Home / Pernikahan / PERMAISURI YIN / 7. Menerima Keadaan

Share

7. Menerima Keadaan

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2024-11-01 21:18:39

“Kurang ajar, lelaki hidung belang. Habis ambil perawan dia kabur, bededah busuk, aku cincang baru tahu!” Permaisuri berdiri lagi dengan wajah penuh amarah. Jauh sekali perbedaan antara A Yin dan Su Yin walau wajah dan tubuh sama persis.

“Permaisuri, tenangkan dirimu. Jangan memaki pangeran kedua. Beliau itu pangeran yang berpengaruh setelah putra makhkota. Ditambah lagi pangeran adalah suamimu, jadi hormatlah dengan beliau.” Xu Chan mengingatkan sambil menelan ludah. Entah kali keberapa sudah ia melihat tuannya marah-marah sejak bangkit dari kubur.

“Peduli apa aku, walau dia kaisar sekalipun. Gubernur saja pernah aku penjarakan.” Su Yin duduk dan menarik napas panjang. Sore yang terasa berangin dan menerbangkan anak rambut di wajahnya.

“Permaisuri, hamba belum selesai bicara. Setelah melewati malam pertama, Pangeran Kedua mendapat panggilan perang mendadak dari perbatasan karena itu beliau pergi meninggalkan kita semua di sini.”

“Panggilan perang?” gumam Su Yin perlahan.

Ia masih harus beradaptasi bahwa dirinya tinggal di masa lalu. Masa di mana orang-orang suka berebut kekuasan dan berganti dari satu dinasti ke dinasti lainnya.

“Benar, Permaisuri, jadi bukan karena disengaja dan sebagai suami istri juga kalian sering saling berkirim surat. Apakah Permaisuri mau membacanya?”

“Malas, bukan urusanku baca surat cinta. Kau saja yang baca kalau mau.” Su Yin berdiri dan memandang sekeliling ruangan.

“Tidak ada di antara kami satu pun yang bisa baca tulis, Permasuri, barangkali engkau lupa.”

“Oh my god, di mana aku hidup sekarang ini, ckckckck!” Su Yin berjalan seorang diri. Lekas saja tiga hamba sahayanya menemani dari belakang.

Sore hari di mana senja akan terbit dengan warna orange yang menyilaukan dan angin yang bertiup juga semakin dingin. Su Yin tidak menggunakan mantel seperti tiga pelayannya.

“Permaisuri, hari semakin dingin, nanti engkau sakit lagi, ayo kita masuk ke dalam.”

“Tidak, aku masih ingin cari tahu tentang semuanya. Aku benar-benar lupa ingatan.” Alasan Su Yin saja. Padahal ia ingin tahu lebih dalam tentang istana naga perak tempatnya tinggal sebagai permaisuri pangeran kedua.

“Kalau begitu biar kami ambilan mantel untukmu.” Salah satu dari tiga hamba sahaya itu beranjak.

“Xu Chan. Apakah aku terkurung di dalam istana ini selamanya dan tidak punya keluarga?” Sebelah kaki Su Yin naik di penyangga patung singa di depan gapura masuk.

Xu Chan membelalakkan mata melihat tingkah tuannya. Su Yin memang demikan sebagai polisi. Gayanya yang cenderung laki-laki membuat dirinya jadi tegas di masa modern.

“Permaisuri, tidak baik perempuan seperti ini. Apalagi engkau panutan, turunkan kakimu.” Xu Chan memegang kaki tuannya.

“Eh, jangan sentuh, aku bisa sendiri. Jawab dulu pertanyaanku.”

“Permaisuri, engkau dipilih dari kalangan keluarga bangsawan biasa saja menjadi istri pangeran kedua agar tidak memiliki pengaruh terlalu kuat di dalam istana.”

“Lalu?”

“Saat engkau tertuduh membunuh menteri, seluruh keluargamu terlebih dahulu dieksekusi mati.”

“Bedebah!”

“Permaisuri, ini keputusan hakim agung atas perintah kaisar, pelankan suaramu.”

“Bagaimana mungkin aku membunuh menteri, aku ini penegak hukum!” Angin semakin kencang berembus dan menerbangkan rambut Su Yin.

Xu Chan tak tahu entah tuannya mengigau atau tidak. Yang jelas Permaisuri A Yin hanya istri pangeran tanpa kekuatan sama sekali, itu saja.

“Lupakan, anggap aku mengigau.” Su Yin sadar apa yang ia ucapkan barusan. “Jadi semua keluargaku sudah meninggal?”

“Benar, Permaisuri, lalu engkau dihukum minum racun sampai mati dan setelah dimakamkan giliran kami yang akan minum racun, tapi takdir berkata lain.”

Tak lama kemudian satu orang hamba sahaya datang memberikan Su Yin mantel bulu yang sangat indah.

“Wah, ini pasti mahal, kainnya halus dan tebal, wangi lagi.” Su Yin mencium mantel panjang itu.

“Hadiah dari Pangeran Kedua saat baru menikah. Hamba yakin beliau sangat menyayangimu.”

“Halah, pangeran pasti punya banyak istri. Tunjukkan padaku di mana istana para selir pangeran kedua itu.” Su Yin memakai mantel itu, bersin sedikit karena terbuat dari bulu beruang asli.

“Permaisuri, Pangeran Kedua itu orangnya lurus dan kaku, kerjanya latihan, belajar, memanah, berkuda, main pedang, lempar batu, itu saja. Nyaris tak ada waktu memikirkan perempuan.”

“Xu Chan, kau ini tak tahu baca tulis, tapi tahu gosip istana, ya, kalah berita selebritis dalam negeri sepertinya,” gumam Su Yin sambil tersenyum dengan bibir miring.

“Gosip, selebritis, apa itu Permaisuri?”

“Sudahlah lupakan. Jadi suamiku itu tidak punya selir?”

“Tidak tahu kalau di tempat perang, Permaisuri.”

“Aiyaah, perang pun masih ingat untuk kawin, hidup macam apa ini. Terserah dia sajalah, mau kembali mau mati di medan perang aku tidak peduli. Sekarang aku hanya ingin cari cara agar bisa kembali ke masa depan. Aku masih ada pekerjaan untuk mengungkap kasus pembunuhan. Hmmm takdir macam apakah yang aku jalani sampai harus terlempar ke masa lalu.” Tiba-tiba saja perut Su Yin berbunyi.

“Di mana minimarket, aku ingin makan mi pedas, nasi hangat dan telur rebus.”

“Maaf, apa maksudmu, Permaisuri.” Xu Chan bingung.

Su Yin menepuk jidatnya. Mau cari minimarket di mana. Listrik saja tidak ada di zaman dahulu.

“Aku lapar, apakah ada makanan?”

“Ada, tentu saja, Permaisuri. Ayo kita kembali ke dalam lagi pula hari sebentar lagi malam dan kita harus segera istirahat. Jam malam istana akan segera dimulai.”

“Jam malam?” Su Yin masih bingung. Ada banyak hal yang harus ia kuasai sebelum menemukan cara untuk kembali ke masa depan.

Empat orang itu masuk ke dalam istana naga perak. Dua hamba sahaya lainnya menutup pintu. Su Yin menghitung orang yang bekerja di kediamannya.

“Sekitar 20 orang, banyak juga, ya.”

“Semuanya punya tugas masing-masing, Permaisuri. Hamba yang paling dekat dan harus melayani kebutuhan pribadimu,” jawab Xu Chan.

“Kau ini orang mana?”

“Hamba budak belian yang sejak kecil tinggal di istana. Sejak engkau masuk baru dapat tempat yang lebih baik.”

“Lebih baik? Tuannya mati kau ikut mati, itu bukan lebih baik, Xu Chan, itu tolol namanya. Lebih baik kau kabur dari istana.”

“Permaisuri, hidup seorang hamba memang bergantung penuh pada tuannya. Kalau hamba kabur dan tertangkap hamba tidak akan dihukum mati tapi akan dijual sebagai pelacur dan melayani para lelaki hidung belang. Jadi lebih baik kalau pun mati, mati di sini saja.”

“Peraturan tak manusiawi macam apa ini? Gila, sinting yang buat peraturan.” Su Yin duduk di meja makan sambil menanti hidangan datang.

Tak lama kemudian meja penuh dengan makanan. Tidak hanya perut Su Yin yang berbunyi tapi para pelayan juga. Mereka belum makan sejak kemarin karena seharusnya hari ini dieksekusi mati.

“Ayo makan,” ajak Su Yin pada pelayannya.

Lalu ia memindahkan nasi dan lauk pauk ke dalam mangkuk. Su Yin diam sejenak, rasa makanannya sangat hambar tak seperti di zaman modern, tapi daripada tidak ada ya lebih baik makan saja.

“Kenapa diam saja, ayo makan,” ucapnya lagi.

Para pelayan diam. Merupakan kesalahan besar jika makan bersama para tuan. Hukumannya tidak main-main. Sampai sang permaisuri selesai makan para pelayan tidak bergerak.

“Kalian tidak dengar apa kataku, ayo makan!” Dengan suara Su Yin yang tegas, para pelayan duduk dan mengambil makanan sisa. Mereka makan dengan lahap karena sangat lapar.

“Makan saja harus drama.” Permaisuri dengan mata jernih itu menyesap teh hangat yang ada di depan mata. “Aaah, aku ingin minum soda dan kopi.” Tawar semua rasa makanan. “Apa tidak ada gula di sini?”

“Permaisuri, persediaan makanan di dapur kosong karena seharusnya …” Xu Chan diam.

“Sudahlah, habiskan makanannya. Aku masuk dulu ke kamar, terima kasih untuk hari ini.” Su Yin berjalan dengan gaya sangat maskulin hingga membuat para pelayan menganga.

“Kurasa jiwa permaisuri tertukar saat kematian. Mitosnya, kan, begitu.”

“Diam, kali ini permaisuri bukan perempuan cengeng dan aku yakin ke depannya akan lebih keras lagi. Ayo bagi makanan ini buat yang lain.”

***

Di dalam kamar usai membuka sutera berlapis dan hanya pakai pakaian dalam warna putih dengan rambut terurai panjang, Su Yin tak bisa tidur. Bukan karena kasurnya yang aneh dan selimut berwarna merah, melainkan ia ingat atas kematian seorang menteri.

“Kalau aku dituduh sebagai pembunuh seharusnya hidupku tidak akan baik-baik saja. Apalagi aku sudah dihukum mati. Paling tidak besok akan ada drama terjadi. Tapi siapa kira-kira yang menuduhku? Tubuh gadis ini saja masih sangat muda, tidak ada otot sama sekali, tangan putih, halus, mulus, wajah sendu seperti kurang kasih sayang. Aku tebak dia memukul nyamuk saja tidak bisa.”

Plak! Baru saja dibilang Su Yin menepuk nyamuk yang menempel di dahinya. Kalau dulu A Yin akan menepisnya begitu saja.

“Enak saja kau hisap darahku, hisap lemak kalau mau.” Nyamuk itu digepengkan oleh Su Yin.

Baru saja sang permaisuri ingin terlelap, ia seperti melihat bayangan hitam melintas di dalam kamarnya. Gadis itu tahu, tidak akan mungkin ia hidup tenang-tenang saja.

Pura-pura tidur adalah pilihan. Sampai seseorang berbaju dan bertopeng hitam datang dan mengarahkan pisau ke mata Su Yin.

Bersambung …

Related chapters

  • PERMAISURI YIN   8. Konspirasi Dalam Istana

    Selir Agung Ming duduk di dalam kamarnya. Kepala wanita bengis itu terasa pusing hingga pelayan datang membuka semua perhiasan mewah dan mulai memijit kepalanya. “Bagaimana mungkin,” ucap Ming Hua sambil menarik napas. “Katakan padaku bagaimana caranya orang mati bisa hidup lagi.” Mata wanita itu masih memejam. “Hamba tidak tahu, Selir Agung.” “Sudah jelas sekali dia bersimbah darah dan tubuhnya dingin serta kaku. Aku sendiri yang memegangnya. Saat peti mati akan ditutup lalu A Yin tiba-tiba saja bangun. Ini sungguh di luar rencana.” “Selir Agung, apakah butuh tabib?” tanya pelayannya yang bernama Cu Li. “Tidak, siapkan air hangat, aku ingin menyegarkan tubuhku. Tambahkan bunga mawar di dalamnya. Aku harus menemukan keanehan yang terjadi siang ini.” Atas perintah Ming Hua, pelayan setianya undur diri. Wanita itu membuka bola matanya, lalu tiba-tiba saja ia kaget. Wujud Li A Yin baru saja ada di depan mata dengan wajah pucat dan bibir bersimbah darah. “Apa ini, kenapa jadi seram

    Last Updated : 2024-11-01
  • PERMAISURI YIN   9. Rencana Licik

    Utusan berpakaian hitam itu memegang perutnya yang kena tendang Su Yin. Ia merupakan salah satu pengawal Menteri Huang dan cukup terkejut dengan ketangkasan sang permaisuri yang dikenal sebagai wanita lemah tak berdaya. “Aku harus pergi dari sini. Aku hanya mengujinya saja bukan cari mati.” Pengawal itu mulai ketakutan. “Siapa yang mengutusmu untuk membunuhku. Apakah kau tak tahu kalau aku ini istri pangeran kedua?” Su Yin memanfaatkan kedudukannya. Ia bergerak ke kiri ketika melihat langkah utusan itu ingin melarikan diri dari kamarnya. “Tidak menjawab? Jangan khawatir, aku selalu punya cara untuk membuat penjahat mengaktu.” Su Yin mengambil salah satu guci dan melempar ke arah utusan itu. Lelaki tersebut menghindar dan hampir kepalanya kena. Suara pecahan guci membuat seluruh penghuni istana naga perak bangun dari tidurnya. Mereka berlarian ke kamar sang tuan takut terjadi sesuatu sebab istana itu tidak ada pengawal lelaki yang mumpuni. Namun, ketika para pelayan sampai di depa

    Last Updated : 2024-11-02
  • PERMAISURI YIN   10. Su Yin VS Kejaksaan

    Su Yin bangun di pagi hari menuju siang. Tubuhnya yang lelah sebab perjalanan waktu membuatnya harus beristirahat lebih banyak. Bangun-bangun sudah ada tiga pelayan setianya yang membawakan air cuci muka, kain bersih dan sisir. Padahal ia bisa melakukan itu sendirian. “Astaga, aku merasa seperti Cinderella saja.” Su Yin menguap sangat besar. Biasanya ketika bangun pagi ia akan sikat gigi, cuci muka, minum kopi dan makan roti. Sekarang? Jangankan roti, gula saja susah untuk didapat. “Permaisuri, seorang istri pangeran tidak boleh menguap terlalu besar. Tidak enak untuk dipandang.” Xu Chan mengingatkan tuannya yang amnesia.“Selain menguap, kentut pun tidak boleh? Terus sendawa dan terbawa ahahahahahaha, boleh tidak?” Su Yin merasa aturan istana semakin tidak masuk akal. “Tidak boleh terlalu kuat, Permaisuri, ada aturan yang harus kita jalankan.” “Terserah, aku tak mau ikut aturan yang keterlaluan seperti itu.” Su Yin mencuci muka dan mengeringkan wajah pakai kain bersih yang diba

    Last Updated : 2024-11-03
  • PERMAISURI YIN   11. Cinta Pangeran

    Shen Du sedang meditasi tingkat tinggi dalam ruangan khusus yang hanya ada diri sendiri, dupa, lilin aroma bunga dan tentu saja arwah penasaran Li A Yin. “Sedikit lagi,” ucapnya ketika memasuki dimensi di mana pertukaran A Yin dan Su Yin terjadi. Lalu tiba-tiba saja ia batuk dan bibirnya mengeluarkan darah. Hal yang Shen Du lakukan sangat berbahaya dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan spiritual tingkat tinggi. “Akhirnya aku mengerti juga, darimana dia berasal.” Shen Du menahan nyeri di dadanya. Ia mengalami luka dalam karena melakukan perjalanan berbahaya. Arwah Li A Yin memandang Shen Du dengan lurus. Seolah-olah ada yang ingin disampaikan dan ia pun ingin pergi dari ruang spritual. Namun, arwah permaisuri terkurung di sana karena energi spritualnya terlalu besar. “Permaisuri, engkau ingin kembali ke tubuhmu, bukan?” tanya Shen Du. Hanya ia saja yang bisa melihat Li A Yin. Arwah permaisuri mengangguk. “Sayangnya, tubuhmu sudah ada yang mengisi, ini sangat

    Last Updated : 2024-11-05
  • PERMAISURI YIN   12. Alibi

    Su Yin memberi peringatan pada para petugas yang menawan pelayannya. Jangankan batu, pisau pun akan ia lemparkan kalau berani menyakiti orang-orangnya. “Katakan apa mau kalian?” tanya Su Yin dengan suara lantang. Sebuah keributan hampir siang hari yang berhasil menarik perhatian orang lewat. Beberapa dayang dari luar berkerumun di depan istana naga perak. “Permaisuri Yin harus ikut kami ke kantor kejaksaan dan kepolisian untuk diperiksa,” jawab petugas yang membawa lencana khusus. “Hmm, di masa lalu kejaksaan dan kepolisian ternyata menjadi satu instansi,” gumam Su Yin perlahan. “Permaisuri harus ikut sekarang, terkait kasus pembunuhan Menteri Zhang.” “Tidak, jangan bawa tuanku. Sebagai gantinya hukum mati aku saja.” Xu Chan berlutut di depan petugas. “Jangan ikut campur, Xu Chan.” Ucapan Su Yin membuat para pelayan terdiam. Mereka belum terbiasa dengan perubahan sang tuan yang tiba-tiba saja. “Aku ikut kalian, dengan syarat jangan menyentuh Istana Naga Perak dan para pelayan

    Last Updated : 2024-11-19
  • PERMAISURI YIN   13. Mayat Berbicara

    “Hakim Chao Da,” panggil Menteri Zhang perlahan pada rekannya. “Iya, Menteri Zhang, ada apa?” “Beri kesempatan pada Permaisuri Yin untuk membela diri seperti apa yang dia inginkan.” “Tapi ini berbahaya, Menteri, bagaimana kalau ternyata dia bisa melakukannya.” “Maka permainan kita akan semakin tajam. Aku masih ingin tahu sampai sejauh mana orang yang bangkit dari kematian bertahan. Lakukan saja, dapat tidak dapat bukti kita sudah terlibat sangat jauh.” Usai mengucapkan kalimat itu Menteri Zhang tak berbicara lagi. Hakim Chao Da merasa apa yang ia lakukan sekarang bertentangan dengan akalnya. Petugas koroner di kantor jaksa semuanya laki-laki, tidak ada yang perempuan. Lalu Permaisuri A Yin bisa apa? “Dan setelah melihat mayat Menteri Huang, kau ingin melakukan apa, Permaisuri? Melihat saja, boleh, akan aku kabulkan,” tanya Chao Da sambil mengelus janggutnya yang memutih. “Baik, aku ingin melihatnya saja.”“Mayat bukan untuk dipermainkan, Permaisuri.”“Benar, terkadang mayat bis

    Last Updated : 2024-11-20
  • PERMAISURI YIN   14. Pujaan Hati Datang

    “Lancang, kau berani mengancamku!” Hakim Chao Da duduk di kursinya tanpa berani bangun. Sedangkan anak buahnya mulai menghunuskan pedang ingin melawan Su Yin. “Permintaanku tidak banyak. Hanya itu saja, aku tidak akan kabur aku tidak akan berbohong, aku tidak akan mangkir dari janjiku.” Ditekan lagi pedang itu hingga kulit Chao Da mulai mengeluarkan darah. “Ah, Permaisuri Yin, kita bisa bicarakan ini baik-baik, turunkan pedangmu.” Chao Da ternyata takut mati juga. “Aku beri kau waktu tiga menit, jika tidak ada jawaban aku tebas lehermu.” “Dan kau juga akan mati, Permaisuri.” “Kau pikir aku peduli. Sama-sama mati dengan dalih membunuh pejabat, apa bedanya.” “Iya, iya, baiklah, turunkan pedangmu.” Memerah muka Chao Da mungkin kalau lebih lama Su Yin mengancamnya ia bisa kencing di celana. “Kau kuberi waktu tiga menit.” “Tiga menit, maksudnya?” tanya sang hakim. “Dimulai dari aku menghitung, satu, dua, tiga …” Su Yin terus menghitung dan Chao Da kembali ke tempat di mana Menteri

    Last Updated : 2024-11-21
  • PERMAISURI YIN   15. Masa Depan

    Pangeran Kedua dirawat oleh dua orang tabib dan beberapa pembantu tabib. Luka di bagian pinggang lelaki itu terasa berdenyut dan menyakitkan sebab memaksakan diri untuk lekas sampai ke istana. Sejak pertama datang, Pangeran Li Wei belum bertemu dengan A Yin. Tubuhnya lemah, letih, juga terus berkeringat. Bahkan secara khusus Kaisar datang bersama Selir Agung melihat jalannya pengobatan Pangeran Kedua. “Tabib, pastikan kau memberi pengobatan terbaik untuk putraku,” ucap Kaisar dengan wajah penuh kekhawatiran. Pangeran Kedua merupakan putra yang amat ia sayangi. Li Wei jauh lebih cakap dan mampu daripada Putra Makhkota yang merupakan putra pertama Kaisar dengan Selir Agung. “Baik, Yang Mulia, akan hamba pertaruhkan reputasi hamba untuk mengobatinya,” jawab sang tabib dengan penuh kepatuhan. Selir Agung memandang Pangeran Li Wei dengan raut wajah penuh kebencian. Ia tak senang, benar-benar tak senang. Harapannya agar sang pangeran mati di medan perang tidak terkabulkan. Ming Hua ju

    Last Updated : 2024-11-26

Latest chapter

  • PERMAISURI YIN   36. Rayuan

    Su Yin memutar kepalanya perlahan ke kiri dan kanan ketika usai membersihkan diri dan berganti baju. Ia tak akan ke mana-mana sebab Pangeran Kedua menginap di area perburuan dan baru kembali besok pagi. “Lama-lama bisa gila aku tinggal di sini. Kerjaan tidak ada, kasta masih berlaku, patriarki mendarah daging sampai ke tulang sumsum, kuat-kuat sekali perempuan yang hidup di zaman dahulu,” gerutu Su Yin di ranjangnya. Ia menguap sangat lebar dan terasa puas sekali. Matanya yang mengantuk ingin sekali terpejam, tetapi Xu Chan memanggilnya karena ada utusan dari istana dalam. “Nyoya, pakai mantelnya karena pakaian dalamnya terlihat tipis,” bisik Xu Chan karena yang datang malam itu dua orang laki-laki. Su Yin memakai mantel sambil berjalan karena penasaran siapa yang datang. Istana dalam yang dimaksud Xu Chan ialah wewenang khusus yang dimiliki oleh Permaisuri Utama. Dua orang lelaki itu menghadap dan memberi hormat ke arah Su Yin. Kemudian mereka memberikan surat perintah yang tela

  • PERMAISURI YIN   35. Ladang Perburuan

    Baji Jing, Su Yin, dan dua orang pelayan pribadi mereka melihat hasil rajutan sapu tangan buatan Su Yin. Ada kira-kira setengah hari dengan rasa bosan luar biasa dokter forensik itu merajutnya. Namun, hasil yang didapat. “Ini binatang apa, Adik Yin?” tanya Bai Jing sambil menahan tawa. “Tawon kena sengat lebah, Kak,” jawab Su Yin asal-asalan. “Astaga, lucu sekali tapi bisa jadi Adik Li menyukainya.” Bai Jing masih berusaha memuji hasil rajutan tangan Su Yin. “Haduh, hidupku tak hanya untuk membuat bahagia lelaki saja. Banyak yang bisa aku kerjakan.” Su Yin mengeluh. Benar kata orang, di masa lalu perempuan hidup hanya untuk membahagiakan lelaki saja walau hidup dan mentalnya hancur-hancuran tanpa keadilan. “A Yin, jangan begitu. Adik Li sudah jadi suamimu, kewajiban kita sebagai istri untuk berbakti dan mendukung suami. Tanggung jawab mereka di luar sana sangat besar. Menjadi pangeran bukan berarti mereka hidup enak terus dan bisa bermalas-malasan.” “Jadi perempuan bisa bermala

  • PERMAISURI YIN   34. Kue Bulan

    Permaisuri Yin dipersilakan masuk oleh Putra Makhkota. Polisi wanita itu memberi hormat sesuai yang sudah diajarkan pada pemilik Istana Naga Emas. Belum sempat Su Yin berkata-kata, telah ada pengumuman bahwa Pangeran Kedua menunggu di luar dan ingin bertemu dengan Putra Makhkota. “Oh, aku pikir kalian tadi datang bersama-sama,” ujar Li Zu. “Tidak, dia sedang bersama selir barunya. Jadi aku pergi daripada mereka terganggu.” Su Yin menjelaskan tanpa ada rasa sakit hati. Belum tumbuh cinta di dalam hatinya. “Oh, ya, aku baru tahu kalau Pangeran Kedua punya selir baru. Cepat sekali ternyata.” Bai Jing hanya bisa tersenyum. Suaminya saja sudah beberapa tahun hanya beristrikan dia seorang. Pangeran Kedua masuk, selaku tuan rumah Putra Makhkota dan Bai Jing mempersilakan tamunya duduk di meja bundar dan di hadapan mereka tersaji makanan. Bentuk makanannya memang bagus dan menggugah selera, tapi beberapa kali Su Yin merasakan hambar pada makanan istana. Lidahnya sudah lama beradaptasi d

  • PERMAISURI YIN   33. Tamparan

    Dengan langkah penuh percaya diri walau lelah dan berkeringat, Su Yin bergerak terus menuju Istana Naga Emas yang ukurannya jauh lebih besar daripada Istana Naga Perak. “Heeei, kenapa aku tidak minta naik kereta saja, ya. Ini sih jaraknya lebih jauh ari apartmenku ke kantor.” Su Yin menyeka keringatnya. Sinar matahari juga naik semakin tinggi. “Pemaisuri, apa hamba perlu ambilkan tandu agar tidak kelelahan?” tanya Xu Chan. “Masih jauh tidak istananya?” tanya polisi wanita itu. “Tidak terlalu jauh, Nyonya, sebentar lagi juga sampai,” jawab pelayan dengan pipi tembem tersebut. “Ya sudah lanjut jalan kaki saja sampati betisku sebesar betis pemain bola, huuuh, haaah, yang kuat semangaaaat.” Berada di dalam tubuh gadis yang lemah membuat Su Yin harus banyak beradaptasi. Mulai dari olahraga angkat beban air dalam ember kayu yang ia lakukan sebelum mandi, rutin di pagi hari agar tubuh Permaisuri Li A Yin menjadi lebih kokoh. Perubahan itu mulai terasa ketika di malam hari ia tak ha

  • PERMAISURI YIN   32. Mantel Bulu

    Li Wei mengabaikan urusan dengan permaisurinya terlebih dahulu. Soal cemburu, biarlah. Mungkin dari sana A Yin sadar bahwa ia harus mencintai dan berlaku baik dengan suaminya. Ada urusan lain yang jauh lebih penting. “Duduk,” ucap Li Wei pada Chang Mi ketika mereka sampai di kamar. Chang Mi duduk di tepi ranjang milik sang pangeran. Sesuai titah Selir Agung, ia harus merayu, menggoda dan membuat Li Wei penasaran dan mencintainya setengah mati. Hal demikian sudah dipelajari oleh Chang Mi di rumah bordil. Yang ia takutkan hanya ketika dapat perlakuan tak baik dari lelaki yang menginginkan tubuhnya. Chang Mi membuka satu demi satu hiasan kemudian merapikan rambutnya. Lapisan luar hanfu yang cerah juga mulai gadis itu longgarkan ikatannya. Ia menunggu dengan sabar sampai Li Wei mendatanginya. Sedangkan sang pangeran mengaduk air putih di dalam cangkir untuk diberikan pada gadis pemberian Selir Agung. Kemudian lelaki itu membuka tempat penyimpanan barang-barang berbahaya. Salah satu

  • PERMAISURI YIN   31. Kiriman

    Selir Agung mondar-mandir di kediamannya. Hati wanita cantik tapi berhati bengis itu tak tenang. Ming Hua tahu bagaimana Putra Makhkota begitu dekat dengan adik seayahnya. Itu tidak baik menurutnya. “Nyonya, sudahlah. Apa tidak lelah dari tadi mondar-mandir terus.” Gui Mama juga pusing melihat tuannya tak tenang. “Pangeran Kedua semakin kuat, kedudukannya bisa saja menggeser putraku sewaktu-waktu.” Wanita itu bahkan mencopot hiasan kuku panjang di kelingkingnya. “Nyonya, izinkan hamba pergi sebentar dan membawa satu cara untuk menundukkan Pangeran Kedua.” Sebagai senior, Gui Mama sudah sangat hapal trik-trik di dalam istana. “Oh, Gui Mama kau memang diutus dewa untuk menyelamatkanku. Pergilah dan kembali dengan membuatku tersenyum.” Selir Agung duduk dan memperhatikan kepergian Gui Mama. Bahkan ia melewatkan jam makan siang ketika pelayannya itu belum juga kembali. Sampai hari berganti sore dan ia sudah berganti baju baru bahkan senja telah turun baru Gui Mama kembali. Tidak se

  • PERMAISURI YIN   30. Kuil

    “Kau mau apa, tetap di sana dan jangan mendekat!” Su Yin menghalangi Li Wei yang terus berjalan mendekat ke arahnya. Di luar sana semakin malam suasana terdengar semakin ramai dan memacu adrenalin. “Diam, atau aku bunuh kau!” Reflesk polisi wanita itu memegang pinggang mencari pistol. Namun, tak ada apa pun di sana. Li Wei terus berjalan maju, Su Yin terus berjalan mundur, hingga kedua orang itu terpaku di dinding kayu dan saling menatap sejenak. “Aku hanya ingin tutup pintu, takut ada yang iseng masuk dan mengacaukan istirahat kita.” Li Wei menghela napas kasar. Sebenarnya ingin tapi mau bagaimana lagi Su Yin menolak terus. “Cis! Gayanya seperti orang sudah naik libido.” Benar apa kata Permaisuri tapi Pangeran Kedua masih menahan diri. “Tidurlah, aku tidak akan mengganggumu. Kita harus bangun di pagi buta agar sampai di istana tepat waktu. Tidak ada yang tahu aku pergi. Semoga saja ayahanda tidak mengunjungiku malam ini.” “Benar aku boleh tidur, nanti kau …” “Kalau mau sudah d

  • PERMAISURI YIN   29. Rumah Bordil

    Li Wei berhasil membawa Su Yin selamat sampai ke luar dinding. Mereka kini berada di bagian luar istana. Namun, lebih dekat dengan wilayah umum seperti rumah makan, penginapan, dan pasar. “Jalan ke rumah Hakim Chao Da ke sini. Pegang yang erat.” Pangeran Kedua terus memacu kudanya. Sedangkan Su Yin yang sudah biasa ke mana-mana naik MRT atau bus kota mulai merasakan sakit di punggung serta pinggangnya. Juga ia berkeringat sangat banyak. “Aduh patah pinggangku.” Suara polisi wanita itu tertelan angin. Li Wei menarik tali kekang kuda dan membawa tunggangannya menjauh sedikit dan ia melompat turun. Tangannya terulur membantu Su Yin turun. “Astaga, bagaimana cara orang-orang di masa lalu hidup seperti ini.” Dokter forensik itu melakukan stretching ringan untuk meredakan nyeri, encok, serta pegal linu. “Kau baik-baik saja?” Rasanya dalam sehari itu sudah beberapa kali Li Wei bertanya. “Sedikit. Kita di mana?” “Itu rumah hakim. Lihat prajurit sudah ada di depan. Kita lewat jalan bel

  • PERMAISURI YIN   28. Penyamaran

    “Tenanglah di sana, jangan keluar atau Permaisuri akan terbakar panasnya matahari. Untung tadi mendung pekat menutupi langit.” Shen Du mengembalikan arwah Li A Yin ke dalam kuilnya. Permaisuri yang asli mulai tenang dan wajah menyeramkannya telah hilang. Meski demikian raut muka sedihnya terlihat lagi. Li Wei ada di depan matanya dan sulit untuk digapai. “Aku hanya meminta Permaisuri bersabar. Sekarang namamu sudah bersih dari tuduhan pembunuh dan …” Shen Du menjeda ucapannya terlihat Li A Yin menaruh harapan padanya. “Dan aku perkirakan jika tidak ada halangan, akan ada gerhana bulan tiga bulan lagi. Saat itulah Permaisuri memiliki kesempatan untuk kembali ke tubuhmu dengan catatan permaisuri yang sekarang secara suka rela meninggalkan tubuh yang ia pakai sekarang.” Mendengar perkataan demikian, Li A Yin tersenyum bahagia. Tiga bulan lagi tidaklah lama untuk bersabar dan bersatu dengan Li Wei. Satu tahun lebih saja ia tahan dalam kerinduan. “Pokok permasalahannya apakah permaisu

DMCA.com Protection Status