“Saya tahu tujuan kalian ke sini. Saya tidak setuju dengan penobatan yang dilakukan besok. Karena itu saya datang menawarkan bantuan.”Ustaz Ramli dan Aldi saling berpandangan, lalu mereka menatap Seno dan Hartanto bergantian.“Bantuan?” tanya Ustaz Ramli lirih.“Benar. Saya akan membantu kalian untuk menyelamatkan wanita itu agar penobatan besok gagal. Bagaimana? Saya tidak meminta balasan apa pun. Penobatan gagal saja sudah membuat saya senang,” tutur Hartanto panjang lebar.Aldi mengernyit. Ia menatap Hartanto lekat, mencoba mencari kebohongan di wajah laki-laki yang terlihat tua itu.Berbeda dengan Ustaz Ramli yang mengangguk menyetujui. Dengan sekali pandang, ia bisa menilai ketulusan Hartanto.“Baiklah. Kami setuju.”Hartanto tersenyum senang. “Saya akan bergerak sebentar lagi untuk menyelamatkan wanita itu. Kalian tunggu saja di bawah pohon tempat kalian masuk kemari.”“Apakah tidak sebaiknya saya menemani dan membantu Anda?” tanya Aldi menawarkan bantuan. Ia belum sepenuhnya p
“Adisti ...,” panggil Dion lirih. Tentu saja Adisti tidak mendengar panggilan Dion. Wanita itu terus bergelayut manja di lengan Abimanyu. Bahkan tanpa malu Adisti meraba dada Abimanyu hingga berakhir di area privasi laki-laki itu.Ustaz Ramli memalingkan wajah sambil beristigfar dalam hati, sedangkan Hartanto terus mengumpat dalam hati. Rupanya Abimanyu kembali memantrai Adisti, justru sekarang semakin kuat karena wanita itu bahkan tidak mau menoleh pada Dion sama sekali.Ada rasa tidak rela dalam diri Dion saat melihat adegan itu. Wanita yang dicintai dan disayangi menjadi budak nafsu makhluk dari alam lain. Ia tidak rela Adisti melakukan itu dengan Abimanyu.“Lepaskan dia!” teriak Dion. Entah kekuatan dari mana, seketika laki-laki itu sudah berdiri tegak lalu mendekati Abimanyu.Dion mencekal lengan Adisti, menghentikan gerakannya yang lembut mengelus benda milik Abimanyu. “Ayo kita pulang dari sini.”Diperlakukan demikian membuat Adisti seketika emosi. Aktivitas yang disukainya ter
Hartanto mengikutinya dari belakang. “Maafkan anakku, Adisti,” ucap Hartanto tulus. Ia tidak tega pada Adisti yang harus mengalami kejadian seperti ini. Apalagi jika Adisti sampai hamil anak Abimanyu, bisa gawat. Bisa saja nyawa Adisti dalam bahaya.“Aku tidak tahu harus menjawab apa, Tuan.” Adisti tidak menatap Hartanto, ia meneruskan langkah hingga akhirnya kembali ke kamar Abimanyu.Hartanto menatap pilu punggung wanita yang sudah menjadi korban nafsu anaknya itu. Andaikan ia bisa mencegahnya sejak awal, mungkin Adisti tidak akan seperti Sekarang.Mereka terkejut setengah mati saat melihat Ustaz Ramli berada dalam genggaman Abimanyu. Laki-laki itu menunjukkan sosok aslinya, yaitu sebagai Genderuwo. Terutama Adisti, ia terkejut dan seketika terduduk melihat bagaimana rupa asli Abimanyu.Selama ini ia hanya tahu bagaimana rupa Abimanyu yang sangat menawan. Tentu saja ia syok melihat sosok mengerikan itu. Apalagi jika mengingat dia pernah bersetubuh dengan Abimanyu, seketika Adisti mu
“Jadi ... kita belum bisa pulang sekarang?” tanya Adisti sedikit khawatir. Ia takut terlalu lama di alam mereka. Ia ingin kembali ke dunia manusia dan kembali hidup normal. Membayangkan sosok Abimanyu yang mengerikan saja sudah membuatnya bergidik apalagi sampai bercinta. Mengerikan.“Sepertinya begitu ...” jawaban Ustaz Ramli tidak begitu meyakinkan. Ia ragu, bisakah dirinya membuka jalan pulang mereka? Jika tidak, bukankah itu artinya mereka akan terkurung selamanya di alam mereka?Aldi menatap sekitar, ekor matanya tertuju pada sebuah pendopo yang terlihat usang.“Ustaz, bagaimana jika kita istirahat di sana?” ajak Aldi sambil menunjuk pendopo.Ustaz Ramli mengernyit. Ia tidak melihat apa pun di sana. Pun Dion dan Adisti. Tidak ada apa pun yang ditunjuk Aldi.“Tidak ada apa pun,” sahut Dion. Ia mengeratkan pelukannya di pundak Adisti. Wanita itu merespons dengan lembut lalu tersenyum.“Aneh. Aku melihat dengan jelas pendopo ada di depan sana. Pendopo yang terlihat tua dan kotor.”U
“Matilah kau sekarang juga!” Abimanyu mengulurkan tangan, kemudian muncul bola cahaya yang semakin besar. Ia arahkan pada Ustaz Ramli yang masih tidak berdaya.Beberapa detik kemudian, bola cahaya itu melesat dengan cepat ke arah Ustaz Ramli. Namun, belum sampai mengenai sasaran, cahaya itu kembali ke arah Abimanyu.“Sial!” umpat Abimanyu sambil menghindar.Tepat saat itu, muncul laki-laki memakai jubah putih dengan sorban senada di kepala. Tangan kanannya memutar tasbih sambil komat-kamit membaca sesuatu.“Abah ...,” panggil Ustaz Ramli lirih. Ia bersyukur Abah-nya muncul di saat yang tepat.“Biarkan dia menjadi urusanku. Kamu bawa mereka kembali ke alam manusia. Pintu masuk sudah kubuka,” ucap Abah tanpa menatap Ustaz Ramli.Ustaz mencoba berdiri dengan susah payah, ia memberi kode pada Dion dan Adisti untuk mendekat. Namun, ia tidak menemukan Aldi. Di mana dia? Ia berpegangan pada pohon yang kini kembali mengeluarkan cahaya dan bisa dilewati.“Kalian pulanglah dulu. Nanti aku akan
“Aku ....” Adisti sengaja menjeda ucapannya. Sedikit ragu ia mengucapkan apa yang ia inginkan.Dion semakin menahan napas karena Adisti semakin menekan tubuhnya. Ia laki-laki normal, perbuatan istrinya itu tentu saja membuat Dion sedikit sakit kepala.“Katakan, Adisti.” Suara Dion lirih, tetapi masih terdengar oleh Adisti.“Aku ... ingin mencoba menjadi istri yang sesungguhnya buatmu, Mas.”Akhirnya keluar dari bibir Adisti, kalimat yang sejak beberapa hari yang lalu ia pikirkan matang-matang. Wanita itu merasakan kedamaian saat di dekat Dion, bahkan ia merasa nyaman dengan semua perlakuan laki-laki itu. Berbeda jauh dengan Abimanyu yang hanya memanfaatkan dirinya di atas ranjang saja.Wajah Dion seketika semringah. Bahagia tentu saja. Sejak awal menikah, ia ingin Adisti menjadi istri yang sesungguhnya, bukan hanya perjanjian.“Benarkah?” tanya Dion memastikan. Ia tidak mau terlalu berharap karena takut kecewa.Adisti tidak menjawab, tetapi Dion merasakan wanita itu mengangguk dari ge
Adisti masih menautkan jarinya bingung. Di satu sisi ia ingin mengiyakan ajakan Dion, tapi bibirnya terasa berat untuk berucap apalagi mengangguk. “Yuk!” Dion meraih jemari Adisti membimbing wanita itu menuju kamar mandi untuk diajari berwudu. Walaupun sedikit ragu Adisti tetap mengikuti langkah Dion menuju kamar mandi. “Kamu lupa semuanya?” tanya Dion sambil melipat lengan bajunya. “Emm ... masih ingat sedikit sih.” “Niatnya?” tanya Dion lagi. Adisti menggeleng. Ia benar-benar lupa bagaimana niat wudu, entah kapan terakhir kali ia melakukan itu. Mungkin beberapa tahun lalu saat dirinya masih sekolah. Dion menghela napas sejenak sebelum akhirnya menuntun Adisti membaca niat berwudu. Awalnya bibir Adisti tampak kaku mengucap kata demi kata niat wudu, tetapi akhirnya ia bisa mengucapkannya walaupun terbata-bata. Dion memberikan contoh, terkadang harus mengulangi saat Adisti keliru urutannya. “pakailah ini.” Dion mengulurkan mukena berwarna putih dengan hiasan swaroski di beberap
“Bagaimana keadaan Abimanyu?” tanya Lastri khawatir. Ia menatap Hartanto kemudian kamar anaknya yang tertutup rapat. Wajahnya tidak bisa berbohong, ia sungguh mengkhawatirkan anaknya itu. Ia takut anaknya cacat, setelah penobatan yang gagal ia tidak mau mendapat hal buruk lagi.“Dia baik-baik saja. Pergilah,” usir Hartanto, ia tidak ingin diganggu saat mengobati Abimanyu pasca pertarungannya dengan Abah. Ia memang tidak menyukai cara Abimanyu dan Lastri yang memaksakan menguasai wilayah mereka, tetapi nuraninya tidak bisa dibohongi bahwa mereka tetaplah keluarga. Yang mana akan merasakan sakit jika salah satu ada yang terluka.“Mana mungkin aku bisa melakukan apa pun jika keadaan anakku saja belum pasti. Dia sudah lama tidak bangun, kamu tidak paham betapa khawatirnya aku sebagai ibunya,” sergah Lastri sambil memaksa masuk kamar Abimanyu.Semenjak masuk kamar itu, Hartanto melarangnya masuk. Ia sudah bersusah payah mencari keberadaan Abimanyu setelah beberapa waktu menghilang. Kini ia
Baskara menyemburkan api ke arah Ustaz Ramli. Dengan cepat laki-laki itu menghindar dengan cara berguling ke samping sebelum terkena semburan Baskara. Baskara tidak patah arang, makhluk itu kembali menyemburkan api, tapi lagi-lagi gagal karena Ustaz Ramli cepat menghindar. “Sialan!” umpat Baskara kesal. Emosinya memuncak hingga ubun-ubun karena merasa gagal mengalahkan Ustaz Ramli. “Kejahatan pasti akan kalah karena ada Allah yang akan membantu,” ucap Ustaz Ramli tenang. “Jangan sebut-sebut nama Tuhan! Dia hanyalah sebuah nama tanpa kekuasaan.”Ustaz Ramli beristigfar lalu menggeleng. “Kalianlah yang harusnya sadar diri, derajatmu tidak lebih baik dari kamu.”“Banyak omong kamu!” Baskara kembali menyemburkan api ke arah Ustaz Ramli karena terlambat menghindar, lengan laki-laki itu terkena api. Beruntung, sebelum api membesar Ustaz Ramli mampu memadamkannya dengan ujung jarinya. Baskara tampak tersenyum puas karena bisa melukai lawannya. Namun, senyumnya sirna saat Ustaz Ramli be
“Aku sangat merindukan bertempur dengan kalian lagi,” ucap Lastri terlihat tenang.Ustaz Ramli pun tak kalah tenang, ia memberi kode pada Aldi untuk mundur. Pertempuran kali ini sepertinya akan sedikit sengit, tidak seperti sebelumnya karena Lastri pasti sudah menyiapkan semuanya. Tak mungkin menunggu dirinya dengan tangan kosong.“Lepaskan mereka!” ucap Ustaz Ramli datar. Wajahnya tidak menunjukkan emosi apa pun. Setenang air di danau.Berbeda dengan Lastri yang memiliki ambisi ingin menang agar Baskara tidak menghukumnya.“Tidak akan! Mereka akan menjadi budak kami, tentu saja kalian juga akan menyusul mereka,” sanggah Lastri. Ia mendekati Ustaz Ramli, detik berikutnya wujud Lastri berubah menjadi raksasa berekor ular.Ustaz Ramli mundur selangkah, pun dengan Aldi. Belum sempat mereka mempersiapkan diri, ekor Lastri terayun ke arah mereka, membuat 2 laki-laki itu terpental hingga menabrak tembok.“Hanya begitu saja kekuatan kalian? Masih permulaan sudah tidak berdaya,” sindir Lastri
Belum sempat berteriak meminta tolong, dirinya sudah dibawa pergi oleh Lastri. Wanita itu tersenyum penuh kemenangan karena berhasil mengecoh Ustaz Ramli dan Aldi. Mau dicari ke mana pun, Dion tidak akan ditemukan karena Baskara membawa laki-laki itu ke alam mereka sama seperti Adisti. Kini di sinilah mereka berada, di dalam penjara terpisah dengan tangan terikat. Dion tak sadarkan diri saat Adisti datang, bahkan saat wanita itu memanggil namanya, laki-laki itu bergeming. Merasa percuma meminta tolong dan memanggil Dion, akhirnya Adisti memilih diam. Ia terus berdoa dalam hati agar Ustaz Ramli mengalahkan Abimanyu dan menyelamatkan dirinya. Bibir Adisti tampak terus bergerak membaca doa, ia tidak tahu akan segera Allah kabulkan atau tidak, tetapi yang jelas ia ingin berusaha dulu. “Lama sekali Abimanyu!” ucap Lastri mondar-mandir di depan penjara. Sesekali ia melirik Dion dan Adisti’ bergantian. Bibirnya terkatup rapat, enggan berbicara dengan Adisti atau memanasinya. “Biarkan s
Malam itu Adisti dan Dion memutuskan ke rumah Ustaz Ramli untuk mengusir Abimanyu agar tidak lagi mengganggu hidup mereka. Untung saja di rumah Ustaz Ramli ada acara istighosah dan syukuran, sehingga jam 3 lagi masih terjaga semua.Dion melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju rumah Ustaz Ramli. Sepanjang jalan mereka terus beristighfar, berharap selamat sampai tujuan.Adisti tidak menginginkan bertemu Abimanyu lagi. Mengingatnya saja membuat dirinya merinding, apalagi saat ingat bagaimana pertemuan mereka, pernikahan, hingga memiliki anak Abimanyu.Adisti menyesal mengenal makhluk itu, mengapa dulu ia begitu mudah digoda Abimanyu untuk menuruti keinginannya. Jika waktu bisa diulang kembali, Adisti memilih untuk tidak mengenal Abimanyu sama sekali. Hidupnya benar-benar kacau karena makhluk itu.Namun, saat beberapa ratus meter lagi sampai di rumah Ustaz Ramli, tiba-tiba mobil Dion berhenti. Hal itu membuat Adisti sontak terkejut.“Astagfirullah!” pekik Adisti, “mobilnya kenap
“Bodoh banget kamu!” umpat Abimanyu begitu wanita itu masuk kamar. Makhluk tak kasatmata itu terlihat penuh amarah, wajahnya memerah dan bibirnya kini terkatup rapat. Siska terkejut melihat kedatangan Abimanyu yang tak disangkanya. Ia mundur saat makhluk itu semakin mendekati dirinya. “A-aku ....” Ucapan Siska terputus saat Abimanyu melesat cepat ke arahnya lalu mencekik leher Siska. “Kamu memang tidak berguna! Apa susahnya memisahkan mereka? Dasar lamban!” bentak Abimanyu. Siska tidak bisa berkata-kata lagi, lehernya sakit dan mulai sulit bernapas. Semakin lama cekikan itu tidak kendur, justru semakin kencang. Beberapa detik kemudian, Siska memejamkan mata dan terkulai lemas. “Kamu memang pantas mati!” ucap Abimanyu, “sayang sekali, wanita secantik kamu ternyata sangat bodoh. Melakukan tugas yang mudah saja tidak bisa.” Setelah yakin Siska tidak lagi bernapas, Abimanyu segera pergi dari kamar Siska. Namun, ia tidak pulang ke rumahnya. Ingat apa yang dikatakan Baskara, bahwa in
Malam itu Siska sengaja pulang agak malam, ia pura-pura sibuk membuat laporan keuangan untuk diserahkan pada Adisti. Padahal ia sudah merencanakan sesuatu untuk Dion. Dikeluarkannya botol kecil dari saku bajunya, lalu tersenyum miring.“Aku harus memainkan peran wanita tersakiti malam ini,” gumamnya lirih.Siska melirik Dion dan Adisti yang tengah mengobrol di salah satu kursi untuk pelanggan. Sesekali Dion tersenyum pada Adisti, jemarinya menggenggam tangan Adisti erat, seolah takut kembali terpisahkan.“Mau saya bikinin minuman?” tawar Siska mendekati mereka.“Boleh,” jawab Adisti singkat sambil tersenyum.“Oh ya, laporannya selesaikan malam ini ya. Kalau bisa sebelum jam 9 malam.”Siska mengangguk paham. Sebenarnya laporan itu sudah ia selesaikan sejak sore tadi, ia berpura-pura masih mengerjakan untuk mengulur waktu.“Kasian dia, Mas. Janda anak satu,” ucap Adisti setelah kepergian Siska ke dapur.“Oh, makanya kamu tetep kekeh buka warung ini?” tanya Dion.Adisti mengangguk. “Aku
Pagi itu Adisti berkutat di dapur. Sengaja ia ingin memasak untuk suaminya, ingin menebus kesalahannya selama ini dan berusaha menjadi istri yang baik untuk Diion. Adisti baru menyadari bahwa hanya Dion, laki-laki yang menerimanya apa adanya. Bahkan saat dirinya berbohong masalah kepergiannya, laki-laki masih memaafkannya. Ke mana lagi mencari laki-laki sebaik Dion?“Masak apa nih?” tanya Dion yang masih mengenakan baju koko dan sarung. Sepertinya ia baru saja salat subuh. Adisti menoleh ke sumber suara, lagi-lagi ia terpesona, kali ini wajah Dion yang bersinar mengalihkan konsentrasinya. Beberapa detik Adisti terpaku pada sosok laki-laki agamis itu. Kemudian tersadar. “Masak ayam rica, sayur sop, dan nanti mau goreng kerupuk.” Adisti mengalihkan pandangannya, ia meneruskan menumis ayam. “Enak kayaknya,” seru Dion sambil melangkah ke arah Adisti. “Ada yang bisa kubantu?” tanya Dion.Posisi mereka yang terlalu dekat, membuat Adisti merasa canggung. Tak kunjung mendengar jawaban
Malam itu Dion dan Adisti tampak berbincang di balkon bersama Kartilan. Laki-laki tua itu sangat bahagia melihat kedatangan Dion, ia berharap cucu menantunya itu bisa membujuk Adsti untuk kembali bersama.“Mbah sangat bersyukur kamu bisa menemukan kami, Dion,” ucap Kartilan sambil menyesap rokoknya.Dion tersenyum, tangannya terulur mengambil pisang goreng di atas meja yang berada di tengah mereka. “Dion pun senang mbah akhirnya bisa bertemu di sini. Allah sangat baik memberi petunjuk pada Dion selama ini.”Kartilan mengangguk paham. “Tentu saja Allah pasti akan menolong hamba-Nya yang membutuhkan bantuan. Mbah percaya pasti kamu akan datang dan sekarang terbukti, bukan?”Kartilan menghadap Adisti yang sejak tadi terdiam. “Bukankah kamu mau kembali bersama Dion? Dan kembali ke rumah kalian?” tanya Kartilan pelan.Adisti menatap Kartilan dan Dion bergantian, lalu mengembuskan napas dengan berat. “Adisti merasa berdosa, Mbah. Aa pantas Adisti bersama mas Dion? Padahal Adisti banyak mela
“Kamu tampan sekali, Sayang,” gumam Siska sambil membelai wajah laki-laki tampan yang berada di depannya. Seolah terhipnotis, wanita itu menuruti setiap ucapan yang keluar dari bibir laki-laki itu. Bibir laki-laki tersenyum senang, mudah sekali baginya menggoda Siska. Tidak hanya dengan memperlihatkan wajah tampannya, tetapi juga memberikan banyak harta dalam bentuk perhiasan. Tidak menunggu lama, Siska tergoda dengan rayuannya, dengan begitu ia bisa dengan mudah mendekati Adisti lagi. Ya, laki-laki yang sedang menggoda Siska adalah Abimanyu. Makhluk tak kasatmata itu berhasil datang ke dunia manusia setelah diobati oleh kakeknya. “Tentu saja aku tampan. Kamu tidak akan menemukan wajah setampan ini di mana pun,” goda Abimanyu sambil mencolek pipi Siska yang dibalas dengan senyum malu-malu. “Aku menginginkanmu, Sayang.” Abimanyu mencium tengkuk Siska, tetapi sebelum adegan berlanjut, ketukan dan suara Doni mengejutkan mereka. Seketika Abimanyu menghilang tepat saat pintu terbuka. “