Beranda / Pernikahan / PERMAISURI YIN / 7. Menerima Keadaan

Share

7. Menerima Keadaan

Penulis: Rosa Rasyidin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-01 21:18:39

“Kurang ajar, lelaki hidung belang. Habis ambil perawan dia kabur, bededah busuk, aku cincang baru tahu!” Permaisuri berdiri lagi dengan wajah penuh amarah. Jauh sekali perbedaan antara A Yin dan Su Yin walau wajah dan tubuh sama persis.

“Permaisuri, tenangkan dirimu. Jangan memaki pangeran kedua. Beliau itu pangeran yang berpengaruh setelah putra makhkota. Ditambah lagi pangeran adalah suamimu, jadi hormatlah dengan beliau.” Xu Chan mengingatkan sambil menelan ludah. Entah kali keberapa sudah ia melihat tuannya marah-marah sejak bangkit dari kubur.

“Peduli apa aku, walau dia kaisar sekalipun. Gubernur saja pernah aku penjarakan.” Su Yin duduk dan menarik napas panjang. Sore yang terasa berangin dan menerbangkan anak rambut di wajahnya.

“Permaisuri, hamba belum selesai bicara. Setelah melewati malam pertama, Pangeran Kedua mendapat panggilan perang mendadak dari perbatasan karena itu beliau pergi meninggalkan kita semua di sini.”

“Panggilan perang?” gumam Su Yin perlahan.

Ia masih harus beradaptasi bahwa dirinya tinggal di masa lalu. Masa di mana orang-orang suka berebut kekuasan dan berganti dari satu dinasti ke dinasti lainnya.

“Benar, Permaisuri, jadi bukan karena disengaja dan sebagai suami istri juga kalian sering saling berkirim surat. Apakah Permaisuri mau membacanya?”

“Malas, bukan urusanku baca surat cinta. Kau saja yang baca kalau mau.” Su Yin berdiri dan memandang sekeliling ruangan.

“Tidak ada di antara kami satu pun yang bisa baca tulis, Permasuri, barangkali engkau lupa.”

“Oh my god, di mana aku hidup sekarang ini, ckckckck!” Su Yin berjalan seorang diri. Lekas saja tiga hamba sahayanya menemani dari belakang.

Sore hari di mana senja akan terbit dengan warna orange yang menyilaukan dan angin yang bertiup juga semakin dingin. Su Yin tidak menggunakan mantel seperti tiga pelayannya.

“Permaisuri, hari semakin dingin, nanti engkau sakit lagi, ayo kita masuk ke dalam.”

“Tidak, aku masih ingin cari tahu tentang semuanya. Aku benar-benar lupa ingatan.” Alasan Su Yin saja. Padahal ia ingin tahu lebih dalam tentang istana naga perak tempatnya tinggal sebagai permaisuri pangeran kedua.

“Kalau begitu biar kami ambilan mantel untukmu.” Salah satu dari tiga hamba sahaya itu beranjak.

“Xu Chan. Apakah aku terkurung di dalam istana ini selamanya dan tidak punya keluarga?” Sebelah kaki Su Yin naik di penyangga patung singa di depan gapura masuk.

Xu Chan membelalakkan mata melihat tingkah tuannya. Su Yin memang demikan sebagai polisi. Gayanya yang cenderung laki-laki membuat dirinya jadi tegas di masa modern.

“Permaisuri, tidak baik perempuan seperti ini. Apalagi engkau panutan, turunkan kakimu.” Xu Chan memegang kaki tuannya.

“Eh, jangan sentuh, aku bisa sendiri. Jawab dulu pertanyaanku.”

“Permaisuri, engkau dipilih dari kalangan keluarga bangsawan biasa saja menjadi istri pangeran kedua agar tidak memiliki pengaruh terlalu kuat di dalam istana.”

“Lalu?”

“Saat engkau tertuduh membunuh menteri, seluruh keluargamu terlebih dahulu dieksekusi mati.”

“Bedebah!”

“Permaisuri, ini keputusan hakim agung atas perintah kaisar, pelankan suaramu.”

“Bagaimana mungkin aku membunuh menteri, aku ini penegak hukum!” Angin semakin kencang berembus dan menerbangkan rambut Su Yin.

Xu Chan tak tahu entah tuannya mengigau atau tidak. Yang jelas Permaisuri A Yin hanya istri pangeran tanpa kekuatan sama sekali, itu saja.

“Lupakan, anggap aku mengigau.” Su Yin sadar apa yang ia ucapkan barusan. “Jadi semua keluargaku sudah meninggal?”

“Benar, Permaisuri, lalu engkau dihukum minum racun sampai mati dan setelah dimakamkan giliran kami yang akan minum racun, tapi takdir berkata lain.”

Tak lama kemudian satu orang hamba sahaya datang memberikan Su Yin mantel bulu yang sangat indah.

“Wah, ini pasti mahal, kainnya halus dan tebal, wangi lagi.” Su Yin mencium mantel panjang itu.

“Hadiah dari Pangeran Kedua saat baru menikah. Hamba yakin beliau sangat menyayangimu.”

“Halah, pangeran pasti punya banyak istri. Tunjukkan padaku di mana istana para selir pangeran kedua itu.” Su Yin memakai mantel itu, bersin sedikit karena terbuat dari bulu beruang asli.

“Permaisuri, Pangeran Kedua itu orangnya lurus dan kaku, kerjanya latihan, belajar, memanah, berkuda, main pedang, lempar batu, itu saja. Nyaris tak ada waktu memikirkan perempuan.”

“Xu Chan, kau ini tak tahu baca tulis, tapi tahu gosip istana, ya, kalah berita selebritis dalam negeri sepertinya,” gumam Su Yin sambil tersenyum dengan bibir miring.

“Gosip, selebritis, apa itu Permaisuri?”

“Sudahlah lupakan. Jadi suamiku itu tidak punya selir?”

“Tidak tahu kalau di tempat perang, Permaisuri.”

“Aiyaah, perang pun masih ingat untuk kawin, hidup macam apa ini. Terserah dia sajalah, mau kembali mau mati di medan perang aku tidak peduli. Sekarang aku hanya ingin cari cara agar bisa kembali ke masa depan. Aku masih ada pekerjaan untuk mengungkap kasus pembunuhan. Hmmm takdir macam apakah yang aku jalani sampai harus terlempar ke masa lalu.” Tiba-tiba saja perut Su Yin berbunyi.

“Di mana minimarket, aku ingin makan mi pedas, nasi hangat dan telur rebus.”

“Maaf, apa maksudmu, Permaisuri.” Xu Chan bingung.

Su Yin menepuk jidatnya. Mau cari minimarket di mana. Listrik saja tidak ada di zaman dahulu.

“Aku lapar, apakah ada makanan?”

“Ada, tentu saja, Permaisuri. Ayo kita kembali ke dalam lagi pula hari sebentar lagi malam dan kita harus segera istirahat. Jam malam istana akan segera dimulai.”

“Jam malam?” Su Yin masih bingung. Ada banyak hal yang harus ia kuasai sebelum menemukan cara untuk kembali ke masa depan.

Empat orang itu masuk ke dalam istana naga perak. Dua hamba sahaya lainnya menutup pintu. Su Yin menghitung orang yang bekerja di kediamannya.

“Sekitar 20 orang, banyak juga, ya.”

“Semuanya punya tugas masing-masing, Permaisuri. Hamba yang paling dekat dan harus melayani kebutuhan pribadimu,” jawab Xu Chan.

“Kau ini orang mana?”

“Hamba budak belian yang sejak kecil tinggal di istana. Sejak engkau masuk baru dapat tempat yang lebih baik.”

“Lebih baik? Tuannya mati kau ikut mati, itu bukan lebih baik, Xu Chan, itu tolol namanya. Lebih baik kau kabur dari istana.”

“Permaisuri, hidup seorang hamba memang bergantung penuh pada tuannya. Kalau hamba kabur dan tertangkap hamba tidak akan dihukum mati tapi akan dijual sebagai pelacur dan melayani para lelaki hidung belang. Jadi lebih baik kalau pun mati, mati di sini saja.”

“Peraturan tak manusiawi macam apa ini? Gila, sinting yang buat peraturan.” Su Yin duduk di meja makan sambil menanti hidangan datang.

Tak lama kemudian meja penuh dengan makanan. Tidak hanya perut Su Yin yang berbunyi tapi para pelayan juga. Mereka belum makan sejak kemarin karena seharusnya hari ini dieksekusi mati.

“Ayo makan,” ajak Su Yin pada pelayannya.

Lalu ia memindahkan nasi dan lauk pauk ke dalam mangkuk. Su Yin diam sejenak, rasa makanannya sangat hambar tak seperti di zaman modern, tapi daripada tidak ada ya lebih baik makan saja.

“Kenapa diam saja, ayo makan,” ucapnya lagi.

Para pelayan diam. Merupakan kesalahan besar jika makan bersama para tuan. Hukumannya tidak main-main. Sampai sang permaisuri selesai makan para pelayan tidak bergerak.

“Kalian tidak dengar apa kataku, ayo makan!” Dengan suara Su Yin yang tegas, para pelayan duduk dan mengambil makanan sisa. Mereka makan dengan lahap karena sangat lapar.

“Makan saja harus drama.” Permaisuri dengan mata jernih itu menyesap teh hangat yang ada di depan mata. “Aaah, aku ingin minum soda dan kopi.” Tawar semua rasa makanan. “Apa tidak ada gula di sini?”

“Permaisuri, persediaan makanan di dapur kosong karena seharusnya …” Xu Chan diam.

“Sudahlah, habiskan makanannya. Aku masuk dulu ke kamar, terima kasih untuk hari ini.” Su Yin berjalan dengan gaya sangat maskulin hingga membuat para pelayan menganga.

“Kurasa jiwa permaisuri tertukar saat kematian. Mitosnya, kan, begitu.”

“Diam, kali ini permaisuri bukan perempuan cengeng dan aku yakin ke depannya akan lebih keras lagi. Ayo bagi makanan ini buat yang lain.”

***

Di dalam kamar usai membuka sutera berlapis dan hanya pakai pakaian dalam warna putih dengan rambut terurai panjang, Su Yin tak bisa tidur. Bukan karena kasurnya yang aneh dan selimut berwarna merah, melainkan ia ingat atas kematian seorang menteri.

“Kalau aku dituduh sebagai pembunuh seharusnya hidupku tidak akan baik-baik saja. Apalagi aku sudah dihukum mati. Paling tidak besok akan ada drama terjadi. Tapi siapa kira-kira yang menuduhku? Tubuh gadis ini saja masih sangat muda, tidak ada otot sama sekali, tangan putih, halus, mulus, wajah sendu seperti kurang kasih sayang. Aku tebak dia memukul nyamuk saja tidak bisa.”

Plak! Baru saja dibilang Su Yin menepuk nyamuk yang menempel di dahinya. Kalau dulu A Yin akan menepisnya begitu saja.

“Enak saja kau hisap darahku, hisap lemak kalau mau.” Nyamuk itu digepengkan oleh Su Yin.

Baru saja sang permaisuri ingin terlelap, ia seperti melihat bayangan hitam melintas di dalam kamarnya. Gadis itu tahu, tidak akan mungkin ia hidup tenang-tenang saja.

Pura-pura tidur adalah pilihan. Sampai seseorang berbaju dan bertopeng hitam datang dan mengarahkan pisau ke mata Su Yin.

Bersambung …

Bab terkait

  • PERMAISURI YIN   8. Konspirasi Dalam Istana

    Selir Agung Ming duduk di dalam kamarnya. Kepala wanita bengis itu terasa pusing hingga pelayan datang membuka semua perhiasan mewah dan mulai memijit kepalanya. “Bagaimana mungkin,” ucap Ming Hua sambil menarik napas. “Katakan padaku bagaimana caranya orang mati bisa hidup lagi.” Mata wanita itu masih memejam. “Hamba tidak tahu, Selir Agung.” “Sudah jelas sekali dia bersimbah darah dan tubuhnya dingin serta kaku. Aku sendiri yang memegangnya. Saat peti mati akan ditutup lalu A Yin tiba-tiba saja bangun. Ini sungguh di luar rencana.” “Selir Agung, apakah butuh tabib?” tanya pelayannya yang bernama Cu Li. “Tidak, siapkan air hangat, aku ingin menyegarkan tubuhku. Tambahkan bunga mawar di dalamnya. Aku harus menemukan keanehan yang terjadi siang ini.” Atas perintah Ming Hua, pelayan setianya undur diri. Wanita itu membuka bola matanya, lalu tiba-tiba saja ia kaget. Wujud Li A Yin baru saja ada di depan mata dengan wajah pucat dan bibir bersimbah darah. “Apa ini, kenapa jadi seram

  • PERMAISURI YIN   9. Rencana Licik

    Utusan berpakaian hitam itu memegang perutnya yang kena tendang Su Yin. Ia merupakan salah satu pengawal Menteri Huang dan cukup terkejut dengan ketangkasan sang permaisuri yang dikenal sebagai wanita lemah tak berdaya. “Aku harus pergi dari sini. Aku hanya mengujinya saja bukan cari mati.” Pengawal itu mulai ketakutan. “Siapa yang mengutusmu untuk membunuhku. Apakah kau tak tahu kalau aku ini istri pangeran kedua?” Su Yin memanfaatkan kedudukannya. Ia bergerak ke kiri ketika melihat langkah utusan itu ingin melarikan diri dari kamarnya. “Tidak menjawab? Jangan khawatir, aku selalu punya cara untuk membuat penjahat mengaktu.” Su Yin mengambil salah satu guci dan melempar ke arah utusan itu. Lelaki tersebut menghindar dan hampir kepalanya kena. Suara pecahan guci membuat seluruh penghuni istana naga perak bangun dari tidurnya. Mereka berlarian ke kamar sang tuan takut terjadi sesuatu sebab istana itu tidak ada pengawal lelaki yang mumpuni. Namun, ketika para pelayan sampai di depa

  • PERMAISURI YIN   10. Su Yin VS Kejaksaan

    Su Yin bangun di pagi hari menuju siang. Tubuhnya yang lelah sebab perjalanan waktu membuatnya harus beristirahat lebih banyak. Bangun-bangun sudah ada tiga pelayan setianya yang membawakan air cuci muka, kain bersih dan sisir. Padahal ia bisa melakukan itu sendirian. “Astaga, aku merasa seperti Cinderella saja.” Su Yin menguap sangat besar. Biasanya ketika bangun pagi ia akan sikat gigi, cuci muka, minum kopi dan makan roti. Sekarang? Jangankan roti, gula saja susah untuk didapat. “Permaisuri, seorang istri pangeran tidak boleh menguap terlalu besar. Tidak enak untuk dipandang.” Xu Chan mengingatkan tuannya yang amnesia.“Selain menguap, kentut pun tidak boleh? Terus sendawa dan terbawa ahahahahahaha, boleh tidak?” Su Yin merasa aturan istana semakin tidak masuk akal. “Tidak boleh terlalu kuat, Permaisuri, ada aturan yang harus kita jalankan.” “Terserah, aku tak mau ikut aturan yang keterlaluan seperti itu.” Su Yin mencuci muka dan mengeringkan wajah pakai kain bersih yang diba

  • PERMAISURI YIN   11. Cinta Pangeran

    Shen Du sedang meditasi tingkat tinggi dalam ruangan khusus yang hanya ada diri sendiri, dupa, lilin aroma bunga dan tentu saja arwah penasaran Li A Yin. “Sedikit lagi,” ucapnya ketika memasuki dimensi di mana pertukaran A Yin dan Su Yin terjadi. Lalu tiba-tiba saja ia batuk dan bibirnya mengeluarkan darah. Hal yang Shen Du lakukan sangat berbahaya dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan spiritual tingkat tinggi. “Akhirnya aku mengerti juga, darimana dia berasal.” Shen Du menahan nyeri di dadanya. Ia mengalami luka dalam karena melakukan perjalanan berbahaya. Arwah Li A Yin memandang Shen Du dengan lurus. Seolah-olah ada yang ingin disampaikan dan ia pun ingin pergi dari ruang spritual. Namun, arwah permaisuri terkurung di sana karena energi spritualnya terlalu besar. “Permaisuri, engkau ingin kembali ke tubuhmu, bukan?” tanya Shen Du. Hanya ia saja yang bisa melihat Li A Yin. Arwah permaisuri mengangguk. “Sayangnya, tubuhmu sudah ada yang mengisi, ini sangat

  • PERMAISURI YIN   12. Alibi

    Su Yin memberi peringatan pada para petugas yang menawan pelayannya. Jangankan batu, pisau pun akan ia lemparkan kalau berani menyakiti orang-orangnya. “Katakan apa mau kalian?” tanya Su Yin dengan suara lantang. Sebuah keributan hampir siang hari yang berhasil menarik perhatian orang lewat. Beberapa dayang dari luar berkerumun di depan istana naga perak. “Permaisuri Yin harus ikut kami ke kantor kejaksaan dan kepolisian untuk diperiksa,” jawab petugas yang membawa lencana khusus. “Hmm, di masa lalu kejaksaan dan kepolisian ternyata menjadi satu instansi,” gumam Su Yin perlahan. “Permaisuri harus ikut sekarang, terkait kasus pembunuhan Menteri Zhang.” “Tidak, jangan bawa tuanku. Sebagai gantinya hukum mati aku saja.” Xu Chan berlutut di depan petugas. “Jangan ikut campur, Xu Chan.” Ucapan Su Yin membuat para pelayan terdiam. Mereka belum terbiasa dengan perubahan sang tuan yang tiba-tiba saja. “Aku ikut kalian, dengan syarat jangan menyentuh Istana Naga Perak dan para pelayan

  • PERMAISURI YIN   13. Mayat Berbicara

    “Hakim Chao Da,” panggil Menteri Zhang perlahan pada rekannya. “Iya, Menteri Zhang, ada apa?” “Beri kesempatan pada Permaisuri Yin untuk membela diri seperti apa yang dia inginkan.” “Tapi ini berbahaya, Menteri, bagaimana kalau ternyata dia bisa melakukannya.” “Maka permainan kita akan semakin tajam. Aku masih ingin tahu sampai sejauh mana orang yang bangkit dari kematian bertahan. Lakukan saja, dapat tidak dapat bukti kita sudah terlibat sangat jauh.” Usai mengucapkan kalimat itu Menteri Zhang tak berbicara lagi. Hakim Chao Da merasa apa yang ia lakukan sekarang bertentangan dengan akalnya. Petugas koroner di kantor jaksa semuanya laki-laki, tidak ada yang perempuan. Lalu Permaisuri A Yin bisa apa? “Dan setelah melihat mayat Menteri Huang, kau ingin melakukan apa, Permaisuri? Melihat saja, boleh, akan aku kabulkan,” tanya Chao Da sambil mengelus janggutnya yang memutih. “Baik, aku ingin melihatnya saja.”“Mayat bukan untuk dipermainkan, Permaisuri.”“Benar, terkadang mayat bis

  • PERMAISURI YIN   14. Pujaan Hati Datang

    “Lancang, kau berani mengancamku!” Hakim Chao Da duduk di kursinya tanpa berani bangun. Sedangkan anak buahnya mulai menghunuskan pedang ingin melawan Su Yin. “Permintaanku tidak banyak. Hanya itu saja, aku tidak akan kabur aku tidak akan berbohong, aku tidak akan mangkir dari janjiku.” Ditekan lagi pedang itu hingga kulit Chao Da mulai mengeluarkan darah. “Ah, Permaisuri Yin, kita bisa bicarakan ini baik-baik, turunkan pedangmu.” Chao Da ternyata takut mati juga. “Aku beri kau waktu tiga menit, jika tidak ada jawaban aku tebas lehermu.” “Dan kau juga akan mati, Permaisuri.” “Kau pikir aku peduli. Sama-sama mati dengan dalih membunuh pejabat, apa bedanya.” “Iya, iya, baiklah, turunkan pedangmu.” Memerah muka Chao Da mungkin kalau lebih lama Su Yin mengancamnya ia bisa kencing di celana. “Kau kuberi waktu tiga menit.” “Tiga menit, maksudnya?” tanya sang hakim. “Dimulai dari aku menghitung, satu, dua, tiga …” Su Yin terus menghitung dan Chao Da kembali ke tempat di mana Menteri

  • PERMAISURI YIN   1. Misteri di Pinggir Kota

    Su Yin menatap langit kelabu di atas kota Shanghai yang sibuk. Sebagai seorang dokter forensik yang juga merangkap sebagai polisi, hari-harinya selalu penuh dengan teka-teki yang harus dipecahkan. Sampai di usia yang hampir menginjak kepala empat ia belum juga memikirkan tentang pernikahan. Namun, semua pekerjaan ia tangani denngan baik dan kasus yang satu ini terasa berbeda.Pagi itu, Su Yin menerima panggilan darurat. Seorang gadis muda ditemukan tewas di pinggir kota, tubuhnya tergeletak di antara semak-semak yang jarang dilalui orang. Su Yin segera bergegas ke lokasi kejadian, ditemani oleh rekan kerjanya, Officer Jimmi.Setibanya di tempat kejadian, Su Yin langsung mengenakan sarung tangan lateks dan mulai memeriksa tubuh korban. Gadis itu tampak berusia sekitar dua puluh tahun, dengan rambut hitam panjang yang kusut dan wajah yang pucat. Tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik yang jelas, namun ada sesuatu yang aneh pada posisi tubuhnya.“Jimmi, tolong ambilkan lampu senter,” pin

Bab terbaru

  • PERMAISURI YIN   14. Pujaan Hati Datang

    “Lancang, kau berani mengancamku!” Hakim Chao Da duduk di kursinya tanpa berani bangun. Sedangkan anak buahnya mulai menghunuskan pedang ingin melawan Su Yin. “Permintaanku tidak banyak. Hanya itu saja, aku tidak akan kabur aku tidak akan berbohong, aku tidak akan mangkir dari janjiku.” Ditekan lagi pedang itu hingga kulit Chao Da mulai mengeluarkan darah. “Ah, Permaisuri Yin, kita bisa bicarakan ini baik-baik, turunkan pedangmu.” Chao Da ternyata takut mati juga. “Aku beri kau waktu tiga menit, jika tidak ada jawaban aku tebas lehermu.” “Dan kau juga akan mati, Permaisuri.” “Kau pikir aku peduli. Sama-sama mati dengan dalih membunuh pejabat, apa bedanya.” “Iya, iya, baiklah, turunkan pedangmu.” Memerah muka Chao Da mungkin kalau lebih lama Su Yin mengancamnya ia bisa kencing di celana. “Kau kuberi waktu tiga menit.” “Tiga menit, maksudnya?” tanya sang hakim. “Dimulai dari aku menghitung, satu, dua, tiga …” Su Yin terus menghitung dan Chao Da kembali ke tempat di mana Menteri

  • PERMAISURI YIN   13. Mayat Berbicara

    “Hakim Chao Da,” panggil Menteri Zhang perlahan pada rekannya. “Iya, Menteri Zhang, ada apa?” “Beri kesempatan pada Permaisuri Yin untuk membela diri seperti apa yang dia inginkan.” “Tapi ini berbahaya, Menteri, bagaimana kalau ternyata dia bisa melakukannya.” “Maka permainan kita akan semakin tajam. Aku masih ingin tahu sampai sejauh mana orang yang bangkit dari kematian bertahan. Lakukan saja, dapat tidak dapat bukti kita sudah terlibat sangat jauh.” Usai mengucapkan kalimat itu Menteri Zhang tak berbicara lagi. Hakim Chao Da merasa apa yang ia lakukan sekarang bertentangan dengan akalnya. Petugas koroner di kantor jaksa semuanya laki-laki, tidak ada yang perempuan. Lalu Permaisuri A Yin bisa apa? “Dan setelah melihat mayat Menteri Huang, kau ingin melakukan apa, Permaisuri? Melihat saja, boleh, akan aku kabulkan,” tanya Chao Da sambil mengelus janggutnya yang memutih. “Baik, aku ingin melihatnya saja.”“Mayat bukan untuk dipermainkan, Permaisuri.”“Benar, terkadang mayat bis

  • PERMAISURI YIN   12. Alibi

    Su Yin memberi peringatan pada para petugas yang menawan pelayannya. Jangankan batu, pisau pun akan ia lemparkan kalau berani menyakiti orang-orangnya. “Katakan apa mau kalian?” tanya Su Yin dengan suara lantang. Sebuah keributan hampir siang hari yang berhasil menarik perhatian orang lewat. Beberapa dayang dari luar berkerumun di depan istana naga perak. “Permaisuri Yin harus ikut kami ke kantor kejaksaan dan kepolisian untuk diperiksa,” jawab petugas yang membawa lencana khusus. “Hmm, di masa lalu kejaksaan dan kepolisian ternyata menjadi satu instansi,” gumam Su Yin perlahan. “Permaisuri harus ikut sekarang, terkait kasus pembunuhan Menteri Zhang.” “Tidak, jangan bawa tuanku. Sebagai gantinya hukum mati aku saja.” Xu Chan berlutut di depan petugas. “Jangan ikut campur, Xu Chan.” Ucapan Su Yin membuat para pelayan terdiam. Mereka belum terbiasa dengan perubahan sang tuan yang tiba-tiba saja. “Aku ikut kalian, dengan syarat jangan menyentuh Istana Naga Perak dan para pelayan

  • PERMAISURI YIN   11. Cinta Pangeran

    Shen Du sedang meditasi tingkat tinggi dalam ruangan khusus yang hanya ada diri sendiri, dupa, lilin aroma bunga dan tentu saja arwah penasaran Li A Yin. “Sedikit lagi,” ucapnya ketika memasuki dimensi di mana pertukaran A Yin dan Su Yin terjadi. Lalu tiba-tiba saja ia batuk dan bibirnya mengeluarkan darah. Hal yang Shen Du lakukan sangat berbahaya dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan spiritual tingkat tinggi. “Akhirnya aku mengerti juga, darimana dia berasal.” Shen Du menahan nyeri di dadanya. Ia mengalami luka dalam karena melakukan perjalanan berbahaya. Arwah Li A Yin memandang Shen Du dengan lurus. Seolah-olah ada yang ingin disampaikan dan ia pun ingin pergi dari ruang spritual. Namun, arwah permaisuri terkurung di sana karena energi spritualnya terlalu besar. “Permaisuri, engkau ingin kembali ke tubuhmu, bukan?” tanya Shen Du. Hanya ia saja yang bisa melihat Li A Yin. Arwah permaisuri mengangguk. “Sayangnya, tubuhmu sudah ada yang mengisi, ini sangat

  • PERMAISURI YIN   10. Su Yin VS Kejaksaan

    Su Yin bangun di pagi hari menuju siang. Tubuhnya yang lelah sebab perjalanan waktu membuatnya harus beristirahat lebih banyak. Bangun-bangun sudah ada tiga pelayan setianya yang membawakan air cuci muka, kain bersih dan sisir. Padahal ia bisa melakukan itu sendirian. “Astaga, aku merasa seperti Cinderella saja.” Su Yin menguap sangat besar. Biasanya ketika bangun pagi ia akan sikat gigi, cuci muka, minum kopi dan makan roti. Sekarang? Jangankan roti, gula saja susah untuk didapat. “Permaisuri, seorang istri pangeran tidak boleh menguap terlalu besar. Tidak enak untuk dipandang.” Xu Chan mengingatkan tuannya yang amnesia.“Selain menguap, kentut pun tidak boleh? Terus sendawa dan terbawa ahahahahahaha, boleh tidak?” Su Yin merasa aturan istana semakin tidak masuk akal. “Tidak boleh terlalu kuat, Permaisuri, ada aturan yang harus kita jalankan.” “Terserah, aku tak mau ikut aturan yang keterlaluan seperti itu.” Su Yin mencuci muka dan mengeringkan wajah pakai kain bersih yang diba

  • PERMAISURI YIN   9. Rencana Licik

    Utusan berpakaian hitam itu memegang perutnya yang kena tendang Su Yin. Ia merupakan salah satu pengawal Menteri Huang dan cukup terkejut dengan ketangkasan sang permaisuri yang dikenal sebagai wanita lemah tak berdaya. “Aku harus pergi dari sini. Aku hanya mengujinya saja bukan cari mati.” Pengawal itu mulai ketakutan. “Siapa yang mengutusmu untuk membunuhku. Apakah kau tak tahu kalau aku ini istri pangeran kedua?” Su Yin memanfaatkan kedudukannya. Ia bergerak ke kiri ketika melihat langkah utusan itu ingin melarikan diri dari kamarnya. “Tidak menjawab? Jangan khawatir, aku selalu punya cara untuk membuat penjahat mengaktu.” Su Yin mengambil salah satu guci dan melempar ke arah utusan itu. Lelaki tersebut menghindar dan hampir kepalanya kena. Suara pecahan guci membuat seluruh penghuni istana naga perak bangun dari tidurnya. Mereka berlarian ke kamar sang tuan takut terjadi sesuatu sebab istana itu tidak ada pengawal lelaki yang mumpuni. Namun, ketika para pelayan sampai di depa

  • PERMAISURI YIN   8. Konspirasi Dalam Istana

    Selir Agung Ming duduk di dalam kamarnya. Kepala wanita bengis itu terasa pusing hingga pelayan datang membuka semua perhiasan mewah dan mulai memijit kepalanya. “Bagaimana mungkin,” ucap Ming Hua sambil menarik napas. “Katakan padaku bagaimana caranya orang mati bisa hidup lagi.” Mata wanita itu masih memejam. “Hamba tidak tahu, Selir Agung.” “Sudah jelas sekali dia bersimbah darah dan tubuhnya dingin serta kaku. Aku sendiri yang memegangnya. Saat peti mati akan ditutup lalu A Yin tiba-tiba saja bangun. Ini sungguh di luar rencana.” “Selir Agung, apakah butuh tabib?” tanya pelayannya yang bernama Cu Li. “Tidak, siapkan air hangat, aku ingin menyegarkan tubuhku. Tambahkan bunga mawar di dalamnya. Aku harus menemukan keanehan yang terjadi siang ini.” Atas perintah Ming Hua, pelayan setianya undur diri. Wanita itu membuka bola matanya, lalu tiba-tiba saja ia kaget. Wujud Li A Yin baru saja ada di depan mata dengan wajah pucat dan bibir bersimbah darah. “Apa ini, kenapa jadi seram

  • PERMAISURI YIN   7. Menerima Keadaan

    “Kurang ajar, lelaki hidung belang. Habis ambil perawan dia kabur, bededah busuk, aku cincang baru tahu!” Permaisuri berdiri lagi dengan wajah penuh amarah. Jauh sekali perbedaan antara A Yin dan Su Yin walau wajah dan tubuh sama persis. “Permaisuri, tenangkan dirimu. Jangan memaki pangeran kedua. Beliau itu pangeran yang berpengaruh setelah putra makhkota. Ditambah lagi pangeran adalah suamimu, jadi hormatlah dengan beliau.” Xu Chan mengingatkan sambil menelan ludah. Entah kali keberapa sudah ia melihat tuannya marah-marah sejak bangkit dari kubur. “Peduli apa aku, walau dia kaisar sekalipun. Gubernur saja pernah aku penjarakan.” Su Yin duduk dan menarik napas panjang. Sore yang terasa berangin dan menerbangkan anak rambut di wajahnya. “Permaisuri, hamba belum selesai bicara. Setelah melewati malam pertama, Pangeran Kedua mendapat panggilan perang mendadak dari perbatasan karena itu beliau pergi meninggalkan kita semua di sini.” “Panggilan perang?” gumam Su Yin perlahan. Ia masi

  • PERMAISURI YIN   6. Dimensi yang Membingungkan

    Su Yin yang kini terperangkap dalam tubuh Permaisuri Li A Yin merasa bimbang dengan apa yang ada di depan matanya. Semua serba tradisional dan ketinggalan zaman. Bahkan cermin di depannya saja tidak mampu memantulkan bayangan wajah dengan sempurna seperti di masa depan. Tidak ada lampu, yang ada hanya lilin di setiap sudut kamar. “Permaisuri,” panggil pelayan setia A Yin. “Iya, kenapa, ada yang bisa aku bantu?” Terbiasa hidup sebagai polisi membuat Su Yin harus tanggap dengan panggilan. “Permaisuri, jangan terlalu sopan, hamba ini hanya seorang budak.” “Budak?” Su Yin mengedipkan mata cepat. “Kenapa aku bisa ada di masa kerajaan? Lalu kasus pembunuhan yang aku periksa bagaimana? Officer Jimmi juga bagaimana?”“Permaisuri, apakah ada yang mengusik hatimu?” “Ada banyak dan aku ingin bertanya, tapi sebelumya aku ingin tahu siapa namamu?” “Ah, hamba tidak punya nama, Permaisuri. Biasanya Selir Agung akan memanggil hamba kera busuk saja.” “Kenapa begitu?” tanya Su Yin keheranan.

DMCA.com Protection Status