Share

Nekat.

Author: Kencana Ungu
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Waaah ... pasti Mas Bayu istimewa banget ya, sampai temannya baik banget kasih kebutuhan pokok sebanyak ini. Pasti ada maunya,” sindirku.

 

 

“Tidak usah suuzon begitu, Mel. Bayu itu orang baik di mana pun berada makanya banyak yang sayang,” jawab Mbak Dwi.

 

“Iya, saking baik dan sayangnya sampai kelewatan,” jawabku.

 

Ibu mertuaku dan Mbak Dwi bersamaan menoleh padaku. Pasti mereka tidak akan menyangka kalau aku selalu saja membantah ucapan mereka.

 

 

“Terserah kamu lah, Mel! Orang dapat rezeki kok, malah suuzon harusnya itu bersyukur dan ngucapin terima kasih,” kata Mbak Dwi lagi.

 

 

“Kalau Mbak Dwi dikasih sesuatu sama maling yang sudah mengambil barang  sangat berharga bagi Mbak, apa Mbak Dwi akan bilang terima kasih?” tanyaku menohok. Tatapanku beralih pada Mas Bayu yang sejak tadi sudah gelisah.

 

 

“Maling? Apaan si, kamu, Mel, ini halal.”

 

 

“Ah ... terserahlah. Aku mau ke kamar. Lelah banget rasanya. Ayo, Naila, kita tidur sudah malam takut besok kesiangan,” kataku seraya mengambil Naila dari pelukannya Mas Bayu.

 

 

“Jangan kasar gitu dong, Mel!” bentak Mas Bayu.

 

 

“Terserah aku, Mas. Selagi aku tidak menyakiti Naila dan dia tidak protes itu kuanggap normal,” jawabku sinis lalu aku masuk ke kamar.

 

 

“Mel! Enggak sopan, kamu!” Mas Bayu menyusulku pasti dia tidak enak karena ada ibu dan kakaknya.

 

 

“Jaga sikapmu atau aku akan buang kamu dari rumah ini!” Ancam Mas Bayu, tanganku dicekalnya. Sakit sekali. Untung saja Naila sedang di kamar mandi. Gosok gigi dan wudu.

 

 

“Aku tidak takut dengan ancamanmu, Mas. Apa kamu lupa rumah ini berdiri karena jasa dari orang tuaku meski tanah ini milik orang tuamu. Kalau kamu mau ngusir aku dari sini bayarin dulu rumah ini.”

 

 

“Oke, akan aku bayar! Pacarku banyak uang dia pasti mau bayarin rumah mungil ini,” jawabnya berbangga diri.

 

 

“Ck, dasar laki-laki modal burung puyuh doang. Enggak malu minta modalin pacar. Heran kok, mau pelakor itu sama kamu, Mas. Perasan burung puyuhmu juga kecil enggak sewow milik orang-orang bule,” ejekku. Mas Bayu melotot.

 

 

“Tidak sopan ya, Kamu! Emang kamu tahu burungnya orang bule? Ooo ... apa selama ini mau main di belakangku juga?” Fitnahnya.

 

 

“Aku tidak semurah yang kamu kira, Mas. Ini zaman internet Mas, semua bisa diakses. Kamu lupa teman-temanku banyak yang menikah dengan orang bule? Jelas aku tahu dari mereka.”

 

 

“Ah, lupakan! Ini peringatan ya, jangan sampai kamu bertingkah seperti tadi. Ibu bisa curiga.”

 

 

“Sengaja. Biar ibumu tahu kalau anaknya bejat!”

 

 

“Ancamanku tidak main-main, Melsa! Kamu tahu kan, aku tidak pernah bercanda.” 

 

 

“Aku pun tidak main-main, Mas. Resiko kamu berani berbuat berani bertanggung jawab.”

 

 

Mas Bayu tak menjawab lagi karena HP-nya berdering. Pasti pelakor itu yang telepon.

 

 

“Nanti dulu, ya, Beb. Di rumah sedang kacau gara-gara kamu belanjain Mbak Dwi. Kamu enggak mau dengar ucapanku. Sudahlah aku butuh waktu sendiri!” ucap Mas Bayu. Terlihat sekali dia menahan amarah. Rasain emang enak punya selingkuhan bar-bar.

 

***

 

 

“Kamu rapi banget mau ke mana?” tanya Mbak Dwi. Oo, rupanya dia semalam tidak pulang malah memboyong keluarganya ke sini. Dasar benalu.

 

 

“Mau ker ....”

 

 

“Bay, bagi ceban dong, buat beli bensin. Itu motor bensinnya habis,” ucap Mas Rudi, suami Mbak Dwi.

 

 

Cih, dasar benalu. Pagi-pagi sudah ngeretin duit orang.

 

 

Mas Bayu melihat ke arahku. Pasti dia merasa sungkan padaku.

 

 

“Bay, kok, malah diam, sih! Buruan kasih itu duit buat Mas  Rudi, sudah siang ini keburu telat masuk kantor,” sahut Mbak Dwi. Dia sedang asyik main HP di meja makan. Entah ibu mertuaku ke mana biasanya pagi-pagi begini beliau di dapur. Ini sama sekali tidak terlihat. Tadi Naila sudah diantar ke sekolah oleh Mas Bayu saat aku mandi.

 

 

“Mas Bayu bukan ATM kalian Mbak, Mas! Kalian ini bisanya jadi benalu di hidup orang saja,” jawabku.

 

 

“Eh, Melsa, enggak usah ikut campur kamu! Aku minta sama adikku bukan sama kamu, wajar dong! Dia jadi seperti sekarang ini juga berkat jasaku!” seru Mbak Dwi.

 

 

 

“Jasa yang mana, Mbak? Kan, sudah dibayar dari Mas Bayu bujang dan kamu Mas, mau-maunya dikeretin sama kakakmu. Untuk diri sendiri aja enggak cukup,” kataku lagi.

 

 

“Sudah-sudah enggak usah ribut. Aku ikut Bayu saja, nebeng sampai kantor,” sela Mas Rudi.

 

 

“Mobil mau aku pakai,” jawabku seraya berlalu.

 

 

“Mel, tunggu! Kamu mau ke mana dan kenapa harus pakai mobil? Kan bisa pakai motormu itu!” protes Mas Bayu.

 

 

“Kamu aja yang pakai motor, Mas. Ini mobilku hadiah dari orang tuaku.” Mas Bayu melongo lalu kembali ke dalam.

 

 

“Mel, tunggu!” Mbak Dwi berlari ke arahku diikuti suaminya.

 

 

“Apa lagi, Mbak?”

 

 

“Kamu mau ke mana pagi-pagi begini mana bawa mobil segala. Mobil mau dipakai kerja sama Bayu!”

 

 

“Aku juga mau keluar Mbak. Biar saja dia naik motor atau angkot,” jawabku ketus.

 

 

“Enak aja nyuruh orang naik angkot. Awas sana pergi. Biar Bayu sama Mas Rudi yang bawa mobil. Buang waktu saja. Sudah hampir terlambat ini!” Usir Mbak Dwi. Kali ini dia mendorongku sampai aku jatuh.

 

 

“Siniin kuncinya!” Mbak Dwi merebut kunci dariku.

 

 

Bruk!

 

Kudorong balik Mbak Dwi sampai jatuh.

 

“Aaa ... sakit!” pekiknya. Mas Bayu dan Mas Rudi berbondong-bondong menolong Mbak Dwi.

 

Gegas aku tancap gas terserah mereka mau gimana yang penting aku pergi dari rumah pagi ini. Rencanaku hari ini pergi menemui temanku yang adiknya pengacara. Aku berniat konsultasi masalah rumah tanggaku padanya. 

 

***

 

Nasib baik belum berpihak padaku. Adik temanku ternyata sudah ada jadwal penuh hari ini dan tidak ada yang bisa dipending. Salahku tidak buat janji terlebih dahulu. Lebih baik aku ke taman kota saja sampai waktunya jemput Naila. Malas kalau di rumah ada Mbak Dwi.

 

Derrtt

 

 

Telepon dari sekolah Naila. Duh, ada apa ya? Tumben sekali padahal ini belum waktunya untuk jemput.

 

 

[Assalamualaikum ... Bu guru?] sapaku.

 

 

[Wa’alaikumsalam ..

 

 Mamah Naila bisa datang ke sekolah secepatnya?]

 

 

[Bi—sa ... memang ada apa ya, Bu guru? Naila baik-baik saja, kan?]

 

 

[Nanti kita bicarakan di sekolah. Secepatnya kami tunggu kedatangan Mamah Naila.] Panggilan berakhir aku segera banting setir ke sekolah Naila.

 

Baru saja hendak keluar parkiran aku melihat Mas Bayu dengan seorang perempuan memasuki mobil mewah. Rupanya hari ini dia bolos lagi enggak kerja. Sayang sekali wajahnya tidak terlihat. Aku yakin itu pacarnya Mas Bayu. 

 

Mengingat Naila kuurungkan niat membuntuti mereka. Semoga lain waktu aku bisa mengumpulkan bukti agar kakak dan ibunya percaya.

 

Sampai di sekolah Naila aku dikejutkan dengan kehadiran mertua dan juga iparku. Rupanya pihak sekolah juga menghubungi mereka.

 

 

“Nih, ya, punya anak ditinggal keluyuran untung saja anakmu enggak ilang dibawa orang!” seru Mbak Dwi.

 

 

“Maaf a—da apa ya, Bu Guru?” tanyaku tanpa meladeni ucapan Mbak Dwi.

 

 

“Tadi ada seorang perempuan datang ke sini mengaku kerabat Naila dan membawakan makanan untuk kami para guru. Katanya di suruh Mamah Naila dan sekaligus membawa Naila pulang karena ada acara di rumah. Kami tidak percaya, kami bilang tunggu saya konfirmasi ke orang tua Naila dulu. Bukannya menunggu, malah perempuan itu bergegas pergi. Satpam dan guru yang berada di luar sudah berusaha mengejar, tapi tidak dapat. Ini rekaman CCTV-nya.” Kami memperhatikan CCTV yang diputar ulang. Jantungku sudah tidak karuan. Perempuan itu memakai cadar, tapi tunggu dulu itu kan, mobil pacarnya Mas Bayu yang aku lihat di taman tadi? Mungkinkah itu pacarnya Mas Bayu? Ternyata dia benar-benar berbahaya. Rupanya dia tidak hanya mau mengambil Mas Bayu dariku, tapi juga Naila anakku.

 

 

Drrttt 

 

 

[Selamat menikmati kejutan indah dariku, Melsa! Menyerahlah maka hidupmu akan baik-baik saja.]

 

Baru saja aku mau balas pesan itu sudah dihapusnya lagi.

Related chapters

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Double ujian.

    “Kita harus laporkan kasus ini ke polisi, Bu. Sebab tidak hanya berbahaya bagi Naila, tapi juga ancaman serius untuk siswa yang lain. Sekolah bisa jadi tidak nyaman apalagi kalau berita ini sampai menyebar ke luar. Resikonya terlalu besar. Sekolah bisa saja tidak dapat peserta didik baru nantinya,” ucap Kepala Sekolah lagi.“Saya setuju. Ini tindak kriminal memang harus diperkarakan. Saya tidak mau cucu saya Naila kenapa-kenapa. Pasti dia sudah jadi incaran karena orang itu sudah tahu betul siapa saja orang-orang terdekat Naila,” sahut mertuaku.“Saya juga setuju, Bu. Ini semua demi keamanan dan kenyamanan anak-anak di sekolah,” jawabku. Ah, lega sekali setidaknya dengan begini Mas Bayu dan selingkuhannya tidak bisa berkutik. Mertuaku dan kakaknya juga akan segera tahu.“Saya tidak setuju!” Baru saja kami hendak masuk ke mobil, tiba-tiba Mas Bayu datang dengan seorang wanita bercadar. Aku yakin sekali dia dan selingkuhannya buru-buru datang ke sini agar tidak ada yang melaporkannya k

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Akankah ibu mertua percaya?

    “Jadi, kamu enggak kasih izin kami tinggal di sini, Mel?” “Enggak Mbak, aku tidak kasih izin. Mbak Dwi kan, punya rumah ngapain tinggal di sini!?" tegasku.“Ya, kami di sini untuk jagain ibu. Selama ini kan, kami jagain ibu. Sepi kalau tidak ada ibu. Lagi pula ada lebihan kamar itu di belakang,” jawab Mbak Dwi kekeh memaksa tinggal di sini.“Kalau Mbak Dwi enggak mau pergi, maka aku akan minta bantuan RT untuk usir Mbak Dwi!" Ancamku.“Eh, kurang ajar ya, kamu! Ini juga rumah adikku. Kamu lupa tanah ini milik orang tua kami?”“Enggak lupa kok! Sepertinya memang Mbak Dwi yang lupa bahwa rumah ini dibangun pakai uangku.”“Ih, kamu itu ya, nyebelin banget!” Mbak Dwi hendak mendorongku, tapi aku berhasil menghindar. “Dwi, jaga sikapmu! Apa yang dikatakan Melsa itu benar. Kamu punya tempat tinggal ngapain ikut Ibu ke sini. Kalau alasan kamu sepi enggak ada Ibu, ya, udah Ibu pulang saja. Lagi pula orang tua Melsa juga mau ke sini,” sahut mertuaku. Beliau memang selalu baik hati dan menjad

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Rasain!

    “Emm ... ini, Bu ... anu temanku Rania lagi ada masalah sama keluarganya, jadi minta izin singgah ke sini sebentar biar hilang penat,” jelas Mas Bayu. Keringat sebesar biji jagung bercucuran di dahinya. Padahal malam ini cukup dingin.Ibu dan Mbak Dwi menatap curiga, tapi sejurus kemudian Mbak Dwi tersenyum lebar saat Rania mengangkat plastik belanja yang dia bawa.“Waah ... boleh-boleh. Ayo, sini masuk, Rania! Udah enggak usah sungkan memang istrinya Bayu begitu. Dia selalu saja suuzon kalau ada perempuan main padahal kan, cuma teman kerja aja,” ucap Mbak Dwi. Ditariknya tangan Rania.Saat melewatiku, Rania tersenyum sinis penuh kemenangan. Begitu juga Mas Bayu. Dia berkali-kali mengusap dadanya, pasti dia merasa lega karena Mbak Dwi percaya padanya. Sedang mertua masih berdiri terpaku di sampingku. Mungkin iba padaku.“Wah, rame, ya? Kalau di rumah Rania cuma sama mamah aja dan itu pun selalu ribut,” ucap Rania. Entah kenapa aku merasa ada yang aneh padanya. Suaranya juga seperti di

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Balasan untuk ipar tak tahu diri.

    “Ibu, kok, gitu, sih! Ibu bilang kita harus menghormati tamu sekalipun itu musuh kita,” protes Mbak Dwi.“Ibu, paham. Hanya saja Ibu merasa tamu kali ini berbeda. Bukankah kita sudah menjamunya. Rumah ini sempit tidak bisa lagi menampung orang lain,” jawab ibu dengan santainya.“Kan, ada kamar Naila, aku sama Mas Rudi dan anak-anak bisa di kamar belakang. Enggak enak loh, Bu, Rania sudah bawa oleh-oleh banyak gini untuk kita. Weh ... kok, malah kita usir,” kata Mbak Dwi lagi.“Kamar Naila mau Ibu tempati. Sudah jangan banyak bantah. Ibu tidak suka dibantah. Silakan pergi Mbak Rania! Kami semua mau istirahat,” usir ibu lagi. Rania dan Mas Bayu terlihat sangat kesal sekali, tapi Mas Bayu tidak bisa berkutik.“Ibu, jahat ih!” Mbak Dwi masih saja berisik.“Kamu sekalian pergi juga Mbak, aku juga tidak mengizinkan kamu dan keluargamu tinggal di sini. Sana pulang! Punya rumah kok, senangnya jadi benalu di rumah orang lain,” sahutku.“Eeh ... kurang ajar ya, kamu! Ini rumah adikku, jadi ters

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Ciuman dengan siapa?

    “Mel! Sudah siang ini kok, belum bangun, kamu enggak masak juga, sih? Ibu juga enggak masak, aku mau kerja!” Mas Bayu menggedor-gedor pintu kamarku. Rasain! Emang enak. Sebenarnya aku dan ibu sudah bangun dari tadi subuh, kami sengaja tidak keluar kamar karena malas mau meladeni Mas Bayu. Biar saja dia mandiri hitung-hitung latihan nanti kalau kami beneran berpisah.“Bu, aku mau kerja kalau enggak sarapan nanti aku kelaparan dan enggak fokus!” rengeknya.“Belilah sana! Ibu capek enggak masak, mau istirahat,” jawab mertuaku.Tak lagi terdengar suara Mas Bayu mungkin dia beneran beli sarapan.“Ibu capek? Nanti kita panggil tukang urut, ya?” ucapku.“Enggak, Mel! Ibu bohong aja sama Bayu. Biar dia enggak nyuruh kita buat masak,” jawab ibu.“Nanti aku nitip Naila ya, Bu. Ada sesuatu yang harus aku kerjakan.”“Mau ke mana? Apa ada yang kamu sembunyikan dari Ibu, Mel?”“Mau ketemu teman, Bu. Tenang aja, tidak ada yang aku sembunyikan dari Ibu,” jawabku. Memang setelah urusanku beres aku aka

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Darah siapa?

    “Enggak usah lebai, Mel! Cuma ditutup doang! Kamu juga Naila, masih kecil enggak usah ngadu yang tidak-tidak sama mamahmu. Enggak sopan dan Papah enggak suka!” hardik Mas Bayu pada Naila. Gadis kecilku beringsut menyembunyikan wajahnya di balik punggungku. Dia ketakutan. Mas Bayu baru pertama kali ini bersikap kasar pada Naila. Ah, ternyata cinta memang buta mata dan hati. Apalagi cinta yang didasari dengan perselingkuhan.“Bayu, sekali lagi kamu hardik anakmu, Ibu tidak akan tinggal diam! Kalau anakmu tidak bicara jujur kenapa kamu harus takut. Tinggal dibilangi saja kalau berbohong itu enggak baik. Ibu heran sama kamu, kok, sekarang kamu berubah jadi manusia yang tidak tahu diri. Zolim sama anak istri!” bentak mertuaku. Rasain emang enak dimarahin ibunya. Mas Bayu langsung menunduk. Dia memang lemah kalau berhadapan dengan ibunya. Hanya itu nilai plusnya. Lainnya minus semua!“Lagi pula, Mas ... anak kecil itu belum bisa bohong. Dia akan berkata sesuai apa yang dilihatnya. Anak keci

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Mencurigakan.

    “Duuh, menantu kesayangan jam segini baru bangun tidur! Sok ratu, seret nanti rezekimu!” sindir Mbak Dwi. Perasaan aku enggak kesiangan ini masih jam 6 pagi. Tadi memang selepas subuh aku tidur lagi. Rasanya badanku tidak karuan. Capek sekali. “Terserah akulah, mau bangun tidur jam berapa enggak merugikan Mbak Dwi. Lagian pagi-pagi begini ngapain Mbak ke sini? Mau numpang sarapan lagi?” jawabku ketus.“Memang kenapa kalau aku sarapan di sini?! Toh, ini rumah adikku. Belanja dapur pasti pakai duitnya juga kan?” ucap Mbak Dwi lagi. Sebel dan ingin rasanya kucakar mulutnya itu, tapi tidak enak dengan mertuaku.“Kalian apaan ‘sih! Enggak siang, malam, pagi, ribuuuutt terus. Pusing tahu, enggak! Ini kupingku rasanya mau pecah dengar ocehan kalian berdua!” hardik Mas Bayu. Dia baru saja keluar dari kamar mandi belakang. Tadi memang di kamar mandi kami, ada Naila yang sedang PUP. Wajah Mas Bayu pucat sekali sudah seperti mayat hidup. Fiks, dia beneran sakit!“Biasalah ini, Bay, istrimu eng

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Rambut palsu.

    Selepas kepergian Mas Bayu ke kantor aku gegas ke rumah temanku untuk konsultasi keperluan gugatan ceraiku. Obrolan dia dengan selingkuhannya tadi pagi jelas sekali tidak ingin aku mengetahui lebih dalam tentang mereka, tapi tidak mengapa justru dengan begitu aku tidak semakin sakit.“Perceraian itu sesuatu yang sangat dibenci oleh Allah, meski itu perbuatan halal, Nak. Harus ada alasan syar’i jika tidak kitalah yang berdosa,” ucap ustazahku kebetulan hari ini kajian rutin mingguan, jadi setelah pulang dari rumah teman, aku sekalian pergi kajian. Hanya ini satu-satunya tempatku melampiaskan segala rasa gundah gulana yang aku alami.“Aku paham, Ustazah. Tapi, bukankah zina itu dosa besar dan aku tidak terima itu. Aku merasa dicurangi, sakit sekali Ustazah,” jawabku.“Sesama perempuan saya bisa mengerti yang kamu rasakan, tapi kalau untuk memutuskan langsung berpisah itu pun tidak bagus, Nak. Kita cari jalan lain dulu. Salat istikharah minta petunjuk. Bukankah Allah maha pemaaf, tidak

Latest chapter

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Diculik.

    “Alhamdulillah kamu udah sadar, Melsa,” ucap Mbak Dwi.Kupindai sekeliling ruangan, benar saja aku berada di rumah sakit. Badanku rasanya ngilu semua dan kepalaku pusing sekali.“Jangan banyak bergerak! Kata dokter, kamu harus banyak diam karena ada beberapa tulangmu yang patah. Lihat ‘tuh kakimu sampai digipsum gitu. Tangan kirimu,” juga ucap Mbak Dwi lagi. Benar sekali, pantas saja rasanya sakit sekali. Salahku melawan perempuan jadi-jadian itu, tapi kalau aku tidak melawan rasanya geram sekali.“Tentang Nayla, tenang saja. Dia aman di rumah sama ibu. Kamu fokus sama kesehatanmu, ya?” ujar Mbak Dwi lagi, seolah dia tahu apa yang ada di dalam pikiranku.“Aku haus, Mbak, aku minta minum,” pintaku. Gegas Mbak Dwi memberiku minum. Hampir satu gelas habis. Tenggorokanku rasanya kering.“Aku, sudah buat laporan ke kantor polisi mudah-mudahan segera ditangani. Ini sudah masuk penganiayaan dalam rumah tangga, KDRT dan perselingkuhan. Semoga nasib baik bagi berpihak pada kit, ya, karena kita

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Saling melindungi.

    "Tidak usah menjelaskan seperti apa pun, Bay. Tanpa kamu jelaskan aku sudah paham semuanya. Terlaknat, kamu! Kurang apa aku mendidikmu selama ini! Percuma kamu sekolah tinggi sampai sarjana kalau akhirnya jalanmu salah begini?! Malu, aku sungguh malu, Bay! Di mana otakmu sampai kamu tidak bisa membedakan mana yang benar dan tidak!” Mbak Dwi teriak histeris sampai memukul-mukul dadanya sendiri. Aku tahu pasti Mbak Dwi sangat kecewa sama seperti yang kurasakan dari awal aku tahu sampai saat ini.“Dan kamu dengan beraninya berdandan seperti wanita lalu datang ke sini untuk mengelabui kami semua! Dasar manusia laknat!” umpat Mbak Dwi pada Rania alias Roni.“Kami bukan manusia laknat, Mbak. Kami punya hak atas diri kami. Kami diciptakan berbeda. Kalian harus terima itu,” jawab Mas Bayu.Plak! Plak!Mbak Dwi menampar mulut Mas Bayu sampai berdarah. Tak kusangka tenaga Mbak Dwi kuat sekali.“Hak, kamu bilang? Ini otak isinya t*i semua jadi kamu tidak bisa berpikir jernih. Tidak ada hak asasi

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Pembelaan.

    "Astaghfirullah ... Roni, kok, bisa! Jadi ini benar!?” pekik Mbak Dwi. Dia ternganga. Pasti Mbak Dwi tidak pernah menyangka sebab selama ini dia selalu saja membanggakan Rania alias Roni, sebagai wanita dermawan yang senang berbagi apalagi Mbak Dwi sudah dijanjikan mau diajak shopping dan beli mobil. Fantastis, kan?“Tidak! Ini pasti mimpi!” serunya lagi seraya menabok-nabok pipinya sendiri.“Lihat! Buka matamu lebar-lebar, Mbak! Manusia laknat ini sudah membohongi kita semua. Dia dan Mas Bayu sudah mencabik-cabik harga diri kita. Menjijikkan sekali. Masihkah Mbak Dwi membanggakan mereka?! Cuih! Bahkan bumi pun menolak kehadiran mereka,” ucapku lantang seraya kulempar rambut palsu milik Roni tepat mengenai wajah Mas Bayu. “Bagaimana bisa seperti ini? Oh, Tuhan! Apa salahku!” Mbak Dwi masih saja histeris. Wajar jika Mbak Dwi susah mempercayainya karena selama ini Roni perfect sekali dalam berpenampilan seperti wanita nyaris tak ada celah, jika tidak mengamatinya dengan jeli.“Ini nyat

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Terbongkar

    “Mel, ngomong apa, sih? Enggak lucu, tahu!” ujarnya.“Memang enggak lucu, Mbak, tapi itulah kenyataannya. Suami yang aku cintai setulus hati, adik laki-laki yang selalu Mbak Dwi banggakan ternyata seorang biseksual, pesakitan. Menyakitkan bukan? Tapi, inilah kenyataannya,” jawabku.“A—pa itu benar, Bay?” tanya Mbak Dwi. Mendengar itu aku hanya tertawa sumbang. Mana ada maling mau ngaku.“Mbak, tahu aku dari kecil mana mungkin aku melakukan itu,” jawab Mas Bayu tanpa mau menatap wajah Mbak Dwi.“Sudahlah Mas, katakan saja yang sejujurnya,” sahutku.“Tidak! Aku tidak menyimpang. Aku normal!” teriak Mas Bayu.“Tidak mungkin itu, Mbak. Aku kenal Bayu sebagai lelaki relegius,” bela Rania.“Kamu, tolong katakan yang sebenarnya. Jika kamu masih punya hati nurani,” ucapku pada Susi. Perempuan itu terlihat sangat ketakutan dan panik sampai meremas jari-jari tangannya.“Dia pelakor pastilah dia akan katakan yang jelek-jelek tentang Bayu biar dia bisa kembali pada Bayu dan kamu tersingkirkan,”

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Tidak mau mengaku.

    “Terserah saja Mbak, aku tidak peduli apa pun yang terjadi nantinya. Mau Mbak Dwi ketua geng, ataupun hanya anggota yang jelas kalau perempuan ini tidak mau menjelaskan yang aku minta tadi, maka video ini dalam hitungan detik akan aku sebarkan,” jawabku.“Sudahlah Mel, aku sudah minta maaf dan tolong biarkan Susi pergi,” pinta Mas Bayu.“Tolong izinkan aku pergi ... kalau tidak, maka akan terjadi sesuatu pada anakku. Nyawa anakku jadi taruhannya” sahut Susi. Sebenarnya kasihan, aku yakin dia sudah mendapat ancaman dari Rania.“Kamu tidak usah takut. Jika terjadi sesuatu pada anakmu berarti pelakunya sudah diketahui. Hidup dan mati itu di tangan Allah bukan ada pada pengancam itu. Andai kamu yang di posisiku, pasti kamu juga akan melakukan hal sama. Kita ini sama-sama perempuan, bukankah sesama perempuan harus saling support? Cepat katakan, aku tidak ada waktu lama hanya untuk menunggu pengakuanmu.”“Tidak! Aku tidak berani. Tadi aku hanya salah ucap saja,” tolak Susi.“Sudahlah Mel,

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Pelakor itu bernama Susi.

    “Ba—gaimana bisa, kamu sama dia, Ran?” tanya Mas Bayu. Rania buang muka enggan menjawab lalu duduk di dekat Mbak Dwi. Aku pun sebenarnya heran dari mana Rania bisa tahu bahwa yang ada di video yang kami lihat perempuan ini? Hebat sekali dia atau mereka sudah saling kenal?“Ma—af Mas, aku harus mengakui ini jika tidak dia akan menyakiti anakku,” ungkap perempuan di depanku, sementara Rania tersenyum sinis.“Ta—pi, kita sudah putus hubungan,” sangkal Mas Bayu.“Mau putus atau tidak yang jelas aku sudah bawa perempuan Dajjal ini di hadapanmu dan keluargamu, Mas. Jadi, keluargamu tahu yang sebenarnya dan tidak akan menyalahkanku,” sahut Rania. “Lagi pula siapa yang menyalahkanmu, Ran? Kok, kamu merasa jadi tersangka?” timpalku. Rania terlihat kikuk.“Sudah berapa lama kamu menjalin hubungan dengan adikku? Apa saja yang sudah kamu dapatkan darinya? Dasar pelakor!” bentak Mbak Dwi seraya menjambak rambut perempuan itu. Tak dihiraukannya rintihan kesakitan dari mulut perempuan itu.“Kami su

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Dia dibawa pulang.

    “Allahuakbar! Allahuakbar!”Lantang suara azan terdengar. Aku menyudahi perseteruan ini. Tak kuhiraukan mereka. Gegas aku masuk ke kamar untuk melaksanakan salat Maghrib.Terserah saja mereka mau berpolah seperti apa. Toh, enggak ada manfaatnya lagi untukku. Kulihat ibu mertuaku sudah menggelar sajadah bahkan sedang melaksanakan salat sunah. Sedang Naila masih asyik dengan ponsel neneknya. Kali ini kutak menegur Naila kenapa kembali bermain ponsel. Barangkali mertuaku ada maksud lain memberikan ponselnya lagi pada Naila. Mungkin itu cara ibu mertuaku mengalihkan perhatian Naila. Beliau tidak mau cucunya teringat adegan menjijikkan antara papahnya dengan perempuan lain. Walau bagaimana pun juga Naila itu manusia normal pasti lambat laun akan semakin paham.“Sudah dulu ya, main HP-nya kita salat dulu, Nak!” Naila langsung mengangguk dan beranjak ke kamar mandi.Kusimpan HP Mas Bayu di tempat aman. Aku akan bawa HP itu sebagai bukti, meski tidak yakin kalau Mas Bayu akan membiarkan HP-n

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Siapakah dia?

    “Eh, anak kecil kok tahu ciuman segala? Kalau ngajarin anak yang bener, Mel!” sahut Mbak Dwi. Ah, jengah sekali, selalu saja dia menyalahkan aku dan berkata yang tidak-tidak tentang pola asuhku. “Ngaca dulu Mbak kalau mau ngomong! Noh, kaca di ruang tengah besar,” jawabku.“Malah ngajarin aku? Kamu lupa aku itu lebih tua dan aku lebih tahu tentang kehidupan dan pola asuh anak? Anak itu diajarin yang bener biar enggak buka-buka privasi orang tua. Masa iya, video ciuman begitu sampai anak tahu. Kamu juga aneh, ngapain juga buat video begituan. Biarpun cuma ciuman, tapi itu enggak pantas kalau ditonton anak!” ujar iparku lagi seraya menoyor kepalaku. Pasti Mbak Dwi mengira kalau itu video antara aku dan Mas Bayu.“Naila, lihat video siapa, Nak?” tanyaku. Malas aku meladeni Mbak Dwi. Bisa-bisa Mas Bayu dan pacarnya bisa lolos lagi dari tuduhan.“Pakai tanya segala! Ya, jelas video kalian berdua lah! Siapa lagi? Makanya tadi aku bilang jangan buat video aneh-aneh. Itu bahaya! Kalau Naila

  • PESAN PANAS DARI SELINGKUHAN SUAMIKU.   Alasan.

    “Hah, kamu pakai rambut palsu, Ran!” Mbak Dwi terlihat sangat terkejut begitu juga dengan mertuaku dan Mas Bayu. Sialnya Rania pakai ciput. Aneh sekali!Memanglah benar kata dokter dan orang-orang itu. Kaum pelangi itu aneh dan gila. Mereka akan melakukan berbagai cara untuk membenarkan penyimpangannya ataupun menyembunyikan identitasnya.Nasibku harus berurusan dengan mereka. Andai ... ah, andai saja aku bisa menghilang dari sini tentu sudah aku lakukan sejak pertama kali mengetahui perselingkuhan mereka. Sainganku berat sekali. Mungkin juga dia seorang psikopat!“Kenapa kamu pakai rambut palsu, Ran? Kenapa rambutmu? Kok, diam saja?” cecar Mbak Dwi.Pasti dia sedang memikirkan jawabannya. Kata Wina, sahabatku, aku tidak boleh gegabah jika tidak mau berakibat fatal. Kalau menuruti hawa nafsu dan emosi sudah kuhajar mereka dan kutarik ciputnya itu.Wina bilang, jalani dengan santai seraya atur strategi. Karena menurutnya Tuhan sudah menyiapkan keadaan yang sangat epik untuk membongkar

DMCA.com Protection Status