Niat Puspa berjilbab kemarin untuk menghilangkan jejak, tapi ternyata keterusan sampai sekarang. Orang pasti selalu punya alasan kenapa berubah. Beruntung kalau perubahan itu bisa menjadikan diri lebih baik lagi. Setahunya, almarhumah Sandra tidak berjilbab. Semua fotonya menampakkan rambut indahnya yang tergerai sebawah bahu. Dia wanita anggun, cantik, dengan tatapannya yang teduh. Tapi sejak awal bersama Bram, lelaki itu memang tidak pernah menceritakan tentang istrinya. Apalagi memuji dan membandingkan antara Sandra dan dirinya. Hanya saja foto wanita itu masih ada di kamarnya anak-anak dan di ruang kerjanya. Di kamar pribadi mereka ada foto pernikahannya yang terbingkai rapi tergantung di dinding. Sementara di ruang santai lantai dua, ada foto dengan formasi keluarga mereka sekarang ini.Bahkan ketika mendapati dirinya tidak lagi virgin, Bram juga tidak menyinggung almarhumah istrinya yang masih perawan. Lelaki itu marah karena dirinya tidak jujur saja saat ditanya. Hanya itu p
PERNIKAHAN - Sampai Kapan"Kamu tunggu di mobil. Mas nggak akan lama." Bram bicara pada Puspa seraya membukakan pintu mobil. Setelah istrinya duduk, Bram mengajak Dahlan agak menjauh. Khawatir Puspa bisa mendengar apa yang mereka bahas."Hari Sabtu depan, tim sukses dari saudara Dikri akan mengadakan sosialisasi mengenai budidaya ternak dan pertanian, Bos. Itu hanya dalihnya saja, padahal ada money politik untuk pemilihan awal tahun depan. "Warga sini dan warga desa sebelah sudah di data yang akan ikut. Mereka harus menyerahkan fotocopy KTP. Pertemuannya dimulai jam sebelas siang. Mereka akan dapat snack, makan siang, dan uang saku.""Pertemuannya di mana?""Di tempat pertemuan para warga pemilik kebun. Balai pertemuan di tengah hutan itu, Bos.""Oke. Pembahasan ini kita lanjutkan nanti setelah saya kembali dari mengantarkan Puspa.""Siap." Dahlan melangkah kembali ke gudang. Sedangkan Bram ke mobilnya. Yang penting sekarang mengantarkan istrinya dulu, setelah itu mengatur rencana u
Berbagai nasehat, masukan, pandangan, dijabarkan dokter Anggi dalam sisa waktu satu jam itu. Dia tidak bisa menyediakan waktu lebih karena harus berangkat ke rumah sakit.Akhirnya sesi kedua telah selesai. Dokter Anggi mengantarkan pasiennya hingga ke halaman depan. Puspa terlihat lebih semringah daripada waktu datang tadi. Wajahnya cerah dan senyum menghiasi bibirnya."Mas, kalau ada waktu. Kita ke rumah ayah nanti malam. Di hadapan kalian, aku ingin memberitahu siapa lelaki durjana itu." Puspa berkata dengan wajah menunduk, ketika mobil sudah meninggal rumah dokter Anggi."Oke. Kita ke sana habis maghrib, ya."Puspa mengangguk."Sebelum kita pulang, ada yang ingin kamu beli?""Antarkan aku ke toko perlengkapan kue, Mas. Aku mau beli bahan untuk membuat sponge kek pisang. Kulihat tadi ada pisang di meja yang nggak dimakan.""Oke, Sayang." Bram menjawab dengan santai.Oh, panggilan yang membuat Puspa mendadak salah tingkah. Pipinya sampai bersemu merah begitu. Sungguh mengejutkan meli
"Sony pulang jam satu, kan? Biar nanti kujemput," ujar Puspa."Tidak perlu. Biar anak-anak dijemput sama Tejo saja. Setelah kamu benar-benar pulih, baru antar jemput mereka.""Aku juga ingin sesekali mengantar jemput Vanya.""Mungkin kamu akan sering kecewa karena sikapnya.""Nggak apa-apa."Bram melingkarkan lengan di pinggang Puspa yang membuat wanita itu kaget dan menoleh. "Duduklah lebih dekat," ujar Bram sambil menggeser tubuh istrinya. Puspa ini seperti kapas saja di tangan suaminya. Enteng sekali untuk dipindahkan atau pun di gendong."Minggu depan, kita jadi staycation mengajak anak-anak dan mama. Jumat sore kita berangkat, Minggu sore kita pulang.""Jadi ke Jogja?""Mungkin tidak. Kalau ke Jogja, waktu habis di perjalanan. Lain hari saja kalau ada liburan panjang, kita ke sana.""Ya.""Sehabis ngajak jalan anak-anak, lain hari kita perlu pergi berdua saja. Semalam pun tidak mengapa."Kembali Puspa merinding. Kenapa gampang sekali seperti ini sekarang. Memang sudah mulai nyama
PERNIKAHAN - Terungkap Bu Lurah tersenyum semringah melihat kedatangan putri dan menantunya. Puspa terlihat lebih cerah, tidak sepucat terakhir mereka pulang dari rumah sakit. "Ibu sama ayah rencananya mau nyambangi kamu, malah keduluan kamu yang ke sini." Bu Lurah mengusap kepala putrinya saat disalami. Bram pun melakukan hal yang sama."Aku tadi siang bikin sponge kek pisang, Bu." Puspa memberikan paper bag yang dibawanya. "Syukurlah kalau kamu sudah bisa beraktivitas. Ayo, masuk. Ayah tadi masih di belakang." Bu Lurah mengajak anak dan menantunya masuk ke rumah.Dari dalam muncul Pak Lurah yang tersenyum senang melihat anak kesayangannya. "Kamu sudah jauh lebih baik?""Alhamdulillah. Iya, Yah. Tadi siang kami konsultasi kedua ke dokter Anggi.""Ayah dan ibu selalu mendoakan yang terbaik buat kalian," jawab Pak Lurah. "Mbakmu sama suaminya sore tadi juga ke sini.""Bagaimana pertemuan dengan Pak Maksum tempo hari, Yah?" tanya Bram. Membuat Puspa memandang tidak suka. Dia belum t
Pak Lurah menegang. Kaget tentu saja. Bu Lurah pun sama. Tubuhnya sampai berkeringat dingin, padahal belum tahu siapa orang itu."Siapa, Nduk?" tanya Bu Lurah menahan tangis.Puspa menarik napas panjang berulang kali. "Dia lelaki yang kutolak saat mengungkapkan perasaannya. Aku nggak menyukainya. Dia juga sudah punya pacar. Waktu itu, aku ke rumahnya untuk mengantarkan sesuatu. Dan kesempatan itu digunakannya untuk melakukan perbuatan bejatnya." Sejenak Puspa berhenti sambil mengusap air mata dengan tisu. Tubuh Pak Lurah terguncang hebat oleh tangisnya yang tak bersuara. Lelaki itu menahan kedua matanya dengan ujung jemari. Kemudian Puspa melanjutkan cerita bagaimana kedua orang tua lelaki itu pun tahu, lalu membuat kesepakatan dan mengancam agar dia tidak memberitahu siapapun. Bahkan si ibu sempat merias wajah Puspa yang sembab supaya tidak dicurigai orang.Bu Lurah terpukul. Siapa orang tua yang sama biadabnya dengan sang anak? Siapa ibu yang tidak memiliki hati nurani dan empati
Puspa mengangguk. Nasehat ibunya bermakna begitu dalam. Meski tidak dijabarkan secara luas. Beberapa hari ini dia sudah melakukan apa tugasnya sebagai istri, kecuali urusan ranjang. Rasanya belum siap saja karena mengingat malam itu. Memikirkannya membuat tangan Puspa gemetar dan menjatuhkan sendok ke lantai."Kamu nggak apa-apa to, Nduk?" tanya Bu Lurah melihat tangan putrinya gemetar."Nggak apa-apa, Bu.""Hmm, kek buatanmu enak," puji Bu Lurah sambil makan kek yang sudah dipotongnya dan ditata di piring oval."Padahal aku baru belajar membikinnya hari ini, Bu. Tapi dibantuin sama mama mertua. Aku juga mau belajar memasak, agar menu makanan kami beragam.""Harus itu. Suami lebih suka kalau dimanjakan perutnya, apalagi yang bawah perutnya." Perkataan Bu Lurah yang tanpa tedeng aling-aling membuat pipi Puspa merona. "Jangan anggap ucapan ibu ini tabu atau nggak sopan. Ngajari anak sendiri kok dibilang tabu. Ibu juga bilang begini pada mbakmu. Biar para suami itu betah sama istrinya k
PERNIKAHAN- Malam yang Sempurna "Sebaik apa Rayyan?" Sorot netra Bram begitu lekat mengunci wajah istrinya yang serba salah.Puspa harus bagaimana? Apa mesti jujur saja agar tidak menimbulkan salah paham kali kedua. Bram paling benci di dustai bukan? Tapi pada dasarnya antara dirinya dan Rayyan belum sampai ada ikatan yang serius."Baik karena dia nggak bertingkah seperti cowok-cowok yang suka iseng. Dia nggak jahil juga, nggak pernah main perempuan." Itu jawaban Puspa. "Kamu yakin itu?""Kami berteman baik, Mas."Bram manggut-manggut. Padahal dia sudah tahu cerita mereka dari Dita tempo hari. Yang jelas, bisa dikatakan kalau Puspa sempat ada perasaan dengan cowok itu. Sempat hampir jadian, lalu Puspa menjauh setelah ternoda. Rayyan pria yang tampan. Bram masih ingat bagaimana wajahnya. Namun Bram memilih diam, karena jika mengatakannya jelas akan ketahuan kalau dia sempat menemui Dita di Surabaya.Bagaimanapun juga ia harus menepati janjinya pada Dita. Kalau tidak akan menceritaka
"Bagaimana, May?" teriak Dikri. Tidak sabar menyambut Maya yang keluar dari kamar mandi malam itu."Bentar!"Dikri mondar-mandir menunggu. Dia berharap ada kabar bahagia malam ini. Sudah membayangkan memiliki anak perempuan yang cantik. Biar terobati rindunya pada Denik.Maya keluar dari kamar mandi."Bagaimana?" "Aku hamil," ucap Maya dengan suara bergetar dan netra berkaca-kaca. Menunjukkan testpack dengan garis dua di tangannya.Mata Dikri membelalak dan langsung memeluk Maya dengan erat, hampir tak percaya dengan kabar bahagia itu meski harapannya begitu besar. "Alhamdulillah."Akhirnya setelah dua bulan menikah, Maya baru hamil. Biar menepis dugaan sebagian orang kalau mereka menikah diam-diam karena Maya hamil duluan.Tidak adanya resepsi dan nikah dadakan membuat beberapa orang berprasangka buruk. Apalagi Maya seorang janda."Besok kita cek ke dokter, Mas. Baru ngasih tahu orang tua kita.""Iya." Dikri masih speechless. Tak henti ia mengucap syukur. Masih diberikan kesempatan
"Sampai sekarang Rayyan belum tahu kalau akulah yang menghancurkan harapannya. Semoga sampai kapanpun dia nggak akan pernah tahu, Ma.""Baiklah kalau gitu. Kita nggak usah ngadain resepsi saja." Bu Ira mengelus punggung putranya sambil tersenyum. Dalam hati berdoa semoga semuanya akan baik-baik saja. Dikri dan Maya bahagia.***L***Dua bulan sudah Dikri dan Maya menjadi pasangan suami istri. Mereka tinggal di rumah orang tua Maya karena Bu Anang di Surabaya menunggui Mika yang hendak bersalin. Tiap akhir pekan mereka menginap di rumah orang tua Dikri atau berkunjung ke Surabaya.Maya membuka jendela dapur saat matahari pagi sudah menerobos masuk. Tiap selesai salat subuh, ia akan sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan. Selalu memastikan pagi mereka dimulai dengan sarapan bersama sebelum berangkat kerja. Meski sama-sama sibuk. Salah satu kebiasaan mereka adalah mengatur makan siang bersama setidaknya dua kali seminggu. Kalau Dikri ada acara di luar kantor, ia akan menjemput Maya untu
PERNIKAHAN - Bidadari Kecil "Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Di depan pintu ada Rayyan bersama Najiya yang tengah hamil besar."Hai, Ray. Ayo, masuk!" Dikri bangkit dan menyambut tamunya. Mereka jarang sekali bertemu dan berkomunikasi lewat telepon. Rayyan pasti lebih sibuk setelah menikah.Maya memperhatikan pasangan itu. Dia belum pernah melihatnya. Karena hampir kenal semua teman-teman Dikri."Nikah nggak ngabarin sih, Mas," protes Rayyan sambil bersalaman. Kemudian ia dan Najiya menyalami Maya, Pak Maksum, dan Bu Ira. Dikri mengenalkan Maya pada Rayyan dan Najiya."Mari silakan duduk," ujar Bu Ira."Maaf, rencananya kan mau tunangan dulu. Tapi kami langsung nikah siri atas saran keluarga. Baru nanti mendaftarkan pernikahan ke KUA. Kapan kalian datang?""Tadi pagi. Dan kami dikasih tahu sama Budhe. Alhamdulilah, saat berulang kali kutanyai Mas Dikri bilang nggak punya pacar. Eh tiba-tiba saja nikah. Rupanya main rahasia selama ini."Dikri tertawa. "Tanyakan ke Budhe, giman
"Apa dulu itu, kamu menyukai gadis lain, Dik? Makanya dengan berbagai alasan kamu menunda pernikahan kita?" Namun pertanyaan itu hanya terucap dalam dada. Dia tidak akan menanyakannya dan tidak usah tahu. Yang penting mereka sekarang berkomitmen untuk melangkah beriringan membina masa depan. Lupakan masa lalu. Sepahit apapun itu. Dirinya sudah menerima Dikri dan menerima seluruh kisahnya."Kita akan saling mencintai sampai kapanpun, May." Dikri mengecup puncak kepala istrinya. Ia menyadari betapa beruntungnya memiliki Maya. Dikri berjanji dalam hati untuk selalu menjaga Maya, melindunginya, dan menjadi suami yang setia.Maya mengeratkan pelukan. Keduanya terhanyut dalam perasaan dan tuntutan kebutuhan ragawi. Ternyata Maya sudah mengenakan gaun istimewa untuk suaminya. Membuat mereka tidak sabar untuk segera tenggelam menikmati malam pernikahan.Sarangan menjadi saksi keduanya untuk menyempurnakan hubungan. Maya tidak pernah tahu, bahwa dia bukan yang pertama bagi Dikri. "Dik, kita
"Setelah ini kamu dan Dikri harus mulai membahas mau tinggal di mana, May. Sebab Dikri pun sekarang menjadi anak tunggal. Jangan sampai hal begini akan jadi masalah. Kalau Mas, maunya kamu nemenin Mama," kata Bayu."Mas Bayu, nggak usah khawatir deh. Mama akan ikut aku ke Surabaya. Nungguin aku lahiran. Jangan khawatir, ada ART di rumah jadi Mama hanya duduk mengawasi saja saat kami tinggal kerja. Iya kan, Ma?" Si bungsu merangkul bahu mamanya.Sejak menikah, Mika memang mau mengajak mamanya tinggal bersama. Tapi Bu Anang menolak dengan alasan, kasihan Maya sendirian."Sekarang Mbak Maya kan sudah menikah, Ma. Ada suami yang jagain. Jadi Mama nggak perlu khawatir lagi."Bu Anang memandang Maya. Anak yang paling dekat dengannya. Dibanding dengan kedua saudaranya. Maya yang mungkin bisa dibilang kurang beruntung. Itu pun karena ada andil orang tua yang memaksakan kehendak."Nggak apa-apa Mama ikut ke Surabaya. Kalau pengen pulang ke Nganjuk kan bisa kami jemput. Pengen ke Surabaya bisa
PERNIKAHAN- Semalam di Telaga Sarangan "Mbak, dulu dia mengulur-ulur waktu nikahin aku. Sekarang dia maunya buru-buru. Kami nikah secepat kilat kayak habis di gropyok hansip saja.""Sssttt, jangan ngomong begitu. Memang takdir jodoh kalian baru sekarang," jawab sang kakak ipar seraya mengaplikasikan bedak di wajah Maya. "Apapun yang pernah terjadi, Mbak salut kalian bisa kembali bersama. Ini jodoh yang sempat belok arah namanya." Nafa, istrinya Bayu terkekeh. "Mbak aja kaget waktu dikabari mama.""Aku sendiri rasanya nggak percaya. Padahal aku sudah mengubur dalam-dalam harapan itu.""Kalian ini jodoh yang tertunda. Mbak doain kalian bahagia. Jangan tunda, segeralah punya momongan. Usiamu sudah tiga puluh tiga tahun, kan?"Maya mengangguk. Make up sudah selesai. Maya membuka lemarinya dan mengambil kebaya warna putih tulang. Itu baju yang ia pakai di hari pernikahan adik perempuannya. Mika. Baru setahun yang lalu, pasti masih muat. Modelnya simple, masih mewah kebaya pengantin saat
"Sudah kubilang kalau itu bukan masalah bagiku. Kamu nggak harus berkata panjang lebar, May. Cukup bilang, ya atau tidak. Aku sudah mengerti." Dikri memandang Maya. Sedangkan Maya memandang gerimis di hadapannya. Pemandangan sore ini begitu indah. Wanita itu menoleh pada lelaki di sebelahnya. "Ya," ucapnya pasti.Senyum Dikri merekah,terlihat sangat lega. Kali ini sesuai seperti apa yang ia harapkan. "Aku akan membicarakannya dengan papa dan mama. Sudah pasti dalam waktu dekat ini, aku akan datang untuk melamarmu.""Aku ingin acara yang sederhana saja.""Aku setuju. Bagaimana kalau hari Minggu ini kami ke rumahmu.""Minggu ini?" Maya kaget. Dia pikir tidak akan secepat ini meski pun sudah mengiyakan."Iya.""Dik, aku belum ngabarin Mas Bayu. Belum tentu kalau dadakan gini dia bisa pulang. Dia yang sekarang menjadi waliku setelah papa tiada.""Ya, aku ngerti. Kalau gitu, kutunggu kabar darimu. Tapi nanti aku ingin ketemu mamamu sebentar saja.""Oke." Keduanya saling pandang. Kemudian
"Kita bisa berjuang bersama-sama, May. Jangan lagi menyesali masa lalu. Kita buka lembaran baru.""Dik, kasih aku waktu untuk bicara dengan mamaku.""Apa aku perlu bicara langsung dengan beliau sekarang.""Jangan. Biar aku saja. Besok sepulang kerja kita bisa ketemuan. Aku sudah merasa lebih baik, jadi besok bisa masuk kerja."Dikri mengangguk. "Baiklah. Kalau gitu, aku pamit pulang. Aku mau pamitan sama mamamu." Dikri memandang pintu tengah yang menghubungkan dengan ruang belakang."Bentar." Maya bangkit dari duduknya dan mencari mamanya di belakang.Bu Anang muncul seraya tersenyum. "Mau balik, Nak Dikri?""Ya, Bu. Terima kasih untuk makan malamnya. Saya ke sini malah ngerepotin.""Nggak ngerepotin. Hati-hati ya! Salam buat Pak Maksum dan Bu Ira.""Iya, Bu." Dikri mencium tangan Bu Anang, kemudian melangkah keluar di antar oleh Maya hingga ke teras. "Besok pagi kujemput. Kuantar ke tempat kerjamu. Biar sorenya kita bisa ketemuan.""Nggak usah. Aku bisa berangkat bareng temanku.""Ok
PERNIKAHAN - Mendadak NikahMaya spontan membeku dan bertambah pucat. Apa dia tidak salah dengar. Namun lelaki di hadapannya ini tampak sangat serius. Maya menghela nafas panjang untuk menghilangkan debaran dalam dada."Dik, kemarin dokter bilang aku hanya kecapekan, sekarang kamu ingin membuatku jantungan? Jangan bercanda, deh!""Aku nggak bercanda, May. Sumpah!"Suhu tubuh Maya yang mulai normal, kini rasanya kembali panas dingin. Sama sekali dia tidak kepikiran lagi bisa kembali bersama Dikri, meski hubungan mereka membaik belakangan ini."Aku serius, May."Maya serasa menggigil. Dia memang mencintai Dikri, tapi sejak putusnya pertunangan mereka dan Maya menikah dengan laki-laki lain, ia berusaha melupakan perasaan itu. Mengubur harapannya. Ada hal-hal yang tidak dipahami oleh Maya tentang Dikri. Di mana lelaki itu tidak begitu peduli dengan hubungan mereka disaat masih terikat pertunangan. Maya pun sebenarnya merasakan hal itu, meski tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mengun