Home / Romansa / PERTAMA UNTUK NAIMA / Chapt 153. Dilema dua hati

Share

Chapt 153. Dilema dua hati

Author: Rezquila
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Albe terperanjat, lelaki itu bangun dari ranjang dan turun. Menatap tak percaya keputusan istrinya. Ia tak bisa, ia tak mau berjauhan dengan Naima. Itu sama saja menyiksanya. Bukan ini yang dia mau, bukan cara seperti ini. Pria itu merasa tak sanggup sedetikpun tanpa bisa melihat istrinya.

Membayangkan Naima dan semua kesulitan yang akan dialami sang pujaan tanpanya. Tanpa seorang lelaki yang berada di sisi wanita itu. Kepala Albe mendadak nyeri.

“Aku tak mau, tidak akan, Baby! Aku tak akan sanggup jauh darimu, cukup kemarin kau tidak di sisiku. Sudah cukup!” ucap Albe tegas, dadanya naik turun menahan emosi. Lelaki itu berjalan mondar-mandir di dalam kamar yang ukurannya lebih kecil dari kamar mereka di apartemen.

“Tapi jika terus seperti ini, kita akan tersakiti, Hunny!” sanggah Naima. Ia tatap sendu suaminya yang sedang melagu pilu, namun emosinya terlihat menderu. Albe menatap istrinya nyalang.

“Tidak Nai. Tidak!” Albe berkacak pinggang menggelengkan kepala, tak terbantahka
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 154. MENGHEMPAS EGO

    Naima sudah tertidur saat Tiara dan Viran datang, Albe sedang duduk di bangku kecil taman mini samping dapur. Lelaki kekar itu seperti sedang berpikir, akan bertahan pada egonya atau menjauh untuk sementara. Ia bisa saja dengan idealismenya juga tetap mentahtakan ego untuk terus di samping istri tercinta. Namun cinta dalam hati melarangnya, kasih sayang dalam jiwanya terluka. Melihat penderitaan yang Naima tanggung saat ia berada di dekat wanita yang sedang mengandung itu. Cinta bisa serumit ini, seperti benang warna warni yang terbentang indah, kini bergulung kusut enggan terurai. Albe hanya ingin memintal rasa juga asa menjadi keluarga bahagia, seperti cita-cita yang sudah mereka rencana. Namun semesta memang senang menguji mereka, melambungkan lalu menghempas lepas hingga menghadirkan jutaan luka pada jiwa "Al!” Viran menepuk pundak kokoh Albe, berjalan memutar lalu duduk pada ornamen batu di pinggir kolam kecil, muara air terjun mini yang menghiasi dinding batu buatan. “Besok

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 155. Sebagai Perwakilan

    Menjadi pesakitan itu sungguh tak menyenangkan, semua menjadi kerepotan karena morning sickness yang mungkin datang terlambat pada awal trimester kedua. Viran yang melihat bagaimana Naima memuntahkan isi perutnya beberapa kali dalam hitungan jam merasa kasihan. Mereka sempat membawa Naima ke rumah sakit bersalin yang terkenal di kota seribu bunga tersebut. Feriska datang pada sore hari, Albe menunda kepulangan ke jakarta. Takut terjadi sesuatu pada istri tercintanya. “Bukannya trauma Naima karena dirimu?” tanya Feriska, iris berlapis softlens itu memicing ke arah pria berkaos putih itu. “Memang. Tapi aku tak akan meninggalkan istriku dalam keadaan seperti ini!” jawab Albe keras kepala. Semua yang ada di ruang tamu itu hanya memutar mata malas, Tiara bahkan berdecak dengan keras. Membuat Albe melirik gadis itu. “Ngalah aja sih Bro, kasian ‘kan? Adek gue kalo lo keras kepala gini." Permintaan Viran tetap tak mengubah keputusan. Ia tak ingin meninggalkan wanita tercintanya hanya

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 156. Semakin Mengakar

    Semua mata menatap ke arah Dokter Feriska, suami dokter cantik itu maju meraih tangan sang istri dan mengajak untuk duduk. Suami Feriska mengangsurkan cangkir teh, untuk wanita itu minum. "Ada apa denganmu?" tanya Albe, tak ada amarah dari raut lelaki itu. Tak menunggu jawaban Feriska, Albe menuju kamar Naima. Istrinya tidur dengan nyenyak. Menghembuskan napas pelan, Albe mendekati ranjang sang istri. Duduk di sebelah wanita berparas ayu itu. Mengelus pipi halus yang sekarang sedikit chubby. Albe memajukan wajahnya, mengecup bibir istrinya yang sedikit pucat. Ia tahu alasan Feriska menamparnya, wanita itu pernah melakukkan hal yang sama dulu. Mungkin itu bentuk solidaritas sesama perempuan, Naima sudah mengatakan tak sanggup bahkan hanya memakinya. Semua mata menatap lelaki kekar yang baru saja keluar dari kamar sang istri. Sebelah pipinya memerah akibat tamparan dokter yang sekarang sedang bersandar pada pundak Tommy, suaminya. "Berapa lama waktu

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 157. Melewati Bersama

    Naima menatap air terjun buatan di taman kecilnya. Air mata juga masih mengalir seperti berlomba dengan air terjun yang berada di hadapan wanita itu. Rasa sesak, saat di tinggalkan sang suami ternyata lebih menyakitkan daripada melihat video yang ia masih ragu itu asli atau hasil editan. Walaupun itu memang demi kebaikannya. Tetap saja rasa nelangsa seperti menggerogoti jiwa. Sudah hampir tengah malam, tapi ia masih setia duduk di bangku itu dari beberapa jam yang lalu. Meratapi nasib buruk dan takdir yang sudah digariskan. Ia mendamba bahagia tanpa drama dalam kehidupannya. Namun Tuhan terlalu menyayanginya, hingga menitipkan duka dan nestapa yang membuat ia tak berdaya. “Nai, lo gak mau tidur?” suara lirih gadis dengan muka bantal yang berdiri di sampingnya menyadarkan perempuan hamil itu dari lamunan. Ia menggeser duduk lebih ke tepi, memberi ruang untuk Tiara duduk. Berharap gadis itu mau menemani. “Bentar lagi, Ra. Aku nunggu telepon dari Albe, dia bilang mau nelpon kalo udah

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 158. Sisi Lain

    Seminggu sudah berlalu, tapi suami tercinta belum juga menampakkan batang hidungnya. Sedih. Pasti, walau beberapa hari di awal komunikasi lancar, tapi beberapa hari ini, lelaki itu absen memberi kabar. Bahkan pesannya pun tak di balas. Naima berusaha sabar, yang pasti terapi dengan Feriska lumayan membuahkan hasil. Tidak hanya bercerita saja, mengingat kenangan-kenangan bersama Albe, membuka setiap foto dan video bahkan ia diajarkan mengendarai mobil sultan milik suaminya yang sengaja di tinggal di rumahnya. Sekarang ia jarang merasakan mual bahkan muntah, saat mengingat video Albe dengan Laura. Yah. Video sang suami yang sedang dipuaskan dengan mulut oleh perempuan itu. Pada awalnya memang selalu terlihat jelas bagaimana cairan itu keluar dan mengotori muka wanita penggoda itu, bahkan baunya bisa tercium sangat menyengat di hidungnya. Wanita hamil itu sedang menyiram bunga di halaman depan, saat sebuah mobil Alphard berhenti di halaman luar pagar. Tiara yang baru datang dari memb

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 159. Awal untuk Akhir

    Ketika sebelum ini Albe merasakan tubuhnya lelah, maka sekarang tiap sendinya seakan meneriakan nyeri dan pegal di sana sini. Ia tak mau mengeluh, tetapi entah kenapa tubuhnya benar-benar terasa payah. Ia sudah menghitung, terbilang dari kamis malam kemarin hingga senin malam ini, ia hanya bisa mengistirahatkan matanya barang sejenak. Bahkan ia melupakan untuk menghubungi sang istri. Kerinduan pun menelusup setiap inci nadi. Oh, Naima. Hanya menyebut nama saja. Semangatnya kembali meninggi, berharap setiap permasalahan yang dihadapi segera teratasi. Ia membenci setiap penghianatan. Walau ia sendiri sempat berkhianat, tapi itu ternyata hanya sebuah rekayasa. Konspirasi untuk membuatnya tersungkur, tapi nasibnya memang sedang mujur. Jika kata seorang pegawai di proyek resort yang siap launching itu, ia sedang tersungkur untuk dijunjung. Beberapa malam bekerja ditemani oleh pria tua penjaga bungalow, bangunan yang ia siapkan untuk keluarga kecilnya saat berkunjung ke tempat itu nanti.

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 160. Tamu itu adalah Jaka

    Dalam benaknya definisi bahagia itu adalah mempunyai keluarga yang utuh, bisa saling melengkapi dan saling memahami. Bisa menjadi sandaran di kala susah, dan berbagi tawa saat rasa senang memayungi jiwa. Sesederhana itu pikiran Naima. Seperti yang sering Bapaknya katakan dulu, “makan ga makan asal kumpul”. Hidupnya sudah sederhana sedari kecil, jadi sekarang pun, wanita hamil itu tetap menginginkan yang sama. Hidup dalam kesederhanaan, bersama mengais rezeki tanpa diributkan dengan hal-hal memusingkan seperti yang sedang suaminya alami. Memang, dalam hidup ada untung rugi, ada naik dan turun, tapi membayangkan kasus yang sedang dihadapi Albe, Naima juga merasakan sakit hati. Ditusuk oleh sahabat sendiri, dan ia tak mengerti. Pria sesantun Jaka, bisa melakukan hal itu. Ia sempat mengagumi mantan atasannya itu. Pria sunda itu terlihat sederhana, tidak neko-neko. Bahkan cara berpakaian maupun kendaraan yang dimiliki tidak seperti yang lain. Viran bahkan mempunyai Lexus, dan lihat sua

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 161. Sahabat Terkasih

    Tiara memarkirkan motor di samping mobil kekar Alberico. Menendang ban besar itu, sejenak meluapkan kekesalan karena telat dalam wawancara akibat tersesat. GPS memberikan arah yang salah, akibatnya ia terlalu jauh memutar. “Assalamu’alaikum, Nai! Sini dong!” seru Tiara dari teras. Gadis itu duduk menyender dengan tak berdaya. Rasa kesal dan lelah berkumpul menjadi satu. “Nai! Lo ngapain sih?” seru Tiara lagi. “Ish, bumil ini, kalo lagi dibutuhin aja ngilang,” sungut Tiara sambil bangkit dan menghentak gagang pintu dengan kasar. Tiara merasa aneh karena rumah terasa sepi, biasanya jika ada sahabatnya Naima akan ada bunyi musik atau murottal untuk menemani wanita hamil itu. Tiara masuk ke dapur, sunyi. Lalu berbalik ke ruang tengah, menuju kamar sahabatnya. “Nai? Lo tidur?” tanyanya mengetuk pintu beberapa kali tapi hanya senyap yang menyapa. Tiara membuka pintu dengan pelan, ranjang dengan alas berwarna abu itu kelihatan rapi dan tak tersentuh. Ia menuju kamar mandi di ujung ruang

Latest chapter

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 206. AKHIR BAHAGIA

    Suasana ballroom sebuah hotel berbintang di tengah kota Manhattan terlihat riuh dan penuh canda tawa. Sosok perempuan bergaun biru langit dengan model sederhana berbahan brokat, namun tetap tampak elegan dan membuat wanita dengan perut membuncit itu terlihat semakin menawan. Ia terlihat bahagia, wajahnya memancarkan rona merah muda. Senyumnya yang sampai ke ujung mata tak meninggalkan bibir merahnya. Naima dan Albe menjadi laksana Cinderella dan Prince Charming di dunia nyata. Mereka berdua berjalan bergandengan menuju singgasana sederhana di ujung sana. Di depan mereka Colby Jr. berjalan layaknya pangeran dengan suite kebanggan. Tepuk tangan tamu undangan yang sebagian besar adalah kawan Eleanor dan Albert yang menempati sisi kiri. Juga teman-teman Albe hanya ada puluhan sepertinya, berada di barisan sebelah kanan. “Yang, banyak sekali tamunya,” bisik Naima. Ia tentu gugup walau terlihat bahagia. “Rileks, Baby. Anggap saja mereka bukan apa-apa,” ucap Albe tak kalah pelan, meng

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 205. Berdamai Dengan Masa Lalu

    Naima mengekori Albe saat lelaki itu mengunjungi sebuah gedung pusat rehabilitasi, sudah 4 hari berlalu sejak pembicaraan singkat mereka. Alberico sudah menjelaskan pada Naima bagaimana kondisi Chloe. Depresi dan narkoba yang sudah meresahkan. Kesenyapan dan wajah sendu Colby saat sendiri adalah bentuk kesedihannya. Chloe sangat menyayangi anak kecil itu, tapi waktunya tersita saat pengaruh obat menguasai tubuh. Meninggalkan Colby dalam kesunyian, sementara Nanny Smith tak bisa 24 jam bersama. Setiap hari, Naima dan Albe mengajak Colby bertamasya dan melakukan banyak kegiatan yang dapat mengurangi rasa sedih dan kesepian anak berumur 6 tahun itu. Saat menanyakan keberadaan sang ibu, Naima mengatakan Chloe sedang sakit dan harus di rawat. Colby Jr. yanga bosan dengan rumah sakit memilih berdiam diri di rumah. Jadwal bermain dengan dokter masih beberapa hari lagi, ia tak mau datang ke tempat yang tidak menyenangkan itu. Maka, di sinilah mereka berdua. Tanpa Colby Jr. Mereka berada

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 204. Ikhlas

    Mobil Pria bernama Pete itu segera melaju dengan kencang. Colby berlari dan memeluk wanita berkulit hitam yang Naima asumsikan adalah Nanny Smith-nya. “Nanny, ada apa dengan Mom? Kenapa dia selalu seperti itu?” tanya Colby dengan air mata yang membanjiri pipinya. “Oh Boy, Mommy hanya kecapean saja. Ayo aku gendong, kau perlu tidur.” Wanita itu mengangkat Colby kedalam gendongannya. Lalu berpaling pada Naima dan tersenyum. “Hai, Aku Nanny Smith kamu kekasihnya Rico?” Nanny Smith mengulurakn tangannya. Naima menyambut uluran tangan itu dan meralat, “aku istrinya.” “Oh, maaf. Aku tidak tahu. Ayo kita masuk, kita akan ngobrol nanti setelah laki-laki kuat ini tidur siang. Naima mengangguk, ia juga butuh merebahkan diri. Saat masuk ke dalam rumah, Naima menyempatkan melihat Granny di kamarnya, wanita itu sedang tidur dan tak terganggu dengan keributan yang terjadi tadi. Naima memilih ke beranda belakang, ada sofa yang terlihat nyaman di sudut dengan bantal-bantal yang menghiasi juga

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 203. BUKAN SEBUAH AKHIR

    “Mommy!” Colby Jr. turun dari sofa dan berlari memeluk ibunya yang baru pulang bekerja. Menurut informasi yang Albe terima dari ibunya, Chloe bekerja sebagai manajer di departemen store di kota Hampton. “Hello Boy, istirahatlah ke kamarmu.” Chloe memperhatikan Albe dengan raut penuh kerinduan, Naima berdiri mendekati Albe yang terlihat emosi. Menggenggam lengan yang sudah terkepal dan mengelus lengan atasnya naik turun. Ia tersenyum manis pada suaminya. “ Hai Rico! Kejutan dan wow, aku tak tahu harus mengucapkan apa? Selamat datang Ok?” sorak Chloe dengan mata berkaca-kaca juga bertepuk tangan sekali lalu menautkan jemarinya pada jemari tangan lainnya. “Hai Chloe, sangat mengejutkan bukan?” kata Albe terdengar dingin. “Aku memang terkejut dengan apa yang aku temukan saat bertemu dengan keponakan pintarku. Maka dari itu kami membuat kesepakatan. Apa kau keberatan?” Albe benar-benar tanpa basa-basi, Naima melihat suaminya seperti itu menjadi sedikit khawatir. Apa trauma Albe muncul se

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 202. PANGGIL AKU PAMAN

    “Itu Colby, aku rasa.” Albe memberi tahu Naima yang masih berdiri di tengah tangga bersamanya. “Hai Boy! Apa kamu yang bernama Colby?” tanya Albe turun dari tangga, memperhatikan anak kecil yang terlihat mengamati Albe. “Yeah, itu aku. Dan kamu Daddyku bukan? Mom selalu menceritakan dirimu dan menunjukkan fotomu." Albe mendengkus, lalu menyalami anak kecil itu. “Kita belum berkenalan, namaku Alberico Steinson. Dan kau tahu? Ayahmu bermarga berbeda denganku, namanya Colby East Stone. Bukankah namamu Colby Jr Stone? Kemarilah.” Albe menarik anak kecil itu untuk ikut ke atas. Albe melihat raut istrinya yang tak terbaca hanya tersenyum. “Aku akan menyelesaikan ini, tolong percaya

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 201. GRANNY

    Pagi yang sibuk untuk Naima dan Albe, Eleanor sudah menyiapkan beberapa kotak makanan untuk di bawa ke New Jersey. Wanita cantik itu beralasan, Mamanya selalu merindukan masakan putri satu-satunya. Albe hanya mengendik tanpa berkomentar, sementara Albert yangs edang membaca berita di tabletnya tidak berkomentar banyak. Mereka berangkat dengan Tesla model X. Saat Naima menuju carport, ia di buat takjub dengan jenis mobil yang tak biasa. Mobil keluarga Albe tidak ada yang type sedan, APV dengan kapasitas besar sepertinya adalah yang terfavorit untuk mereka. “Ada apa, Sweetheart?” Albe yang datang membawa koper berisi baju mereka heran dengan Naima yang bengong di hadapan beberapa mobil yang berjajar rapi. “Aku tidak tahu mana yang akan kau pilih untuk perjalanan kita, Sayang. Kau bilang yang sesuai dengan seleramu, dan yang aku lihat semua adalah seleramu.” Naima menolehkan kepalanya pada Albe yang menuju cabinet kecil yang tertempel di dinding. Untuk membuka cabinet itu menggunakan

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 200. MENGSEDU

    Naima jatuh di atas tubuh suaminya, beberapa orang yang lewat membantu Naima untuk bangkit, baru setelahnya Albe. Jalanan licin sedikit menyuitkan pria itu untuk berdiri. Pemuda yang kehilangan kendali saat berseluncur dengan skateboardnya berlari dengan panik. “Apa kalian terluka?” tanya pemuda itu dengan menenteng papan kayu di sebelah tangannya. “Kuharap tidak, lain kali berhati-hatilah. Atau kau akan mendapatkan hukuman,” ucap Albe menepuk pundak pemuda tadi. “Kau tidak apa-apa, Baby?” tanya Albe pada Naima yang terlihat syok, ia masih bersandar di dinding toko yang sudah tutup. Naima menutup mukanya dengan tangan, perutnya sedikit tegang tadi dan itu sangat tak nyaman. Naima meraih tangan Albe lalu memasukkan pada mantel tebal yang ia gunakan. Albe paham dan mengelus perut istrinya beberapa kali. Wanita it menyandarkan keningnya di dada Albe, dia dan calon anakknya sudah mengalami beberapa lagi tragedi dan itu membuatnya sedikit trauma. “Apa kau mau aku panggilkan Daddy su

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 199. GAUN

    “Tidak bisa, Dad! Uang yang dia pakai sangat banyak, aku tak bisa merelakan begitu saja. Aku harus mendatangkan alat gym termutakhir untuk cabang di Pluit. Gedungnya sudah siap, hanya untuk mendatangkan alatnya saja. Uangnya masih kurang.” Tolakan Albe yang menggebu membuat Albert memicing, Moma mengedip pada Naima. Perempuan hamil itu paham, lalu mengikuti mertuanya untuk masuk ke dalam ruangan kerja yang sedikit ke arah depan. “Mereka akan sangat lama dan membosankan jika membahas soal -BISNIS-, kita di sini saja. Bagaimana kalau kita mencari gaun untuk acara kalian, aku ingin melihatmu memakai gaun pengantin, Sayang.” Moma mengambil tabletnya yang berukuran besar. Membawa ke arah sofa di mana Naima duduk dan menyandarkan punggungnya. “Apa saudara Moma banyak? Atau rekan juga kerabat?” tanya Naima, iris beningnya mengikuti gerakan sang mertua.

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 198. KEPUTUSAN

    "Aku tidak tahu, Hun. Bagaimana kalau kita ikuti kemauan Moma aja? Aku takut mengecewakannya," usul Naima. Albe hanya mengendik, lalu menarik jemari istrinya. “Sebaiknya kita bicarakan bersama, supaya yang menjadi resepsi impianmu juga bisa terwujud, Baby. Ini pesta untuk kita bukan? Aku ingin kau juga mengutarakan keinginanmu. Hilangkanlah rasa sungkanmu itu, Sweetheart. Kadang aku tidak nyaman dengan sifatmu itu,” ucap Albe mengecup jari istrinya. Naima menghela napas, bukan maksudnya untuk membuat Albe tidak nyaman. Tapi, bagaimana keinginan hatinya bahkan Naima tidak mengerti. Ia menerima apa yang

DMCA.com Protection Status