Mendengar perintah yang diucapkan oleh Moreno, Danu terkejut. Bagaimana ia tidak terkejut, tidak pernah Moreno bersikap demikian padanya dan sekarang, Moreno bersikap seperti itu karena ia tadi berusaha untuk menyadarkan sang tuan mudanya itu saja bahwa, Moreno hanya akan menyakiti dirinya sendiri jika tidak buru-buru tersadar dari harapan-harapannya tersebut."Tuan, tolong maafkan saya, saya hanya-""Keluar, Danu! Gue bilang keluar!!"Tanpa mendengarkan apa yang akan dijelaskan oleh Danu, Moreno tetap memberikan perintah pada asisten pribadi ayahnya itu untuk keluar, hingga mau tidak mau, pria itu membuka pintu mobil dan akhirnya keluar dari mobil. Setelah Danu keluar, Moreno langsung mengambil alih duduk di belakang stir, lalu tidak peduli dengan Danu, Moreno segera mengendarai mobil itu dengan kecepatan tinggi menuju Samarinda seberang untuk mencapai rumah Mitha.Danu geleng-geleng kepala, tidak menyangka sang tuan mudanya terlihat sangat marah seperti itu padanya hanya karena ia
Jee tidak merespon apa yang diucapkan oleh Andy, ia kembali menghubungi Moreno hingga Moreno yang sekarang berada di kawasan hutan menuju rumah Mitha, hanya memandang layar ponselnya saja tapi pria itu tetap tidak menerima panggilan tersebut. Dalam pikiran Moreno hanya satu, ia harus membawa kembali Mitha ke rumahnya meskipun nanti ia kembali bertarung dengan Roger jika pria itu melarang apa yang akan diperbuatnya.Jee mengomel karena lagi-lagi panggilannya tidak dihiraukan oleh Moreno. Sehingga ia langsung mengalihkan pandangannya pada Andy meminta penjelasan Andy apakah upayanya untuk menanyakan tentang surat itu pada Mitha berhasil?"Gimana?" tanya Jee ketika Andy menyudahi panggilan."Mitha bilang belum nanya ke Roger, lagi ditanyakan.""Moreno juga kagak bisa dihubungi, heran gue lagi ngapain juga itu anak angkat hp aja kagak bisa!""Dia sekarang pebisnis, repot banget pasti!""Udah malam ini, masa iya tetap di kantor?""Lembur mungkin!"Jee mengedikkan bahunya, dan keduanya mas
"Kamu-""Diamlah, jangan banyak membantah, aku periksa dulu ke belakang, kamu di sini aja sama Nami, ya?" Moreno masih membujuk Mitha agar Mitha patuh saja dengan apa yang diucapkannya."Aku ikut!""Mith, kita tidak tahu apa yang ada di belakang sana, kalau ada apa apa, kamu bisa lari keluar, bawa mobil aku, kamu masih hafal cara mengendarai mobil, kan?"Moreno bicara demikian pada Mitha sambil memberikan kunci mobilnya pada wanita tersebut. "Om, peldi tama-tama...."Nami yang lebih dulu merespon perkataan Moreno dengan mengatakan pada Moreno mereka harus pergi sama-sama.Moreno mengarahkan pandangannya pada Nami, dan mengusap puncak kepala bocah tersebut."Nanti Om menyusul, Nami ajak Mama ke mobil lebih dulu."Setelah bicara seperti itu pada Nami, Moreno berbalik sambil mengingatkan Mitha untuk melakukan apa yang diperintahkannya pada perempuan tersebut. Akan tetapi, Mitha tidak beranjak ke manapun, meski di tangannya kunci mobil Moreno ia genggam.Moreno sampai ke belakang dan la
"Maaf.""Lagian, bisa-bisanya kamu percaya isu kayak gitu segala, terus gimana dengan aku, kamu diisukan aja aku masih percaya sama kamu!""Iya, terus cerita sebenarnya gimana? Aku benar-benar enggak pernah dengar tentang hal yang sebenarnya dari kamu.""Waktu kita jadian dulu, orang-orang yang pernah balapan sama kamu itu berusaha mencari tahu keberadaan aku, awalnya aku enggak tahu, ternyata bagi mereka pacaran sama pembalap liar itu harus melakukan prosesi ritual kalian, aku enggak suka melakukan hal demikian, terus-""Kenapa kamu enggak ngomong soal itu sama aku?""Aku pernah ngomong, tapi kamu salah paham, kamu ngira aku enggak suka kamu yang pernah balapan liar!""Oh, yang itu, terus?""Red One kayaknya marah, waktu itu dia selalu bilang dia king of the king di arena balap, dan aku kira juga dia itu pemimpin di lingkaran kalian, dia datang terus bilang, enggak ada gunanya aku pacaran sama kamu karena kamu itu orangnya enggak pernah serius, terus dia ngajakin main gitu, aku ters
Situasi menjadi tegang, dan Mitha semakin khawatir jika Moreno nekat keluar, apakah pemuda itu yakin akan mampu mengalahkan orang-orang yang sekarang menghadang mereka seperti itu? "Kamu mau keluar?" tanya Mitha pada Moreno. "Belum, belum juga pemanasan.""Apa?""Ya, kalo pengen aku keluar, ya harus pemanasan dulu, disentuh dulu, cium dulu, aduh!!"Moreno mengaduh saat Mitha memukulnya dengan wajah yang terlihat kesal."Kamu tuh, ya! Kalau Nami dengar ucapan kamu gimana? Situasi lagi kayak gini, kamu masih bisa bercanda!"Moreno terkekeh. "Tenang. Jangan khawatir, cuma segitu, aku bisa kok menghajar mereka semua, jadi kamu tidak perlu khawatir, kamu bawa mobil ini kalau mereka sulit untuk diatasi, janji?""Enggak!""Kenapa?""Aku enggak bisa ninggalin kamu sendiri, Reno!""Dulu, kamu bisa melakukannya, kenapa sekarang enggak?""Aku serius, Reno!""Ssst, baiklah, tenang, aku paham maksud kamu, terima kasih kamu khawatir padaku, tapi percayalah, cuma mereka aja aku bisa mengatasi."S
"Tanda tangan!" perintah pria itu pada Mitha, namun Mitha hanya diam hingga pria tersebut terlihat kesal."Apa gue harus maksa lu baru lu mau tanda tangan?" tanya laki-laki itu sambil memberikan isyarat pada teman-temannya untuk memaksa Mitha untuk tanda tangan namun Moreno langsung berteriak agar mereka tidak menyentuh Mitha hingga pria yang memegang kertas dan pulpen itu berbalik dan menatap Moreno dengan tatapan mata tidak suka."Gue kagak ngomong sama lu, jadi lu diem aja, Brengsek!!" bentaknya pada Moreno. Tetapi, bukannya takut meskipun dibentak sedemikian rupa, Moreno yang tidak mau para pria itu memaksa Mitha berusaha untuk menghajar para pria yang lain yang menghalanginya untuk mendekat ke arah posisi di mana Mitha dan laki-laki yang memegang kertas tersebut.Moreno berhasil menghajar para teman pria yang memaksa Mitha untuk tanda tangan. Lalu, pria itu langsung menghampiri Mitha namun gerakannya terhenti karena pria yang menodongkan pisau pada Mitha mengancamnya. "Kalau lu
Danu melontarkan pertanyaan, dan Moreno sontak terdiam untuk sesaat. Lalu akhirnya.... "Dengan setan!" katanya sambil menatap ke arah Miko yang mendelik ke arahnya karena kesal dikatakan setan oleh Moreno. "Sejak tadi, Tuan bicara tapi seperti bukan bicara dengan Nona Mitha, saya jadi khawatir." "Lu nyetir aja yang cepet, kita harus sampai ke rumah sakit terdekat biar Mitha bisa diperiksa!" Tidak mau terlalu menanggapi apa yang diucapkan oleh Danu, Moreno hanya mengatakan kalimat tersebut. Terpaksa, Danu tidak lagi banyak bicara karena sepertinya Moreno juga enggan menjawab dengan baik pertanyaan darinya. Mobil terus melaju membelah jalanan yang diselimuti kabut tipis. Hawa dingin semakin menusuk sampai akhirnya mereka tiba di rumah sakit terdekat. Mitha dibawa oleh Moreno ke IGD dibantu oleh beberapa petugas kesehatan yang berjaga malam. Sedangkan Danu menjaga Nami tanpa menyadari ada Miko yang mengawasi dirinya yang melakukan hal tersebut. Beberapa saat kemudian, Mi
"Enggak!""Kenapa tidak mau Tuan? Tuan tidak boleh terus menerus melakukan kontrak pernikahan dengan Nona Mitha, itu akan membuat Tuan semakin dalam terbuai perasaan Tuan sendiri!""Tutup mulut lu, Danu! Gue tau apa yang gue lakukan dan lu enggak usah ikut campur dalam masalah ini karena lu enggak berhak! Urus aja hal yang seharusnya lu urus, masalah gue sama Mitha itu masalah gue, bukan urusan lu!"Setelah bicara demikian, Moreno berbalik dan melangkah meninggalkan Danu yang hanya geleng-geleng kepala mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno tadi padanya. "Tuan, apa yang harus saya lakukan agar bisa menyelamatkan tuan dari harapan semu tuan itu. Saya khawatir, tuan semakin jauh melangkah hingga akhirnya terhempas semakin parah daripada yang dahulu...."Danu bicara sendiri sambil ikut keluar dari ruangan itu untuk segera ke kamarnya guna beristirahat karena hari sudah terlalu larut dan ia juga sudah sangat lelah.***"Gue pikir lu enggak balik lagi ke kota, udah di desa doang engga
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,