"Untuk keseluruhan aku tidak tahu, aku hanya pernah memergoki dia ingin mencium kamu itu aja!"Mendengar apa yang diucapkan oleh Miko, Mitha semakin gelisah. Meskipun hati kecilnya mengatakan, Moreno tidak mungkin melakukan hal sejauh itu, dan tidak mungkin juga ia tidak merasa jika disentuh Moreno, apalagi ia yang dikenal dengan telinga kelinci yang artinya, sekecil apapun suara meskipun ia terlelap, pasti akan terbangun apalagi perkara disentuh seperti itu, apa mungkin ia sampai tidak merasa?Namun, kenapa ia merasakan tubuhnya sangat lemas waktu itu?"Kamu bisa cek ke dokter kalau ingin membuktikan apakah dia menyentuh kamu atau tidak...."Saran yang diucapkan Miko membuat Mitha lemas. Lagi-lagi dokter. Bukankah jika ke dokter harus ada uang? Darimana ia mendapatkan uang? Sekarang saja ia terbelit dengan Moreno karena tidak punya uang."Aku sebenarnya enggak yakin Moreno bisa melakukan sesuatu yang sampai sejauh itu, tapi....""Dia bisa melakukan apapun kalau dia sedang ingin melak
"Ya, udah! Kalau kamu enggak ngizinin ya, udah! Kenapa harus kayak gini? Setiap kali kamu marah, kamu pasti melakukan sesuatu yang membuat aku merasa dilecehkan, aku enggak suka!" seru Mitha sambil beringsut mundur. Perempuan itu benar-benar selalu saja merasa tubuhnya menjadi tidak sehat jika Moreno ada di dekatnya. Namun, Moreno tidak peduli dengan reaksi kemarahan Mitha untuk kata-kata yang baru saja diucapkannya tadi."Aku jauh lebih tidak suka kalau kamu membahas sesuatu yang tidak seharusnya kamu bahas, jangan paksa aku berbuat kurang ajar sama kamu, Mitha, kamu tahu, aku bisa melakukan apa saja padamu, kalau aku sudah tidak peduli dengan segala penolakan darimu?" kata Moreno sambil menatap wajah Mitha dengan tatapan mata yang benar-benar tidak disukai oleh Mitha."Kamu menjengkelkan!""Aku tidak peduli! Sekarang kamu sarapan setelah itu minum obat.""Tinggalkan aku sendiri!""Tidak! Ibuku memintaku untuk melihat kamu makan sampai makanan itu habis, jadi makan sekarang.""Kenap
Mitha yakin bahwa usahanya kali ini tidak akan gagal. Akan tetapi, perkiraannya meleset total. Dengan sergap pula, Moreno menangkap tangan Mitha yang ingin mengambil kalung milik Moreno, hingga dalam sekejap tangan Mitha berada dalam cengkraman tangan kokoh Moreno. "Kenapa kasar sekali? Ingin melihat leher atau mencium?" godanya sambil menatap wajah Mitha yang dekat sekali di hadapannya. Mitha menarik tangannya yang dicengkeram erat Moreno, namun Moreno tidak membiarkan tangan perempuan itu terlepas begitu saja dari genggamannya."Lepasin, Reno!" pinta Mitha dengan perasaan yang bercampur aduk lantaran perkiraannya salah total."Tidak, sebelum kamu berjanji akan melakukan apapun yang aku perintahkan padamu!""Aku sudah bilang, aku enggak bisa makein kamu dasi!""Bohong!""Terserah!"Mitha mengerahkan kekuatannya untuk bisa lepas dari Moreno sampai akhirnya, Moreno merasa tidak ada gunanya untuk membuat Mitha mengaku bahwa perempuan itu bisa memakaikan dasi."Aku ajarin, kalau meman
"Aku enggak mau menjadi duri di antara kamu dengan Maira! Kamu juga akan menjadi duri di antara aku dan Roger, Moreno, jadi lebih baik kita akhiri aja sampai di sini! Kalau kita enggak ngomong, ayah kamu tidak akan tahu dan beliau tetap akan berobat dengan fokus, kan?"Moreno melangkah semakin dekat dengan posisi Mitha hingga Mitha bergerak mundur setiap kali Moreno melakukan hal itu. Namun, pada akhirnya, pergerakan Mitha tidak lagi terjadi karena Mitha terbentur sisi tempat tidur di belakangnya. "Bisa bayar denda untuk pemutusan kontrak sepihak?" tanya Moreno sambil merunduk hingga posisi wajah mereka sangat dekat, dan terpaksa, guna menghindari posisi tersebut, Mitha terduduk kembali di atas tempat tidur."Tapi kamu-""Maira itu tidak hamil! Dia bersandiwara melakukan itu untuk kepentingannya sendiri, tapi aku tidak bisa mengatakan ini pada keluargaku, jadi terpaksa aku menuruti kemauannya aja, bisa percaya padaku? Apakah menurutmu aku bisa menyentuh perempuan yang tidak aku suk
"Kali ini gue enggak akan mau kalah lagi, Maira, jadi meskipun cuma seandainya, gue enggak mau lu mengatakan kalo gue akan kalah, titik!"Maira hanya geleng-geleng kepala sambil menatap punggung Moreno yang bergerak meninggalkan dirinya setelah mengucapkan kata-kata seperti tadi.Perempuan itu bisa melihat betapa Moreno tidak main-main saat mengucapkan seluruh kalimat yang keluar dari mulutnya, dan rasanya Maira jadi khawatir sesuatu yang besar dan rumit akan terjadi tapi bagaimana caranya ia bisa mencegah itu semua?Ketika Moreno sudah benar-benar telah berangkat ke kantor, Maira ke kamar Mitha di mana Mitha bersama dengan sang anak yang saat itu sibuk menggambar dengan sarana yang diberikan oleh Moreno. Maira meminta Nami untuk ke sudut kamar agar bocah itu tidak mendengar apa yang akan diucapkannya pada ibu anak perempuan tersebut."Bagaimana keadaan kamu?" tanya Maira sekedar untuk berbasa-basi."Lumayan.""Tapi, wajah kamu sangat tidak fresh.""Karena ada banyak hal yang aku pi
"Itu, enggak seperti yang kamu pikirkan," bantah Mitha dengan suara sedikit tersendat. "Tidak seperti yang aku pikirkan? Terus seperti apa yang sebenarnya? Atasan di mana aku kerja yang bilang, kamu itu penyebab Moreno menjadi pembunuh, benar, kan?"Mitha ingin merespon tuduhan yang diucapkan oleh Maira, akan tetapi, ponsel milik Maira berbunyi hingga perempuan tersebut memilih menjauh dari tempat tidur ketika melihat siapa yang memanggil. "Pembicaraan kita belum selesai, Mitha, aku masih ingin bicara dengan kamu untuk masalah ini, tapi sekarang, aku punya urusan, aku keluar dulu," pamit Maira karena ia ingin menerima panggilan itu di luar tanpa ada orang lain di dekatnya.Mitha hanya menghela napas. Pikirannya semakin penuh sekarang. Mitha heran karena Maira begitu banyak tahu tentang dirinya, sementara ia sendiri tidak tahu apa-apa tentang istri kontrak Moreno tersebut. ***Pak Marvel sudah diberangkatkan ke Jakarta untuk menjalani pengobatan yang lebih baik di rumah sakit pusat
Wajah Moreno pucat kala mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakek. Tidak menyangka bahwa kakeknya yang ia kira tidak tahu apa yang dilakukannya dengan Mitha ternyata justru tahu. "Kakek licik!" katanya setelah hanya diam beberapa saat lamanya."Kau yang licik. Kau melakukan tindakan sebesar ini tanpa sepersetujuan Kakek, jika orang tuamu tahu masalah ini, apa yang akan dilakukannya? Kau bisa membahayakan kondisi ayahmu sendiri, Moreno!""Iya, aku minta maaf, tapi hanya dengan cara ini aku bisa membuat papi berobat dengan serius."Akhirnya, Moreno berterus terang pada sang kakek dengan wajah suram dan nada suara yang lemah. Membuat kakek Moreno yang awalnya sangat kesal dengan perbuatan-perbuatan Moreno saat Mitha di rumah mereka jadi musnah seketika. Pria yang sangat menyayangi Moreno itu menepuk pundak sang cucu seolah ingin membuat cucunya itu tegar menghadapi semuanya."Itu sebabnya, Kakek diam saja saat kamu melakukan tindakan nekat ini, tapi kehamilan Maira itu-""Dia tidak
"Untuk sekarang, yang sangat aku khawatirkan adalah kondisi Marvel, Maira, jadi kekhawatiran yang lain nanti saja.""Jadi, Kakek benar-benar tidak khawatir kalau suatu hari nanti, Moreno kembali terpuruk?""Aku khawatir! Moreno adalah cucu kesayanganku! Jika kau menyukainya seharusnya kau bisa membuat dia berhenti ketergantungan dengan Mitha! Untuk sekarang, Marvel adalah alasan utama aku diam saja melihat sandiwara yang dilakukan oleh Moreno, kau juga bersandiwara untuk kepentinganmu sendiri, bukan? Jadi, tidak perlu sok suci di sini!"Setelah bicara demikian, kakek Moreno meninggalkan Maira yang hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar apa yang diucapkan oleh pria tersebut. Maira mengeluh di dalam hati, mengapa ia sampai bicara banyak dengan kakek Moreno itu tadi? Sementara itu, Moreno yang diselimuti kemarahan membawa motornya melaju kencang di jalanan yang masih padat dengan kendaraan lain.Dengan keahliannya membawa motor, meskipun jalanan sangat padat dengan kendaraan. Moreno
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,