang harus ia katakan untuk membuat kakeknya tidak tahu tentang sandiwara yang dilakukannya dengan Mitha."Reno, sejak kecil, kau selalu mengatakan apa saja yang ingin kau katakan pada Kakek, kenapa sekarang kau tidak seperti itu? Apakah menurutmu, Kakek sudah tidak lag
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,