Waduh ... siapa tuh yang mengawasi Ambar? Ikuti terus kisah ini ya. Kalau tidak keberatan berikan support dengan memberikan ulasan dan gem. Makasih. I love you all.
“Ambil saja kembaliannya, Pak,” ucap Ambar setelah dia turun dari ojek motor.“Lho ini masih banyak uang kembaliannya, Bu,” jawab bapak tua pengemudi ojek. “Iya nggak apa-apa, kan, tadi Bapak bilang belum ada penumpang. Jadi Bapak bisa beli sarapan dengan uang itu,” kata Ambar sambil tersenyum.“Masya Allah terima kasih banyak semoga rezeki Ibu berlipat ganda dan Ibu selalu dalam perlindungan Allah. Aamiin.” Doa tulus pengemudi ojek sebelum berlalu. Ambar menatap kepergian motor butut yang dipakai untuk ojek itu dengan prihatin. Memang sejak fenomena ojek online marak maka ojek tradisional menjadi tersisihkan. Bukan para tukang ojek tradisional itu tidak mau bergabung dengan ojek online, tapi kendala motor mereka yang butut membuat mereka tidak bisa mendaftar menjadi driver ojek online.Setelah motor tukang ojek tak kelihatan lagi, Ambar kemudian melenggang masuk ke kantor sambil menenteng tas belanjaan. Dia tadi memang membeli aneka minuman dan camilan untuk dibagikan dengan reka
Salah satu perempuan yang duduk di meja itu mendecih. Lalu dia berkata dengan sinis, “Belagu sekali. Mentang-mentang dekat dengan Big bos.” Ambar terkesiap mendengar sindiran itu. Jantungnya berdegup dengan kencang. Ambar segera menarik nafas dalam. Dia berusaha menguasai dirinya. Setelah berhasil Ambar lalu bertanya, “Maksud Mbak apa ya?” Sambil menunggu jawaban Ambar menatap bergantian kelima perempuan yang duduk semeja itu. Ambar mengenali mereka sebagai para perempuan yang tadi pagi sudah bergosip tentang dirinya. Kelima perempuan itu rupanya tidak suka melihat tatapan menilai dari mata Ambar. Jadi mereka pun memandang balik dengan sinis. Perempuan yang tadi menyindirnya itu kemudian berkata, “Kenapa Mbak? Mbak tidak suka dibilang dekat dengan big boss? Bukannya itu kenyataannya, ya? Yang tadi turun dari mobil big boss kalau bukan mbak terus siapa?”Sekuat tenaga Ambar menahan gejolak hatinya. Dia merasakan telapak tangannya dingin ketika mengepalkannya. Ambar benar-benar t
“Aku mau tanya, Ken. Kenapa tadi kamu mengatakan ada barangku yang ketinggalan di mobilmu tadi pagi? Bukankah kita belum bertemu lagi semenjak pertemuan pertama kita. Jadi mana mungkin kita bertemu tadi pagi?”Ken terkekeh. “Aku sengaja.”Ambar melongo mendengar jawaban Ken. “Kenapa kamu sengaja melakukan hal itu? Apa maksudmu?” “Aku tidak bermaksud apa-apa. Hanya saja ketika aku masuk ke kantin aku melihat keributan itu. Dan aku juga menyaksikan kamu berdiri tertegun. Kamu tampak kebingungan dan tidak bisa menjawab. Jadi aku berinisiatif mengatakan hal itu,” terang Ken panjang lebar.Ambar menatap Ken tak percaya. ‘Dia masih seperti dulu … selalu menjadi pelindungnya termasuk sekarang ini. Meski tidak tahu perdebatannya tentang apa, tapi Ken tetap membantunya,’ batin Ambar haru. Tatapan Ambar masih melekat erat memindai seluruh wajah Ken ketika sebuah suara bariton mengembalikan fokusnya kembali. "Aku tahu aku ganteng makanya kamu terpesona kepadaku sampai ngeliatin aku nggak berk
Bab 47 Ambar TerguncangAlvaro membuka pintu ruangannya dengan kasar dan membiarkannya tertutup dengan keras di depan hidung Ambar. Bukan hanya kaget yang dirasakan oleh Ambar, tetapi hatinya sangat sakit mendapat perlakuan dari Alvaro seperti itu. Raut wajah Ambar sulit untuk dilukiskan karena semua emosi yang bercampur aduk itu tergambar silih berganti di wajah cantiknya.Dengan berusaha keras menekan perasaannya, Ambar membuka pintu ruang kerja Alvaro. Baru saja tubuhnya melewati pintu dan pintu pun belum tertutup dengan sempurna di belakangnya, telinga Ambar sudah disambut dengan gelegar suara Alvaro, “Apa-apaan itu tadi!”“Tadi? Yang mana maksudmu?” tanya Ambar takut-takut.“Yang mana lagi kalau bukan perbuatanmu di tempat parkir tadi,” sahut Alvaro ketus.“Memangnya di tempat parkir, aku melakukan apa?” Ambar kembali bertanya. Dia tampak bingung menghadapi kemarahan Alvaro.“Kamu itu beneran lugu atau pura-pura nggak tahu kalau jadi pusat perhatian!” bentak Alvaro. Bukan cuma
Bab 48 Hati Ambar Hancur “Ambar kamu kenapa? Apa yang terjadi?” tanya Susan. Dia berdiri di samping pembatas kubikel Ambar. Di sebelah Susan berjajar juga kedua orang sahabatnya. Ambar tidak menjawab. Dia masih menelungkup di mejanya. “Kamu tadi waktu pergi makan siang baik-baik saja, kok, kenapa sekarang jadi seperti ini? Apa terjadi sesuatu saat kamu makan siang? Memangnya kamu makan siang di mana?” Susan memberondong Ambar dengan banyak pertanyaan. Akan tetapi, Susan harus menelan kecewa. Karena masih sama seperti sebelumnya, tidak satu pun pertanyaan Susan dijawab oleh Ambar. Memang tidak terdengar lagi isak tangis Ambar hingga bahunya berguncang, tetapi gadis itu tetap menelungkup di meja.“Sudah … tidak perlu didesak lagi kalau memang dia tidak mau bicara,” seru Wulan dengan nada kesal. Gadis itu memang masih menyimpan rasa tidak suka kepada Ambar. Semua disebabkan oleh kecemburuan Wulan kepada Ambar. Itu sebabnya dia tidak peduli melihat Ambar terpuruk, bahkan diam-diam
“Kok bisa Ambar menabrakmu?” “Mungkin karena Mbak Ambar lagi banyak pikiran setelah menangis.” Alvaro meletakkan pena yang tadi dipegangnya. Dia memusatkan perhatian kepada Annisa. “Ambar menangis?” “Iya, Tuan. Wajahnya sembab.”Alvaro menghembuskan napas kasar. “Ya sudah kalau begitu. Terima kasih infonya.”Annisa mengangguk dan kemudian berlalu meninggalkan ruangan Alvaro. Sebelum menutup pintu, Annisa bisa melihat mata pemilik perusahaan besar itu tampak menerawang. Sepeninggal Annisa, Alvaro menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Kepalanya tengadah dan matanya menatap ke langit-langit ruangannya. Sebuah kebiasaan yang dimiliki Alvaro sejak dulu ketika dia sedang banyak pikiran. Namun setelah beberapa saat rupanya pikiran Alvaro belum bisa kembali jernih. Alvaro menegakkan tubuhnya. Dia meraih pena dan memutuskan untuk kembali fokus melanjutkan pekerjaannya. Namun sebelumnya dia bergumam, “Aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku dan pulang. Di rumah aku bisa leluasa m
Bab 50. Alvaro Marah“Khusus untuk laporan yang satu ini kamu bisa bertanya langsung kepada saya. Dan sebaiknya kamu tidak mengatakan kepada siapa pun tentang perintah saya untuk membuat laporan ini,” tegas Pak Salman. Ambar mengerjapkan kelopak matanya mendengar kata-kata Pak Salman. Dia menatap heran bercampur curiga dengan perintah bosnya itu. Dia juga terkejut sekaligus syok mendapat perintah tidak terduga itu, ‘Ada apa ini? Apakah saat ini aku sedang diajak untuk berkolusi dalam merugikan perusahaan? Apa yang harus aku lakukan?’ Pak Salman melihat tatapan Ambar yang aneh terarah kepadanya. Dia tersenyum mafhum ketika menyadari arti tatapan itu. “Tidak usah curiga, karena apa yang saya katakan ini sudah sesuai permintaan Tuan Alvaro. Memang keberadaan Mbak Ambar di sini mempunyai satu misi khusus, tapi itu nanti saja biar Tuan Alvaro yang menjelaskannya.” Mata Ambar membulat dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Namun melihat ekspresi Pak Salman yang tanpa
Alvaro terus mencoba menelepon Ambar, tapi kembali lagi dia harus menelan kecewa karena Ambar tetap tidak mau mengangkat panggilan telepon darinya. “Ambar benar-benar keterlaluan! Awas saja nanti kalau dia pulang, aku akan memberinya pelajaran!” ujar Alvaro dengan geram. Alvaro meninggalkan ruang kerjanya dan menuju kamar Afreen, anaknya. Dia mengetuk pintu perlahan sampai babysitter anaknya membuka pintu. “Apa anakku sudah tidur? Kenapa masih jam 7 malam dia sudah tidur? Dia tidak rewel, kan? Apakah tadi dia merengek mencari mamanya?” Alvaro mengajukan pertanyaan secara beruntun kepada babysitter Afreen.“Tidak, Tuan. Tuan muda Afreen hari ini banyak kegiatan di sekolah. Jadi sesampainya di rumah dia kelelahan dan tidak sempat mencari Ibu Ambar,” jawab Ningsih, babysitter Afreen.“Syukurlah kalau begitu. Ya sudah lanjutkan aja kamu temani Afreen tidur,” titah Alvaro. Alvaro pun kemudian meninggalkan kamar anaknya. Awalnya Alvaro melangkah menuju ruang kerja, tapi kemudian dia puta
Bab 61 Meminta Maaf ‘Mata yang biasanya bercahaya itu hari ini meredup’ batin Alvaro. ‘Aku harus bisa mengembalikan keceriaan Ambar lagi. Tapi bagaimana caranya?’ Alvaro masih terus menatap Ambar, meski saat ini gadis itu sudah beranjak meninggalkan ruang makan. Setelah punggung Ambar tak nampak lagi dari tempat Alvaro berjongkok, lelaki itu mulai mengurai pelukannya. Lalu dia mengajak Afreen duduk kembali di kursi. “Afreen sayang yuk dihabiskan sarapannya. Susunya juga ya biar cepat besar seperti papa,” bujuk Alvaro. “Tapi papa temanin Afreen sarapan, ya,” rajuk Afreen. “Iya Papa temani.” Alvaro pun memberi isyarat kepada salah satu asisten rumah tangganya untuk menyiapkan sarapan buat dirinya. Ketika Alvaro tengah menikmati sarapan sambil mendengar celotehan Afreen, Ambar masuk kembali ke ruang makan. Melihat mama tiri kesayangannya itu Afreen spontan berkata, “Ayo, Mama sarapan juga bareng Papa.” Ambar menatap Afreen sambil melirik Alvaro. Dia tampak enggan duduk seme
Bab 60 Memperbaiki Kesalahan Alvaro menuruni tangga dari lantai dua rumahnya sambil memegangi pelipisnya. Kepalanya terasa berdenyut nyeri akibat kurang tidur semalam. Semua karena isi kepalanya yang terlalu riuh. ‘Kenapa? Kenapa semalam dia bisa lepas kendali? Kenapa juga dia merasa tidak rela disebut bajin**n oleh Ambar? Memangnya apa bedanya Ambar dengan orang lain?’ Pertanyaan-pertanyaan itu terus memenuhi benak Alvaro hingga dia menjadi sulit tidur karena kesulitan mencari jawabannya. Baru saja sampai di tangga terbawah, telinga Alvaro yang tajam mendengar gelak tawa dari arah ruang makan. Lelaki itu mempercepat langkahnya menuju ruangan tersebut. “Afreen nggak mau minum susu. Afreen maunya minum teh atau kopi seperti Mama.” “Nggak boleh, Sayang. Afreen masih kecil nggak boleh minum kopi. Kalau minum teh boleh, tapi nanti siang pulang sekolah. Sekarang sarapannya minum susu dulu, ya. Biar Afreen sehat dan tambah pinter,” jawab sebuah suara wanita yang dikenali oleh A
Bab 59 Kekesalan Alvaro “Kamu benar-benar tega! Aku tidak menyangka ternyata kamu seorang bajin**n! Kemana perginya Tuan Alvaro yang terhormat itu? Aku menyesal sudah setuju menikah dengan bajin**n seperti kamu!” Jeritan Ambar membuat Alvaro tersentak. Tepat pada saat bersamaan bibirnya berhasil menyentuh pipi Ambar yang mulai basah oleh air mata. Alvaro pun membeku. Perlahan-lahan Alvaro menutup mata. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Dia melakukannya berulang kali dalam usahanya meredam emosi. Setelah deru napasnya yang memburu berubah menjadi lebih tenang, Alvaro mengangkat tubuhnya yang tadi menind*h Ambar. Lantas dia menjauh dari Ambar dan memilih duduk di pinggir kasur. Karena Alvaro sudah tidak lagi mengungkungnya, Ambar segera beringsut menjauh. Sebenarnya bisa saja Ambar beranjak keluar dari kamar, tetapi dia masih syok. Jadi ketika mencobanya kaki Ambar terlalu lemah sehingga dia tidak sanggup berdiri. Akhirnya gadis itu memilih duduk di uju
Bab 58 Memaksakan Kehendak“Kamu benar-benar tidak bisa kuampuni lagi. Kamu harus diberi pelajaran sekarang juga!” Alvaro merengkuh tubuh Ambar agar tetap berdiri lalu tangannya mulai menarik Ambar. Dengan sedikit kasar Alvaro mencekal lengan Ambar dan menyeretnya menuju ujung ruang kerjanya. Di sudut ruangan itu terdapat pintu penghubung menuju kamar tempat Alvaro beristirahat kalau dia sedang malas naik ke kamarnya di lantai dua. Ambar kaget mendapat perlakuan seperti itu dari Alvaro. Selama dia bekerja sebagai baby sitter Afreen, Ambar belum pernah melihat Alvaro berbuat kasar. Mantan majikannya itu memang sering marah, tapi tidak pernah sampai menggunakan tangannya untuk menghukum seseorang. Itu sebabnya saat ini Ambar sangat ketakutan. Dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari cekalan tangan Alvaro. Namun tidak berhasil. Bagaimana mungkin kekuatannya sebagai seorang wanita bisa menandingi ketangguhan seorang lelaki? Apalagi lelaki yang sudah gelap mata sepert
“Aku tidak terima alasan seperti itu!” “Terus mau kamu bagaimana?” tantang Ambar. Sambil berdiri tegak di depan Alvaro, mata Ambar menatap tajam lelaki yang baru beberapa bulan menikahinya itu. “Aku akan meminta hakku agar kamu selalu ingat kewajibanmu,” ucap Alvaro dengan tegas. Ambar menatap Alvaro dengan bingung. “Hak? Hak yang mana yang ingin kamu minta?”Alvaro balik menatap Ambar lekat. “Tentu saja hakku sebagai seorang suami. Dan tentunya sebagai seorang istri sudah kewajibanmu untuk memenuhi hakku sebagai suami.”Kening Ambar berkerut membentuk beberapa garis. Bibirnya sedikit melongo. Dia terbengong-bengong mendengar ucapan Alvaro. “Aku tidak mengerti maksudmu. Hak yang mana lagi? Bukankah aku sudah memberikan semuanya kepadamu? Bukankah sudah kuturuti juga semua perintahmu? Apa semua itu masih belum cukup?” “Tentu saja belum cukup! Justru hal yang paling dasar belum kamu penuhi!” sentak Alvaro. “Hal yang paling dasar?” gumam Ambar sambil mengulangi kata-kata Alvaro. Eksp
Bab 56 Alvaro Meminta Hak Sebenarnya Ambar sudah menyiapkan hati sebelum membuka pintu ruang kerja Alvaro. Dia tahu suami di atas kertasnya itu pasti akan marah melihat kepulangannya yang terlambat. Namun tak urung dia tersentak juga ketika Alvaro menegurnya saat dia memasuki ruang kerja Alvaro. Dengan suara menggelegar lelaki itu berkata, “Akhirnya kamu pulang juga! Kupikir kamu mau menginap di luar!”Tubuh Ambar gemetar mendengarnya. Bukan karena dia kaget mendengar suara Alvaro yang sangat keras namun dia tak mampu menahan gejolak emosi nya mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh lelaki itu.Dengan mata menatap nanar Alvaro, Ambar berdiri tegak dan menjawab dengan suara yang tak kalah keras, “Apa maksud kamu? Kau pikir aku perempuan apa?” “Coba kamu pikir sendiri kamu perempuan seperti apa. Karena terus terang saja aku tidak tahu harus berpikir bagaimana melihat wanita yang kunikahi tidak memberi kabar sama sekali kalau akan terlambat pulang!” Alvaro menatap Ambar dengan tat
Bab 55 Kemarahan Alvaro Alvaro melirik jam dinding dan mendecih sinis, “Hampir pukul sembilan dan dia baru pulang? Aku harus berbuat sesuatu agar dia tidak berbuat seenaknya lagi seperti malam ini! Bagaimana pun juga dia punya hak dan kewajiban kepadaku! Tunggu saja aku akan memperjelas hal itu sekarang juga!”***Satu jam sebelumnya, di warung kaki lima yang viral.“Kamu kenapa, sih? Kok gelisah terus dari tadi?” selidik Ken.“Kamu belum selesai makan, ya? Perut kamu masih aman?” sindir Ambar. “Memangnya kenapa perutku bisa nggak aman?” Ken bertanya balik. Ambar menatap gemas ke arah Ken. Sahabatnya itu benar-benar lugu atau pura-pura tidak tahu jawaban dari pertanyaannya? “Gini loh, Ken … harusnya kan perut itu ada batasannya. Kok kamu enggak, ya? Memangnya berapa hari kamu nggak makan? Kok nambah terus pesanan makanan kamu itu,” jawab Ambar dengan nada kesal. “Loh kan kamu sendiri yang bilang kalau warung ini viral karena makanan di sini enak semua. Jadi jangan salahkan aku
Bab 54 Ketakutan Ambar ‘Mana mungkin aku bilang kepadamu kalau yang mengirim pesan adalah suamiku,’ batin Ambar sambil melirik Ken yang tengah menatapnya.Mata Ambar kembali memandang ponselnya dan sekali lagi menelusuri pesan W******p dari Alvaro yang berbunyi, “Ingatlah statusmu sebagai seorang istri! Jangan membuat ulah yang mempermalukan keluarga!” Ambar menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ambar sedikit bingung ketika harus menulis balasan chat untuk Alvaro. Tangannya sudah ada di papan ketik ponsel, tetapi belum ada satu kata pun yang dia tulis sebagai jawaban dari chat Alvaro sebelumnya. Tidak mungkin dia berbohong bahwa saat ini dia sedang lembur di kantor. Karena dia yakin Alvaro pasti sudah tahu keberadaannya saat ini dan apa yang dilakukannya. Hal itu tersirat dari pilihan kata yang ditulis oleh Alvaro dalam chatnya.Pertanyaannya … dari mana kah Alvaro tahu tentang semuanya? Ambar melirik sahabatnya. Mungkinkah Ken benar-benar memposting foto dan v
‘Teganya Ambar pergi tanpa pamit dan tanpa seizin dariku. Apakah dia lupa hak dan kewajiban yang tertera dalam kontrak?’ gumam Alvaro.Wajar saja Alvaro merasa kesal karena di saat dia mencemaskan Ambar, justru Ambar pergi bersenang-senang. Ambar keluar dengan seseorang sebelum mendapatkan izin dari Alvaro.Parahnya lagi Ambar pergi dengan seorang lelaki yang tidak disukai oleh Alvaro. Lelaki yang bernama Ken Lazuardi. Rekan bisnis Alvaro sekaligus sahabat Ambar di masa kecil. Alvaro menatap nanar status W******p Ken Lazuardi. Rekan bisnis yang dulu dia kenal sebagai lelaki dingin dan cuek kepada lawan jenis, nyatanya sekarang semua berubah sejak dia bertemu Ambar. Lihat saja story WA nya saat ini … penuh terisi dengan kebahagiaannya bersama Ambar. Alvaro jadi bertanya-tanya sebenarnya ada hubungan apa antara Ken dengan Ambar?Dada Alvaro terasa berat. Dia menarik nafas dalam-dalam karena kalau tidak begitu sepertinya udara tidak bisa masuk ke paru-parunya. Sayangnya hal itu tidak t