Home / Historical / PERMAISURI YIN / 52. Doa yang Mengancam

Share

52. Doa yang Mengancam

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2025-01-07 23:21:28

Su Yin bangun sambil memeriksa seluruh tubuh. Aman, bajunya belum ada yang lepas dari badan.

Agak takut kalau diraba dan disentuh oleh Li Wei. Padahal sudah resiko ketika memilih kembali ke sisi sang pangeran.

“Tenang saja, aku tidak akan menyentuhmu di saat kau sakit, tapi tunggu ketika sehat, kau tak akan bisa lepas dariku,” ucap Li Wei sambil membersihkan pedangnya sendiri.

“Semoga aku cepat kembali ke masa depan,” gumam Su Yin.

“Sadarlah, kau hanya bermimpi.” Rupanya Pangeran Kedua mendengar apa kata istrinya.

“Mimpi yang begitu nyata.” Permasuri bangkit dan menyibak selimut, seketika perutnya berbunyi karena lapar.

“Dalam mimpimu aku sebagai apa?”

“Maling kuburan kuno.”

“Ha ha ha.” Tawa Pangeran Kedua begitu keras, tetapi kemudian ia diam, rasanya juga pernah tersesat dalam mimpi ketika ia pergi ke kuburan yang begitu luas dan megah di dalamnya.

“Iiih, kenapa? Roda, kan, berputar, sekarang iya pangeran, di masa depan bisa jadi orang susah.”

“Iya, susah untuk dilupakan.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • PERMAISURI YIN   53. Karma

    “Tadi itu sedikit berlebihan,” ujar Li Wei ketika sudah sampai di istana naga perak. “Hanya sedikit, tidak banyak.” Su Yin duduk di dekat suaminya. Lelah juga naik tandu karena tak biasa. “Kau tidak apa-apa?” “Hanya pusing. Aku akan kembali ke kamarku, mungkin kau ada pekerjaan.” Su Yin berdiri. Ia merasa lega karena akan kembali ke istana bagian belakang, tak harus satu kamar apalagi satu ranjang dengan Li Wei. “Tunggu.” Ucapan Li Wei membuat Su Yin mematung sesaat. “Untuk sementara, tinggallah denganku.” “Tapi.” Kesal Su Yin jadinya. “Ini demi keamanan. Aku tidak pernah tahu orang di luar sana sedang merencanakan apa dan kemalangan apalagi yang akan menimpamu, kau tidak punya pilihan lain selain ada di sisiku selamanya.” Li Wei tahu permaisurinya ingin menghindar lagi. “Nanti aku minta pelayan memindahkan barang-barangmu. Lagi pula kita ini suami istri, siapa yang berani melarang kita tidur satu kamar setiap hari dan setiap malam?” “Iya, tapi, kan, biasan—” “Sudahlah, tidak

    Last Updated : 2025-01-08
  • PERMAISURI YIN   54. Seteko Arak

    Chang He—selir kiriman Ming Hua untuk Li Wei, sedang mengaduk shaoxing—arak beras dengan cita rasa manis dan kuat. Ia akan mengirimkan minuman itu untuk pangeran yang baru saja kembali dari perjalanan jauh. “Tentu saja aku harus menambahkan sebuah obat yang akan membuatmu tergila-gila padaku, Pangeran, hi hi hi.” Chang He tertawa sambil menutup mulutnya. Bubuk obat itu sudah biasa digunakan di rumah bordilnya untuk menjerat para tuan agar takluk di kaki para pelacur. Chang He melakukannya karena didesak Gui Mama agar segera merayu Li Wei. Dengan langkah pasti dan agak dilenggak-lenggokkan sedikit khas wanita malam, gadis itu membawa seteko arak dan akan memberikannya pada Pangeran Kedua. Suasana di depan kamar Li Wei cukup tenang. Fu Rong tidak ada dan tinggal beberapa pengawal serta pelayan. Chang He kemudian mengetuk pintu dengan perlahan. Dibuka, tentu saja ada Su Yin di sana. “Cari Li Wei, dia tidak ada mungkin pulang tengah malam,” ucap Su Yin sambil bertolak pinggang. “Ham

    Last Updated : 2025-01-09
  • PERMAISURI YIN   55. Dibalik Malam Pertama

    Kebersamaan keduanya terus berlanjut seakan tak mau terpisah. Begitu lekat dalam ingatan masing-masing ketika melewati detik demi detik dalam dekapan kekasih. Baju tak lagi jadi penghalang ketika penutup tubuh telah terbuka semuanya. Su Yin sebenarnya antar sadar dan tak sadar. Bibir ingin menolak tapi hatinya tak bisa berbohong bahwa rasa yang asing itu begitu ia sukai. Naluri sebagai wanita yang ingin disayang keluar dari lubuk hatinya. Terbiasa mandiri bertahun-tahun lamanya, ternyata pertahanan itu luntur dalam satu malam saja. Hingga permainan itu harus berakhir karena telah mencapai garis selesai. Li Wei bagai mengulang malam pertama yang singkat setelah pernikahan. Sedangkan hal demikian merupakan pertama kali bagi Su Yin. Entah apa yang akan terjadi besok pagi, yang jelas tubuh yang lelah butuh istirahat. *** Angin dingin di pagi hari usai hujan membuat Su Yin membuka matanya perlahan. Hal pertama yang ia lihat ialah bajunya yang berserakan di lantai bersama baju sang pan

    Last Updated : 2025-01-11
  • PERMAISURI YIN   56. Bulan Purnama Berdarah

    Bagian 56 “Umur 14 tahun sudah kawin, umur 17 tahun sudah dinikahkan, ckckckckc, apa saja kerja perempuan di zaman dahulu sampai menikah di usia dini.” Su Yin memakai hanfu warna hijau putih yang disediakan. Sejak Xu Chan meninggal karena dirinya, ia menolak dilayani secara pribadi oleh para pelayan. Lagi pula sebagai polisi ia sudah biasa hidup mandiri. “Kalau kau sudah selesai, bantu aku pakai baju,” ujar Li Wei dari ruangan sebelah. Ada sekat tipis antara tempat ganti baju keduanya. “Perasaan dia ini sudah besar, sudah pula menikah, masih juga pakai baju harus dibantu. Ah, kehidupan kerajaan ternyata membuatku sangat tertekan.” Su Yin mengikat rambutnya dengan sangat sederhana. Selanjutnya ia memperindah sendiri dengan beberapa tusuk konde emas saja dan perhiasan secukupnya. Kata Li Wei walau dirinya menolak dilayani, penampilan sebagai permaisuri seorang pangeran harus tetap dijaga. Selesai sudah ia berdandan, kini giliran membantu Pangeran Kedua mengenakan jubah agung berwarn

    Last Updated : 2025-01-13
  • PERMAISURI YIN   57. Curahan Hati

    Rapat penting digelar di aula utama kerajaan. Para menteri datang dengan jubah resmi warna merah, ikat pinggang khusus dan taku lupa guangjin di kepala. Begitu pula para pangeran, mulai dari Putra Mahkota yang menggunakan jubah emas, lalu pangeran kedua, ketiga, keempat, kelima yang semuanya merupakan putra kaisar dari selir yang berbeda-beda. Rapat kali itu membahas tentang eksistensi para pemberontak di perbatasan wilayah selatan yang berhasil dibasmi oleh Li Wei waktu itu. Namun, tak semuanya habis diberantas. Sisa-sisa pemberontak tentu tetap ada. “Menteri Pertahanan harus memastikan wilayah selatan lebih kuat dari biasanya. Tambah alutsista kita dan latih para tentara dengan rutin, kau harus ke sana untuk memeriksanya langsung!” titah Yang Mulia. “Baik, Yang Mulia!” Menteri Ming yang menggunakan douli—topi dengan hiasan bulu burung menerima perintah itu. “Ayahanda, kita tetap harus waspada dengan Suku Serigala, mereka sangat mirip dengan serigala asli,” ujar Li Wei s

    Last Updated : 2025-01-13
  • PERMAISURI YIN   58. Suku Serigala

    Suku Serigala—seperti yang dikhawatirkan oleh Li Wei sebenarnya sudah sejak lama ada di Chang An. Tepatnya ketika sang pangeran mulai meninggalkan medan pertempuran, mereka pun telah bergerak. Suku Serigala dibagi menjadi tiga matra, yaitu darat, laut dan udara. Pertahanan militer mereka sangat kuat. Lelakinya pilih tanding dan perempuannya siap mati demi melahirkan generasi pilih tanding demi kemajuan dan perluasan wilayah. Suku Serigala merupakan ancaman nyata bagi Chang An. Dan kini pertama kalinya mereka kalah perang ketika Pangeran Kedua menjadi jenderal utama. Lelaki itu adalah ancaman nyata dan tentu harus dibunuh termasuk istri, keturunan jika ada juga orang-orang di sekeliling Li Wei. Kemudian, rencana pun disusun dengan sangat keji. Matra dari angkatan darat turun tangan dan dibagi menjadi dua regu. Adalah dua orang saudara kandung bernama Tugur dan Dugur. Rencana mereka telah disetujui oleh Hulagur—raja mereka. Tugur menuju kota Chang An dan Dugur mulai berjalan ke Pegu

    Last Updated : 2025-01-14
  • PERMAISURI YIN   59. Pengalihan

    Su Yin berada di dapur. Ia bosan dengan rasa masakan yang cenderung hambar. Lalu ia racik sendiri bumbu-bumbu yang ada walau terlihat sesuka hati. Tak lama kemudian Li Wei datang menghampiri dan melihat ke dalam panci rebusan, ragam jenis sayur, tahu, telur setengah matang dengan wangi yang sangat kuat, sudah hampir matang. Sepasang suami istri itu memutuskan makan di dapur bersama para pelayan yang meniru menu dari Permaisuri Yin. Sejenak suasana di dalam istana naga perak menjadi hangat dan tak beku seperti dulu lagi. Su Yin yang keras kepala dan teguh pendirian tapi peduli pada sesama membawa perubahan suasana yang cukup baik. Para pelayan mulai bisa baca tulis dan mereka bisa makan dan istirahat dengan tenang. “Kalau sudah selesai makan, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu.” Mangkok Li Wei telah kosong dari makanan. Ia sangat menikmati makanan yang dibuat istrinya. “Pentingkah? Aku sudah selesai.” Mangkuk Su Yin juga sudah bersih, masih ada sisa makanan cukup banyak di dalam

    Last Updated : 2025-01-14
  • PERMAISURI YIN   60. Seringai Serigala

    “Sugur, apa kita jadi memberi kejutan pada Li Wei malam ini?” tanya salah seorang lelaki dari suku serigala. “Tentu saja, aku tidak pernah bertarung dengannya di medan perang, aku jadi ingin tahu seberapa hebat dia. Suruh salah satu orang kita yang berani mati di garis depan untuk bertarung dengan Li Wei.” Sugur berbicara sambil mengambil air. Ia dan beberapa bawahan lelakinya berhasil menyamar menjadi pelayan di istana Putra Mahkota. Mereka sering bertemu sambil membicarakan rencana penyerangan tanpa ketahuan sebab pergerakannya gesit seperti serigala. “Baik, Sugur, tunggu saja kabar beritanya malam ini.” Lelaki itu pergi dan Sugur kembali menjalani pekerjaannya sehari-hari. Terkadang Sugur mendapat jatah mengisi air di bak mandi Pangeran Li Zu Min. Sering kali ia ingin menikam putra mahkota, tetapi ia tidak diperintahkan untuk itu. Tugasnya hanya mengawasi jalannya istana bagian dalam dan melaporkannya pada Tugur. Dari istana naga emas juga Sugur jadi tahu bahwa putra mahkota b

    Last Updated : 2025-01-15

Latest chapter

  • PERMAISURI YIN   94. Karam

    Su Yin dan An Ama terkejut ketika sampai di kapal perang, beberapa prajurit Tang melawan serigala dengan ragam warna. Ya, pasukan Yi Gur sebagian bisa mengubah wujud, begitu pula dengan pemimpinnya. “Nyonya, hati-hati,” ucap An Mama ketika dua serigala memandang ke arah mereka. “Tebas langsung ke kepala saja, hiaaat!” Sang permaisuri melompat dan melayangkan pedang ke arah serigala hingga lepas. An Mama mendorong dan membuang binatang itu ke laut. Hal yang sama kemudian dilakukan oleh prajurit Tang yang lain. “Kenapa dia ada di sini?” Perhatian Li Wei teralihkan. Pada saat yang sama Yigur menodongkan belati ke lehernya. “Enak saja, hanya aku yang boleh menyakiti suamiku, hiaaat!” Su Yin berlari dan menghalangi belati Yigur dengan pedangnya. “Kita jumpa lagi, kau datang juga.” Yigur tersenyum. “Kenapa kau tidak menuruti kata-kataku!” Li Wei masih sempat bertanya. “Kita bahas hal itu nanti, selesaikan yang di depan dulu.” Su Yin dan Li Wei bekerja sama melawan Yi

  • PERMAISURI YIN   93. Ikan Hiu

    Li Wei berdiri di atas benteng pertahanan. Pangeran Kedua sedang memantau para prajurit yang berlatih. Ia meraih teropong di pingang, lalu melihat ke arah yang jauh sampai ke tepi pantai. Armada angkatan laut yang dipimpin oleh menhan langsung sedang mengisi amunisi. Sebuah anak panah menancap di sebelah Li Wei. Di anak panah itu terikat sebuah surat. Ia membuka dan membacanya dengan perlahan lalu meremas dan membuangnya. “Suku serigala sedang mempersiapkan serangan untuk kita. Kapal mereka mulai berjalan. Sampaikan pesanku pada menhan agar mempercepat persiapan. Sampaikan diam-diam jangan sampai ada yang tahu, mengerti!” perintah Li Wei. “Baik, Pangeran.” Furong melompat dari benteng dan berlari ke kandang kuda lalu segera ke pelabuhan. Tersisa Pangeran Kedua dengan beberapa pasukan elitenya. Lelaki itu mengembuskan napas dalam. Ia boleh mati tapi Permaisuri Yin harus selamat apa pun caranya. Li Wei pergi menemui An Mama secara pribadi. Sang guru yang sedang mengasah pedang berd

  • PERMAISURI YIN   92 Angkatan Laut

    Ibu Suri duduk di kamarnya. Ia menatap ke depan dengan kekosongan. Sejak ditinggal Gui Mama tak ada lagi pelayan lain yang cakap dalam bekerja. Termasuk mengurus opium yang telah menjadi candunya. Ming Hua seperti orang gila yang terlihat baik-baik saja. “Pelayaaan!” teriak Ibu Suri. Semua berbaris dengan teratur memenuhi panggilannya. “Tolol. Aku hukum mati kalian semua baru tahu rasa!” “Jangan, Ibu Suri, ampuni kami yang datang terlambat.” Para pelayan bersujud di depan wanita angkuh itu. “Bantu aku berkemas. Aku ingin mengunjungi kaisar. Ada yang harus aku bicarakan.” Tiga orang pelayan wanita datang mendekatinya. “Tunggu, kalian semua keluar, dan kau tetap di sini.” Ming Hua meminta satu orang saja yang menemaninya. “Berikan aku opium.” “Ibu Suri, tapi opiumnya sudah habis sejak tadi malam.” Pelayan itu menjawab dengan takut. “Kurang ajar!” Ming Hua melayangkan tamparan. “Kenapa tidak dibeli lagi.” “Hamba tidak tahu, Ibu Suri, hamba tidak tahu harus mencarinya di mana.”

  • PERMAISURI YIN   91. Kerinduan

    Tangan Su Yin berlumuran darah. Sudah banyak prajurit yang ia bunuh demi menyelamatkan diri. Namun, jelas polisi wanita itu kalah jumlah. Sekarang ia bersembunyi di departemen sihir dan perbintangan. Satu-satunya tempat yang bisa Su Yin tuju.“Siapa di sana?” Su Yin memegang pedang dengan tangan gemetar. Perkelahian sengit itu membuatnya kehilangan banyak tenaga. Shen Du muncul sambil membawa pedang kayunya. “Kau ternyata. Oh iya aku lupa kau orangnya Ibu Suri. Majulah kalau ingin membunuhku.” “Tidak, Permaisuri Yin. Aku hanya ingin memberitahu, ke depannya nanti jalanmu tidak akan mudah dan umurmu tidak akan panjang.” “Aku bisa menanggung semua derita, ini sudah pilihanku.” Su Yin menarik napas panjang. Ia lelah, haus, juga lapar. Shen Du menyembunyikan pedang kayunya. Lalu ia menoleh ke belakang. Pengawal pribadi kaisar datang dengan dua orang prajurit kepercayaannya. “Bawa Permaisuri Yin pergi dari sini. Lewat danau belakang ada jalan rahasia tempat para pelayan kabur. Jangan

  • PERMAISURI YIN   90. Pemberontakan

    Ibu Suri duduk di singgasananya dengan angkuh. Gui Mama tersenyum melihat tuannya. Mata licik ibu suri memindai seluruh kediaman baru yang lebih besar dan mewah. Ia pun menarik napas dalam-dalam. “Lega sekali tanpa kehadiran Li Wei di istana ini,” ucapnya congkak. “Nyonya, satu pengganggu sudah hilang, hamba yakin perang di selatan akan menewaskan Pangeran Kedua.” “Gui Mama, jangan bicara terlalu kencang, dinding istana juga punya kuping.” Ming Hua memejamkan mata. Ia senang dengan harapan pelayannya tapi ia juga harus berhati-hati. “Maafkah hambamu yang bodoh ini, Nyonya.” “Dimaafkan, karena kau terlalu bahagia melihatku bahagia, sudah sepantasnya pelayan harus begitu, ah ha ha ha.” Ming Hua merasa sebagai penguasa istana. “Bagaimana kalau kita jalan-jalan, Nyonya?” “Apa yang harus dilihat, istana begitu-begitu saja sejak pertama kali aku datang, tidak ada bedanya. Hanya saja sekarang aku lebih bebas sebagai ibu suri, bahkan kaisar tidak akan berani menegurku.” Ibu Suri berdi

  • PERMAISURI YIN   89. Surat Perintah

    “Aku hanya ingin kemenangan untuk Tang, Yang Mulia.” “Aku mengenalmu cukup baik, ada yang kau sembunyikan dariku, katakan.” Perintah Kaisar dengan tegas. “Yang Mulia, izinkan hamba berangkat ke kaisar dan setelahnya akan hamba persembahkan kemenangan untuk Tang.” “Itu saja?” Kaisar tahu adiknya belum mau jujur sepenuhnya. “Juga, jika hamba memperoleh kemenangan izinkan hamba tinggal di selatan dan memerintah daerah itu dengan tradisi dan kebijakan Dinasti Tang.” Jujur juga Li Wei akhirnya. “Jadi kau ingin meninggalkan Chang An.” Kaisar memerintahkan Li Wei bangun dari sujudnya. “Benar.” “Kenapa?” “Terlalu banyak kenangan pahit di sini.” “Pahit?” “Salah satunya kematian ibuku juga istriku sempat mati kemarin. Aku hanya ingin menyelamatkan keluargaku.” “Sekarang aku sudah menjadi kaisar, tidak akan ada orang yang berani menyakitimu.” “Aku khawatir bukan orang lain yang menyakitiku, justru …” “Maksudmu, Ibu Suri?” tebak Kaisar. Li Wei diam saja. “Pergilah, akan aku pertimban

  • PERMAISURI YIN   88. Keinginan Terpendam

    Tubuh Kaisar diawetkan selama beberapa hari sebelum disemayamkan di sebuah kuburan yang luas. Sejak saat itu takhta kosong dan sudah jelas siapa yang akan mendudukinya meski belum dinobatkan secara resmi. Putra Mahkota mengambil alis tugas ayahnya yang mangkat dengan penyakit misterius. Masa berkabung dimulai sejak saat itu dan belum diakhiri hingga sebuah kuburan yang luas dan megah selesai. Satu demi satu perhiasan kesukaan kaisar diletakkan di dalam. Termasuk emas dan perak, juga baju-baju sutra yang dulu pernah dikenakan.Dalam kuburan kuno itu dibangun beberapa perangkap. Apabila ada yang mencuri perhiasan milik Kaisar akan mati dan terkubur di sana. Para selir kaisar yang tidak memiliki anak secara jelas diusir oleh Selir Agung. Permaisuri Utama dan Selir Cun masih tinggal karena telah memiliki anak. Ming Hua mencapai tujuannya untuk menjadi ibu suri. Hari ini tubuh Kaisar yang sudah diberikan pakaian terbaik diletakkan di dalam peti. Satu demi satu putra, putri, selir, pej

  • PERMAISURI YIN   87. Angin Dingin

    Di luar istana para suami menjalankan tugas negara dengan berat. Li Wei sampai membuka pakaian agungnya sebagai pangeran demi membantu pekerja tambang bijih besi membuat senjata tajam. Tubuhnya yang kekar menjadi semakin keras. Ia memukul-mukul besi panas hingga dibentuk menjadi pedang kemudian dicelupkan ke air. Begitu pula dengan Putra Mahkota. Ia turun tangan sendiri merekrut para tentara baru. Termasuk ikut serta membantu para tentara baru berlatih kungfu dasar. Hal demikian berlangsung tidak selama satu atau dua bulan. Dan kini sudah memasuki bulan ketiga para suami jauh dari istrinya demi menunaikan tugas negara. Di dalam istana para istri terus mendoakan kebaikan untuk suaminya termasuk Bai Jing juga Su Yin. Permaisuri Yin bersungguh-sungguh dalam merajut. Ia membuat pola rajutan naga memeluk bulan dengan benang perak yang amat sangat indah. Saking rumitnya rajutan itu, baru bisa selesai pada bulan ketiga dan tak terhitung sudah berapa banyak jarum yang menusuk tangannya.

  • PERMAISURI YIN   86. Memaafkan

    Aligur mengobati luka di betis Tugur dengan darah segar. Tugur menutup mata karena menahan pedih di kaki. Dengan beberapa kali pengobatan luka itu tertutup sempurna juga. “Wanita itu memang malaikat maut,” ucap Aligur sembari membasuh keringat yang bercucuran. “Seharusnya kita bunuh dulu wanita itu baru bisa menyerang istana dengan mudah,” sahut Tugur. “Tapi wanita itu bukanlah tujuan utama kita, Tuan.” “Aku tahu, tapi dia penghalang yang mematikan.” “Tidak juga!” “Maksudmu?” “Tidak lama lagi dia akan meninggalkan istana, setelah itu Tuan bisa melancarkan aksi. Enam bulan lagi anakmu akan lahir, Tuan. Dia akan menjadi penerus takhta Tang yang agung, anakmu akan jadi raja di generasi berikutnya,” bisik Aligur. “Selama enam bulan itu aku harus tetap bersabar, bukan?” “Benar, Tuan, tapi jika diperbolehkan aku ingin melakukan balas dendam, bukan pada wanita itu tapi untuk orang lain. Untuk memuluskan takhta anakmu nanti, kita harus membuat istana dalam keadaan huru-hara.” “Renca

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status