Pak Maksum ganti menghampiri Dikri untuk meminta maaf. Dikri hanya mengangguk pelan. Kemudian mendekati kakaknya. Memeluk Pak Wanto sambil menangis. Dua bersaudara itu berpelukan erat, sebelum kemudian petugas kembali mengingatkan kalau Pak Maksum harus kembali.Lelaki itu divonis penjara satu tahun. Dan sekarang masih sisa beberapa bulan lagi mejalani masa tahanan."Kita pulang, Ma." Dikri menghampiri mamanya."Adikmu sendirian, Dik.""Ma, kita doakan Denik saja. Biar dia jauh lebih tenang di sana daripada bersama kita."Dengan langkah gontai dan dipapah oleh sang anak, akhirnya Bu Maksum meninggalkan pemakaman. Mereka pulang ke rumah naik mobilnya Irwan. Sebab mobil Dikri masih di Malang. Dia tadi pulang ikut mobil jenasah yang membawa almarhumah Denik."Dik, malam ini juga aku langsung ke Malang," ujar Irwan setelah selesai mencuci kaki dan tangan di kran depan rumah. "Kamu sendirian?""Pakdhe yang akan menemani," sahut Pak Wanto."Makasih, Pakdhe. Aku titip bayinya Denik, Mas.""
PERNIKAHAN - Nasib Baby Boy "Hei, kenapa?" Bram menarik kursi dan duduk di sebelah Puspa, di ruang santai sore itu.Buru-buru Puspa mengusap air mata yang luruh ke pipinya. Dia tersenyum pada sang suami seraya meletakkan pakan ikan di atas meja. "Aku hanya sedih dengan nasibnya Denik, Mas. Tragis banget ya. Aku benar-benar bisa ngerasain apa yang dia lalui. Dia juga harus pergi meninggalkan bayinya yang baru lahir. Tak terbayang bagaimana sedihnya."Bisa dikatakan aku lebih beruntung dari dia. Setelah peristiwa itu, aku nggak sampai hamil. Orang tuaku memberikan dukungan. Aku juga memiliki suami yang baik. Membantuku memulihkan mental dan rasa percaya diriku." Puspa memandang suaminya."Apapun yang pernah kuhadapi waktu itu, akhirnya bisa kulewati dengan dukungan Mas, Mama, dan keluargaku. Hingga aku seberuntung ini sekarang. Jujur saja, aku sangat sedih dengan nasibnya Denik dan baby-nya." Mata Puspa kembali basah."Doakan saja yang terbaik untuknya. Semoga Denik husnul khotimah. D
"Dik, mumpung kita ngumpul di sini. Aku mau ngomong sesuatu." Irwan berkata setelah beberapa menit mereka dalam kebisuan."Ya, Mas.""Seharian tadi kami ngobrol berempat. Aku dan Indah berniat merawat anaknya Denik. Tentu saja dengan persetujuanmu dan Tante Ira. Bagaimana?"Dikri menarik napas panjang. Sebenarnya soal perawatan anaknya Denik, sejak semalam sudah menjadi pemikirannya. Sang mama sudah jelas tidak akan bisa merawat bayi baru lahir itu. Apalagi dirinya. Mana mungkin dia bisa, karena harus bekerja dan belum pernah merawat anak. Andai membayar baby sitter, mungkin dengan keadaan terpaksa, Dikri masih bisa. Namun ia tidak tega, khawatir keponakannya kenapa-napa.Sekarang ada solusi yang membuatnya lega. Di dalam asuhan Irwan dan Indah, bayi itu berada di tangan yang tepat. Dikri tahu betul bagaimana Indah. Dia istri dan ibu yang baik."Anak itu akan dirawat dengan baik oleh Irwan dan Indah, Dik. Kamu juga bisa fokus bekerja dan memulihkan mamamu. Bayi itu akan memiliki ident
Besok siangnya, Denny sudah dibawa pulang ke rumah Dikri. Bu Ira menangis tersedu-sedu melihat cucunya. Setelah tenang, Dikri memberitahu niat baiknya Irwan dan Indah. Dengan kesadaran, Bu Ira setuju. Sebab dia sadar kalau tidak mungkin bisa merawat cucunya dengan baik. Emosinya juga tidak stabil. Apalagi hubungannya dengan Pak Maksum dalam ketegangan yang belum mereda. Dan Denny berhak mendapatkan perhatian dan perawatan yang semestinya."Tante Ira, bisa menjenguknya kapan saja. Tante, juga bisa menginap di rumah kami kalau rindu dengan Denny," kata Irwan."Ya. Makasih, Wan. Tante titip Denny." Bu Ira terisak-isak."Kalau gitu. Aku sama Indah mau keluar sebentar. Belanja sekalian ke rumah mertua. Kami akan bicara sama ayah dan ibu. Juga memberitahu Naina. Dia pasti seneng punya adik. Nanti kami mampir juga menemui Puspa dan suaminya," pamit Irwan."Iya," jawab Bu Ira."Kalian pergilah. Mama akan jagain Denny dulu di sini," ujar Bu Wanto."Iya, Ma. Kami juga akan beresin rumah sebelu
PERNIKAHAN - Terkejut Vanya sangat antusias membantu Puspa membungkus kado untuk baby Denny. Sepulang sekolah dia dijemput papanya, kemudian langsung mampir beli kado. Bram memang tidak mengizinkan istrinya ikut, cukup di video call saja, barang mana yang ia pilih. Untuk menyentuhnya saja Bram sangat menahan diri, makanya dia tidak mengizinkan sang istri ikut berkeliling mencari kado."Bagus kan, Bun. So cute." Vanya memegang sepatu mungil di tangannya. Itu tadi pilihan Vanya sendiri."Iya. Tapi masih kebesaran itu, Kak. Nanti Denny umur tiga bulanan baru bisa dipakai.""Biar disimpan sama Tante Indah dulu, Bun. Oh ya, kita mau ke sana pas acara aqiqah?""Besok saja, Kak. Kan siang tadi baby-nya sudah dibawa pulang sama Tante Indah. Besok kita jenguk ke sana. Pas acara aqiqah, kakak, Sony, sama papa yang ke sana. Bunda di rumah saja," jawab Puspa seraya sibuk melipat baju dan menatanya di kotak kado."Kenapa, Bun?" Vanya penasaran."Selama hamil ini, bunda pusing kalau bertemu orang
Dikri menghela nafas panjang. Denny sudah menjadi bagian dari keluarga Puspa, tapi pada saat yang bersamaan dirinya juga harus sadar diri, entah sampai kapan akan terus menghindari wanita itu jika kebetulan bertemu.Beberapa waktu kemarin tidak sulit baginya, tapi sekarang, bagaimana? Ada Denny yang membuatnya sering ke rumah sepupunya."Kenapa duduk di sini?" tegur Irwan muncul dari pintu dan mengangetkan Dikri yang tengah melamun."Nggak apa-apa, Mas. Aku sedang merokok. Nggak boleh mendekati Denny.""Bukan itu saja alasannya.""Syukurlah kalau Mas Irwan tahu. Aku memang pantas mendapatkan hal ini."Hati Irwan tersentuh. Dia bisa merasakan apa yang tengah dialami Dikri sekarang. Dia tidak lupa dengan pertemuan sore itu di rumah mertuanya. Sekarang Irwan memang harus bisa membawa diri, antara saudara dan mertuanya. Di mana mereka telah berbesar hati memberikan peluang untuk dirinya kembali bersama Indah dan ikhlas menerima Denny.Sang istri juga dengan kerelaan hati mau merawat kepon
"Mereka les kalau habis maghrib, Mbak. Nanti saja pas acara aqiqah Denny, mereka ikut papanya ke sini."Indah mengangguk-angguk.Jam setengah sembilan malam Bram mengajak istrinya pulang. Seperti biasa, Bram mengendarai mobil sangat lamban. Sampai Puspa bisa ketiduran karena kelamaan di jalan. Padahal perjalanan mereka masih di kota yang sama.Indah menidurkan Denny di baby crip yang ada di kamarnya. Sehabis itu menemani Naina gosok gigi dan cuci tangan karena harus segera tidur, Irwan melangkah ke belakang menemui adik sepupunya."Dik, ayo masuk!" Dikri bangkit dari duduknya. Dia tadi sebenarnya mendengar mobil Bram yang meninggalkan halaman rumah."Kamu makan dulu. Ini mbak buatin teh panas." Indah menyiapkan makanan di meja. "Makasih, Mbak," ucap Dikri menarik kursi lantas duduk."Kamu mau nginap atau pulang?""Pulang, Mbak. Mama sudah bolak-balik telepon ini."Indah melangkah ke dapur untuk mengambil botol susunya Denny yang sudah disiapkan oleh ART-nya. Dia harus berdamai denga
PERNIKAHAN- Lima Bulan Kemudian "Nggak apa-apa." Dikri tersenyum getir. Tubuhnya susah digerakkan. Dia membeku menatap jalanan depan rumah.Satu kenyataan terungkap. Telah menghancurkan hubungan yang hampir terbina. Dia bisa merasakan bagaimana terlukanya hati Rayyan. Kian menambah deretan sesal yang beberapa bulan ini menyiksanya."Aku pernah mampir ke rumah orang tuanya, Mas. Kebetulan bertemu dia dan suaminya. Dia sudah bahagia sekarang." Rayyan berkata seraya memandang langit sore yang kelabu. Seperti perasaannya saat itu."Dia gadis yang kukenal sangat baik. Dia periang dan suka membantu temannya. Namun berubah drastis, setelah beberapa waktu menghindariku. Aku nggak menyangka sama sekali, dia mengalami nasib seburuk itu. Yang lebih kusesali, aku sama sekali nggak tahu. Andai saja aku tahu ...."Tidak hanya Rayyan, napas Dikri pun serasa berhenti di tenggorokan. Berat sekali rasanya. Terbayang jelas, betapa sulitnya Puspa melalui semua itu. Tidak bunuh diri saja, sudah untung.
"Bagaimana, May?" teriak Dikri. Tidak sabar menyambut Maya yang keluar dari kamar mandi malam itu."Bentar!"Dikri mondar-mandir menunggu. Dia berharap ada kabar bahagia malam ini. Sudah membayangkan memiliki anak perempuan yang cantik. Biar terobati rindunya pada Denik.Maya keluar dari kamar mandi."Bagaimana?" "Aku hamil," ucap Maya dengan suara bergetar dan netra berkaca-kaca. Menunjukkan testpack dengan garis dua di tangannya.Mata Dikri membelalak dan langsung memeluk Maya dengan erat, hampir tak percaya dengan kabar bahagia itu meski harapannya begitu besar. "Alhamdulillah."Akhirnya setelah dua bulan menikah, Maya baru hamil. Biar menepis dugaan sebagian orang kalau mereka menikah diam-diam karena Maya hamil duluan.Tidak adanya resepsi dan nikah dadakan membuat beberapa orang berprasangka buruk. Apalagi Maya seorang janda."Besok kita cek ke dokter, Mas. Baru ngasih tahu orang tua kita.""Iya." Dikri masih speechless. Tak henti ia mengucap syukur. Masih diberikan kesempatan
"Sampai sekarang Rayyan belum tahu kalau akulah yang menghancurkan harapannya. Semoga sampai kapanpun dia nggak akan pernah tahu, Ma.""Baiklah kalau gitu. Kita nggak usah ngadain resepsi saja." Bu Ira mengelus punggung putranya sambil tersenyum. Dalam hati berdoa semoga semuanya akan baik-baik saja. Dikri dan Maya bahagia.***L***Dua bulan sudah Dikri dan Maya menjadi pasangan suami istri. Mereka tinggal di rumah orang tua Maya karena Bu Anang di Surabaya menunggui Mika yang hendak bersalin. Tiap akhir pekan mereka menginap di rumah orang tua Dikri atau berkunjung ke Surabaya.Maya membuka jendela dapur saat matahari pagi sudah menerobos masuk. Tiap selesai salat subuh, ia akan sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan. Selalu memastikan pagi mereka dimulai dengan sarapan bersama sebelum berangkat kerja. Meski sama-sama sibuk. Salah satu kebiasaan mereka adalah mengatur makan siang bersama setidaknya dua kali seminggu. Kalau Dikri ada acara di luar kantor, ia akan menjemput Maya untu
PERNIKAHAN - Bidadari Kecil "Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Di depan pintu ada Rayyan bersama Najiya yang tengah hamil besar."Hai, Ray. Ayo, masuk!" Dikri bangkit dan menyambut tamunya. Mereka jarang sekali bertemu dan berkomunikasi lewat telepon. Rayyan pasti lebih sibuk setelah menikah.Maya memperhatikan pasangan itu. Dia belum pernah melihatnya. Karena hampir kenal semua teman-teman Dikri."Nikah nggak ngabarin sih, Mas," protes Rayyan sambil bersalaman. Kemudian ia dan Najiya menyalami Maya, Pak Maksum, dan Bu Ira. Dikri mengenalkan Maya pada Rayyan dan Najiya."Mari silakan duduk," ujar Bu Ira."Maaf, rencananya kan mau tunangan dulu. Tapi kami langsung nikah siri atas saran keluarga. Baru nanti mendaftarkan pernikahan ke KUA. Kapan kalian datang?""Tadi pagi. Dan kami dikasih tahu sama Budhe. Alhamdulilah, saat berulang kali kutanyai Mas Dikri bilang nggak punya pacar. Eh tiba-tiba saja nikah. Rupanya main rahasia selama ini."Dikri tertawa. "Tanyakan ke Budhe, giman
"Apa dulu itu, kamu menyukai gadis lain, Dik? Makanya dengan berbagai alasan kamu menunda pernikahan kita?" Namun pertanyaan itu hanya terucap dalam dada. Dia tidak akan menanyakannya dan tidak usah tahu. Yang penting mereka sekarang berkomitmen untuk melangkah beriringan membina masa depan. Lupakan masa lalu. Sepahit apapun itu. Dirinya sudah menerima Dikri dan menerima seluruh kisahnya."Kita akan saling mencintai sampai kapanpun, May." Dikri mengecup puncak kepala istrinya. Ia menyadari betapa beruntungnya memiliki Maya. Dikri berjanji dalam hati untuk selalu menjaga Maya, melindunginya, dan menjadi suami yang setia.Maya mengeratkan pelukan. Keduanya terhanyut dalam perasaan dan tuntutan kebutuhan ragawi. Ternyata Maya sudah mengenakan gaun istimewa untuk suaminya. Membuat mereka tidak sabar untuk segera tenggelam menikmati malam pernikahan.Sarangan menjadi saksi keduanya untuk menyempurnakan hubungan. Maya tidak pernah tahu, bahwa dia bukan yang pertama bagi Dikri. "Dik, kita
"Setelah ini kamu dan Dikri harus mulai membahas mau tinggal di mana, May. Sebab Dikri pun sekarang menjadi anak tunggal. Jangan sampai hal begini akan jadi masalah. Kalau Mas, maunya kamu nemenin Mama," kata Bayu."Mas Bayu, nggak usah khawatir deh. Mama akan ikut aku ke Surabaya. Nungguin aku lahiran. Jangan khawatir, ada ART di rumah jadi Mama hanya duduk mengawasi saja saat kami tinggal kerja. Iya kan, Ma?" Si bungsu merangkul bahu mamanya.Sejak menikah, Mika memang mau mengajak mamanya tinggal bersama. Tapi Bu Anang menolak dengan alasan, kasihan Maya sendirian."Sekarang Mbak Maya kan sudah menikah, Ma. Ada suami yang jagain. Jadi Mama nggak perlu khawatir lagi."Bu Anang memandang Maya. Anak yang paling dekat dengannya. Dibanding dengan kedua saudaranya. Maya yang mungkin bisa dibilang kurang beruntung. Itu pun karena ada andil orang tua yang memaksakan kehendak."Nggak apa-apa Mama ikut ke Surabaya. Kalau pengen pulang ke Nganjuk kan bisa kami jemput. Pengen ke Surabaya bisa
PERNIKAHAN- Semalam di Telaga Sarangan "Mbak, dulu dia mengulur-ulur waktu nikahin aku. Sekarang dia maunya buru-buru. Kami nikah secepat kilat kayak habis di gropyok hansip saja.""Sssttt, jangan ngomong begitu. Memang takdir jodoh kalian baru sekarang," jawab sang kakak ipar seraya mengaplikasikan bedak di wajah Maya. "Apapun yang pernah terjadi, Mbak salut kalian bisa kembali bersama. Ini jodoh yang sempat belok arah namanya." Nafa, istrinya Bayu terkekeh. "Mbak aja kaget waktu dikabari mama.""Aku sendiri rasanya nggak percaya. Padahal aku sudah mengubur dalam-dalam harapan itu.""Kalian ini jodoh yang tertunda. Mbak doain kalian bahagia. Jangan tunda, segeralah punya momongan. Usiamu sudah tiga puluh tiga tahun, kan?"Maya mengangguk. Make up sudah selesai. Maya membuka lemarinya dan mengambil kebaya warna putih tulang. Itu baju yang ia pakai di hari pernikahan adik perempuannya. Mika. Baru setahun yang lalu, pasti masih muat. Modelnya simple, masih mewah kebaya pengantin saat
"Sudah kubilang kalau itu bukan masalah bagiku. Kamu nggak harus berkata panjang lebar, May. Cukup bilang, ya atau tidak. Aku sudah mengerti." Dikri memandang Maya. Sedangkan Maya memandang gerimis di hadapannya. Pemandangan sore ini begitu indah. Wanita itu menoleh pada lelaki di sebelahnya. "Ya," ucapnya pasti.Senyum Dikri merekah,terlihat sangat lega. Kali ini sesuai seperti apa yang ia harapkan. "Aku akan membicarakannya dengan papa dan mama. Sudah pasti dalam waktu dekat ini, aku akan datang untuk melamarmu.""Aku ingin acara yang sederhana saja.""Aku setuju. Bagaimana kalau hari Minggu ini kami ke rumahmu.""Minggu ini?" Maya kaget. Dia pikir tidak akan secepat ini meski pun sudah mengiyakan."Iya.""Dik, aku belum ngabarin Mas Bayu. Belum tentu kalau dadakan gini dia bisa pulang. Dia yang sekarang menjadi waliku setelah papa tiada.""Ya, aku ngerti. Kalau gitu, kutunggu kabar darimu. Tapi nanti aku ingin ketemu mamamu sebentar saja.""Oke." Keduanya saling pandang. Kemudian
"Kita bisa berjuang bersama-sama, May. Jangan lagi menyesali masa lalu. Kita buka lembaran baru.""Dik, kasih aku waktu untuk bicara dengan mamaku.""Apa aku perlu bicara langsung dengan beliau sekarang.""Jangan. Biar aku saja. Besok sepulang kerja kita bisa ketemuan. Aku sudah merasa lebih baik, jadi besok bisa masuk kerja."Dikri mengangguk. "Baiklah. Kalau gitu, aku pamit pulang. Aku mau pamitan sama mamamu." Dikri memandang pintu tengah yang menghubungkan dengan ruang belakang."Bentar." Maya bangkit dari duduknya dan mencari mamanya di belakang.Bu Anang muncul seraya tersenyum. "Mau balik, Nak Dikri?""Ya, Bu. Terima kasih untuk makan malamnya. Saya ke sini malah ngerepotin.""Nggak ngerepotin. Hati-hati ya! Salam buat Pak Maksum dan Bu Ira.""Iya, Bu." Dikri mencium tangan Bu Anang, kemudian melangkah keluar di antar oleh Maya hingga ke teras. "Besok pagi kujemput. Kuantar ke tempat kerjamu. Biar sorenya kita bisa ketemuan.""Nggak usah. Aku bisa berangkat bareng temanku.""Ok
PERNIKAHAN - Mendadak NikahMaya spontan membeku dan bertambah pucat. Apa dia tidak salah dengar. Namun lelaki di hadapannya ini tampak sangat serius. Maya menghela nafas panjang untuk menghilangkan debaran dalam dada."Dik, kemarin dokter bilang aku hanya kecapekan, sekarang kamu ingin membuatku jantungan? Jangan bercanda, deh!""Aku nggak bercanda, May. Sumpah!"Suhu tubuh Maya yang mulai normal, kini rasanya kembali panas dingin. Sama sekali dia tidak kepikiran lagi bisa kembali bersama Dikri, meski hubungan mereka membaik belakangan ini."Aku serius, May."Maya serasa menggigil. Dia memang mencintai Dikri, tapi sejak putusnya pertunangan mereka dan Maya menikah dengan laki-laki lain, ia berusaha melupakan perasaan itu. Mengubur harapannya. Ada hal-hal yang tidak dipahami oleh Maya tentang Dikri. Di mana lelaki itu tidak begitu peduli dengan hubungan mereka disaat masih terikat pertunangan. Maya pun sebenarnya merasakan hal itu, meski tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mengun