Nah loh ... kira-kira Alvaro kenapa ya? Ikuti terus yuk cerita Ambar dan Alvaro ini. Berikan dukungan kepada mereka dengan memberikan vote dan gem. Terima kasih. I love you all 🥰🥰🥰
Ambar baru saja meletakkan tas di meja dan belum sempat menaruh tubuhnya di kursi, ketika terdengar suara dari arah belakangnya. “Wah … wah … wah … tumben anak baru sudah datang. Padahal baru jam delapan kurang sepuluh menit.Ambar menoleh dan mendapati Susan memasuki ruangan divisi procurement.“Pagi, Mbak Susan.”“Heemm,” jawab Susan pendek.“Kamu mimpi apa semalam, Anak baru? Kantor belum ada penghuninya kamu sudah datang.”“Nggak mimpi apa-apa, Mbak. O ya nama saya Ambar bukan anak baru. Minggu lalu sudah saya perkenalkan, bukan?”“Saya tahu tapi kamu anak baru, kan? Jadi apa salahnya saya manggil kamu begitu?” sahut Susan dengan ketus.Ambar mendesah. Dia malas membantah Susan lagi. Dia tidak ingin suasana hatinya rusak sejak pagi hari.“Heh! Malah melamun. Ayo jelaskan! Jadi maksudmu kamu tiba-tiba bangun dan berubah jadi orang yang rajin berangkat pagi ke kantor?”“Ya nggak gitu juga Mbak, kan saya sudah pernah bilang kalau perjanjian kontrak kerja saya itu memperbolehkan saya
“Kamu nggak mau sekalian minta tolong Ambar?” tanya Susan kepada Wulan.“Eh … enggak. Saya masih bisa mengerjakannya sendiri,” tolak Wulan. Sepertinya gadis itu masih merasa trauma dengan pertengkaran terakhir mereka.Ambar menatap Susan dengan kesal. ‘Orang ini ngapain sih nawar-nawarin ke yang lain kalau mau nitip kerjaan kayaknya dia sengaja.’ batin Ambar. Susan bukannya tidak tahu kalau Ambar merasa kesal kepadanya. Dia sengaja. Buktinya dia tetap menawarkan kepada Wulan untuk meminta bantuan Ambar, meski Ambar sudah menatapnya marah. Selain itu seringai yang diam-diam muncul di bibirnya muncul di bibirnya juga menjadi pertanda Susan mengerjai Ambar.Ambar jadi merasa dia tengah menjalani berpeloncoan layaknya siswa baru. Masalahnya dia bukanlah anak sekolah yang perlu digembleng untuk menjadi tabah dan terlatih serta lebih mengenal lingkungan baru. Justru sebagai orang dewasa Ambar merasa kesal melihat praktek perpeloncoan menjadi sebuah ajang bully. Namun untuk saat ini Ambar a
Ambar menatap punggung Heru yang berjalan kembali ke kubikelnya dengan mulut hampir melongo. Ambar membatin ‘Kok bisa Heru sepercaya diri itu. Dia pikir dirinya sangat tampan sehingga bisa merayu perempuan manapun. Benar-benar tak waras.’Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, Ambar kembali menekuri berkas-berkas di mejanya. Ambar merasa harus selekasnya menyelesaikan laporan agar dia bisa memenuhi janjinya untuk membantu pekerjaan Susan.Tanpa terasa Ambar sudah berkutat dengan berkas-berkas selama beberapa jam dan sekarang sudah masuk waktu istirahat makan siang. Awalnya Ambar berencana pergi ke kantin. Namun saat dia beranjak dari kursinya bersamaan dengan kedatangan Pak Bambang dari dinas luar. Lelaki berusia pertengahan empat puluh tahun itu menyerahkan beberapa data yang secepatnya harus dibuatkan laporan oleh Ambar. Hal ini membuat Ambar membatalkan rencananya pergi ke kantin untuk membeli makanan kecil dan minuman. Ambar memang sudah membawa bekal makan siang, tetapi dia
‘Menelepon Ambar? Memangnya Ambar di mana?’ batin Alvaro.Alvaro menatap jam yang melingkar di tangannya. Pukul delapan malam lebih sepuluh menit. Dia menatap baby sitter Afreen dan bertanya, “Ambar belum pulang?” “Belum Tuan. Dan dari tadi Bu Ambar tidak bisa ditelepon makanya Tuan muda Afreen jadi gelisah dan rewel,” jawab sang baby sitter sambil menunduk. “Ambar ke mana saja, sih!” desis Alvaro dengan kesal.“Apakah dia lembur? Tapi ngerjakan apa? Pekerjaan dia kan harusnya cuma membantuku sepeninggal Siska. Jadi harusnya dia tidak lembur, atau jangan-jangan ….” Belum selesai Alvaro bergumam, Afreen kembali menubruknya. Tangan kecil bocah lelaki berusia empat tahun itu memeluk erat kaki Alvaro. “Kenapa Mama Ambar nggak pulang-pulang, Pa? Mama Ambar pergi ke mana? Kenapa nggak ngajak Afreen? Mama Ambar nggak sayang Afreen lagi, ya, Pa?”“Bukan seperti itu. Mama Ambar sayang, kok, sama Afreen. Mungkin sebentar lagi Mama Ambar pulang. Sabar, ya, sekarang Afreen nurut dulu sama suste
Wajah Ambar merah padam. Dia benar-benar tidak terima Alvaro berulang kali membentaknya. Namun, ketika dia ingin membantah tuduhan Alvaro, dari dalam muncullah Afreen yang sudah mengenakan piyama. Bocah lelaki itu berlari memeluk Ambar dan menatap Alvaro nyalang. Dia lalu berkata marah, “Kenapa Papa memarahi Mama?”Alvaro terkejut melihat anaknya tiba-tiba muncul. “Saayang … Papa nggak marahin Mama kok.”“Tapi kenapa suara Papa keras ke Mama seperti … seperti orang bentak-bentak,” ucap Afreen.Alvaro terdiam dia tidak bisa mencari alasan lagi. Suaranya memang tinggi karena dia sedang membentak Ambar.Melihat Alvaro kebingungan merespon kata-kata Afreen, Ambar berjongkok. Mata Ambar menatap mata Afreen lekat, “Papa nggak marahin Mama, kok. Papa dan Mama sedang diskusi."‘Diskusi itu apa Ma?” tanya Afreen lugu. “Diskusi itu … orang-orang dewasa yang sedang bicara serius jadi suaranya keras,” jelas Ambar.Afreen manggut-manggut. “Oo gitu.”“Iya … jadi karena Papa dan Mama mau diskusi, A
“Kenapa kamu diam saja? Sekarang jelaskan untuk apa kamu meminta Mbak Anisa datang ke ruanganku dengan membawa makanan. Apa maksudmu?” desak Ambar.Alvaro tersentak. Rupanya dia tidak menyangka Ambar akan menanyakan hal itu. Raut Alvaro yang semula datar mulai beriak. Di wajah lelaki itu mulai menunjukkan kebingungannya dalam memberikan jawaban pada pertanyaan Ambar.“Untuk apa kamu tanyakan itu?” Wajah Alvaro sudah kembali menjadi datar ketika bertanya.“Memangnya salah kalau seorang pimpinan memperhatikan kebutuhan bawahannya?” lanjut Alvaro.“Ini bukan tentang salah atau benar, hanya terasa aneh saja. Kamu meminta aku menyembunyikan status sebagai istri kamu, tapi kamu sendiri justru membuat orang-orang semakin curiga kepadaku.” Ambar berkata dengan kesal.Alvaro menelengkan kepalanya ke arah kanan untuk melihat Ambar lebih jelas. Namun dia tidak memberikan reaksi apapun ketika melihat wajah kesal Ambar.Melihat Alvaro tampak cuek Ambar melanjutkan ucapannya“Di hari pertama aku
Ambar melongo. “Ganti baju? Memangnya kenapa dengan gaun ini? Bukankah gaun ini salah satu yang kemarin kamu belikan itu? Artinya kamu sendiri yang memilih gaun ini. Jadi kenapa sekarang kamu meminta aku ganti baju?” “Sudah jangan banyak tanya! Lakukan perintahku!” sentak Alvaro.Ambar tersentak mendengar nada bicara Alvaro yang tinggi. “Kamu kenapa, sih, pagi-pagi sudah bikin emosi?”“Makanya kalau aku minta sesuatu itu harus segera kamu turutin bukannya membantah!” potong Alvaro tak sabar.Afreen yang duduk di meja makan bersama Ambar dan Alvaro menyaksikan perdebatan kedua orang tuanya itu. Dia kemudian mengerucutkan bibirnya. Bulu matanya pun mulai bergetar tanda dia sebentar lagi akan menangis.“Papa kenapa bentak-bentak Mama,” protes bocah lelaki itu.Alvaro dan Ambar seketika menoleh mendengar protes Afreen. Melihat wajah bocah lelaki berumur 4 tahun itu siap menangis membuat mereka baru tersadar telah melakukan kesalahan.Ambar yang duduk di sebelah Afreen segera memeluk da
“Ambil saja kembaliannya, Pak,” ucap Ambar setelah dia turun dari ojek motor.“Lho ini masih banyak uang kembaliannya, Bu,” jawab bapak tua pengemudi ojek. “Iya nggak apa-apa, kan, tadi Bapak bilang belum ada penumpang. Jadi Bapak bisa beli sarapan dengan uang itu,” kata Ambar sambil tersenyum.“Masya Allah terima kasih banyak semoga rezeki Ibu berlipat ganda dan Ibu selalu dalam perlindungan Allah. Aamiin.” Doa tulus pengemudi ojek sebelum berlalu. Ambar menatap kepergian motor butut yang dipakai untuk ojek itu dengan prihatin. Memang sejak fenomena ojek online marak maka ojek tradisional menjadi tersisihkan. Bukan para tukang ojek tradisional itu tidak mau bergabung dengan ojek online, tapi kendala motor mereka yang butut membuat mereka tidak bisa mendaftar menjadi driver ojek online.Setelah motor tukang ojek tak kelihatan lagi, Ambar kemudian melenggang masuk ke kantor sambil menenteng tas belanjaan. Dia tadi memang membeli aneka minuman dan camilan untuk dibagikan dengan reka
Bab 61 Meminta Maaf ‘Mata yang biasanya bercahaya itu hari ini meredup’ batin Alvaro. ‘Aku harus bisa mengembalikan keceriaan Ambar lagi. Tapi bagaimana caranya?’ Alvaro masih terus menatap Ambar, meski saat ini gadis itu sudah beranjak meninggalkan ruang makan. Setelah punggung Ambar tak nampak lagi dari tempat Alvaro berjongkok, lelaki itu mulai mengurai pelukannya. Lalu dia mengajak Afreen duduk kembali di kursi. “Afreen sayang yuk dihabiskan sarapannya. Susunya juga ya biar cepat besar seperti papa,” bujuk Alvaro. “Tapi papa temanin Afreen sarapan, ya,” rajuk Afreen. “Iya Papa temani.” Alvaro pun memberi isyarat kepada salah satu asisten rumah tangganya untuk menyiapkan sarapan buat dirinya. Ketika Alvaro tengah menikmati sarapan sambil mendengar celotehan Afreen, Ambar masuk kembali ke ruang makan. Melihat mama tiri kesayangannya itu Afreen spontan berkata, “Ayo, Mama sarapan juga bareng Papa.” Ambar menatap Afreen sambil melirik Alvaro. Dia tampak enggan duduk seme
Bab 60 Memperbaiki Kesalahan Alvaro menuruni tangga dari lantai dua rumahnya sambil memegangi pelipisnya. Kepalanya terasa berdenyut nyeri akibat kurang tidur semalam. Semua karena isi kepalanya yang terlalu riuh. ‘Kenapa? Kenapa semalam dia bisa lepas kendali? Kenapa juga dia merasa tidak rela disebut bajin**n oleh Ambar? Memangnya apa bedanya Ambar dengan orang lain?’ Pertanyaan-pertanyaan itu terus memenuhi benak Alvaro hingga dia menjadi sulit tidur karena kesulitan mencari jawabannya. Baru saja sampai di tangga terbawah, telinga Alvaro yang tajam mendengar gelak tawa dari arah ruang makan. Lelaki itu mempercepat langkahnya menuju ruangan tersebut. “Afreen nggak mau minum susu. Afreen maunya minum teh atau kopi seperti Mama.” “Nggak boleh, Sayang. Afreen masih kecil nggak boleh minum kopi. Kalau minum teh boleh, tapi nanti siang pulang sekolah. Sekarang sarapannya minum susu dulu, ya. Biar Afreen sehat dan tambah pinter,” jawab sebuah suara wanita yang dikenali oleh A
Bab 59 Kekesalan Alvaro “Kamu benar-benar tega! Aku tidak menyangka ternyata kamu seorang bajin**n! Kemana perginya Tuan Alvaro yang terhormat itu? Aku menyesal sudah setuju menikah dengan bajin**n seperti kamu!” Jeritan Ambar membuat Alvaro tersentak. Tepat pada saat bersamaan bibirnya berhasil menyentuh pipi Ambar yang mulai basah oleh air mata. Alvaro pun membeku. Perlahan-lahan Alvaro menutup mata. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Dia melakukannya berulang kali dalam usahanya meredam emosi. Setelah deru napasnya yang memburu berubah menjadi lebih tenang, Alvaro mengangkat tubuhnya yang tadi menind*h Ambar. Lantas dia menjauh dari Ambar dan memilih duduk di pinggir kasur. Karena Alvaro sudah tidak lagi mengungkungnya, Ambar segera beringsut menjauh. Sebenarnya bisa saja Ambar beranjak keluar dari kamar, tetapi dia masih syok. Jadi ketika mencobanya kaki Ambar terlalu lemah sehingga dia tidak sanggup berdiri. Akhirnya gadis itu memilih duduk di uju
Bab 58 Memaksakan Kehendak“Kamu benar-benar tidak bisa kuampuni lagi. Kamu harus diberi pelajaran sekarang juga!” Alvaro merengkuh tubuh Ambar agar tetap berdiri lalu tangannya mulai menarik Ambar. Dengan sedikit kasar Alvaro mencekal lengan Ambar dan menyeretnya menuju ujung ruang kerjanya. Di sudut ruangan itu terdapat pintu penghubung menuju kamar tempat Alvaro beristirahat kalau dia sedang malas naik ke kamarnya di lantai dua. Ambar kaget mendapat perlakuan seperti itu dari Alvaro. Selama dia bekerja sebagai baby sitter Afreen, Ambar belum pernah melihat Alvaro berbuat kasar. Mantan majikannya itu memang sering marah, tapi tidak pernah sampai menggunakan tangannya untuk menghukum seseorang. Itu sebabnya saat ini Ambar sangat ketakutan. Dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari cekalan tangan Alvaro. Namun tidak berhasil. Bagaimana mungkin kekuatannya sebagai seorang wanita bisa menandingi ketangguhan seorang lelaki? Apalagi lelaki yang sudah gelap mata sepert
“Aku tidak terima alasan seperti itu!” “Terus mau kamu bagaimana?” tantang Ambar. Sambil berdiri tegak di depan Alvaro, mata Ambar menatap tajam lelaki yang baru beberapa bulan menikahinya itu. “Aku akan meminta hakku agar kamu selalu ingat kewajibanmu,” ucap Alvaro dengan tegas. Ambar menatap Alvaro dengan bingung. “Hak? Hak yang mana yang ingin kamu minta?”Alvaro balik menatap Ambar lekat. “Tentu saja hakku sebagai seorang suami. Dan tentunya sebagai seorang istri sudah kewajibanmu untuk memenuhi hakku sebagai suami.”Kening Ambar berkerut membentuk beberapa garis. Bibirnya sedikit melongo. Dia terbengong-bengong mendengar ucapan Alvaro. “Aku tidak mengerti maksudmu. Hak yang mana lagi? Bukankah aku sudah memberikan semuanya kepadamu? Bukankah sudah kuturuti juga semua perintahmu? Apa semua itu masih belum cukup?” “Tentu saja belum cukup! Justru hal yang paling dasar belum kamu penuhi!” sentak Alvaro. “Hal yang paling dasar?” gumam Ambar sambil mengulangi kata-kata Alvaro. Eksp
Bab 56 Alvaro Meminta Hak Sebenarnya Ambar sudah menyiapkan hati sebelum membuka pintu ruang kerja Alvaro. Dia tahu suami di atas kertasnya itu pasti akan marah melihat kepulangannya yang terlambat. Namun tak urung dia tersentak juga ketika Alvaro menegurnya saat dia memasuki ruang kerja Alvaro. Dengan suara menggelegar lelaki itu berkata, “Akhirnya kamu pulang juga! Kupikir kamu mau menginap di luar!”Tubuh Ambar gemetar mendengarnya. Bukan karena dia kaget mendengar suara Alvaro yang sangat keras namun dia tak mampu menahan gejolak emosi nya mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh lelaki itu.Dengan mata menatap nanar Alvaro, Ambar berdiri tegak dan menjawab dengan suara yang tak kalah keras, “Apa maksud kamu? Kau pikir aku perempuan apa?” “Coba kamu pikir sendiri kamu perempuan seperti apa. Karena terus terang saja aku tidak tahu harus berpikir bagaimana melihat wanita yang kunikahi tidak memberi kabar sama sekali kalau akan terlambat pulang!” Alvaro menatap Ambar dengan tat
Bab 55 Kemarahan Alvaro Alvaro melirik jam dinding dan mendecih sinis, “Hampir pukul sembilan dan dia baru pulang? Aku harus berbuat sesuatu agar dia tidak berbuat seenaknya lagi seperti malam ini! Bagaimana pun juga dia punya hak dan kewajiban kepadaku! Tunggu saja aku akan memperjelas hal itu sekarang juga!”***Satu jam sebelumnya, di warung kaki lima yang viral.“Kamu kenapa, sih? Kok gelisah terus dari tadi?” selidik Ken.“Kamu belum selesai makan, ya? Perut kamu masih aman?” sindir Ambar. “Memangnya kenapa perutku bisa nggak aman?” Ken bertanya balik. Ambar menatap gemas ke arah Ken. Sahabatnya itu benar-benar lugu atau pura-pura tidak tahu jawaban dari pertanyaannya? “Gini loh, Ken … harusnya kan perut itu ada batasannya. Kok kamu enggak, ya? Memangnya berapa hari kamu nggak makan? Kok nambah terus pesanan makanan kamu itu,” jawab Ambar dengan nada kesal. “Loh kan kamu sendiri yang bilang kalau warung ini viral karena makanan di sini enak semua. Jadi jangan salahkan aku
Bab 54 Ketakutan Ambar ‘Mana mungkin aku bilang kepadamu kalau yang mengirim pesan adalah suamiku,’ batin Ambar sambil melirik Ken yang tengah menatapnya.Mata Ambar kembali memandang ponselnya dan sekali lagi menelusuri pesan W******p dari Alvaro yang berbunyi, “Ingatlah statusmu sebagai seorang istri! Jangan membuat ulah yang mempermalukan keluarga!” Ambar menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ambar sedikit bingung ketika harus menulis balasan chat untuk Alvaro. Tangannya sudah ada di papan ketik ponsel, tetapi belum ada satu kata pun yang dia tulis sebagai jawaban dari chat Alvaro sebelumnya. Tidak mungkin dia berbohong bahwa saat ini dia sedang lembur di kantor. Karena dia yakin Alvaro pasti sudah tahu keberadaannya saat ini dan apa yang dilakukannya. Hal itu tersirat dari pilihan kata yang ditulis oleh Alvaro dalam chatnya.Pertanyaannya … dari mana kah Alvaro tahu tentang semuanya? Ambar melirik sahabatnya. Mungkinkah Ken benar-benar memposting foto dan v
‘Teganya Ambar pergi tanpa pamit dan tanpa seizin dariku. Apakah dia lupa hak dan kewajiban yang tertera dalam kontrak?’ gumam Alvaro.Wajar saja Alvaro merasa kesal karena di saat dia mencemaskan Ambar, justru Ambar pergi bersenang-senang. Ambar keluar dengan seseorang sebelum mendapatkan izin dari Alvaro.Parahnya lagi Ambar pergi dengan seorang lelaki yang tidak disukai oleh Alvaro. Lelaki yang bernama Ken Lazuardi. Rekan bisnis Alvaro sekaligus sahabat Ambar di masa kecil. Alvaro menatap nanar status W******p Ken Lazuardi. Rekan bisnis yang dulu dia kenal sebagai lelaki dingin dan cuek kepada lawan jenis, nyatanya sekarang semua berubah sejak dia bertemu Ambar. Lihat saja story WA nya saat ini … penuh terisi dengan kebahagiaannya bersama Ambar. Alvaro jadi bertanya-tanya sebenarnya ada hubungan apa antara Ken dengan Ambar?Dada Alvaro terasa berat. Dia menarik nafas dalam-dalam karena kalau tidak begitu sepertinya udara tidak bisa masuk ke paru-parunya. Sayangnya hal itu tidak t