POV INA
Setelah dari kamar Rara tadi aku kembali kekamarku, bisa aku lihat mas Feri berdiri di balkon sembari menatap langit cerah, aku mendekat dan coba menyapanya.
“Mas,” sapaku dia menoleh sebentar dan kembali menatap langit yang sudah mulai berbias jingga itu, dia tampak menggetarkan bibirnya seolah ragu tentang apa yang akan dia katakan.“Kamu terlalu fokus pada Rara hingga tak pedulikan phobiamu,’’ ujarnya, aku tertunduk dan coba menghela nafas berat.“Aku sudah menyerah mas, Ina merasa hidup Ina sudah normal. Sudah, kita tak perlu buang-buang waktu. Terima kasih kamu telah membawa Rara kerumah ini.’’ujarnya. mas Feri terdengar berdesih reflek meremas bahuku dan berkata.“Setelah semua ini, aku bahkan berharap kamu itu normal Ina, kamu tau? Sakit saat aku coba terangkan pada diriku bahwa istriku tidak normal. Tolong buat aku mengerti bahwa istriku baik-baik saja.”ujarnya. aku menatap bulat bolan matanya,“AdaPOV FERI “Mas, aku pergi ke tempat mama untuk sementara waktu, mas tolong prioritaskan Rara, seperti aku dia juga butuh kamu mas, hak kami sama. Kita telah menarik Rara masuk kedalam keluarga kita,tolong prilakukan dia dengan baik, dia bukan pelampiasan hasratmu, dia juga pantas di cintai. Jangan cari aku, Ina akan kembali jika Ina ingin kembali, mas tenang saja untuk sekarang beri waktu untu Rara.”tulis Ina Reflek meremas kertas itu dan menghubunginya, aku dapati nomor itu aktif tapi tidak di angkat. Aku makin kesal hingga membuang ponsel dan kertas itu. Trakt… Bunyi pintu kamar terbuka Reflek aku menoleh dan melihat Rara di pintu pagi ini dia tampak berbeda dia terlihat pucat, tapi aku tidak peduli “Mba Ina kemana?, saya tidak melihatnya dari pagi.’’ujarnya. aku berdengus pelan dan berkata. ‘’Dia pulang aku akan menyusul, mungkin rumah ini akan kosong. Kamu bisa pergi. Atau tinggal disini terserah, aku tau kamu
POV RARA. “Mas Feri kok lama banget ya,”ujarku coba beranjak dan temui mereka dikamar. Aku terus saja berjalan hingga sampai di depan pintu kamar mba Ina, sontak aku diam mematung saat mendengar mba Ina berkata. “Sentuh aku mas?”ucapynya, aku langsung kepo dan mengintip pada daun pintu yang masih sedikit terbuka itu. Bisa aku lihat mas Feri mencoba menyentuh lekuk tubuh mba Ina lembut, untuk sejenak ada rasa ingin menghentikan, tapi kembali aku sadar akan posisiku, walau mas Feri telah mengikat aku dengan sebuah ikatan, tapi aku tau cintanya sama Mba Ina begitulah besar, nafasku tersengal dan air mataku merintik saat mas Feri cumbui istrinya aku lebih terkejut lagi reaksi mba Ina tidak ada perlawanan, aku membalik dengan sedikit mengelus dadaku dan terisak. Langkahku gontai kembali kekamar dengan air mata mengucur deras. “Mas kenapa Ini sakit sekali.”bisikku dengan sedikit mengelus dadaku. Aku meghempaskan badanku kekasur sembari menangis merintih
POV INA Di balkon kamar, aku termenung teringat akan kecemburuan Rara cukup beralasan tadi , apa salah wanita itu ? disini, akulah yang salah, kenapa juga aku mendatangi kamarnya dan mengatakan itu tadi. Ternyata begini rasanya saat merelakan sesuatu yang sangat berharga, kenapa dadaku terasa sesak saja saat membayangkan mas Feri membagi sentuhannya dengan wanita lain, pria yang sudah bersamaku bertahun-tahun, bahkan untuk bisa lebih intim saja dengannya aku butuh waktu yang cukup lama, hingga aku harus buat keputusan konyol membawa Rara kerumah ini. Percikan api cemburu yang selama aku lihat saat suamiku bersamar Rara membuat aku merespon banyak rasa yang sulit aku artikan, ada rasa ingin tau, ingin merasakan dan bahkan benci. Cemburu itu pasti, dia sudah sangat berjasa untukku hingga bisa aku dapatkan lagi keintiman saat bersama suamiku, tapi apa yang menyerubungi jiwa saat ini, kenapa aku egois bahkan aku, ingin Rara pergi dari sini. Apa salah wanita itu “
POV RARA Entah sudah berapa lama aku berdiri disini menatapi hamparan air yang menggenang dibawah jembatan, aku lelah dengan semua pelik ini, aku sudah terlalu mencintai mas Feri, bahkan aku tidak peduli itu pelampiasan hasratnya atau apa,, yang jelas hadirnya adalah sesuatu yang berharga untukku. Untuk pertama kalinya aku tidak suka dengan mba Ina. Kenapa dia pulih diwaktu yang salah, aku bahkan belum bisa menikmati waktu sedikit lebih lama dengan mas Feri, jika aku ingin meminta, aku ingin mengulang waktu itu dan tak akan menyia-nyiakan kesempatan berduaan dengannya, dan hari ini aku akan bawa mati kenangan ini, aku sudah bahagia bersama kenangan bersama mas Feri yang hanya beberapa jam itu. Aku mengenggam sebuah janji yang aku yakini tidak akan pernah dia ingkari tapi dalam sekejap janji itu goyah dan bahkan ingkar. “Maafkan Rara…. Rara juga harus pergi mas,”ujarku.sedikit aku melangkah pada besi penghalang. Jembatan air mataku merintik deras saat memejamk
POV INA. TRAKT Bunyi pintu rumah terbuka, sudah sebulan lamanya kami meninggalkan rumah ini dan berbulan madu. Ke Thailand. Tentu saja aku sangat rindu suasana rumah dengan kehidupan baruku yang normal. “Istirahatlah sayang, kamu pasti capekkan” ujar mas Feri. Aku merebah di sofa sembari mengangguk. “Mas apa Rara sudah menghubungimu”tanyaku menghentikan langkah mas Feri, “Belum sayang, kamu ada perlu apa sama Rara?”Tanyanya seolah tak suka. “Sepertinya sebulan ini dia tidak datangi rumah,”ucapku pelan sembari menyapu setiap sudut yang masih tampak seperti sebelumnya. “Mungkin dia lebih suka berlama-lama di bandung, ketimbang disini sendirian”ujarnya. Aku menghela nafas sedikit dan terfikir untuk menghubunginya, “Sayang kamu mau apa?”Tanya suamiku itu, aku menoleh padanya dengan tatapan datar “Ya, mau hubungi Rara lah mas, ini sudah satu bulan kita tidak meng
POV INA “Ina sayang?’’panggil mama dari bawah sontak aku beringsut dari tidur siangku dn coba temui mama. Mama pasti datang menanyakan pasal kenapa mas Feri yang datang kekantor. Trakt Bunyi pintu rumah terbuka, terkejut saat tiba-tiba mama memeluk dan meciumiku, “Ina sayang, bahagianya mama hari ini.”ujarnya. mataku membulat saat aku lihat wajah berseri mama. “Mama, ada apa? Girang banget hari ini?”tanyaku mama menarikku kedalam sambil cengingisan. “Ya tentulahh mama seneng, kamu dah pulih, dan baru-baru ini kalian berbulan madu. Dan pastinya nanti mama akan nimang cucu? Uuuuh mama dah gak sabar.’’ujarnya seketika hatiku hangat.. ‘’Ih mama aku kira apa, semoga ya ma, kita doakan saja, mama dah ketemu mas Feri tanyaku menghenyak di sofa, “Iya udah tadi, dan dia kasih tau mama segalanya nak, tentu saja mama lega sekali”ujarnya mendekat ikut menghenyak juga disampingku, aku menyu
POV INA. Yang tersayang Saudaraku Ina,,, Demi rasa rindu yang membubung hingga menyesakkan kerelung-relung hatiku. Aku tak bisa berbuat banyak selain hanya bisa merasakannya dan mengalir bersama Rindu ini. Aku mencintai keindahan yang mba lihat, pada anuugrah yang mba punya, rasa yang mba sentuh segalanya aku mencintai cinta yang ada pada hati mba Ina.. Ya, aku mencintai separuh jiwamu saudaraku, Sepertimu aku juga sesak saat berjauhan dengannya, namun kamu mengikatnya dengan ikatan halal sedangkan aku nmasih dalam simpul entah berantah, tapi begitupun tak sedikit mengurangi rasa cintaku padanya, Dia adalah keindahan itu sendiri, cukup satu detik bagiku untuk menancapkan senyumnya direlungku, tapi butuh seumur hidup bagiku untuk mencabut tancapan itu, maaf akan kelancanganku, yang memuji suamimu sebegini adanya, tapi benar saja, suamimu tlah bertahta bak dewa dihatiku. Tak tau, kapan kamu akan baca surat dengan pengakuan
POV FERI Malam itu aku mendengar keributan dari kamarnya Rara, aku tersintak dan bergegas melihat apa yang telah terjadi disana setauku Ina mengantarkan makanan untuk Rara lalu apa yang terjadi sekarang, dengan rasa cemas aku terus melangkah namun saat dipintu aku berpapasan dengan Ina yang tampak kesal. “sayang ada apa?’’Tanyaku istriku itu masuk kedalam pelukanku dan berkata. “Mas, Rara nyebelin hiks.” Bisiknya aku mengelus rambutnya dan berkata, “Kamu yang sabar ya,”lirihku melirik pintu kamar yang tampak berantakan dengan beling, aku mengecup dahinya dan beranjak masuk. Sedikit aku berdengus melihat makanan berserakan. “Kamu sama sekali tidak hargai usaha Ina dia sudah baik mengantarkan makanan untukmu.”ujarku Rara beringsut dan coba menggapai badanku mendekat, dia menangis lagi membenamkan wajahnya didadaku sedangkan dipintu bisa aku lihat Ina berdiri melihat kami, sedikit aku dorong bahu mungil Rara dan