Home / Historical / PERMAISURI YIN / 7. Menerima Keadaan

Share

7. Menerima Keadaan

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2024-11-01 21:18:39

“Kurang ajar, lelaki hidung belang. Habis ambil perawan dia kabur, bededah busuk, aku cincang baru tahu!” Permaisuri berdiri lagi dengan wajah penuh amarah. Jauh sekali perbedaan antara A Yin dan Su Yin walau wajah dan tubuh sama persis.

“Permaisuri, tenangkan dirimu. Jangan memaki pangeran kedua. Beliau itu pangeran yang berpengaruh setelah putra makhkota. Ditambah lagi pangeran adalah suamimu, jadi hormatlah dengan beliau.” Xu Chan mengingatkan sambil menelan ludah. Entah kali keberapa sudah ia melihat tuannya marah-marah sejak bangkit dari kubur.

“Peduli apa aku, walau dia kaisar sekalipun. Gubernur saja pernah aku penjarakan.” Su Yin duduk dan menarik napas panjang. Sore yang terasa berangin dan menerbangkan anak rambut di wajahnya.

“Permaisuri, hamba belum selesai bicara. Setelah melewati malam pertama, Pangeran Kedua mendapat panggilan perang mendadak dari perbatasan karena itu beliau pergi meninggalkan kita semua di sini.”

“Panggilan perang?” gumam Su Yin perlahan.

Ia masih harus beradaptasi bahwa dirinya tinggal di masa lalu. Masa di mana orang-orang suka berebut kekuasan dan berganti dari satu dinasti ke dinasti lainnya.

“Benar, Permaisuri, jadi bukan karena disengaja dan sebagai suami istri juga kalian sering saling berkirim surat. Apakah Permaisuri mau membacanya?”

“Malas, bukan urusanku baca surat cinta. Kau saja yang baca kalau mau.” Su Yin berdiri dan memandang sekeliling ruangan.

“Tidak ada di antara kami satu pun yang bisa baca tulis, Permasuri, barangkali engkau lupa.”

“Oh my god, di mana aku hidup sekarang ini, ckckckck!” Su Yin berjalan seorang diri. Lekas saja tiga hamba sahayanya menemani dari belakang.

Sore hari di mana senja akan terbit dengan warna orange yang menyilaukan dan angin yang bertiup juga semakin dingin. Su Yin tidak menggunakan mantel seperti tiga pelayannya.

“Permaisuri, hari semakin dingin, nanti engkau sakit lagi, ayo kita masuk ke dalam.”

“Tidak, aku masih ingin cari tahu tentang semuanya. Aku benar-benar lupa ingatan.” Alasan Su Yin saja. Padahal ia ingin tahu lebih dalam tentang istana naga perak tempatnya tinggal sebagai permaisuri pangeran kedua.

“Kalau begitu biar kami ambilan mantel untukmu.” Salah satu dari tiga hamba sahaya itu beranjak.

“Xu Chan. Apakah aku terkurung di dalam istana ini selamanya dan tidak punya keluarga?” Sebelah kaki Su Yin naik di penyangga patung singa di depan gapura masuk.

Xu Chan membelalakkan mata melihat tingkah tuannya. Su Yin memang demikan sebagai polisi. Gayanya yang cenderung laki-laki membuat dirinya jadi tegas di masa modern.

“Permaisuri, tidak baik perempuan seperti ini. Apalagi engkau panutan, turunkan kakimu.” Xu Chan memegang kaki tuannya.

“Eh, jangan sentuh, aku bisa sendiri. Jawab dulu pertanyaanku.”

“Permaisuri, engkau dipilih dari kalangan keluarga bangsawan biasa saja menjadi istri pangeran kedua agar tidak memiliki pengaruh terlalu kuat di dalam istana.”

“Lalu?”

“Saat engkau tertuduh membunuh menteri, seluruh keluargamu terlebih dahulu dieksekusi mati.”

“Bedebah!”

“Permaisuri, ini keputusan hakim agung atas perintah kaisar, pelankan suaramu.”

“Bagaimana mungkin aku membunuh menteri, aku ini penegak hukum!” Angin semakin kencang berembus dan menerbangkan rambut Su Yin.

Xu Chan tak tahu entah tuannya mengigau atau tidak. Yang jelas Permaisuri A Yin hanya istri pangeran tanpa kekuatan sama sekali, itu saja.

“Lupakan, anggap aku mengigau.” Su Yin sadar apa yang ia ucapkan barusan. “Jadi semua keluargaku sudah meninggal?”

“Benar, Permaisuri, lalu engkau dihukum minum racun sampai mati dan setelah dimakamkan giliran kami yang akan minum racun, tapi takdir berkata lain.”

Tak lama kemudian satu orang hamba sahaya datang memberikan Su Yin mantel bulu yang sangat indah.

“Wah, ini pasti mahal, kainnya halus dan tebal, wangi lagi.” Su Yin mencium mantel panjang itu.

“Hadiah dari Pangeran Kedua saat baru menikah. Hamba yakin beliau sangat menyayangimu.”

“Halah, pangeran pasti punya banyak istri. Tunjukkan padaku di mana istana para selir pangeran kedua itu.” Su Yin memakai mantel itu, bersin sedikit karena terbuat dari bulu beruang asli.

“Permaisuri, Pangeran Kedua itu orangnya lurus dan kaku, kerjanya latihan, belajar, memanah, berkuda, main pedang, lempar batu, itu saja. Nyaris tak ada waktu memikirkan perempuan.”

“Xu Chan, kau ini tak tahu baca tulis, tapi tahu gosip istana, ya, kalah berita selebritis dalam negeri sepertinya,” gumam Su Yin sambil tersenyum dengan bibir miring.

“Gosip, selebritis, apa itu Permaisuri?”

“Sudahlah lupakan. Jadi suamiku itu tidak punya selir?”

“Tidak tahu kalau di tempat perang, Permaisuri.”

“Aiyaah, perang pun masih ingat untuk kawin, hidup macam apa ini. Terserah dia sajalah, mau kembali mau mati di medan perang aku tidak peduli. Sekarang aku hanya ingin cari cara agar bisa kembali ke masa depan. Aku masih ada pekerjaan untuk mengungkap kasus pembunuhan. Hmmm takdir macam apakah yang aku jalani sampai harus terlempar ke masa lalu.” Tiba-tiba saja perut Su Yin berbunyi.

“Di mana minimarket, aku ingin makan mi pedas, nasi hangat dan telur rebus.”

“Maaf, apa maksudmu, Permaisuri.” Xu Chan bingung.

Su Yin menepuk jidatnya. Mau cari minimarket di mana. Listrik saja tidak ada di zaman dahulu.

“Aku lapar, apakah ada makanan?”

“Ada, tentu saja, Permaisuri. Ayo kita kembali ke dalam lagi pula hari sebentar lagi malam dan kita harus segera istirahat. Jam malam istana akan segera dimulai.”

“Jam malam?” Su Yin masih bingung. Ada banyak hal yang harus ia kuasai sebelum menemukan cara untuk kembali ke masa depan.

Empat orang itu masuk ke dalam istana naga perak. Dua hamba sahaya lainnya menutup pintu. Su Yin menghitung orang yang bekerja di kediamannya.

“Sekitar 20 orang, banyak juga, ya.”

“Semuanya punya tugas masing-masing, Permaisuri. Hamba yang paling dekat dan harus melayani kebutuhan pribadimu,” jawab Xu Chan.

“Kau ini orang mana?”

“Hamba budak belian yang sejak kecil tinggal di istana. Sejak engkau masuk baru dapat tempat yang lebih baik.”

“Lebih baik? Tuannya mati kau ikut mati, itu bukan lebih baik, Xu Chan, itu tolol namanya. Lebih baik kau kabur dari istana.”

“Permaisuri, hidup seorang hamba memang bergantung penuh pada tuannya. Kalau hamba kabur dan tertangkap hamba tidak akan dihukum mati tapi akan dijual sebagai pelacur dan melayani para lelaki hidung belang. Jadi lebih baik kalau pun mati, mati di sini saja.”

“Peraturan tak manusiawi macam apa ini? Gila, sinting yang buat peraturan.” Su Yin duduk di meja makan sambil menanti hidangan datang.

Tak lama kemudian meja penuh dengan makanan. Tidak hanya perut Su Yin yang berbunyi tapi para pelayan juga. Mereka belum makan sejak kemarin karena seharusnya hari ini dieksekusi mati.

“Ayo makan,” ajak Su Yin pada pelayannya.

Lalu ia memindahkan nasi dan lauk pauk ke dalam mangkuk. Su Yin diam sejenak, rasa makanannya sangat hambar tak seperti di zaman modern, tapi daripada tidak ada ya lebih baik makan saja.

“Kenapa diam saja, ayo makan,” ucapnya lagi.

Para pelayan diam. Merupakan kesalahan besar jika makan bersama para tuan. Hukumannya tidak main-main. Sampai sang permaisuri selesai makan para pelayan tidak bergerak.

“Kalian tidak dengar apa kataku, ayo makan!” Dengan suara Su Yin yang tegas, para pelayan duduk dan mengambil makanan sisa. Mereka makan dengan lahap karena sangat lapar.

“Makan saja harus drama.” Permaisuri dengan mata jernih itu menyesap teh hangat yang ada di depan mata. “Aaah, aku ingin minum soda dan kopi.” Tawar semua rasa makanan. “Apa tidak ada gula di sini?”

“Permaisuri, persediaan makanan di dapur kosong karena seharusnya …” Xu Chan diam.

“Sudahlah, habiskan makanannya. Aku masuk dulu ke kamar, terima kasih untuk hari ini.” Su Yin berjalan dengan gaya sangat maskulin hingga membuat para pelayan menganga.

“Kurasa jiwa permaisuri tertukar saat kematian. Mitosnya, kan, begitu.”

“Diam, kali ini permaisuri bukan perempuan cengeng dan aku yakin ke depannya akan lebih keras lagi. Ayo bagi makanan ini buat yang lain.”

***

Di dalam kamar usai membuka sutera berlapis dan hanya pakai pakaian dalam warna putih dengan rambut terurai panjang, Su Yin tak bisa tidur. Bukan karena kasurnya yang aneh dan selimut berwarna merah, melainkan ia ingat atas kematian seorang menteri.

“Kalau aku dituduh sebagai pembunuh seharusnya hidupku tidak akan baik-baik saja. Apalagi aku sudah dihukum mati. Paling tidak besok akan ada drama terjadi. Tapi siapa kira-kira yang menuduhku? Tubuh gadis ini saja masih sangat muda, tidak ada otot sama sekali, tangan putih, halus, mulus, wajah sendu seperti kurang kasih sayang. Aku tebak dia memukul nyamuk saja tidak bisa.”

Plak! Baru saja dibilang Su Yin menepuk nyamuk yang menempel di dahinya. Kalau dulu A Yin akan menepisnya begitu saja.

“Enak saja kau hisap darahku, hisap lemak kalau mau.” Nyamuk itu digepengkan oleh Su Yin.

Baru saja sang permaisuri ingin terlelap, ia seperti melihat bayangan hitam melintas di dalam kamarnya. Gadis itu tahu, tidak akan mungkin ia hidup tenang-tenang saja.

Pura-pura tidur adalah pilihan. Sampai seseorang berbaju dan bertopeng hitam datang dan mengarahkan pisau ke mata Su Yin.

Bersambung …

Related chapters

  • PERMAISURI YIN   8. Konspirasi Dalam Istana

    Selir Agung Ming duduk di dalam kamarnya. Kepala wanita bengis itu terasa pusing hingga pelayan datang membuka semua perhiasan mewah dan mulai memijit kepalanya. “Bagaimana mungkin,” ucap Ming Hua sambil menarik napas. “Katakan padaku bagaimana caranya orang mati bisa hidup lagi.” Mata wanita itu masih memejam. “Hamba tidak tahu, Selir Agung.” “Sudah jelas sekali dia bersimbah darah dan tubuhnya dingin serta kaku. Aku sendiri yang memegangnya. Saat peti mati akan ditutup lalu A Yin tiba-tiba saja bangun. Ini sungguh di luar rencana.” “Selir Agung, apakah butuh tabib?” tanya pelayannya yang bernama Cu Li. “Tidak, siapkan air hangat, aku ingin menyegarkan tubuhku. Tambahkan bunga mawar di dalamnya. Aku harus menemukan keanehan yang terjadi siang ini.” Atas perintah Ming Hua, pelayan setianya undur diri. Wanita itu membuka bola matanya, lalu tiba-tiba saja ia kaget. Wujud Li A Yin baru saja ada di depan mata dengan wajah pucat dan bibir bersimbah darah. “Apa ini, kenapa jadi seram

    Last Updated : 2024-11-01
  • PERMAISURI YIN   9. Rencana Licik

    Utusan berpakaian hitam itu memegang perutnya yang kena tendang Su Yin. Ia merupakan salah satu pengawal Menteri Huang dan cukup terkejut dengan ketangkasan sang permaisuri yang dikenal sebagai wanita lemah tak berdaya. “Aku harus pergi dari sini. Aku hanya mengujinya saja bukan cari mati.” Pengawal itu mulai ketakutan. “Siapa yang mengutusmu untuk membunuhku. Apakah kau tak tahu kalau aku ini istri pangeran kedua?” Su Yin memanfaatkan kedudukannya. Ia bergerak ke kiri ketika melihat langkah utusan itu ingin melarikan diri dari kamarnya. “Tidak menjawab? Jangan khawatir, aku selalu punya cara untuk membuat penjahat mengaktu.” Su Yin mengambil salah satu guci dan melempar ke arah utusan itu. Lelaki tersebut menghindar dan hampir kepalanya kena. Suara pecahan guci membuat seluruh penghuni istana naga perak bangun dari tidurnya. Mereka berlarian ke kamar sang tuan takut terjadi sesuatu sebab istana itu tidak ada pengawal lelaki yang mumpuni. Namun, ketika para pelayan sampai di depa

    Last Updated : 2024-11-02
  • PERMAISURI YIN   10. Su Yin VS Kejaksaan

    Su Yin bangun di pagi hari menuju siang. Tubuhnya yang lelah sebab perjalanan waktu membuatnya harus beristirahat lebih banyak. Bangun-bangun sudah ada tiga pelayan setianya yang membawakan air cuci muka, kain bersih dan sisir. Padahal ia bisa melakukan itu sendirian. “Astaga, aku merasa seperti Cinderella saja.” Su Yin menguap sangat besar. Biasanya ketika bangun pagi ia akan sikat gigi, cuci muka, minum kopi dan makan roti. Sekarang? Jangankan roti, gula saja susah untuk didapat. “Permaisuri, seorang istri pangeran tidak boleh menguap terlalu besar. Tidak enak untuk dipandang.” Xu Chan mengingatkan tuannya yang amnesia.“Selain menguap, kentut pun tidak boleh? Terus sendawa dan terbawa ahahahahahaha, boleh tidak?” Su Yin merasa aturan istana semakin tidak masuk akal. “Tidak boleh terlalu kuat, Permaisuri, ada aturan yang harus kita jalankan.” “Terserah, aku tak mau ikut aturan yang keterlaluan seperti itu.” Su Yin mencuci muka dan mengeringkan wajah pakai kain bersih yang diba

    Last Updated : 2024-11-03
  • PERMAISURI YIN   11. Cinta Pangeran

    Shen Du sedang meditasi tingkat tinggi dalam ruangan khusus yang hanya ada diri sendiri, dupa, lilin aroma bunga dan tentu saja arwah penasaran Li A Yin. “Sedikit lagi,” ucapnya ketika memasuki dimensi di mana pertukaran A Yin dan Su Yin terjadi. Lalu tiba-tiba saja ia batuk dan bibirnya mengeluarkan darah. Hal yang Shen Du lakukan sangat berbahaya dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan spiritual tingkat tinggi. “Akhirnya aku mengerti juga, darimana dia berasal.” Shen Du menahan nyeri di dadanya. Ia mengalami luka dalam karena melakukan perjalanan berbahaya. Arwah Li A Yin memandang Shen Du dengan lurus. Seolah-olah ada yang ingin disampaikan dan ia pun ingin pergi dari ruang spritual. Namun, arwah permaisuri terkurung di sana karena energi spritualnya terlalu besar. “Permaisuri, engkau ingin kembali ke tubuhmu, bukan?” tanya Shen Du. Hanya ia saja yang bisa melihat Li A Yin. Arwah permaisuri mengangguk. “Sayangnya, tubuhmu sudah ada yang mengisi, ini sangat

    Last Updated : 2024-11-05
  • PERMAISURI YIN   12. Alibi

    Su Yin memberi peringatan pada para petugas yang menawan pelayannya. Jangankan batu, pisau pun akan ia lemparkan kalau berani menyakiti orang-orangnya. “Katakan apa mau kalian?” tanya Su Yin dengan suara lantang. Sebuah keributan hampir siang hari yang berhasil menarik perhatian orang lewat. Beberapa dayang dari luar berkerumun di depan istana naga perak. “Permaisuri Yin harus ikut kami ke kantor kejaksaan dan kepolisian untuk diperiksa,” jawab petugas yang membawa lencana khusus. “Hmm, di masa lalu kejaksaan dan kepolisian ternyata menjadi satu instansi,” gumam Su Yin perlahan. “Permaisuri harus ikut sekarang, terkait kasus pembunuhan Menteri Zhang.” “Tidak, jangan bawa tuanku. Sebagai gantinya hukum mati aku saja.” Xu Chan berlutut di depan petugas. “Jangan ikut campur, Xu Chan.” Ucapan Su Yin membuat para pelayan terdiam. Mereka belum terbiasa dengan perubahan sang tuan yang tiba-tiba saja. “Aku ikut kalian, dengan syarat jangan menyentuh Istana Naga Perak dan para pelayan

    Last Updated : 2024-11-19
  • PERMAISURI YIN   13. Mayat Berbicara

    “Hakim Chao Da,” panggil Menteri Zhang perlahan pada rekannya. “Iya, Menteri Zhang, ada apa?” “Beri kesempatan pada Permaisuri Yin untuk membela diri seperti apa yang dia inginkan.” “Tapi ini berbahaya, Menteri, bagaimana kalau ternyata dia bisa melakukannya.” “Maka permainan kita akan semakin tajam. Aku masih ingin tahu sampai sejauh mana orang yang bangkit dari kematian bertahan. Lakukan saja, dapat tidak dapat bukti kita sudah terlibat sangat jauh.” Usai mengucapkan kalimat itu Menteri Zhang tak berbicara lagi. Hakim Chao Da merasa apa yang ia lakukan sekarang bertentangan dengan akalnya. Petugas koroner di kantor jaksa semuanya laki-laki, tidak ada yang perempuan. Lalu Permaisuri A Yin bisa apa? “Dan setelah melihat mayat Menteri Huang, kau ingin melakukan apa, Permaisuri? Melihat saja, boleh, akan aku kabulkan,” tanya Chao Da sambil mengelus janggutnya yang memutih. “Baik, aku ingin melihatnya saja.”“Mayat bukan untuk dipermainkan, Permaisuri.”“Benar, terkadang mayat bis

    Last Updated : 2024-11-20
  • PERMAISURI YIN   14. Pujaan Hati Datang

    “Lancang, kau berani mengancamku!” Hakim Chao Da duduk di kursinya tanpa berani bangun. Sedangkan anak buahnya mulai menghunuskan pedang ingin melawan Su Yin. “Permintaanku tidak banyak. Hanya itu saja, aku tidak akan kabur aku tidak akan berbohong, aku tidak akan mangkir dari janjiku.” Ditekan lagi pedang itu hingga kulit Chao Da mulai mengeluarkan darah. “Ah, Permaisuri Yin, kita bisa bicarakan ini baik-baik, turunkan pedangmu.” Chao Da ternyata takut mati juga. “Aku beri kau waktu tiga menit, jika tidak ada jawaban aku tebas lehermu.” “Dan kau juga akan mati, Permaisuri.” “Kau pikir aku peduli. Sama-sama mati dengan dalih membunuh pejabat, apa bedanya.” “Iya, iya, baiklah, turunkan pedangmu.” Memerah muka Chao Da mungkin kalau lebih lama Su Yin mengancamnya ia bisa kencing di celana. “Kau kuberi waktu tiga menit.” “Tiga menit, maksudnya?” tanya sang hakim. “Dimulai dari aku menghitung, satu, dua, tiga …” Su Yin terus menghitung dan Chao Da kembali ke tempat di mana Menteri

    Last Updated : 2024-11-21
  • PERMAISURI YIN   15. Masa Depan

    Pangeran Kedua dirawat oleh dua orang tabib dan beberapa pembantu tabib. Luka di bagian pinggang lelaki itu terasa berdenyut dan menyakitkan sebab memaksakan diri untuk lekas sampai ke istana. Sejak pertama datang, Pangeran Li Wei belum bertemu dengan A Yin. Tubuhnya lemah, letih, juga terus berkeringat. Bahkan secara khusus Kaisar datang bersama Selir Agung melihat jalannya pengobatan Pangeran Kedua. “Tabib, pastikan kau memberi pengobatan terbaik untuk putraku,” ucap Kaisar dengan wajah penuh kekhawatiran. Pangeran Kedua merupakan putra yang amat ia sayangi. Li Wei jauh lebih cakap dan mampu daripada Putra Makhkota yang merupakan putra pertama Kaisar dengan Selir Agung. “Baik, Yang Mulia, akan hamba pertaruhkan reputasi hamba untuk mengobatinya,” jawab sang tabib dengan penuh kepatuhan. Selir Agung memandang Pangeran Li Wei dengan raut wajah penuh kebencian. Ia tak senang, benar-benar tak senang. Harapannya agar sang pangeran mati di medan perang tidak terkabulkan. Ming Hua ju

    Last Updated : 2024-11-26

Latest chapter

  • PERMAISURI YIN   72. Istana Bulan

    “Ayo turun, kita sudah sampai.” Li Wei melompat dari kuda terlebih dahulu lalu menyambut turun Su Yin dari kereta. Mereka semua termasuk para pelayan menggunakan mantel bulu tebal karena udara di Pegunungan Utara sangat dingin daripada biasanya. “Waaah, tanpa salju saja aku sudah hampir membeku.” Sang permaisuri memeluk dirinya sendiri. Asap dari bibirnya keluar dan gigi nyaris gemeratakan. “Tenang saja nanti aku peluk kau sepanjang hari agar tak kendinginan.” Pangeran Kedua mengedipkan sebelah matanya. “Gayamu, baru buka baju saja sudah beku kulit duluan.” Hampir Su Yin tak tahan dingin kalau tak menggunakan mantel tebal sebanyak dua lapis. Tak lama kemudian para penjaga yang berasal dari Suku Bintang datang meyambut rombongan Pangeran Kedua. Mereka mempersilakan Li Wei dan Su Yin untuk bertemu dengan kepala suku. Yun Chi adalah nama ketua suku sekaligus ayah dari Yun Zi. “Kami memeri hormat pada Pangeran Kedua sekaligus Permaisuri Yin selaku utusan dari Chang An.” Yun Chi mem

  • PERMAISURI YIN   71. Kekacauan

    Selir Agung sedang minum teh di pagi hari yang cerah. Secerah senyumnya dibalut gincu merah merekah. Lalu Gui Mama datang mendekat dan berbisik padanya. “Hamba sudah mengirim orang untuk membunuh Pangeran Kedua di perjalanan.” Kata demi kata menyeramkan terucap dengan senyuman gigi emas Gui Mama. “Bagus, penghambat takhta putraku harus segera dibasmi. Yang berani melawanku akan mati.” Ming Hua menghabiskan teh dan menikmati sarapan yang lezat di atas meja. Setelah itu ia pun berjalan mengelilingi taman yang indah, kemudian lanjut mengunjungi istana naga emas. Begitu terus yang Selir Agung lakukan dalam satu minggu terakhir. Hingga pada suatu hari ia melihat putra dan menantunya tak saling bertegur sapa di meja makan. “Kalian baik-baik saja?” tanya Selir Agung. Baik Putra Mahkota dan permaisurinya mengangguk saja. Kejadian malam tadi benar-benar mengguncang kesadaran dan kesabaran keduanya. “Aneh sekali, biasanya Bai Jing sangat murah senyum,” gumam Ming Hua sambil memindahkan ma

  • PERMAISURI YIN   70. Ilmu Hitam

    Putra Mahkota pergi ke kuil yang berada dalam naungan Departemen Sihir dan Perbintangan. Ia sedang galau luar biasa. Istrinya diam seribu bahasa dan ibunya pun akhir-akhir ini senang menyendiri. Tak ada yang tahu apa isi wanita. Ditambah Li Zu Min masih terbeban dengan permintaan Li Wei. “Sepertinya Pangeran punya banyak sekali beban hidup.” Shen Du menyalakan dupa dan memberikan pada Putra Mahkota. “Aku merasa kesialan menerpaku bertubi-tubi, meski tidak ada yang bicara terang-terangan di depanku, tapi aku tahu mereka bilang kalau ini karma ibu.” Li Zu Min melakukan persembahayangan dengan sungguh-sungguh kali ini. “Tenangkan hatimu, Pangeran, sebisa mungkin kita harus mencegah terjadinya peristiwa bulan purnama berdarah.” “Itu juga yang mengganggu isi hatiku. Belum ada keanehan yang aku temui sejak beberapa hari yang lalu. Semua pelayan terlihat biasa-biasa saja di depanku, tapi …” “Tapi apa, Pangeran.” “Salah satu pelayan ibuku menghilang dan tidak ada jejaknya sama sekali.

  • PERMAISURI YIN   69. Bencana

    Gadis yang merintih memohon pertolongan itu terlihat kesakitan bahkan mulai menjerit. An Lee menyimpan pedang dan memapahnya ke salah satu api unggun. Wajah gadis tak dikenal itu sangat pucat sekali bahkan seperti orang tidak punya darah. Tang Ri datang mendekati ibunya yang terlihat kepayahan mengurus seorang gadis. “Bawakan ibu air hangat. Sepertinya dia tidak terluka, mungkin belum makan beberapa hari,” ucap An Lee dan putranya lekas mencari air hangat. Diberinya minum gadis itu dan wajahnya seketika memerah. “Siapa dia, Bu?” tanya Tang Ri. Sang guru hanya menggeleng. “Bencana, bencana!” ucap gadis itu tanpa sebab. “Bencanaaaaa!” jeritannya cukup kencang dan membangunkan Su Yin yang baru saja terlelap dan Li Wei pun tersentak. “Tenangkan dirimu, di sini banyak orang. Kalau ada yang menyakitimu katakan padaku.” An Lee meremas tangan gadis itu agar berkata jujur padanya. “Bencana, di mana-mana ada bencana, darah, bulan akan berdarah tak lama lagi. Kalian akan mati semua.” “Ken

  • PERMAISURI YIN   68. Sang Guru

    Iring-iringan kereta terus berjalan menuju pegunungan utara yang dingin. Kini mereka melewati jalanan di antara tebing tinggi di sisi kiri dan kanan. Saking tingginya, ukuran manusia kecil sekali kalau dilihat dari atas. “Aku perlu memakai mobil berjam-jam kalau pergi ke tempat ini, dan sekarang aku benar-benar pergi pakai kereta.” Su Yin menyibak tirai. Terkadang, kalau ia kelelahan dirinya akan tidur di dalam kereta yang dibuat cukup besar demi kenyamanan para tuan. Angin yang bertiup cukup dingin di antara tebing yang menjulang. Su Yin merapatkan mantel dan asap berembus dari bibirnya. Kotak pemberian dari Ru Yi tergeser. Sang permaisuri meraih dan melihat isinya. Di sana ada beberapa cream wajah dengan aroma bunga yang alami. Lalu ada benang sutra untuk menjahit luka, kasa, beberapa bubuk obat, salep, juga jarum jahit. “Kotak P3K zaman dulu, terima kasih kawan.” Su Yin menutup lagi kotak itu. Kereta berhenti dan sang permaisuri turun, ia disambut oleh Pangeran yang terlihat k

  • PERMAISURI YIN   67. Bahagia

    Iring-iringan kereta Pangeran Kedua melewati desa di mana padi sedang kuning-kuningnya tumbuh. Pangeran yang berada di dalam kereta membuka jendela begitu juga dengan Su Yin demi menikmati pemandangan indah. “Waaah, di kota besar lahan ini sudah berubah menjadi jalan raya, mall, pertokoan dan apartement. Aku benar-benar beruntung bisa melihat Cina yang agung di zaman dulu,” ucap Su Yin sambil melihat beberapa petani menjaga sawah. “Tang yang agung dan tenang, jangan sampai diganggu oleh musuh dari mana saja. Rakyat sudah hidup tenteram dan mereka tidak perlu tahu tentang boroknya dalam istana. Biarkan mereka makmur sebagai petani, pedagang atau apa saja.” Begitu isi kepala Li Wei. Rombongan terus melewai persawahan dan perkebunan, kali ini kebun semangka. Merasa senang, Su Yin keluar dari kereta dan memilih jalan kaki sambil menikmati udara segar. Pemandangan di luar istana membuatnya lebih bahagia. Siang hari tiba, iring-iringan itu istirahat di tepi sungai dan para pelayan memas

  • PERMAISURI YIN   66. Gagal Lagi

    Bagian 65 Putra Mahkota duduk di meja kerjanya. Ia baru saja memeriksa seluruh istana sampai bagian sudut ditemani Shen Du demi mencari apa yang bisa dicurigai. Namun, hasilnya kosong. Mata sipit sang pangeran pertama melihat surat dari adiknay yang belum dibuka. Sudah tiga hari Li Wei pergi dan ia baru mengingatnya. Segera saja lelaki dengan hidung bengkok itu membukanya. Surat yang cukup panjang dan membuatnya menahan napas sejenak. Surat itu diletakkan oleh Zu Min. Li Wei bermaksud baik padanya, ia tahu itu. Namun, permintaan sang adik mengapa sangat berat?“Dari sekian banyak orang, mengapa kau memintaku mencurigai ibuku sendiri? Sejahat-jahatnya Ibu, beliau tetap ibuku dan ketika aku diangkat menjadi Kaisar, Ibu akan menjadi Ibu Suri.” Surat itu dibakar oleh Zu Min dan ia anggap lupa dengan isinya. Meski surat sudah jadi abu, Putra Mahkota tetap saja terbawa pikiran. Ia bahkan memikirkan hal itu ketika makan bersama Bai Jing. “Fujin (suamiku), apakah makanannya tidak enak?

  • PERMAISURI YIN   65. Opium

    Ming Hua memijit kepalanya yang terasa pusing. Kemudian ia memanggil Gui Mama dan meminta benda yang ia perintahkan untuk dibeli, walau dengan harga yang mahal. “Tapi, Nyonya, ini tak baik bagi kesehatan.” Ragu-ragu pelayan dengan gigi emas itu memberikannya. “Sekali saja, aku tidak bisa tidur nyenyak belakangan ini.” Selir Agung mengambil cerutu panjang dan mengisap opium. Pertama kali ia batuk dan lama-lama terbiasa. Guna opium sebenarnya untuk pengobatan dan mengurangi sakit perut hebat. Tetapi terkadang pemakaiannya sering disalah gunakan untuk merasa terbang ke langit ketujuh. Ming Hua merasa tenang sekali walau pandangannya mengabur. Ia pun tertidur dan opium jatuh ke lantai. Teler karena pertama kali menggunakan opium. Gui Mama membersihkan jejak penggunaan benda itu dan mengasapi ruangan agar wangi bunga seperti biasa. Tiba-tiba saja tanpa pemberitahuan sebelumnya, Kaisar datang ke istana bunga perak. Para pelayan memberi hormat. Gui Mama sudah mencoba membangunkan Selir

  • PERMAISURI YIN   64. Ekspedisi ke Utara

    Pelayan dan para penjaga sudah bersiap untuk berangkat. Namun, ada seseorang yang terlihat berlari menuju kereta iring-iringan pangeran. Su Yin mengenal gadis itu. Ru Yi datang membawa beberapa barang yang dibungkus menggunakan kain. “Pemaisuri, andai boleh, aku akan memilih ikut sebagai tabib dalam perjalanan kali ini,” ucap Ru Yi sambil mengatur napas. “Tidak usah, lanjutkan saja belajarmu, aku baik-baik saja, aku juga dokter, tapi ini apa?” tanya Su Yin sambil menimbang-nimbang. “Ada cream siang, cream malam, cream anti matahari dan cream awet muda, hi hi hi.” Ru Yi tersenyum kecil. Begitu yang ia pelajari dari buku yang dituliskan oleh Permaisuri Yin. “Oh, jadi dokter kecantikan rupanya.” Su Yin melirik Ru Yi dari ujung rambut sampai kaki. Gadis itu mengenakan baju tabib yang dari kualitas kain yang bagus dan membuatnya terlihat cantik. “Kau di sini tidak ada niat menikah?” Tiba-tiba aja pertanyaan sang permaisuri ke sana. “Ehm, malu, Permaisuri, umur hamba sudah 24 tahun. S

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status