Mitha tidak bisa bicara untuk sesaat setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Tante Mila padanya. Rasanya sangat sesak karena perempuan itu mengatakan ia tidak pernah mencintai Moreno saat di masa lalu lantaran ia memilih meninggalkan Moreno.Ingin rasanya ia menyangkal, tapi Mitha berusaha untuk maklum karena sekarang perempuan itu sedang labil dikarenakan dalam situasi berduka. Itu sebabnya, Mitha memilih untuk diam saja daripada emosi Tante Mila semakin tersulut dan mereka ribut sementara banyak sekali orang di sekitar pemakaman yang belum seluruhnya kembali ke rumah masing-masing.Sementara itu, Maira yang berhasil mengejar Moreno nekat mencekal pergelangan tangan pemuda tersebut agar Moreno tidak terus beranjak semakin jauh dari lokasi makam ayahnya hanya sekedar membuang diri dari keramaian."Reno, jangan jauh-jauh, kamu mau tersesat di pemakaman karena pergi terlalu jauh?" kata Maira sambil menarik lengan Moreno agar pemuda itu menghentikan keinginannya untuk terus melangkah.
"Aku tahu kamu sedang menyudutkan aku, tapi aku benar-benar mengatakan bahwa kamu memang sudah lulus sensor.""Lulus sensor dalam rangka apa?""Mencintai seseorang dengan tulus.""Ohya?""Iya.""Entahlah, aku enggak tahu apakah aku bisa dikatakan tulus atau tidak, yang jelas rasanya ini sangat menyesakkan.""Itu sudah tulus, Maira. Ketika kamu mencintai seseorang, dan kamu tidak memaksakan kehendak kamu dan lega orang yang kamu cintai bahagia meskipun enggak sama kamu, itu artinya kamu sudah lolos sensor, kamu mencintai Moreno dengan tulus, dan aku yakin, ketulusan kamu akan membuat dia bisa luluh pada akhirnya.""Tidak perlu menghiburku. Dia tidak akan pernah luluh sama aku, setiap kali dia sama aku dia selalu mengomel, aku juga sudah mau berusaha move on, kok. Udah capek!""Tidak mau berusaha lagi?""Malas. Usiaku sudah hampir kepala 4, sudah diatas 30, rasanya kalau waktuku hanya untuk mengejar seseorang yang tidak suka sama aku, aku bakal terlambat menikah, orang tuaku akan kecewa
"Terus, gue diem aja saat dia mengusik dan meneror gue, gitu?""Sebenarnya, lu bisa menyelesaikan masalah lu itu dengan cara nanya sama dia, apa yang dia mau.""Yang bener aja, kalian sendiri enggak mau melakukan apa yang dia inginkan.""Mengumpulkan rider level A di area balap yang sudah dia tentukan?""Ya!""Karena itu percuma, buang waktu, kita semua tau ada resiko yang bisa mengusik kehidupan yang sudah kita atur ulang dengan baik, gitu juga dengan lu, kan?""Masalah enggak akan selesai, sampe gue melakukan apa yang dia inginkan, Jee. Udahlah, enggak usah banyak omong lu, lu enggak tau apa yang sebenarnya terjadi, jadi enggak usah sok bilang gue buang waktu!""Terus, Mitha gimana?""Mulai sekarang, dia akan pulang ke rumah, enggak ada lagi kaitannya sama gue.""Serius?""Berisik!""Wasiat dari bokap lu, kah?""Bukan!""Terus?""Perjanjian gue sama Miko!""Si setan itu, lu ketemu sama dia?""Ya.""Tapi kenapa lu melakukan perjanjian sama dia?""Biar gue bebasin adiknya.""Pantes. T
Mendengar pertanyaan yang diberikan oleh Mitha padanya, Danu menatap wanita itu dengan tatapan mata serius. "Bisakah Nona tidak menjaga jarak dengan Tuan Moreno?" katanya dengan sangat hati-hati seolah permintaannya itu takut menyinggung perasaan Mitha. "Oh, tentu.""Eh, Nona tidak keberatan?"Danu terlihat tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Mitha hingga ia melontarkan pertanyaan seperti itu pada wanita tersebut. "Iya, aku enggak akan memusuhi dia, karena biar bagaimanapun, dia itu seseorang yang pernah menolongku meskipun caranya sedikit ekstrim.""Terima kasih, Nona, sekarang saya tahu kenapa Tuan Moreno begitu sulit untuk melupakan Nona, karena hati Nona sangat pemaaf.""Karena aku juga merasa salah sudah membuat kekacauan di keluarga Moreno, Danu. Kepergian Pak Marvel itu cukup membuat aku menjadi merasa bersalah, aku sudah membuat beliau terpukul, jadi bukan salah Moreno saja."Ucapan Mitha disusul dengan teriakan Jee yang meminta perempuan itu cepat mengikutinya. Ha
"Reno," panggil Mitha sambil memperhatikan Jee yang ada di belakang mobil Moreno. "Heem.""Tolong, jangan bikin masalah baru."Moreno melirik ke arah Mitha ketika perempuan itu bicara demikian padanya."Apa karena dia yang mengikuti kita di belakang?" Moreno balik bertanya sambil mengarahkan pandangannya ke kaca spion mobilnya."Jee enggak akan melakukan tindakan kalau enggak ada alasannya.""Aku juga punya alasan, jadi kamu diam saja kalau memang kamu mau pulang ke rumah tanpa ada rasa bersalah.""Ya, tapi kita mau ke mana? Ini udah beda jalan menuju rumah aku, kan?""Aku bilang hari ini adalah hari terakhir kita seperti ini, besok aku berjanji untuk bersikap berbeda.""Tapi, kita mau ke mana?""Tidak perlu tahu!"Moreno menjawab singkat dan segera menambah kecepatan mobilnya hingga Jee yang mengikutinya di belakang sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Moreno."Moreno itu mau ngapain sih? Dia mau nganter Mitha pulang atau bawa kabur?" gerutu Jee sambil menambah kecepatan
Mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno, Mitha jadi terkejut, bagaimana ia tidak terkejut, ia tidak mungkin pergi sementara Moreno sendirian di tempat seperti itu, tapi jika ia tidak pergi, ancaman Moreno tadi sama saja lebih mengerikan menurutnya."Kita pulang, Reno," ajak Mitha pada pemuda tersebut. "Kamu yang pulang, bukan aku! "Tapi, Reno -""Satu!"Mitha tercekat ketika Moreno sudah mulai menghitung. Sementara Moreno maju lebih ke tepi sungai dan itu membuat Mitha semakin was-was."Dua!"Moreno masih melanjutkan hitungannya hingga Mitha benar-benar dibuat frustasi dengan apa yang dilakukan oleh Moreno padanya. "Mundur, Ay!"Sebuah suara terdengar membuat rasa frustasi Mitha buyar. Ia mengira ia salah mendengar suara Jee, ternyata tidak, Jee benar-benar ada di belakangnya dan bergerak mendekati Moreno tanpa diketahui oleh Moreno.Meskipun menyetujui untuk tidak mengikuti mobil Moreno atas perintah Moreno lewat Mitha, tapi perasaan Jee yang tidak nyaman membuat pria itu memutus
Moreno tidak menanggapi ancaman yang diucapkan oleh Jee, karena dokter yang memeriksa Mitha keluar. Keduanya sama-sama mendekati dokter tersebut."Pihak keluarganya mana?" tanya sang dokter sambil menatap ke arah Moreno dan Jee bergantian."Saya suaminya, Dokter!"Ucapan Moreno membuat Jee mencibir. "Cuma suami kontrak aja bangga!" gerutunya, tapi Moreno mengabaikan gerutuan yang dilakukan oleh Jee. Ia lebih fokus untuk menanyakan apa yang terjadi pada Mitha, hingga perempuan itu jadi mendadak pingsan."Baik. Istri Anda kelelahan, psikisnya tertekan, hingga ia menjadi banyak pikiran, kalau bisa jangan buat dia tertekan, stresss dan banyak pikiran, usahakan dia rileks, sebab, istri Anda ini termasuk pasien yang sulit tidur karena insomnia, banyak pikiran akan membuat dia tidak bisa istirahat dengan baik dan itu berbahaya. Bisa dimengerti?"Dokter itu menjelaskan, dan Moreno mengiyakan, hingga akhirnya, sang dokter memberikan resep pada Moreno agar Moreno nanti menebusnya."Apa gue bil
"Kamu keterlaluan!" kata Mitha dengan nada suara tertahan karena merasa terkejut sekaligus marah atas apa yang diucapkan oleh Moreno padanya. "Mau tidak?""Enggak!""Ini permintaan terakhirku setelah itu kamu bebas, atau aku yang mencium kamu lebih dulu? Sama saja, bagaimana?""Buka pintunya! Aku turun di sini aja!"Moreno tersenyum kecut mendengar permintaan Mitha tapi ia tidak melakukan apa yang diucapkan oleh perempuan tersebut, tetap diam seolah menunggu Mitha berubah pikiran."Cuma mencium kamu tidak mau, padahal satu ciuman aku hargai puluhan juta, utang kamu lunas, kenapa masih tidak mau?""Karena kamu merendahkan harga diriku sebagai perempuan!""Aku tidak merendahkan kamu, justru aku sangat mengistimewakan kamu sampai ciuman kamu saja aku hargai segitu, kenapa kamu merasa direndahkan?"Mitha bungkam, ia memalingkan wajahnya tidak mau menatap wajah Moreno yang saat itu mencondongkan tubuh ke arahnya.Perlahan, satu tangan Moreno terulur, setan di sebelah kiri telinganya berbi