"Reno," panggil Mitha sambil memperhatikan Jee yang ada di belakang mobil Moreno. "Heem.""Tolong, jangan bikin masalah baru."Moreno melirik ke arah Mitha ketika perempuan itu bicara demikian padanya."Apa karena dia yang mengikuti kita di belakang?" Moreno balik bertanya sambil mengarahkan pandangannya ke kaca spion mobilnya."Jee enggak akan melakukan tindakan kalau enggak ada alasannya.""Aku juga punya alasan, jadi kamu diam saja kalau memang kamu mau pulang ke rumah tanpa ada rasa bersalah.""Ya, tapi kita mau ke mana? Ini udah beda jalan menuju rumah aku, kan?""Aku bilang hari ini adalah hari terakhir kita seperti ini, besok aku berjanji untuk bersikap berbeda.""Tapi, kita mau ke mana?""Tidak perlu tahu!"Moreno menjawab singkat dan segera menambah kecepatan mobilnya hingga Jee yang mengikutinya di belakang sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Moreno."Moreno itu mau ngapain sih? Dia mau nganter Mitha pulang atau bawa kabur?" gerutu Jee sambil menambah kecepatan
Mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno, Mitha jadi terkejut, bagaimana ia tidak terkejut, ia tidak mungkin pergi sementara Moreno sendirian di tempat seperti itu, tapi jika ia tidak pergi, ancaman Moreno tadi sama saja lebih mengerikan menurutnya."Kita pulang, Reno," ajak Mitha pada pemuda tersebut. "Kamu yang pulang, bukan aku! "Tapi, Reno -""Satu!"Mitha tercekat ketika Moreno sudah mulai menghitung. Sementara Moreno maju lebih ke tepi sungai dan itu membuat Mitha semakin was-was."Dua!"Moreno masih melanjutkan hitungannya hingga Mitha benar-benar dibuat frustasi dengan apa yang dilakukan oleh Moreno padanya. "Mundur, Ay!"Sebuah suara terdengar membuat rasa frustasi Mitha buyar. Ia mengira ia salah mendengar suara Jee, ternyata tidak, Jee benar-benar ada di belakangnya dan bergerak mendekati Moreno tanpa diketahui oleh Moreno.Meskipun menyetujui untuk tidak mengikuti mobil Moreno atas perintah Moreno lewat Mitha, tapi perasaan Jee yang tidak nyaman membuat pria itu memutus
Moreno tidak menanggapi ancaman yang diucapkan oleh Jee, karena dokter yang memeriksa Mitha keluar. Keduanya sama-sama mendekati dokter tersebut."Pihak keluarganya mana?" tanya sang dokter sambil menatap ke arah Moreno dan Jee bergantian."Saya suaminya, Dokter!"Ucapan Moreno membuat Jee mencibir. "Cuma suami kontrak aja bangga!" gerutunya, tapi Moreno mengabaikan gerutuan yang dilakukan oleh Jee. Ia lebih fokus untuk menanyakan apa yang terjadi pada Mitha, hingga perempuan itu jadi mendadak pingsan."Baik. Istri Anda kelelahan, psikisnya tertekan, hingga ia menjadi banyak pikiran, kalau bisa jangan buat dia tertekan, stresss dan banyak pikiran, usahakan dia rileks, sebab, istri Anda ini termasuk pasien yang sulit tidur karena insomnia, banyak pikiran akan membuat dia tidak bisa istirahat dengan baik dan itu berbahaya. Bisa dimengerti?"Dokter itu menjelaskan, dan Moreno mengiyakan, hingga akhirnya, sang dokter memberikan resep pada Moreno agar Moreno nanti menebusnya."Apa gue bil
"Kamu keterlaluan!" kata Mitha dengan nada suara tertahan karena merasa terkejut sekaligus marah atas apa yang diucapkan oleh Moreno padanya. "Mau tidak?""Enggak!""Ini permintaan terakhirku setelah itu kamu bebas, atau aku yang mencium kamu lebih dulu? Sama saja, bagaimana?""Buka pintunya! Aku turun di sini aja!"Moreno tersenyum kecut mendengar permintaan Mitha tapi ia tidak melakukan apa yang diucapkan oleh perempuan tersebut, tetap diam seolah menunggu Mitha berubah pikiran."Cuma mencium kamu tidak mau, padahal satu ciuman aku hargai puluhan juta, utang kamu lunas, kenapa masih tidak mau?""Karena kamu merendahkan harga diriku sebagai perempuan!""Aku tidak merendahkan kamu, justru aku sangat mengistimewakan kamu sampai ciuman kamu saja aku hargai segitu, kenapa kamu merasa direndahkan?"Mitha bungkam, ia memalingkan wajahnya tidak mau menatap wajah Moreno yang saat itu mencondongkan tubuh ke arahnya.Perlahan, satu tangan Moreno terulur, setan di sebelah kiri telinganya berbi
"Maaf, aku tidak bisa.""Kenapa tidak bisa? Kamu enggak mau ngasih kesempatan aku sekali lagi?""Rani, percuma, meskipun aku ngasih kesempatan buat kamu, percuma juga, kamu tetap tidak akan bisa menjaga hatimu hanya untuk aku.""Kamu benar-benar marah gara-gara insiden di bangunan itu, ya?""Tidak bisa ditolerir lagi, sudahlah, lupakan semuanya, kamu bebas menentukan jalan hidup kamu, Rani, begitu juga aku, sekarang kamu pergi!""Ridwan -""Pergi, Rani! Aku mohon!"Mendengar Ridwan yang membentaknya seperti itu, mau tidak mau Rani pergi meninggalkan Ridwan meskipun ia tidak mau melakukan hal itu. Tetapi, apa mau dikata, Ridwan sudah benar-benar habis kesabarannya.Semenjak melihat Rani justru berhubungan intim dikala ia sudah berencana untuk memberikan kesempatan perempuan tersebut sekali lagi, tapi ternyata, Rani justru menyia-nyiakan kesempatan itu dengan berhubungan intim dengan Dafa, bagaimana mungkin Ridwan percaya Rani akan berubah. Rani berdiri di depan kost di mana Ridwan ber
"Meskipun kamu itu senior dari segala para rider, bukan berarti aku tidak bisa menghajar kamu, Dragon! Kau ingin bertarung, sini aku ladeni!"Dragon geleng-geleng kepala mendengar tantangan yang diucapkan oleh Mister X, ia mendorong Mister X perlahan yang mendesaknya seperti seseorang yang sudah tidak sabar untuk bertarung. Wajahnya masih terlihat tenang hingga Mister X semakin kesal dengan reaksi Dragon yang di matanya menyebalkan."Aku tidak mau membuang waktuku untuk hal yang sia-sia, Xoyen, sekarang pergilah, hentikan semua kekacauan yang sudah kau lakukan selama ini termasuk perbuatan kamu pada Moreno, dia sedang berkabung, apakah kamu tidak punya sedikit empati padanya?""Ini urusanku, kamu tidak perlu ikut campur, jika kamu memang terlalu luang untuk ikut campur, aku berikan sedikit pekerjaan untuk kamu, datang pada malam akhir pekan, jika tidak, di antara aku dan Moreno ada yang akan mati!"Setelah mengatakan hal seperti itu pada Dragon, Mister X segera berbalik dan menendang
"Lu ini gila apa? Kenapa mau kerja sama orang yang enggak kaya lagi?""Apakah Tuan tidak mengizinkan?""Ya, udah! Terserah lu aja, tapi gue enggak bisa ngasih gaji setara seperti bokap gue, ya?""Baik, Tuan!""Dibilangin enggak usah lagi manggil Tuan.""Izinkan saya tetap memanggil Tuan dengan sebutan itu, saya sudah terbiasa melakukannya, kalau dirubah, rasanya akan canggung."Moreno menghela napas. Ia akhirnya mengiyakan apa yang diinginkan oleh Danu, dan Danu mengucapkan terima kasih pada Moreno yang meloloskan keinginannya.Ia membiarkan Moreno berlalu meninggalkannya meskipun masih ada hal yang ada di pikirannya tentang persoalan Moreno dengan Mister X. Tetapi, karena ia melihat wajah Moreno seperti tidak suka terlalu banyak diberi pertanyaan, Danu mau tidak mau menunda niatnya yang ingin membahas itu lalu menunggu momen yang tepat sampai ia bisa membahas masalah tersebut dengan Moreno.***Viona melangkah mendekati suaminya yang sejak beberapa hari yang lalu berdiam diri di kama
Mendengar apa yang diucapkan oleh suaminya, harga diri Viona sebagai perempuan semakin tercabik. Jika tadi, masih ada perasaan tidak enak sudah berani mengatakan soal perpisahan segala lantaran ia masih mencintai sang suami, tapi kali ini tidak, Viona benar-benar sudah hilang kesabaran hingga ia melangkahkan kakinya mendekati sang suami dan berhenti di jarak yang lumayan dekat dengan jarak suaminya tersebut."Aku akan minta maaf kalau aku memang sedang melakukan kesalahan, Salim, tapi dalam kasus kita, aku merasa tidak melakukan kesalahan sama sekali, jadi kamu tidak bisa membuat aku minta maaf padamu, tapi baiklah, agar kamu merasa puas, aku akan minta maaf, aku minta maaf karena tidak bisa lagi bersabar dalam pernikahan kita yang sekarang berubah dingin ini."Setelah mengatakan hal itu pada Pak Salim, Viona berbalik dan segera menyambar tas yang sudah terisi penuh dengan pakaian dan perlengkapannya seadanya. Wanita berambut panjang itu segera keluar dari kamar tanpa peduli dengan
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,