Mendengar apa yang diucapkan oleh Viona, Pak Salim semakin terpojok, ia tidak menyangka istrinya bisa tahu apa yang ia lakukan secara diam-diam selama ini, hingga ia mati kutu ketika istrinya mengucapkan kata-kata itu padanya. Sebenarnya bukan kali pertama, Viona menyinggung masalah itu, beberapa hari yang lalu, istrinya juga membahas masalah tersebut dengannya, tapi Pak Salim berusaha untuk membantah. Tetapi sekarang, di depan ayah dan juga kakeknya, Pak Salim sulit untuk melakukan bantahan karena sepertinya ayah dan kakeknya juga lebih percaya istrinya daripada dengan dirinya."Apakah yang dikatakan Viona itu benar, Salim? Kau tidak ada bedanya dengan Moreno, kah? Melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang dahulu?"Suara ayahnya terdengar dan Pak Salim mengusap wajahnya dengan kasar mendengar apa yang dipertanyakan oleh sang ayah."Aku hanya ingin mempertahankan posisi ku di perusahaan, Pi...."Akhirnya, Pak Salim bicara demikian dengan nada suara perlahan."Perusahaan dialihkan ke M
"Jangan pergi gitu aja, gue mau ngomong sama lu!" katanya pada Dafa dan hal itu tentu saja membuat Dafa jadi semakin sebal. Pikirannya sekarang sudah penuh masih harus juga ditambah dengan aksi Combro yang menurutnya sangat menyebalkan."Kita tidak punya urusan lagi, Combro, jangan kurang ajar kamu, aku bisa menuntut kamu kalau kamu kurang ajar padaku!""Gue yang harusnya nuntut lu dan si Salim itu, lu pake jasa gue tapi seenaknya lu ganti gue dengan si Mister X itu!""Salahnya di mana? Kami punya uang, kami bebas untuk memutuskan, jadi kamu tidak perlu banyak protes!""Masih ada sisa dari pembayaran yang belum lu lunasi ke gue, Dafa, kalo lu kagak mau bayar, gue akan bilang pada semua wartawan bisnis kalo lu yang memberikan perintah pada gue untuk menembak Moreno pada waktu itu!""Kamu mengancam?""Ini bukan sekedar ancaman, tapi sebuah peringatan, kalo lu kagak mau bayar gue, tetap pake gue dan singkirkan si Mister X itu dari tugas tugas yang lu dan Salim berikan!""Tidak bisa. Dia
Moreno sebal mendengar apa yang diucapkan oleh Miko, ia melangkahkan kakinya mendekati tepi pembaringan agar ia bisa lebih dekat dengan kakak kembar Mitha tersebut."Lu itu udah sekarat, masih aja ngomong sembarangan soal gue, mau gue kepret?"Miko tersenyum kecut mendengar ancaman yang diucapkan oleh Moreno, seraya menentang tatapan mata Moreno. "Tepati janji kamu!" Tanpa menanggapi ancaman yang diucapkan oleh Moreno, Miko langsung mengucapkan kata-kata itu pada Moreno dengan raut wajah yang terlihat serius meskipun ia masih menahan rasa sakit pada tubuhnya."Bokap gue sekarang masuk rumah sakit, lu enggak usah bahas itu dulu, bisa?""Enggak bisa!" sergah Miko dengan nada suara yang meninggi."Miko, udah. Kamu jangan banyak marah-marah terus, kondisi kamu semakin lemah, enggak bisa balik nanti kamu.""Tapi, si tengil ini harus menepati janji dia sama aku, Mitha! Aku kayak gini itu karena dia, jadi dia harus tanggung jawab!""Ya, ya! Karena gue! Gue tau, enggak usah diperjelas! Lu k
Tante Mila langsung bicara seperti itu ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno tentang keinginan orang yang menolongnya."Kenapa tidak bisa?" tanya Moreno pada ibunya. "Siapa yang menolongmu? Suaminya? Bisa saja ini akal-akalan suaminya agar dia melakukan pertolongan padamu setelah itu, dia akan minta kamu balas budi!""Tidak, Mi. Lagipula, yang menolongku itu saudara kembar gaib Mitha.""Miko?""Kenapa Mami tahu?"Moreno tidak bisa menyembunyikan perasaan terkejutnya ketika mendengar ibunya ternyata tahu tentang Miko padahal ia tidak pernah menceritakan tentang Miko pada keluarganya.Tante Mila menghela napas panjang mendengar pertanyaan Moreno. "Dia pernah datang pada Mami saat kamu dan Mitha masih bersama.""Eh, kenapa Mami enggak pernah ngomong soal ini sama aku?""Karena sampai sekarang, Mami tidak percaya dengan apa yang dikatakan olehnya.""Tentang hubungan persaudaraan dia dengan Mitha?""Ya.""Sekarang, Mami percaya?""Percaya.""Kenapa Mami percaya?""Mami melihat
Moreno tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh ibunya dan terus melontarkan pertanyaan, tapi Moreno tidak mendapatkan jawaban yang berarti karena sang ibu hanya mengatakan bahwa, ia harus membawanya ke rumah untuk menemui Mitha itu saja hingga mau tidak mau Moreno mengiyakan saja apa yang diinginkan oleh ibunya walau setengah terpaksa.Sesampainya di rumah, Moreno langsung membawa Mitha yang saat itu sedang berkemas karena tahu ketika pagi tiba itu artinya waktunya di rumah Moreno sudah habis."Mitha, di mana kakak kamu!"Tanpa basa-basi Tante Mila langsung melontarkan pertanyaan itu ketika pintu kamar sudah dibuka Mitha saat ibunya Moreno mengetuknya dengan gerakan tidak sabar. "Kakak?" tanya Mitha tidak paham dengan maksud Tante Mila yang menerobos masuk ke dalam kamar tapi ia tidak menemukan siapapun di dalam kamar itu selain Mitha dan sang anak yang masih tidur di atas tempat tidur."Di mana dia?" tanya Tante Mila pada Mitha setelah tidak menemukan orang yang dicarinya di mana
"Hajar, hajar, hajar, itu aja yang kamu katakan, memangnya dengan menghajar masalah kamu akan selesai? Tidak, kan?"Bukannya takut, Miko justru balik mengkritik Moreno hingga Moreno mengepalkan telapak tangannya."Lu mau menemui nyokap gue enggak?""Tidak!""Lu emang pengen gue hajar pake giok dulu, baru lu bisa patuh, Miko?""Jangan, Reno!"Mitha buru-buru mencegah, ketika Moreno usai bicara seperti itu, ia memegang giok miliknya dan mengacungkannya ke arah Miko. Miko hanya tersenyum kecut mendengar ancaman Moreno."Reno, Miko sedang tidak stabil, jangan memaksanya untuk melakukan apa yang tidak ia inginkan, karena kita tidak tahu akibatnya untuk dia."Lagi, Mitha mencoba untuk menasihati Moreno, hingga Moreno membuang napas kesal."Ibuku itu sedang terguncang, kondisi ayahku parah, pasca pingsan keadaannya semakin mengkhawatirkan, dia sampai berpikir minta bantuan pada Miko, itu artinya dia sudah hancur, tidak bisa kah Miko mengiyakan saja apa yang dia inginkan? Setidaknya, temui i
"Ya, tentu saja, kamu bukan Tuhan, tentu saja tidak bisa merubah takdir, tapi setahuku, alam gaib itu punya obat-obatan yang cukup bagus untuk manusia, apakah kamu bisa memberikan obat itu pada anakku, Marvel?""Maaf, saya tidak bisa melakukan hal itu, karena saya bukan makhluk gaib asli, tidak berwenang melakukan hal demikian....""Jadi, kamu memang tidak bisa membantu?""Maafkan saya, saya tidak bisa melakukan apapun untuk ayah Moreno.""Baiklah. Aku mengerti. Miko, aku mengajakmu bicara bukan ingin memaksamu memberikan pertolongan, tapi aku hanya ingin mengatakan padamu, jangan membenci cucuku, aku tahu Moreno itu nakal dan mudah dibenci karena sikapnya mungkin keterlaluan, tapi, dia sebenarnya tidak jahat, dia-""Saya tahu, Kek! Saya tahu Moreno tidak sejahat itu, meskipun terkadang dia keterlaluan, apa yang dia lakukan pada adikku sekarang, memang karena situasi yang membuat ia harus melakukan hal itu, saya akan berusaha untuk paham, tidak perlu dipertegas lagi. Asalkan adik saya
Mitha tidak bisa bicara untuk sesaat setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Tante Mila padanya. Rasanya sangat sesak karena perempuan itu mengatakan ia tidak pernah mencintai Moreno saat di masa lalu lantaran ia memilih meninggalkan Moreno.Ingin rasanya ia menyangkal, tapi Mitha berusaha untuk maklum karena sekarang perempuan itu sedang labil dikarenakan dalam situasi berduka. Itu sebabnya, Mitha memilih untuk diam saja daripada emosi Tante Mila semakin tersulut dan mereka ribut sementara banyak sekali orang di sekitar pemakaman yang belum seluruhnya kembali ke rumah masing-masing.Sementara itu, Maira yang berhasil mengejar Moreno nekat mencekal pergelangan tangan pemuda tersebut agar Moreno tidak terus beranjak semakin jauh dari lokasi makam ayahnya hanya sekedar membuang diri dari keramaian."Reno, jangan jauh-jauh, kamu mau tersesat di pemakaman karena pergi terlalu jauh?" kata Maira sambil menarik lengan Moreno agar pemuda itu menghentikan keinginannya untuk terus melangkah.