Jemari yang terjalin, dengan sama-sama berhiaskan cincin. Jemari lentik dengan kuku bening terawat berhiaskan cincin berlian indah. Sedang jemari besar berhias cincin palladium sederhana. Di dalamnya terukir nama masing-masing sang pemilik jari dan juga pemilik hati. Sebagai doa juga harapan, ikatan mereka tak akan pernah terputus, seperti cincin mereka. Setelah menghabiskan sore dengan sahabat, sekarang Naima sedang berada di sebuah restoran ternama dengan sang kekasih yang tak pernah melepaskan tautan jemarinya. āBagaimana tadi? Apakah kalian bersenang-senang?ā tanya Albe memecah keheningan. Naima menoleh, menatap Albe lamat-lamat. āCuma ngobrol di cofee shop, setelah itu keliling aja. Cuci mata, lihat yang bening-bening,ā goda Naima dengan alis ia naik turunkan, mengikuti gaya Albe jika menggodanya. Albe berdecak dan terkekeh. āBening yang seperti apa? Apakah ada yang bisa menarik perhatianmu?ā Albe menggenggam jemari Naima membawa ke bibirnya. āAda beberapa, tapi setelah aku d
Melangkahkan kaki dengan berat dan malas, ada setumpuk dongkol di sudut hatinya. Bagaimana tidak, mereka baru saja makan malam romantis. Tapi dengan tidak beradabnya Albe akan memperkenalkan anggota baru yang apa katanya? Cantik, manis dan penurut. Albe dan senyumnya yang tetap mengembang, tapi menyadari telapak tangan wanita yang sedang ia genggam erat basah berkeringat. Melihat dengan ekor matanya, dan mengulum senyum. Terlihat wajah Naima yang masam, Abe justru senang berarti perempuan itu cemburu. āRuby!ā panggil Albe dengan suara lembut, yang membuat Naima membatu seketika di depan pintu yang telah tertutup di belakangnya. āRuby!! Come here, lovely.ā Albe berjalan menyeberangi ruang tamu. Pintu kamar tamu memang terbuka, segera menampakkan seekor kucing dengan bulu lebat berwarna abu putih berjalan dengan malas ke arah Albe. Memutari kaki lelaki itu dan bergelung nyaman di sana. Naima sontak merasa malu pada dirinya sendiri, rasa cemburu sudah membuat ia berpikir negatif. āLo
Naima bangun terlebih dahulu, seperti biasa tubuhnya akan merasa berat karena lilitan tangan Albe. Tersenyum senang, Albe sengaja atau alam bawah sadarnya yang membuat pria itu tetap memeluknya walau dalam kemarahan. Mengecup pipi Albe sebelum melakukan ritual paginya. Hari ini ia akan bekerja. Menyapa Ruby yang sudah berjalan-jalan di sekitar ruang keluarga. Menuju dapur untuk membuat kopi untuk Albe dan susu untuknya. Membawa pakaian kotor pada laundry room. Kegiatan pagi yang rutin ia lakukan sejak tinggal di rumah Albe. Bunyi bell membuat Naima berlari, kiriman sarapan mereka. Mengucapkan terima kasih, lalu membawa ke meja makan. Mempersiapkan peralatan makan untuk berdua. Karena Ruby akan makan pada mangkuknya, tidak di meja makan. āKamu udah pup belum?ā Naima menatap teman barunya, yang menggosok-gosokkan badan pada kakinya. āKamu lapar?ā tanya Naima lagi, yang hanya dijawab dengan eongan. Setelah mempersiapkan sarapan. Naima menuju area Ruby, mengisi mangkuk makan, dan air m
Kehangatan di dalam rumah adalah surga di dunia, sebab ia mendatangkan ketenangan dan kebahagian. Sukacita mereka menjadi kebahagiaan kita, dan kebahagiaan kita menjadi sukacita mereka. Mencoba membangun bahagia bersama orang yang kita sayangi. Seperti yang ingin Naima lakukan, Sehari hari setelah pertengkaran kecil mereka, Albe seperti lebih diam. Selalu memperhatikan semua yang ia lakukan dan ia kerjakan di dalam rumah. Tapi jarang melontarkan candaan. Naima mengira Albe sedang banyak pekerjaan. Mencuri pandang pada pria yang sedang memegang tablet di tangan kanannya juga pen pada tangan kirinya. Pandangan pria itu lurus ke depan, sesekali menusukkan pen pada rambutnya. Kehangatan di rumah ini seakan terkikis, Naima sedang mengamati, dengan Ruby di pangkuannya. Setidaknya kucing jenis Rogdoll itu bisa menghilangkan kecanggungan. Notifikasi di ponselnya, mengalihkan perhatian Naima dari Albe. Melihat nama Viran di sana. Viran: Datang lebih cepat bisa? Ada yang mau abang omongin
Naima meringis, tidak tau harus mengatakan apa, ia hanya melirik ke arah Jaka. Viran mendengus. āTau ni Naima, anak kecil juga ngurusin gue yang suka bikin anak,ā decak Viran, menyandarkan punggungnya pada sofa dan menaikkan kaki pada meja. Jaka berderap masuk dan duduk di sofa single dekat pintu. ākan sekarang udah pinter juga, ya gak, Nai?ā sindir Jaka dengan raut jijik. āApaan sih Pak Jaka. Nai cuma godain Bang Viran doang kok,ā elak Naima, mukanya sudah menghangat. Melirik ke arah jam yang melingkar di lengan kirinya. Naima bangkit. āNai, turun dulu, Pak Jaka, Bang ... Udah waktunya kerja,ā pamit Naima, ia tidak nyaman ada Jaka. Aura pria itu selalu menunjukkan permusuhan sekarang. Naima tidak tahu jika hati Jaka masih mengharapkan perempuan itu. Tapi rasa kecewa menutupinya. āUdah, sini aja dulu Nai. Laki lo juga yang punya usaha, l
Manusia tak akan pernah tahu, kapan waktu akan menghembuskan tiap jalan takdir manusia itu sendiri. Jika senyum saja akan ditemani air mata, begipula bahagia pasti akan ditemani duka. Tak perlu merayu waktu untuk terus mengiringi senyum yang terpaku, karena waktu tahu kapan hatimu akan terpekur kaku untuk sebuah lagu yang kau sebut gagu. Naima tentu sadar, waktunya juga entah sampai kapan bisa mendekap bahagia. Jika kubangan jelaga sudah nampak jauh di depan sana. Hanya menunggu tatihan langkah yang mengayun hingga sampai pada apa yang disebut merana. Menggenggam erat kotak yang Tiara berikan, Naima menelusupkan pada bagian belakang tas ransel mininya. Albe hanya memicing tanpa bertanya lebih lanjut. Namun debar hati Naima tetap bertalu tak mau tahu. Membujuk dan merayu pun sepertinya tetap p
āGila!ā Albe menggebrak meja kerjanya. Membuat Viran terhenyak. Namun setelahnya tertawa sumbang. āSepertinya penyelidikan kita kurang akurat, tidak bisa dipercaya informasi yang kita dapat tentang wanita pengusaha yang katanya potensial, memang benar. Tapi potensial dalam hal menipu dan mempermainkan bisnis,ā ucap Viran sambil menggelengkan kepalanya. āKamu saja yang datang kesana, aku tidak mau!ā putus Albe dengan cepat. Viran melotot ke arah Albe. āMana mau dia! Yang dia mau, lo. Gue ogah banget, walau dia cantik dan seksi dia bukan selera gue. Lo aja sono!ā tolak Viran, yang membuat Albe memijit pangkal hidungnya. Sebagian uangnya sudah ia investasikan untuk resort. Maka dari itu, ia membutuhkan investor untuk pembukaan cabang Jurasic Gym baru yang sudah setengah jalan. Sebenarnya bisa sa
Bahagia adalah ketika kita duduk di manapun, kau dan dia, dalam tubuh yang berbeda tapi tetap merasakan satu jiwa yang menyatu. Bersatu bukan sekedar menyatu dalam tubuh, bukan pula hanya untuk meleburkan rindu. Bahagia adalah rasa yang kita ciptakan dan kita upayakan. Bukan hanya mencari saat kau tak temui, lalu kau akan pergi. Duh, betapa piciknya hati. Mengulum senyum pada bibir yang merekah indah, untuk memancing lebih banyak cahaya dari dalam jiwa. Yang akan memancar pada rona dengan sendirinya. Usapan lembut di antara kuluman hangat sepasang manusia yang melarutkan cinta yang membuncah dalam jiwa. Membuat iri sang fajar, akan betapa mereka saling mencinta dan mendamba. Kehangatannya mengalahkan cumbuan mentari pada bumi di pagi sunyi. āAku tak pernah cukup denganmu,
Suasana ballroom sebuah hotel berbintang di tengah kota Manhattan terlihat riuh dan penuh canda tawa. Sosok perempuan bergaun biru langit dengan model sederhana berbahan brokat, namun tetap tampak elegan dan membuat wanita dengan perut membuncit itu terlihat semakin menawan. Ia terlihat bahagia, wajahnya memancarkan rona merah muda. Senyumnya yang sampai ke ujung mata tak meninggalkan bibir merahnya. Naima dan Albe menjadi laksana Cinderella dan Prince Charming di dunia nyata. Mereka berdua berjalan bergandengan menuju singgasana sederhana di ujung sana. Di depan mereka Colby Jr. berjalan layaknya pangeran dengan suite kebanggan. Tepuk tangan tamu undangan yang sebagian besar adalah kawan Eleanor dan Albert yang menempati sisi kiri. Juga teman-teman Albe hanya ada puluhan sepertinya, berada di barisan sebelah kanan. āYang, banyak sekali tamunya,ā bisik Naima. Ia tentu gugup walau terlihat bahagia. āRileks, Baby. Anggap saja mereka bukan apa-apa,ā ucap Albe tak kalah pelan, meng
Naima mengekori Albe saat lelaki itu mengunjungi sebuah gedung pusat rehabilitasi, sudah 4 hari berlalu sejak pembicaraan singkat mereka. Alberico sudah menjelaskan pada Naima bagaimana kondisi Chloe. Depresi dan narkoba yang sudah meresahkan. Kesenyapan dan wajah sendu Colby saat sendiri adalah bentuk kesedihannya. Chloe sangat menyayangi anak kecil itu, tapi waktunya tersita saat pengaruh obat menguasai tubuh. Meninggalkan Colby dalam kesunyian, sementara Nanny Smith tak bisa 24 jam bersama. Setiap hari, Naima dan Albe mengajak Colby bertamasya dan melakukan banyak kegiatan yang dapat mengurangi rasa sedih dan kesepian anak berumur 6 tahun itu. Saat menanyakan keberadaan sang ibu, Naima mengatakan Chloe sedang sakit dan harus di rawat. Colby Jr. yanga bosan dengan rumah sakit memilih berdiam diri di rumah. Jadwal bermain dengan dokter masih beberapa hari lagi, ia tak mau datang ke tempat yang tidak menyenangkan itu. Maka, di sinilah mereka berdua. Tanpa Colby Jr. Mereka berada
Mobil Pria bernama Pete itu segera melaju dengan kencang. Colby berlari dan memeluk wanita berkulit hitam yang Naima asumsikan adalah Nanny Smith-nya. āNanny, ada apa dengan Mom? Kenapa dia selalu seperti itu?ā tanya Colby dengan air mata yang membanjiri pipinya. āOh Boy, Mommy hanya kecapean saja. Ayo aku gendong, kau perlu tidur.ā Wanita itu mengangkat Colby kedalam gendongannya. Lalu berpaling pada Naima dan tersenyum. āHai, Aku Nanny Smith kamu kekasihnya Rico?ā Nanny Smith mengulurakn tangannya. Naima menyambut uluran tangan itu dan meralat, āaku istrinya.ā āOh, maaf. Aku tidak tahu. Ayo kita masuk, kita akan ngobrol nanti setelah laki-laki kuat ini tidur siang. Naima mengangguk, ia juga butuh merebahkan diri. Saat masuk ke dalam rumah, Naima menyempatkan melihat Granny di kamarnya, wanita itu sedang tidur dan tak terganggu dengan keributan yang terjadi tadi. Naima memilih ke beranda belakang, ada sofa yang terlihat nyaman di sudut dengan bantal-bantal yang menghiasi juga
āMommy!ā Colby Jr. turun dari sofa dan berlari memeluk ibunya yang baru pulang bekerja. Menurut informasi yang Albe terima dari ibunya, Chloe bekerja sebagai manajer di departemen store di kota Hampton. āHello Boy, istirahatlah ke kamarmu.ā Chloe memperhatikan Albe dengan raut penuh kerinduan, Naima berdiri mendekati Albe yang terlihat emosi. Menggenggam lengan yang sudah terkepal dan mengelus lengan atasnya naik turun. Ia tersenyum manis pada suaminya. ā Hai Rico! Kejutan dan wow, aku tak tahu harus mengucapkan apa? Selamat datang Ok?ā sorak Chloe dengan mata berkaca-kaca juga bertepuk tangan sekali lalu menautkan jemarinya pada jemari tangan lainnya. āHai Chloe, sangat mengejutkan bukan?ā kata Albe terdengar dingin. āAku memang terkejut dengan apa yang aku temukan saat bertemu dengan keponakan pintarku. Maka dari itu kami membuat kesepakatan. Apa kau keberatan?ā Albe benar-benar tanpa basa-basi, Naima melihat suaminya seperti itu menjadi sedikit khawatir. Apa trauma Albe muncul se
āItu Colby, aku rasa.ā Albe memberi tahu Naima yang masih berdiri di tengah tangga bersamanya. āHai Boy! Apa kamu yang bernama Colby?ā tanya Albe turun dari tangga, memperhatikan anak kecil yang terlihat mengamati Albe. āYeah, itu aku. Dan kamu Daddyku bukan? Mom selalu menceritakan dirimu dan menunjukkan fotomu." Albe mendengkus, lalu menyalami anak kecil itu. āKita belum berkenalan, namaku Alberico Steinson. Dan kau tahu? Ayahmu bermarga berbeda denganku, namanya Colby East Stone. Bukankah namamu Colby Jr Stone? Kemarilah.ā Albe menarik anak kecil itu untuk ikut ke atas. Albe melihat raut istrinya yang tak terbaca hanya tersenyum. āAku akan menyelesaikan ini, tolong percaya
Pagi yang sibuk untuk Naima dan Albe, Eleanor sudah menyiapkan beberapa kotak makanan untuk di bawa ke New Jersey. Wanita cantik itu beralasan, Mamanya selalu merindukan masakan putri satu-satunya. Albe hanya mengendik tanpa berkomentar, sementara Albert yangs edang membaca berita di tabletnya tidak berkomentar banyak. Mereka berangkat dengan Tesla model X. Saat Naima menuju carport, ia di buat takjub dengan jenis mobil yang tak biasa. Mobil keluarga Albe tidak ada yang type sedan, APV dengan kapasitas besar sepertinya adalah yang terfavorit untuk mereka. āAda apa, Sweetheart?ā Albe yang datang membawa koper berisi baju mereka heran dengan Naima yang bengong di hadapan beberapa mobil yang berjajar rapi. āAku tidak tahu mana yang akan kau pilih untuk perjalanan kita, Sayang. Kau bilang yang sesuai dengan seleramu, dan yang aku lihat semua adalah seleramu.ā Naima menolehkan kepalanya pada Albe yang menuju cabinet kecil yang tertempel di dinding. Untuk membuka cabinet itu menggunakan
Naima jatuh di atas tubuh suaminya, beberapa orang yang lewat membantu Naima untuk bangkit, baru setelahnya Albe. Jalanan licin sedikit menyuitkan pria itu untuk berdiri. Pemuda yang kehilangan kendali saat berseluncur dengan skateboardnya berlari dengan panik. āApa kalian terluka?ā tanya pemuda itu dengan menenteng papan kayu di sebelah tangannya. āKuharap tidak, lain kali berhati-hatilah. Atau kau akan mendapatkan hukuman,ā ucap Albe menepuk pundak pemuda tadi. āKau tidak apa-apa, Baby?ā tanya Albe pada Naima yang terlihat syok, ia masih bersandar di dinding toko yang sudah tutup. Naima menutup mukanya dengan tangan, perutnya sedikit tegang tadi dan itu sangat tak nyaman. Naima meraih tangan Albe lalu memasukkan pada mantel tebal yang ia gunakan. Albe paham dan mengelus perut istrinya beberapa kali. Wanita it menyandarkan keningnya di dada Albe, dia dan calon anakknya sudah mengalami beberapa lagi tragedi dan itu membuatnya sedikit trauma. āApa kau mau aku panggilkan Daddy su
āTidak bisa, Dad! Uang yang dia pakai sangat banyak, aku tak bisa merelakan begitu saja. Aku harus mendatangkan alat gym termutakhir untuk cabang di Pluit. Gedungnya sudah siap, hanya untuk mendatangkan alatnya saja. Uangnya masih kurang.ā Tolakan Albe yang menggebu membuat Albert memicing, Moma mengedip pada Naima. Perempuan hamil itu paham, lalu mengikuti mertuanya untuk masuk ke dalam ruangan kerja yang sedikit ke arah depan. āMereka akan sangat lama dan membosankan jika membahas soal -BISNIS-, kita di sini saja. Bagaimana kalau kita mencari gaun untuk acara kalian, aku ingin melihatmu memakai gaun pengantin, Sayang.ā Moma mengambil tabletnya yang berukuran besar. Membawa ke arah sofa di mana Naima duduk dan menyandarkan punggungnya. āApa saudara Moma banyak? Atau rekan juga kerabat?ā tanya Naima, iris beningnya mengikuti gerakan sang mertua.
"Aku tidak tahu, Hun. Bagaimana kalau kita ikuti kemauan Moma aja? Aku takut mengecewakannya," usul Naima. Albe hanya mengendik, lalu menarik jemari istrinya. āSebaiknya kita bicarakan bersama, supaya yang menjadi resepsi impianmu juga bisa terwujud, Baby. Ini pesta untuk kita bukan? Aku ingin kau juga mengutarakan keinginanmu. Hilangkanlah rasa sungkanmu itu, Sweetheart. Kadang aku tidak nyaman dengan sifatmu itu,ā ucap Albe mengecup jari istrinya. Naima menghela napas, bukan maksudnya untuk membuat Albe tidak nyaman. Tapi, bagaimana keinginan hatinya bahkan Naima tidak mengerti. Ia menerima apa yang