Mata Ridwan melotot mendengar ancaman yang diucapkan oleh Rani padanya.Apalagi saat itu, Rani juga langsung mengeratkan genggamannya di bagian bawah perut Ridwan hingga pria itu buru-buru menyetujui permintaan Rani lalu setelah itu menjauhkan tangan Rani dari kelelakiannya khawatir Rani benar-benar menyakiti barang berharganya itu dengan nekat."Baiklah! Tapi, aku tidak bisa memutuskan sendiri, aku harus mengatakan masalah ini pada seseorang, agar nantinya aku tidak dianggap sembarangan bertindak.""Siapa orang itu?""Seseorang yang juga memiliki dendam dengan Moreno.""Ya, aku tahu, tapi siapa? Bisakah aku mengetahui siapa tahu aku kenal?""Maaf, aku tidak bisa mengatakannya tanpa izin, aku khawatir orang itu marah, maaf.""Ya, udah. Enggak papa. Aku juga enggak peduli dia siapa, yang penting dia satu tujuan sama kita."Rani beringsut usai mengucapkan itu pada Ridwan, ia mendekati Ridwan tapi Ridwan yang trauma dengan apa yang tadi dilakukan oleh Rani pada bagian bawah perutnya jadi
Mendengar apa yang diucapkan oleh Rani, tentu saja Ridwan tidak bisa berkata apapun untuk sesaat. Ia mengusap wajahnya, dan Rani menjadi gemas sendiri melihat wajah Ridwan yang gugup seperti itu. Perempuan itu memberikan kode untuk Ridwan, bahwa pria itu harus memulai dari miliknya dulu yang disentuh manual oleh Ridwan, bukan langsung memasuki.Melihat kode yang diberikan oleh Rani, Ridwan jadi teringat dengan film biru yang pernah ia lihat. Bukankah hal yang diinginkan Rani sama dengan yang ia lihat disana? Ridwan pun mulai paham, meskipun ia merasa sangat gugup karena tidak pernah melakukan hal itu pada seorang wanita. Perlahan pria itu menunduk, mendekati milik Rani yang sudah menanti untuk disentuh dari tadi. Sementara itu, Rani yang merasa dua tangan Ridwan memegang dua pahanya yang terbuka sudah yakin posisi yang dilakukan oleh Ridwan sudah tepat, hingga perempuan itu menjulurkan tangannya untuk mencari kepala Ridwan apakah bisa digapainya.Ketika ia sudah mendapatkan apa yang
"Ah, tidak. Aku bukan mata-mata, ya, aku memang menyukai Moreno, itu sebabnya aku kesal saat dia seenaknya memecat ku, tapi bukan berarti aku mata-mata dia, kamu enggak percaya sama aku?"Belepotan sekali Rani berusaha untuk menjelaskan, hingga Ridwan mengepalkan telapak tangannya. Ia tadi sempat berpikir, Rani menggodanya karena masih menyukainya, tapi ternyata....Dia menyukai si pembunuh itu, hebat sekali, sudah membunuh juga tetap disukai, enak sekali si Moreno itu?Hatinya bicara, dan itu membuat emosinya masih tidak bisa ia atasi.Ridwan segera menyambar celananya, dan memakainya tergesa setelah itu ia melemparkan pakaian Rani dan meminta perempuan itu segera berpakaian karena tidak mau ia terpancing birahi kembali melihat tubuh polos mantan pacarnya tersebut.Tetapi, Rani tidak bergeming, perempuan itu tidak memakai pakaiannya meskipun sekarang Ridwan sudah berpakaian kembali. "Ridwan, kamu berpikir aku masih suka sama kamu?" Suara Rani membuat gerakan Ridwan yang ingin ke b
"Tidak perlu memburu, kalau kau hamil, aku bersedia untuk bertanggung jawab, jadi kau tenang saja!""Bertanggung jawab? Yang benar saja, kamu pikir aku mau menikah sama kamu?""Oke! Terserah! Kamu sendiri yang datang menggodaku, tapi kamu juga yang meributkan banyak hal karena resikonya, pusing aku!"Nada suara Ridwan terdengar meninggi saat mengucapkan kata-kata itu di hadapan Rani. Gairahnya yang tadi sempat muncul kembali kini musnah.Pria itu kesal karena mendengar ucapan Rani yang tegas mengatakan bahwa perempuan itu tidak mau menikah dengannya jika ternyata Rani hamil."Kamu kok jadi marah-marah? Aku datang ke sini untuk membuat kesepakatan sama kamu, disertai hadiahnya, bukan ngajak kamu balikan lagi, Ridwan.""Ya, sudah! Gugurkan saja anak itu kalau kamu memang segitu bencinya sama aku, lalu tidak perlu lagi kita bercinta kalau kamu hanya ingin bersenang-senang aja sama aku!"Rani ingin merespon apa yang diucapkan oleh Ridwan padanya. Tetapi tiba-tiba saja, sebuah ketukan terd
"Apa yang dia inginkan?" tanya Ridwan pada Dragon."Seperti yang aku ucapkan tadi, dia ingin kamu tidak mengikuti gaya hidupnya. Apapun itu, agar dia bisa tenang dalam kematiannya.""Apakah dia menyinggung soal pembalasan?""Tidak ada.""Kau yakin?""Tidak ingin kamu menjadi dirinya itu sudah jelas, artinya dia tidak mau kamu melakukan sesuatu yang melanggar hukum, bagiku itu juga termasuk, hentikan semuanya, Ridwan, memelihara dendam tidak akan membuat kamu akan senang.""Benar, aku tidak tenang, tapi tidak membuat Moreno mendapatkan balasan juga bukan sebuah hal yang membuat aku bisa tenang.""Ridwan. Orang yang bersekutu dengan kamu itu bukan orang yang mudah untuk ditinggalkan, jika kau sudah bersama dia, maka selanjutnya dia akan menuntut kamu untuk terus bersama dengan dia melakukan sesuatu yang melanggar hukum, apa kau ingin hidup mu jadi hancur?""Sudahlah, kamu tidak mau membantuku tapi kau justru banyak bicara, di hadapanku, aku tidak suka!""Ridwan! Aku bersikap seperti ini
"Tentu saja, dia seorang pembalap yang pernah dekat dengan mantan Moreno itu, kan?""Apa?""Ya." "Jadi, maksudmu, mantan Moreno itu berhubungan juga dengan Dragon?""Ya, siapa tahu, dia kayaknya cari aman, mungkin dia akan melakukan apapun demi mantannya itu, kalo enggak, kenapa Dragon selalu berusaha menahan kamu untuk membalas dendam?"Ridwan terdiam. Apa yang dikatakan Rani cukup membuat ia terkejut. Tetapi untuk membahas itu lebih dalam, Ridwan juga tidak berminat karena khawatir Rani justru meminta imbalan. Akhirnya, Ridwan keluar kamar untuk mandi dan membiarkan Rani tidur di kamarnya lantaran tidak mau perempuan itu justru membuat keributan jika tidak diizinkan untuk tidur di kamarnya.***"Kenapa kamu masuk?" Mitha terkejut ketika melihat Moreno yang tiba-tiba saja sudah berada di kamar di mana ia berada selama di rumah Moreno. Saat itu, anaknya sedang bermain dengan kakek Moreno dan ia sendiri sedang membereskan kamar itu sampai kemudian Moreno masuk tanpa suara."Kenapa?
Melihat gelagat kakeknya yang ingin memberikan nasihat pada Mitha, Moreno segera memberikan isyarat pada pria itu bahwa ia akan menunggu Mitha di beranda saja. Sang kakek setuju, hingga Moreno langsung melangkah meninggalkan ruang keluarga di mana, Mitha sudah tiba di dekat kakeknya."Bagaimana keadaanmu?" tanya kakek Moreno ketika Mitha sudah ada di dekatnya. "Alhamdulillah, Kek. Hanya sedikit sakit sesekali, tapi tidak begitu parah seperti biasanya." Kakek Moreno mengucapkan alhamdulillah ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Mitha. Dan, ia meminta Mitha untuk duduk di sebelahnya dahulu sebelum pergi bersama Moreno di rumah sakit."Nak, kenapa kau tertarik dengan kalung Moreno?"Pertanyaan kakek Moreno membuat Mitha sedikit terkejut karena tidak menyangka pria itu membahas masalah tersebut. "Tidak. Aku hanya ingin tahu apakah Moreno masih memerlukan kalung itu, Kek, setelah sekian lama.""Kalung itu harus selalu dipakai Moreno, karena banyak sekali kekuatan negatif yang mengi
"Adam, sudahlah, ini persoalan orang dewasa, kau tidak perlu banyak ikut campur, sekolah saja yang benar jangan berbuat sembarangan, ingat pesan aku, kamu jangan berinteraksi dengan Moreno, ya?""Moreno itu temanku jauh sebelum Kakak kenal dia, jadi, Kakak tidak bisa melarang aku untuk berinteraksi dengan dia, Kak!""Adam!""Sudahlah, baik. Aku akan patuh sama Kakak, asalkan Kakak mau jujur sama aku!"Maira berdecak kesal karena sang adik sangat sulit untuk diajak bicara. Dari kejauhan, Tono terlihat bersusah payah naik ke pematang sawah hingga Maira merasa ia tidak memiliki waktu yang banyak untuk tetap bicara dengan Adam, tidak mau pria yang sudah beristri itu mendesaknya untuk menerima lamarannya segala."Jujur soal apa? Kamu itu sekarang pandai bicara, heran aku!""Kakak belum jawab pertanyaan aku, Kakak suka dengan Moreno, kan?""Kenapa kamu ngotot banget nanya hal yang bikin kesel aku kayak gitu, sih?"Wajah Maira terlihat tidak nyaman ketika mengatakan hal itu pada Adam, sebab,