“Dia menolakmu?” tanya Lastri, Mama Abimanyu.
Abimanyu mengangguk pelan lalu menghela napas. Ia menyandarkan kepala di kursi. Pikirannya melayang, membayangkan wajah ayu Adisti yang alami tanpa polesan make-up.
“Gobl0k! Harusnya kamu mantrai dia, buat dia suka sama kamu dan menuruti semua ucapanmu! Gitu aja gak ngerti, gimana sih! Semakin lama kamu menunda semakin lama kita menguasai wilayah ini. Paham?” hardik Lastri kesal melihat Abimanyu yang terlihat lemah.
“Iya, Ma. Nanti malam aku akan datang lagi ke sana untuk memikat dia agar mau.” Hanya itu yang keluar dari mulut Abimanyu.
Lastri duduk di samping Abimanyu lalu mengelus kepalanya.
“Maafkan Mama, Nak. Mama hanya tidak suka kamu terlalu lama menunda. Kesempatan hanya sekali, manfaatkan itu.”
“Iya, Ma. Abimanyu paham.”
“Bagus. Jangan lewatkan kesempatan ini Abi, martabat keluarga kita berada di tanganmu sekarang. Jangan sampai ada yang mendahuluimu mendapatkan Adisti. Terutama Arka!”
“Iya, Ma.”
Lastri mengangguk lalu menepuk pundak Abimanyu sebelum beranjak menuju kamar. Wanita itu berambisi menguasai wilayahnya, hanya dengan menikahkan Abimanyu dengan Adisti keinginannya akan terlaksana.
Menurut kepercayaan, bangsa manusia yang pernah mati suri memiliki suatu keistimewaan yang mampu membuat bangsa ‘mereka' disegani jika bisa menikahinya. Karena itulah Lastri memaksa Abimanyu untuk menikahi Adisti dengan tujuan agar bisa menguasai bangsa mereka.
Kini tinggallah Abimanyu yang termangu di ruang tamu. Ia paham benar apa maksud mamanya. Jika Arka mengetahui tentang Adisti, tidak menutup kemungkinan ia akan menemui wanita itu dengan tujuan yang sama seperti Abimanyu.
“Adisti ....” desah Abimanyu menyebut nama wanita yang kini mulai bertahta di hatinya. Selain karena misi dari sang Mama, sebenarnya hati Abimanyu sudah terpaut pada Adisti di awal mereka bertemu.
Abimanyu tidak mengira bisa menyukai bangsa manusia, bahkan ia bergairah saat berada di dekat wanita itu. Sudah lama ia tidak bercinta. Sejak hubungannya dengan Meira, wanita yang pernah menjalin cinta dengannya itu kandas karena mamanya, ia tidak lagi dekat dengan perempuan pun tidur bersama. Tidak pernah.
Namun, saat berada di dekat Adisti jiwa kelelakiannya keluar begitu saja tanpa diminta. Tentu saja Abimanyu senang. Apalagi dengan dirinya berhasil menikahi Adisti, keluarganya akan disegani di wilayahnya. Bukankah itu keberuntungan berlapis namanya.
“Aku harus mendapatkan wanita itu.” Tekat Abimanyu sudah bulat. Malam ini ia akan memantrai Adisti agar wanita itu mau segera menikah dengannya. Abimanyu takut Arka mengetahui itu lalu merebut Adisti dari tangannya.
Abimanyu teringat saat malam itu ia mengatakan pada Adisti bahwa dirinya bukan manusia, seketika wanita itu menolak mentah-mentah dan mengusir Abimanyu. Laki-laki itu masih ingat bagaimana raut terkejut Adisti saat ia mengatakan bahwa dirinya adalah bangsa jin.
“Kamu bukan manusia? Lantas kenapa mendekatiku? Kenapa sengaja menampakkan diri di depanku? Apa tujuanmu?” cecar Adisti hampir kalap jika Abimanyu tidak segera membungkam Adisti dengan ciuman.
“Aku mencintaimu. Apakah alasan itu kurang kuat?” tanya Abimanyu setelah menjauhkan bibirnya dari bibir Adisti.
Seketika Adisti tidak mampu bersuara.
Mengingat itu, Abimanyu memantapkan hati akan memantrai Adisti untuk mempercepat proses pernikahan mereka dan tentu saja agar bangsa jin hitam bisa menguasai semua wilayah di negeri Goria.
Malam menjelang. Abimanyu sudah bersiap menunggu Adisti pulang bekerja. Sengaja ia menunggu di teras agar wanita itu tahu bahwa dirinya sudah menunggu.
Abimanyu merapalkan mantra, ia mencium bau Adisti yang sudah mendekat. Benar. Beberapa menit kemudian Adisti muncul masuk ke halaman mengendarai motor.
Wanita itu mengernyit saat melihat ada Abimanyu di teras. “Tumben.”
Abimanyu mendekat lalu membantu wanita itu memasukkan motor ke dalam rumah. Adisti tidak memiliki bagasi khusus motornya, karena itulah ia memasukkan motor ke dalam rumah. Tepat di samping kursi tamu.
“Aku rindu.”
Ucapan singkat Abimanyu mampu membuat Adisti seketika meleleh. Rindu. Hanya satu kata yang membuatnya melayang seperti wanita bod0h. Bukankah tidak ada hal yang lebih indah selain dirindukan seseorang yang disukai? Ya, Adisti memiliki rasa pada Abimanyu. Walaupun hanya sedikit, tetapi ada.
“Benarkah?” tanya Adisti tersipu malu. Ia menyilakan Abimanyu duduk, sedangkan dirinya ingin membersihkan diri sebentar. Pulang kerja malam hari biasanya wanita itu akan mandi air hangat atau berendam sejenak untuk meregangkan ototnya setelah lelah bekerja shift kedua.
Abimanyu memindai rumah Adisti yang terlihat rapi, kembali ia merapalkan mantra. Jika yang tadi untuk Adisti, kali ini Abimanyu mengkhususkan untuk rumah. Alasannya? Tentu saja agar Adisti hanya mengingat dirinya saja dan menghalangi Arka menemui Adisti. Jika pernikahan belum terjadi dan Arka mendahului rencananya, maka semua akan sia-sia.
Beberapa menit kemudian, Adisti muncul dengan pakaian santai dan rambut yang basah. Harum sampo menguar mengenai penciuman Abimanyu, membuat gairah laki-laki itu kembali menggelora.
Seketika Abimanyu menahan napas saat Adisti membungkuk sebelum duduk. Jarak mereka terlalu dekat. Bahkan laki-laki itu bisa merasakan sentuhan Adisti yang tidak sengaja menyenggol lengannya.
“Tumben datang di jam segini. Biasanya kamu datang tengah malam.” Adisti membuka suara. Ia sudah duduk di seberang Abimanyu sambil membukakan minuman kaleng lalu menuangkannya ke dalam gelas yang tadi ia bawa daari dapur.
“Aku ingin memperjelas hubungan kita, Adisti. Aku benar-benar mencintai kamu. Aku ingin kita menikah dan memiliki anak.” Dalam hati Abimanyu terus membaca mantra.
Ia tersenyum saat melihat Adisti mulai menggeleng lalu memegangi kepala. Sepertinya efek mantra Abimanyu mulai bekerja.
“Kamu bilang apa tadi? Menikah? Memiliki anak?” tanya Adisti di sela sakitnya.
Abimanyu mendekati Adisti lalu menggenggam tangannya. “Aku benar-benar mencintaimu, Adisti. Aku ingin kita menikah.”
Tanpa sadar Adisti mengangguk. Pun dengan Abimanyu yang refleks memeluk Adisti. Sentuhan Abimanyu ternyata menghadirkan getaran dan gelenyar aneh dalam diri Adisti. Wanita itu menuntut lebih dari sentuhan. Mungkin saja itu efek mantra Abimanyu yang membuat Adisti seketika ingin semuanya dalam diri Abimanyu.
“Jangan lepas. Aku ingin selalu dipeluk olehmu,” bisik Adisti.
Wanita itu memejamkan mata. Menikmati setiap sentuhan yang Abimanyu berikan. Awalnya hanya sentuhan ringan di wajah, tangan, lalu merembet ke dada Adisti. Laki-laki itu benar-benar memanfaatkan keadaan. Tanpa menunggu persetujuan, Abimanyu mencium bibir ranum Adisti. Ritme yang terus naik, membuat Abimanyu dan Adisti dipenuhi nafsu untuk mempersatukan diri. Namun, tiba-tiba saja Abimanyu ingat bagaimana nasihat sang Mama yang mengatakan jangan sampai menodai Adisti sampai hari pernikahan tiba.
Seketika Abimanyu mengumpat dalam hati. Ia menghentikan ciuman panas mereka perlahan. Tampak gurat kecewa dari wajah Adisti. Sepertinya mantra Abimanyu sangat kuat, lihat saja kini justru Adisti yang agresif mendekati Abimanyu.
“Mengapa berhenti?” protes Adisti sambil memonyongkan bibirnya.
“Maaf, Adisti. Aku takut kita kebablasan melakukan sesuatu yang belum seharusnya.”
Adisti tampak berpikir. “Baiklah. Segera nikahi aku, Abimanyu. Aku ingin merasakan dirimu seutuhnya.”
Abimanyu mengangguk. “ Tentu saja. Ikutlah ke rumahku nanti, akan kukenalkan pada orangtuaku.”
Adisti menganga. “Secepat itukah?” tanyanya tidak percaya.
Abimanyu mengelus lengan Adisti. “Mereka baik. Justru mereka yang memintaku untuk segera menikahimu.”
Adisti menatap tak percaya. “Kamu tinggal di mana?”
“Tahu pohon asam di depan rumahmu?” tanya Abimanyu.
Adisti mengangguk.
“Pohon itu adalah jalan masuk menuju duniaku.”
“Adisti, nanti ada rapat, katanya akan ada pergantian manajer di pabrik ini.” Sesil memberi informasi pada Adisti saat gadis itu bau saja duduk di kursinya.Sesil adalah salah sat teman dekatnya selama bekerja, umur mereka pun tidak terlalu jauh. Adisti 20 tahun dan Sesil 23 tahun. Sesil sama seperti Adisti, bagian admin tetapi beda divisi.“Iya? Tumben gak ada info sebelumnya. Kok dadakan banget?” keluh Adisti. Pergantian manajer itu artinya pergantian aturan baru. Adisti tidak menyukai itu.“Entahlah. Denger-denger manajer baru kita masih muda. Tiga puluhan tahun katanya.” Sesil memang penyuka gosip. Informasi apa pun yang ada di pabrik ia mengetahui semua. Termasuk ada main antar pekerja pabrik walaupun mereka sudah menikah.“Gebet sana!” celetuk Adisti menggoda Sesil. Teman satu-satunya itu memang sedang mencari jodoh karena lelah mendapatkan tekanan dari orangtua yang meminta dirinya segera menikah. Padahal umur belum kepala 3.“Jelas dong! Nanti aku pasti akan tebar pesona tanpa
Pertama kali yang Adisti lihat setelah membuka mata adalah deretan rumah terbuat dari anyaman bambu yang berjejer di pinggir jalananan tidak beraspal.Sesekali Adisti mengucek mata memastikan penglihatannya. Namun, tetap penampakan rumah berjejer yang terlihat.“Benarkah ini dunia kalian?” tanya Adisti heran. Ia berpikir dunia Abimanyu akan berbeda dengan dunia manusia, tetapi nyatanya apa yang ia lihat sama. Dunia Abimanyu dan dunia manusia sama.Abimanyu merengkuh pundak Adisti, membimbing gadis itu berjalan menuju rumah mewah yang berada di paling ujung. Rumah yang terlihat mencolok karena terlihat paling mewah dan besar dibandingkan dengan yang lain.Adisti mengernyit saat melihat ada yang melakukan aktivitasnya sama seperti manusia pada umumnya. Ada yang menyapu halaman, bergosip, atau pun melakukan aktivitasnya di sawah. Adisti benar-benar tidak habis pikir. Benarkah ia berada di dunia Abimanyu sekarang? Mengapa tidak ada bedanya dengan dunianya? Lagi-lagi hanya pertanyaan tanpa
“Besok sepulang bekerja, datanglah ke Kafe Garden. Laki-laki itu akan menunggumu di sana.”Ucapan sang kakek terus terngiang di kepala Adisti malam itu. Ia bingung bagaimana mengatakannya pada Abimanyu saat bertemu nanti. Ia yakin laki-laki itu pasti akan marah mendengar perjodohan itu. Apalagi mereka akan segera menikah. Menikah? Tentu saja menikah dengan tata cara alam Abimanyu.Hati dan pikiran Adisti sudah dipenuhi Abimanyu seorang. Tidak ada lagi ruang untuk laki-laki lain. Setidaknya itu yang ia rasakan saat ini.Adisti menghela napas. Apa yang akan ia katakan pada Abimanyu nanti?Sampai pukul 11 malam, Abimanyu tidak juga datang. Ada apa? Bukankah laki-laki itu bilang akan menjemput malam ini? Apakah pernikahan itu ditunda? Apa penyebabnya? Banyak pertanyaan dalam kepala Adisti saat ini.Adisti mengingat lagi ucapan Abimanyu, sepertinya ia tidak salah mendengar saat laki-laki itu mengatakan mereka akan menikah malam ini di rumah Abimanyu. Lantas, mengapa sampai sekarang laki-la
“Mau ke mana kamu?” tanya Abimanyu yang tiba-tiba muncul dari belakang Adisti. Wanita itu terkejut setengah mati saat akan menyalakan motornya.“Ngagetin aja sih,” protes Adisti sambil mencubit lengan kekar Abimanyu.“Jawab dulu. Kamu mau ke mana?” tanya Abimanyu ketus.Adisti diam. Mana mungkin ia jujur pada Abimanyu bahwa akan menemui laki-laki yang dijodohkan kakeknya. Lagi pula, Abimanyu mengingkari janjinya malam kemarin.“Aku jalan sama temen. Kamu ke mana kemarin? Kenapa tidak datang?” tuntut Adisti mencoba mengalihkan pembicaraan.“A-aku ... keluarga kami sedang ada sedikit masalah. Jadi pernikahan kita ditunda sementara waktu.” Abimanyu tampak salah tingkah. Ia tidak bisa menceritakan kenyataannya bahwa Arka datang dan mengganggu moodnya kemarin.Adisti mengernyit. “Masalah? Karena masalah itu kita tidak jadi menikah?” protes Adisti kesal. Ia sudah membayangkan akan hidup bahagia bersama Abimanyu.Adisti tidak mengerti, seolah ada sesuatu yang mencubit di dalam sana saat meng
“Kita percepat pernikahanmu apa pun yang terjadi,” titah Lastri pada Abimanyu sesaat laki-laki itu baru saja kembali dari dunia Adisti.Seketika Abimanyu mendongak. “Kenapa, Ma?” tanyanya heran. Baru saja beberapa jam yang lalu Lastri mengatakan bahwa akan memikirkan lagi kapan waktu yang pas untuk pernikahan Abimanyu, justru sekarang memerintahkan Abimanyu segera menikah.“Kamu lupa Arka bisa saja menyerang kita sewaktu-waktu. Jadi, kamu harus segera menikah dan renggut gadis itu di malam pertama. Setelah itu baru kita melakukan ritual untuk menyempurnakan kekuatan keluarga kita,” jelas Lastri berapi-api. Tentu saja ia bersemangat karena ambisinya yang membuat Abimanyu harus menikahi Adisti.“Bawa gadis itu malam nanti. Kita lakukan secepatnya. Jangan sampai ada yang tahu,” bisik Lastri sambil melirik sekeliling. Ia takut ada telinga yang mendengar pembicaraan mereka.Abimanyu mengangguk. Hanya dengan cara ini dirinya bisa berbakti pada ibunya. Walaupun harus mengorbankan dirinya sen
Adisti dan Abimanyu duduk bersanding di atas panggung yang terbuat dari batu yang diukir. Proses pernikahan di dunia Abimanyu belum selesai. Sekarang mereka harus menjalani prosesi siraman yang akan dilakukan sesepuh di wilayah Abimanyu.Adisti tidak berani mengangkat kepala, ia terus menunduk sambil menautkan jemarinya. Cemas. Itu yang dirasakannya saat ini. Walau bagaimanapun, ini kali pertama Adisti menjalani prosesi pernikahan, apalagi dengan Abimanyu yang berbeda alam.Hati kecilnya yang paling dalam mengatakan untuk lari dari prosesi ini, tetapi tubuhnya tidak sinkron. Gadis itu tetap duduk dan mengikuti semua kegiatan dengan patuh. Ia lupa bahwa apa yang dilakukannya sekarang adalah sebuah kesalahan.Mantra yang Abimanyu tujukan pada Adisti sangat kuat, sehingga gadis itu benar-benar lupa bahwa semuanya ini keliru.Tak terasa waktu berlalu, prosesi pernikahan Abimanyu dan Adisti berjalan lancar. Kini tinggallah sesi ramah tamah. Hal pertama yang membuat Adisti terheran adalah m
“Bagaimana wanita yang dikenalkan kemarin?” Tanya Dini, ibu Dion.Dion menghela napas. Ia teringat perjanjian yang ia buat dengan Adisti malam itu.“Jika kita sama-sama tidak bisa menolak, bagaimana kalau kita membuat perjanjian?” usul Dion akhirnya.“Perjanjian?” tanya Adisti tidak mengerti.Dion mengangguk. “Iya, kita tetap menyetujui perjodohan ini, tetapi ada hitam di atas putih. Kita buat perjanjian apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan selama pernikahan.”Adisti terdiam sejenak. “Sampai kapan?” tanyanya.“Aku tidak tahu.” Dion berharap Adisti menyetujui usulnya, sehingga ia bisa dengan mudah mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Adisti saat ini.Adisti diam, memikirkan setiap ucapan Dion. Jika menolak, tentu saja ia tidak tega pada kakeknya. Menerima perjanjian itu, sama saja membuka diri agar orang lain tahu hubungannya dengan Abimanyu.Memikirkan hal itu membuat Adisti semakin pusing. Hingga akhirnya sebuah keputusan diambilnya dengan terpaksa.“Baiklah! Tetapi a
“Selesaikan dia sekarang!” perintah Lastri pada Abimanyu. Saat ini mereka sedang berperang melawan keluarga Arka.Abimanyu mengangguk lalu mendekati Arka yang ngos-ngosan karena perutnya terluka. Sebelumnya Lastri yang melawan Arka, tetapi wanita itu ingin Abimanyu yang menghabisi Arka. Setidaknya sampai Arka mengibarkan bendera putih.“Matilah kamu!” Tiba-tiba dari telapak tangan Abimanyu muncul cahaya berwarna merah terang yang membentuk seperti bola, lalu dengan sekali ayun, telapak tangan Abimanyu mengenai punggung Arka yang berusaha kabur.Lama-lama tubuh Arka melemah dan akhirnya tidak sadarkan diri. Beberapa pengikut Arka saling berpandangan saat melihat Arka mulai tidak berdaya. Segera mereka menghilang dan kembali ke wilayahnya meninggalkan Arka.“Buang dia ke lembah Kematian!” perintah Lastri pada Abimanyu.Laki-laki hanya mengangguk. Kini masalah wilayah terselesaikan. Setelah sekian lama, akhirnya Negeri Goria berada di tangan Lastri. Inilah momen yang paling ditunggu Last
Baskara menyemburkan api ke arah Ustaz Ramli. Dengan cepat laki-laki itu menghindar dengan cara berguling ke samping sebelum terkena semburan Baskara. Baskara tidak patah arang, makhluk itu kembali menyemburkan api, tapi lagi-lagi gagal karena Ustaz Ramli cepat menghindar. “Sialan!” umpat Baskara kesal. Emosinya memuncak hingga ubun-ubun karena merasa gagal mengalahkan Ustaz Ramli. “Kejahatan pasti akan kalah karena ada Allah yang akan membantu,” ucap Ustaz Ramli tenang. “Jangan sebut-sebut nama Tuhan! Dia hanyalah sebuah nama tanpa kekuasaan.”Ustaz Ramli beristigfar lalu menggeleng. “Kalianlah yang harusnya sadar diri, derajatmu tidak lebih baik dari kamu.”“Banyak omong kamu!” Baskara kembali menyemburkan api ke arah Ustaz Ramli karena terlambat menghindar, lengan laki-laki itu terkena api. Beruntung, sebelum api membesar Ustaz Ramli mampu memadamkannya dengan ujung jarinya. Baskara tampak tersenyum puas karena bisa melukai lawannya. Namun, senyumnya sirna saat Ustaz Ramli be
“Aku sangat merindukan bertempur dengan kalian lagi,” ucap Lastri terlihat tenang.Ustaz Ramli pun tak kalah tenang, ia memberi kode pada Aldi untuk mundur. Pertempuran kali ini sepertinya akan sedikit sengit, tidak seperti sebelumnya karena Lastri pasti sudah menyiapkan semuanya. Tak mungkin menunggu dirinya dengan tangan kosong.“Lepaskan mereka!” ucap Ustaz Ramli datar. Wajahnya tidak menunjukkan emosi apa pun. Setenang air di danau.Berbeda dengan Lastri yang memiliki ambisi ingin menang agar Baskara tidak menghukumnya.“Tidak akan! Mereka akan menjadi budak kami, tentu saja kalian juga akan menyusul mereka,” sanggah Lastri. Ia mendekati Ustaz Ramli, detik berikutnya wujud Lastri berubah menjadi raksasa berekor ular.Ustaz Ramli mundur selangkah, pun dengan Aldi. Belum sempat mereka mempersiapkan diri, ekor Lastri terayun ke arah mereka, membuat 2 laki-laki itu terpental hingga menabrak tembok.“Hanya begitu saja kekuatan kalian? Masih permulaan sudah tidak berdaya,” sindir Lastri
Belum sempat berteriak meminta tolong, dirinya sudah dibawa pergi oleh Lastri. Wanita itu tersenyum penuh kemenangan karena berhasil mengecoh Ustaz Ramli dan Aldi. Mau dicari ke mana pun, Dion tidak akan ditemukan karena Baskara membawa laki-laki itu ke alam mereka sama seperti Adisti. Kini di sinilah mereka berada, di dalam penjara terpisah dengan tangan terikat. Dion tak sadarkan diri saat Adisti datang, bahkan saat wanita itu memanggil namanya, laki-laki itu bergeming. Merasa percuma meminta tolong dan memanggil Dion, akhirnya Adisti memilih diam. Ia terus berdoa dalam hati agar Ustaz Ramli mengalahkan Abimanyu dan menyelamatkan dirinya. Bibir Adisti tampak terus bergerak membaca doa, ia tidak tahu akan segera Allah kabulkan atau tidak, tetapi yang jelas ia ingin berusaha dulu. “Lama sekali Abimanyu!” ucap Lastri mondar-mandir di depan penjara. Sesekali ia melirik Dion dan Adisti’ bergantian. Bibirnya terkatup rapat, enggan berbicara dengan Adisti atau memanasinya. “Biarkan s
Malam itu Adisti dan Dion memutuskan ke rumah Ustaz Ramli untuk mengusir Abimanyu agar tidak lagi mengganggu hidup mereka. Untung saja di rumah Ustaz Ramli ada acara istighosah dan syukuran, sehingga jam 3 lagi masih terjaga semua.Dion melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju rumah Ustaz Ramli. Sepanjang jalan mereka terus beristighfar, berharap selamat sampai tujuan.Adisti tidak menginginkan bertemu Abimanyu lagi. Mengingatnya saja membuat dirinya merinding, apalagi saat ingat bagaimana pertemuan mereka, pernikahan, hingga memiliki anak Abimanyu.Adisti menyesal mengenal makhluk itu, mengapa dulu ia begitu mudah digoda Abimanyu untuk menuruti keinginannya. Jika waktu bisa diulang kembali, Adisti memilih untuk tidak mengenal Abimanyu sama sekali. Hidupnya benar-benar kacau karena makhluk itu.Namun, saat beberapa ratus meter lagi sampai di rumah Ustaz Ramli, tiba-tiba mobil Dion berhenti. Hal itu membuat Adisti sontak terkejut.“Astagfirullah!” pekik Adisti, “mobilnya kenap
“Bodoh banget kamu!” umpat Abimanyu begitu wanita itu masuk kamar. Makhluk tak kasatmata itu terlihat penuh amarah, wajahnya memerah dan bibirnya kini terkatup rapat. Siska terkejut melihat kedatangan Abimanyu yang tak disangkanya. Ia mundur saat makhluk itu semakin mendekati dirinya. “A-aku ....” Ucapan Siska terputus saat Abimanyu melesat cepat ke arahnya lalu mencekik leher Siska. “Kamu memang tidak berguna! Apa susahnya memisahkan mereka? Dasar lamban!” bentak Abimanyu. Siska tidak bisa berkata-kata lagi, lehernya sakit dan mulai sulit bernapas. Semakin lama cekikan itu tidak kendur, justru semakin kencang. Beberapa detik kemudian, Siska memejamkan mata dan terkulai lemas. “Kamu memang pantas mati!” ucap Abimanyu, “sayang sekali, wanita secantik kamu ternyata sangat bodoh. Melakukan tugas yang mudah saja tidak bisa.” Setelah yakin Siska tidak lagi bernapas, Abimanyu segera pergi dari kamar Siska. Namun, ia tidak pulang ke rumahnya. Ingat apa yang dikatakan Baskara, bahwa in
Malam itu Siska sengaja pulang agak malam, ia pura-pura sibuk membuat laporan keuangan untuk diserahkan pada Adisti. Padahal ia sudah merencanakan sesuatu untuk Dion. Dikeluarkannya botol kecil dari saku bajunya, lalu tersenyum miring.“Aku harus memainkan peran wanita tersakiti malam ini,” gumamnya lirih.Siska melirik Dion dan Adisti yang tengah mengobrol di salah satu kursi untuk pelanggan. Sesekali Dion tersenyum pada Adisti, jemarinya menggenggam tangan Adisti erat, seolah takut kembali terpisahkan.“Mau saya bikinin minuman?” tawar Siska mendekati mereka.“Boleh,” jawab Adisti singkat sambil tersenyum.“Oh ya, laporannya selesaikan malam ini ya. Kalau bisa sebelum jam 9 malam.”Siska mengangguk paham. Sebenarnya laporan itu sudah ia selesaikan sejak sore tadi, ia berpura-pura masih mengerjakan untuk mengulur waktu.“Kasian dia, Mas. Janda anak satu,” ucap Adisti setelah kepergian Siska ke dapur.“Oh, makanya kamu tetep kekeh buka warung ini?” tanya Dion.Adisti mengangguk. “Aku
Pagi itu Adisti berkutat di dapur. Sengaja ia ingin memasak untuk suaminya, ingin menebus kesalahannya selama ini dan berusaha menjadi istri yang baik untuk Diion. Adisti baru menyadari bahwa hanya Dion, laki-laki yang menerimanya apa adanya. Bahkan saat dirinya berbohong masalah kepergiannya, laki-laki masih memaafkannya. Ke mana lagi mencari laki-laki sebaik Dion?“Masak apa nih?” tanya Dion yang masih mengenakan baju koko dan sarung. Sepertinya ia baru saja salat subuh. Adisti menoleh ke sumber suara, lagi-lagi ia terpesona, kali ini wajah Dion yang bersinar mengalihkan konsentrasinya. Beberapa detik Adisti terpaku pada sosok laki-laki agamis itu. Kemudian tersadar. “Masak ayam rica, sayur sop, dan nanti mau goreng kerupuk.” Adisti mengalihkan pandangannya, ia meneruskan menumis ayam. “Enak kayaknya,” seru Dion sambil melangkah ke arah Adisti. “Ada yang bisa kubantu?” tanya Dion.Posisi mereka yang terlalu dekat, membuat Adisti merasa canggung. Tak kunjung mendengar jawaban
Malam itu Dion dan Adisti tampak berbincang di balkon bersama Kartilan. Laki-laki tua itu sangat bahagia melihat kedatangan Dion, ia berharap cucu menantunya itu bisa membujuk Adsti untuk kembali bersama.“Mbah sangat bersyukur kamu bisa menemukan kami, Dion,” ucap Kartilan sambil menyesap rokoknya.Dion tersenyum, tangannya terulur mengambil pisang goreng di atas meja yang berada di tengah mereka. “Dion pun senang mbah akhirnya bisa bertemu di sini. Allah sangat baik memberi petunjuk pada Dion selama ini.”Kartilan mengangguk paham. “Tentu saja Allah pasti akan menolong hamba-Nya yang membutuhkan bantuan. Mbah percaya pasti kamu akan datang dan sekarang terbukti, bukan?”Kartilan menghadap Adisti yang sejak tadi terdiam. “Bukankah kamu mau kembali bersama Dion? Dan kembali ke rumah kalian?” tanya Kartilan pelan.Adisti menatap Kartilan dan Dion bergantian, lalu mengembuskan napas dengan berat. “Adisti merasa berdosa, Mbah. Aa pantas Adisti bersama mas Dion? Padahal Adisti banyak mela
“Kamu tampan sekali, Sayang,” gumam Siska sambil membelai wajah laki-laki tampan yang berada di depannya. Seolah terhipnotis, wanita itu menuruti setiap ucapan yang keluar dari bibir laki-laki itu. Bibir laki-laki tersenyum senang, mudah sekali baginya menggoda Siska. Tidak hanya dengan memperlihatkan wajah tampannya, tetapi juga memberikan banyak harta dalam bentuk perhiasan. Tidak menunggu lama, Siska tergoda dengan rayuannya, dengan begitu ia bisa dengan mudah mendekati Adisti lagi. Ya, laki-laki yang sedang menggoda Siska adalah Abimanyu. Makhluk tak kasatmata itu berhasil datang ke dunia manusia setelah diobati oleh kakeknya. “Tentu saja aku tampan. Kamu tidak akan menemukan wajah setampan ini di mana pun,” goda Abimanyu sambil mencolek pipi Siska yang dibalas dengan senyum malu-malu. “Aku menginginkanmu, Sayang.” Abimanyu mencium tengkuk Siska, tetapi sebelum adegan berlanjut, ketukan dan suara Doni mengejutkan mereka. Seketika Abimanyu menghilang tepat saat pintu terbuka. “