Mendengar apa yang diucapkan oleh Rani, tentu saja Ridwan tidak bisa berkata apapun untuk sesaat. Ia mengusap wajahnya, dan Rani menjadi gemas sendiri melihat wajah Ridwan yang gugup seperti itu. Perempuan itu memberikan kode untuk Ridwan, bahwa pria itu harus memulai dari miliknya dulu yang disentuh manual oleh Ridwan, bukan langsung memasuki.Melihat kode yang diberikan oleh Rani, Ridwan jadi teringat dengan film biru yang pernah ia lihat. Bukankah hal yang diinginkan Rani sama dengan yang ia lihat disana? Ridwan pun mulai paham, meskipun ia merasa sangat gugup karena tidak pernah melakukan hal itu pada seorang wanita. Perlahan pria itu menunduk, mendekati milik Rani yang sudah menanti untuk disentuh dari tadi. Sementara itu, Rani yang merasa dua tangan Ridwan memegang dua pahanya yang terbuka sudah yakin posisi yang dilakukan oleh Ridwan sudah tepat, hingga perempuan itu menjulurkan tangannya untuk mencari kepala Ridwan apakah bisa digapainya.Ketika ia sudah mendapatkan apa yang
"Ah, tidak. Aku bukan mata-mata, ya, aku memang menyukai Moreno, itu sebabnya aku kesal saat dia seenaknya memecat ku, tapi bukan berarti aku mata-mata dia, kamu enggak percaya sama aku?"Belepotan sekali Rani berusaha untuk menjelaskan, hingga Ridwan mengepalkan telapak tangannya. Ia tadi sempat berpikir, Rani menggodanya karena masih menyukainya, tapi ternyata....Dia menyukai si pembunuh itu, hebat sekali, sudah membunuh juga tetap disukai, enak sekali si Moreno itu?Hatinya bicara, dan itu membuat emosinya masih tidak bisa ia atasi.Ridwan segera menyambar celananya, dan memakainya tergesa setelah itu ia melemparkan pakaian Rani dan meminta perempuan itu segera berpakaian karena tidak mau ia terpancing birahi kembali melihat tubuh polos mantan pacarnya tersebut.Tetapi, Rani tidak bergeming, perempuan itu tidak memakai pakaiannya meskipun sekarang Ridwan sudah berpakaian kembali. "Ridwan, kamu berpikir aku masih suka sama kamu?" Suara Rani membuat gerakan Ridwan yang ingin ke b
"Tidak perlu memburu, kalau kau hamil, aku bersedia untuk bertanggung jawab, jadi kau tenang saja!""Bertanggung jawab? Yang benar saja, kamu pikir aku mau menikah sama kamu?""Oke! Terserah! Kamu sendiri yang datang menggodaku, tapi kamu juga yang meributkan banyak hal karena resikonya, pusing aku!"Nada suara Ridwan terdengar meninggi saat mengucapkan kata-kata itu di hadapan Rani. Gairahnya yang tadi sempat muncul kembali kini musnah.Pria itu kesal karena mendengar ucapan Rani yang tegas mengatakan bahwa perempuan itu tidak mau menikah dengannya jika ternyata Rani hamil."Kamu kok jadi marah-marah? Aku datang ke sini untuk membuat kesepakatan sama kamu, disertai hadiahnya, bukan ngajak kamu balikan lagi, Ridwan.""Ya, sudah! Gugurkan saja anak itu kalau kamu memang segitu bencinya sama aku, lalu tidak perlu lagi kita bercinta kalau kamu hanya ingin bersenang-senang aja sama aku!"Rani ingin merespon apa yang diucapkan oleh Ridwan padanya. Tetapi tiba-tiba saja, sebuah ketukan terd
"Apa yang dia inginkan?" tanya Ridwan pada Dragon."Seperti yang aku ucapkan tadi, dia ingin kamu tidak mengikuti gaya hidupnya. Apapun itu, agar dia bisa tenang dalam kematiannya.""Apakah dia menyinggung soal pembalasan?""Tidak ada.""Kau yakin?""Tidak ingin kamu menjadi dirinya itu sudah jelas, artinya dia tidak mau kamu melakukan sesuatu yang melanggar hukum, bagiku itu juga termasuk, hentikan semuanya, Ridwan, memelihara dendam tidak akan membuat kamu akan senang.""Benar, aku tidak tenang, tapi tidak membuat Moreno mendapatkan balasan juga bukan sebuah hal yang membuat aku bisa tenang.""Ridwan. Orang yang bersekutu dengan kamu itu bukan orang yang mudah untuk ditinggalkan, jika kau sudah bersama dia, maka selanjutnya dia akan menuntut kamu untuk terus bersama dengan dia melakukan sesuatu yang melanggar hukum, apa kau ingin hidup mu jadi hancur?""Sudahlah, kamu tidak mau membantuku tapi kau justru banyak bicara, di hadapanku, aku tidak suka!""Ridwan! Aku bersikap seperti ini
"Tentu saja, dia seorang pembalap yang pernah dekat dengan mantan Moreno itu, kan?""Apa?""Ya." "Jadi, maksudmu, mantan Moreno itu berhubungan juga dengan Dragon?""Ya, siapa tahu, dia kayaknya cari aman, mungkin dia akan melakukan apapun demi mantannya itu, kalo enggak, kenapa Dragon selalu berusaha menahan kamu untuk membalas dendam?"Ridwan terdiam. Apa yang dikatakan Rani cukup membuat ia terkejut. Tetapi untuk membahas itu lebih dalam, Ridwan juga tidak berminat karena khawatir Rani justru meminta imbalan. Akhirnya, Ridwan keluar kamar untuk mandi dan membiarkan Rani tidur di kamarnya lantaran tidak mau perempuan itu justru membuat keributan jika tidak diizinkan untuk tidur di kamarnya.***"Kenapa kamu masuk?" Mitha terkejut ketika melihat Moreno yang tiba-tiba saja sudah berada di kamar di mana ia berada selama di rumah Moreno. Saat itu, anaknya sedang bermain dengan kakek Moreno dan ia sendiri sedang membereskan kamar itu sampai kemudian Moreno masuk tanpa suara."Kenapa?
Melihat gelagat kakeknya yang ingin memberikan nasihat pada Mitha, Moreno segera memberikan isyarat pada pria itu bahwa ia akan menunggu Mitha di beranda saja. Sang kakek setuju, hingga Moreno langsung melangkah meninggalkan ruang keluarga di mana, Mitha sudah tiba di dekat kakeknya."Bagaimana keadaanmu?" tanya kakek Moreno ketika Mitha sudah ada di dekatnya. "Alhamdulillah, Kek. Hanya sedikit sakit sesekali, tapi tidak begitu parah seperti biasanya." Kakek Moreno mengucapkan alhamdulillah ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Mitha. Dan, ia meminta Mitha untuk duduk di sebelahnya dahulu sebelum pergi bersama Moreno di rumah sakit."Nak, kenapa kau tertarik dengan kalung Moreno?"Pertanyaan kakek Moreno membuat Mitha sedikit terkejut karena tidak menyangka pria itu membahas masalah tersebut. "Tidak. Aku hanya ingin tahu apakah Moreno masih memerlukan kalung itu, Kek, setelah sekian lama.""Kalung itu harus selalu dipakai Moreno, karena banyak sekali kekuatan negatif yang mengi
"Adam, sudahlah, ini persoalan orang dewasa, kau tidak perlu banyak ikut campur, sekolah saja yang benar jangan berbuat sembarangan, ingat pesan aku, kamu jangan berinteraksi dengan Moreno, ya?""Moreno itu temanku jauh sebelum Kakak kenal dia, jadi, Kakak tidak bisa melarang aku untuk berinteraksi dengan dia, Kak!""Adam!""Sudahlah, baik. Aku akan patuh sama Kakak, asalkan Kakak mau jujur sama aku!"Maira berdecak kesal karena sang adik sangat sulit untuk diajak bicara. Dari kejauhan, Tono terlihat bersusah payah naik ke pematang sawah hingga Maira merasa ia tidak memiliki waktu yang banyak untuk tetap bicara dengan Adam, tidak mau pria yang sudah beristri itu mendesaknya untuk menerima lamarannya segala."Jujur soal apa? Kamu itu sekarang pandai bicara, heran aku!""Kakak belum jawab pertanyaan aku, Kakak suka dengan Moreno, kan?""Kenapa kamu ngotot banget nanya hal yang bikin kesel aku kayak gitu, sih?"Wajah Maira terlihat tidak nyaman ketika mengatakan hal itu pada Adam, sebab,
"Dia sebenarnya bisa bangkit kalau dia tidak bermain-main terus dengan masalalunya!""Namanya juga cinta, Kak.""Terus aku? Kamu pikir melupakan mantan tunangan itu mudah? Enggak, Adam. Aku juga terpuruk tapi aku punya kemauan untuk melupakan, beda sama Moreno, dia terlalu asyik dan angkuh bahwa semua bisa ia dapatkan dengan mudah!""Ya. Mungkin Kakak benar, tapi sebenarnya hati pria dan hati wanita itu beda, enggak sama, jadi cara untuk bertahan dan kuat itu juga enggak sama.""Tapi tetap aja, kalau enggak usaha mau sampai kapan dia kayak gitu terus?""Jadi, Kakak enggak mau bantu dia untuk bangkit?""Enggak!"Maira berbalik dan melangkah meninggalkan Adam yang hanya geleng-geleng kepala melihat reaksinya tentang saran sang adik."Moreno itu sekali jatuh cinta akan sulit untuk berpaling, Kak. Jadi aku yakin kalau Kakak sama dia, Kakak enggak akan dikecewakan lagi apalagi Kakak juga cinta sama dia, setidaknya perempuan itu mudah membuat pria jatuh cinta."Adam bicara sendiri sambil men
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,