POV RARA
Tiga Hari berlalu, aku sudah sangat bosan dengan keadaan rumah yang selalu ribut, mama dan ayah tiriku selalu saja cekcok tentang keuangan yang semakin menipis salah sendiri dia memilih pria miskin setelah selama ini mama tak pernah inginpunya suuami kere mungkin karna mama merasa dia sudah kaya hingga membiyai hidup parasit itu, dalam lamunanku di kamar, mama datang meghampiriku,TRAKT
Bunyi pintu kamar terbuka
“Rara, kamu punya taabungan gak? Mama pinjam donk, mama dah setres ini, keuangan kita makin menipis”gerutu mama saat menemuiku, aku reflek geleng-geleng dengan sedikit terkekeh mendengar itu.“Ma, aku dah gak pulang sampai sebulanan, tapi pas aku pulang bukannya bertanya aku kemana aja? Aku gak punya uang mah, aku bekerja untuk diriku sendiri, lagian saat Rara butuh mama dimana?”tanyaku meliriknya mondar- mandir didepanku. Dia memijit sedikit dahinya dan berkata.“Mama tak habis pikir kenapa bisa mama sPOV INA Setelah dari kamar Rara tadi aku kembali kekamarku, bisa aku lihat mas Feri berdiri di balkon sembari menatap langit cerah, aku mendekat dan coba menyapanya. “Mas,” sapaku dia menoleh sebentar dan kembali menatap langit yang sudah mulai berbias jingga itu, dia tampak menggetarkan bibirnya seolah ragu tentang apa yang akan dia katakan. “Kamu terlalu fokus pada Rara hingga tak pedulikan phobiamu,’’ ujarnya, aku tertunduk dan coba menghela nafas berat. “Aku sudah menyerah mas, Ina merasa hidup Ina sudah normal. Sudah, kita tak perlu buang-buang waktu. Terima kasih kamu telah membawa Rara kerumah ini.’’ujarnya. mas Feri terdengar berdesih reflek meremas bahuku dan berkata. “Setelah semua ini, aku bahkan berharap kamu itu normal Ina, kamu tau? Sakit saat aku coba terangkan pada diriku bahwa istriku tidak normal. Tolong buat aku mengerti bahwa istriku baik-baik saja.”ujarnya. aku menatap bulat bolan matanya, “Ada
POV FERI “Mas, aku pergi ke tempat mama untuk sementara waktu, mas tolong prioritaskan Rara, seperti aku dia juga butuh kamu mas, hak kami sama. Kita telah menarik Rara masuk kedalam keluarga kita,tolong prilakukan dia dengan baik, dia bukan pelampiasan hasratmu, dia juga pantas di cintai. Jangan cari aku, Ina akan kembali jika Ina ingin kembali, mas tenang saja untuk sekarang beri waktu untu Rara.”tulis Ina Reflek meremas kertas itu dan menghubunginya, aku dapati nomor itu aktif tapi tidak di angkat. Aku makin kesal hingga membuang ponsel dan kertas itu. Trakt… Bunyi pintu kamar terbuka Reflek aku menoleh dan melihat Rara di pintu pagi ini dia tampak berbeda dia terlihat pucat, tapi aku tidak peduli “Mba Ina kemana?, saya tidak melihatnya dari pagi.’’ujarnya. aku berdengus pelan dan berkata. ‘’Dia pulang aku akan menyusul, mungkin rumah ini akan kosong. Kamu bisa pergi. Atau tinggal disini terserah, aku tau kamu
POV RARA. “Mas Feri kok lama banget ya,”ujarku coba beranjak dan temui mereka dikamar. Aku terus saja berjalan hingga sampai di depan pintu kamar mba Ina, sontak aku diam mematung saat mendengar mba Ina berkata. “Sentuh aku mas?”ucapynya, aku langsung kepo dan mengintip pada daun pintu yang masih sedikit terbuka itu. Bisa aku lihat mas Feri mencoba menyentuh lekuk tubuh mba Ina lembut, untuk sejenak ada rasa ingin menghentikan, tapi kembali aku sadar akan posisiku, walau mas Feri telah mengikat aku dengan sebuah ikatan, tapi aku tau cintanya sama Mba Ina begitulah besar, nafasku tersengal dan air mataku merintik saat mas Feri cumbui istrinya aku lebih terkejut lagi reaksi mba Ina tidak ada perlawanan, aku membalik dengan sedikit mengelus dadaku dan terisak. Langkahku gontai kembali kekamar dengan air mata mengucur deras. “Mas kenapa Ini sakit sekali.”bisikku dengan sedikit mengelus dadaku. Aku meghempaskan badanku kekasur sembari menangis merintih
POV INA Di balkon kamar, aku termenung teringat akan kecemburuan Rara cukup beralasan tadi , apa salah wanita itu ? disini, akulah yang salah, kenapa juga aku mendatangi kamarnya dan mengatakan itu tadi. Ternyata begini rasanya saat merelakan sesuatu yang sangat berharga, kenapa dadaku terasa sesak saja saat membayangkan mas Feri membagi sentuhannya dengan wanita lain, pria yang sudah bersamaku bertahun-tahun, bahkan untuk bisa lebih intim saja dengannya aku butuh waktu yang cukup lama, hingga aku harus buat keputusan konyol membawa Rara kerumah ini. Percikan api cemburu yang selama aku lihat saat suamiku bersamar Rara membuat aku merespon banyak rasa yang sulit aku artikan, ada rasa ingin tau, ingin merasakan dan bahkan benci. Cemburu itu pasti, dia sudah sangat berjasa untukku hingga bisa aku dapatkan lagi keintiman saat bersama suamiku, tapi apa yang menyerubungi jiwa saat ini, kenapa aku egois bahkan aku, ingin Rara pergi dari sini. Apa salah wanita itu “
POV RARA Entah sudah berapa lama aku berdiri disini menatapi hamparan air yang menggenang dibawah jembatan, aku lelah dengan semua pelik ini, aku sudah terlalu mencintai mas Feri, bahkan aku tidak peduli itu pelampiasan hasratnya atau apa,, yang jelas hadirnya adalah sesuatu yang berharga untukku. Untuk pertama kalinya aku tidak suka dengan mba Ina. Kenapa dia pulih diwaktu yang salah, aku bahkan belum bisa menikmati waktu sedikit lebih lama dengan mas Feri, jika aku ingin meminta, aku ingin mengulang waktu itu dan tak akan menyia-nyiakan kesempatan berduaan dengannya, dan hari ini aku akan bawa mati kenangan ini, aku sudah bahagia bersama kenangan bersama mas Feri yang hanya beberapa jam itu. Aku mengenggam sebuah janji yang aku yakini tidak akan pernah dia ingkari tapi dalam sekejap janji itu goyah dan bahkan ingkar. “Maafkan Rara…. Rara juga harus pergi mas,”ujarku.sedikit aku melangkah pada besi penghalang. Jembatan air mataku merintik deras saat memejamk
POV INA. TRAKT Bunyi pintu rumah terbuka, sudah sebulan lamanya kami meninggalkan rumah ini dan berbulan madu. Ke Thailand. Tentu saja aku sangat rindu suasana rumah dengan kehidupan baruku yang normal. “Istirahatlah sayang, kamu pasti capekkan” ujar mas Feri. Aku merebah di sofa sembari mengangguk. “Mas apa Rara sudah menghubungimu”tanyaku menghentikan langkah mas Feri, “Belum sayang, kamu ada perlu apa sama Rara?”Tanyanya seolah tak suka. “Sepertinya sebulan ini dia tidak datangi rumah,”ucapku pelan sembari menyapu setiap sudut yang masih tampak seperti sebelumnya. “Mungkin dia lebih suka berlama-lama di bandung, ketimbang disini sendirian”ujarnya. Aku menghela nafas sedikit dan terfikir untuk menghubunginya, “Sayang kamu mau apa?”Tanya suamiku itu, aku menoleh padanya dengan tatapan datar “Ya, mau hubungi Rara lah mas, ini sudah satu bulan kita tidak meng
POV INA “Ina sayang?’’panggil mama dari bawah sontak aku beringsut dari tidur siangku dn coba temui mama. Mama pasti datang menanyakan pasal kenapa mas Feri yang datang kekantor. Trakt Bunyi pintu rumah terbuka, terkejut saat tiba-tiba mama memeluk dan meciumiku, “Ina sayang, bahagianya mama hari ini.”ujarnya. mataku membulat saat aku lihat wajah berseri mama. “Mama, ada apa? Girang banget hari ini?”tanyaku mama menarikku kedalam sambil cengingisan. “Ya tentulahh mama seneng, kamu dah pulih, dan baru-baru ini kalian berbulan madu. Dan pastinya nanti mama akan nimang cucu? Uuuuh mama dah gak sabar.’’ujarnya seketika hatiku hangat.. ‘’Ih mama aku kira apa, semoga ya ma, kita doakan saja, mama dah ketemu mas Feri tanyaku menghenyak di sofa, “Iya udah tadi, dan dia kasih tau mama segalanya nak, tentu saja mama lega sekali”ujarnya mendekat ikut menghenyak juga disampingku, aku menyu
POV INA. Yang tersayang Saudaraku Ina,,, Demi rasa rindu yang membubung hingga menyesakkan kerelung-relung hatiku. Aku tak bisa berbuat banyak selain hanya bisa merasakannya dan mengalir bersama Rindu ini. Aku mencintai keindahan yang mba lihat, pada anuugrah yang mba punya, rasa yang mba sentuh segalanya aku mencintai cinta yang ada pada hati mba Ina.. Ya, aku mencintai separuh jiwamu saudaraku, Sepertimu aku juga sesak saat berjauhan dengannya, namun kamu mengikatnya dengan ikatan halal sedangkan aku nmasih dalam simpul entah berantah, tapi begitupun tak sedikit mengurangi rasa cintaku padanya, Dia adalah keindahan itu sendiri, cukup satu detik bagiku untuk menancapkan senyumnya direlungku, tapi butuh seumur hidup bagiku untuk mencabut tancapan itu, maaf akan kelancanganku, yang memuji suamimu sebegini adanya, tapi benar saja, suamimu tlah bertahta bak dewa dihatiku. Tak tau, kapan kamu akan baca surat dengan pengakuan
POV AZZAM“ Pihak Shanum sama sekali tidak mengubris.” Ucap Naira melempar ponselnya ke atas ranjang, sejenak aku abaikan itu dan mencari pakaianku di lemari. Naira terus saja mendumel.“Udah ya Nai, jangan terlalu di pikirkan, ngabisin tenaga tau lebih baik kita bahas yang lain.’’“Tapi Kak,kayaknya kakak itu jauh lebih santai menghadapi ini?’’ Ucapnya tak habis pikir, sedikit aku menoleh pada Naira dan mengenakan piyama tidur.“Ya ampun Nai, kamu juga ngapain terlalu di pikirin? Lagi pula ini bisa di selesaikan, tanpa harus kamu buang-buang tenaga, karna kan kenyataannya, bayi itu bukan tanggung jawabku.’’ Geramku tak habis pikir, Naira terdiam sejenak dan tertunduk dengan manyun, aku menghela nafas panjang dan membuangnya, melihat istriku terdiam begitu aku mendekat padanya dan duduk di sampingnya.“Aku ak
POV INA.“Papa…,” panggilku saat mencari mas Feri di kamar, karna sibuk dengan urusan rumah, aku jadi sedikit mengabaikannya, aku melihat berkas dan laptop mas Feri di atas kasur namun bunyi mobilnya terdengar melaju keluar pagar.“Loh mas Feri mau kemana?’’ bisikku membuka jendela aku menoleh ke barang-barangnya di kasur mendekat dan menghenyak di kasur,“Mungkin mas Feri keluar sebentar, kalau ke kantor gak mungkin dia tinggalkan barang-barangnya.” Bisikku, aku memeriksa tas dan dan dompetnya, sedikit aku menautkan alis melihat ada kartu nama dokter spesialis,“Mas Feri, konsul pada dokter spesialis penyakit dalam buat apa?’’ bisikku coba mengotak atik semua berkas dan tasnya, namun aku tidak temukan apa-apa selain kartu nama itu, aku mulai cemas dan coba menghubunginya.Tuuuuuuut…..Panggilan itu tersambung dan
POV AZZAM.Ting nong…Bunyi bel bergema, Aku yang tengah menunggu Naira di ruang keluarga itu sedikit beringsut dan menoleh kea rah pintu, bisa aku lihat Art bergegas membukakan pintu. Aku juga menyusul karna aku tau itu papa, mama dan yang lainnya.“Siang papa..” sambutku pada keluargaku, dengan girang dua adik gadisku mengejar, akupun bersimpuh mendekap keduannya, mungkin mereka sangat merindukannku karna sudah beberapa minggu tidak bertemu.“Bang Azzam, Tata sangat merindukan bang Azzam.’’ Ucap bibir mungil salah satu dari mereka. Aku tersenyum manis dan mengacak rambut keduanya.“Abang Azzam, juga sangat merindukan kalian.”“Papa mama, ayo semua masuk.” Ajak Naira yang telaah turun dari kamarnya, aku berdiri dan mengajak mama masuk.“Ayo pa..”
POV RARA.Dengan langkah gontai aku temui mas Bagas di kliniknya, semenjak pertikaian itu dia tidak pernnah menemuiku kerumah tidak mau bicara denganku atau bahkan mengusirku, langkahku terhenti saat mendengar chanel televise yang di tonton mas Bagas adalah berita terbaru tentang Shanum, tampak media mengkrumini apartemen anakku itu, aku mendegup dan berniat hendak kembali mas Bagas pasti tidak senang dengan berita ini.“Kamu lihat, anak yang besar karna asuhanmu.”ucapnya tanpa menoleh akupun menghentikan langkahku dan menoleh padanya.“Dia hanya bisa buat malu keluarga.”geramnya, aku menghela nafas dan bersiap hendak pergi lagi, mengajak bicara mas Bagas dalam kondisi seperti ini juga tampaknya sia-sia lebih baik aku pergi sekarang.“ Kamu mau kemana?” cegatnya, langkahku kembali terhenti dan enggan menoleh.“
POV INA.Aku sangat di buat sibuk dengan acara yang akan mendatang, tapi tak mengapa demi Azzura aku harus lakukan semua ini, pesta pernikahan yang terbaik yang sesuai dengan impiannya."Mama sayang, mama dari mana sih."sambut putriku itu mendekap dan mencium pipi, sedikit aku berdengus dan tersenyum hangat."Mama habis dari gedung, dan kamu tau semua gedung itu bagus-bagus, mama jadi bingung mau sewa yang mana." ucapku, Zura sedikit manyun dan menghenyak di sofa."Kok mama gak ngajak?" aku menggeleng dan ikut juga menghenyak."Memang harus ya bawa kamu?""Ya iyalah, oh iya, mama tadi kekantor papa, papa mana?" tanyaku, aku sedikit melapas blezer dan meletakkan tas. 'papa lagi sibuk jadi mama pulang duluan oh iya, aanak-anak mana. Mama capek mau langsung istiraahat.""Ya udah mama istirahat aja, ma kalau baju pengantinyaya boleh gak Zura aja yang pilih bareng Vano?"tanya anakku, aku te
POV AZZAMPagi hari ini, kami tegah bersantai di ruang keluarga, selain menghibur mbak natsya yang tengah bersedih karna pengkhianatan Arga, Naira juga sedikit kurang enak badan, dan aku tak bisa kekantor melihat kondisinya."Selamat siang tuan nyonya." ucap Art, kemi semua menoleh."Ya ijah?""Itu nyonya, aden Arga pulang, dan dia-"ucapan Inem berhenti karna mbak Natsya berdiri, Naira yang tiduran di pahaku dari tadi juga beringsut untuk duduk"Apa mas Arga, membawa wanita itu?"bisiknya aku juga penasaran dan menoleh ke pintu, papa dan mama mertua juga tampak menyimak, hingga tak butuh waktu lama mereka bertiga masuk, dan tentunya bersama Shanum. Aku mendegup. Naira menggertakkan rahangnya dan berdiri, namun aku cegat dengan mencengkram lengannya."Sayang, jangan. Kita cukup nyimak saja."bisikku."Berani sekali dia, d
POV NAIRA.Kak Azzam tega sekali padaku, dia menyalahkan sikapku dan memperdulikan Shanum. Apa aku salah kalau aku menamparnya,“Ah sudahlah, aku bisa setres. Lebih baik sekarang aku temui mbak Natsya dulu di kamar.”bisikku sembari berjalan kekamar mbak natsya walau kesal dengan tingak dua pria dirumah ini yakni kak Azzam dan mas Arga, aku harus kasih perhatian pada mbakku, bagaimanapun sekarang dia sangat terpuruk sekali“Mbak….,’’ panggilku saat sudah sampai di pintu kamarnya, sedikit aku terheran karna kamarnya sunyi, aku mengerinyitkan dahi dan coba berfikir.“Apa mbak Nats, menemui mas Arga sekarang?”bisikku, aku membalik bergegas menuruni anak tangga dan berpapasan dengan papa dan mama di bawah.“Nai, kamu bukannya baru pulang ya kok pergi lagi?” tanya mama, aku sedikit menghela nafas dan berkata.
POV RARA.Sudah lelah aku mencari Shanum kemanapun, semalam dia pergi dari rumah karna marah padaku dan sekarang ini sudah hendak malam lagi,, nomornya belum lagi aktif aku sangat bingung sekali. Mana sekarang papinya sudah tidak peduli lagi padanya aku harus cari anakku kemana bahkan aku gak tau sekarang dia diimana, terkahir yang aku tau dia dekat dengan seorang pengusaha iparnya nya Azzam, mungkin aku bisa menghubungi Azzam?“Semoga saja aku masih punya kontaknya.”bisikku mengotak atik ponsel, namun aku kesal karna aku tidak punya kontak Azzam selain mas Feri.“Apa aku hubungi mas Feri? Tapikan nanti aku tanya apa? Mungkin aku bisa tanyakan nomor Azzam? Tapi apa nanti aku tidak dianggap sok akrab? Ah sialan sekali..”gerutuku sendiri akhirnya dengan ragu aku menghubungi juga nomor iitu.Tuuuuuuut.Aku gemetar saat panggilan itu tersambung
POV INA.Bahagia tak terhingga saat mas Feri rangkul dan peluk aku, menyaksikan kebahagian putrinya setelah sekian lama ia tampak merelakan Zura dengan orang yang tepat.“Akhirnya Zura menemukan seseorang yang sangat mencintainya,”lirihnya, bisa aku lihat ada yang terbendung di sudut matanya, aku terharu bersandar di bahu bidang suamiku itu.“Semoga selamanya kita akan tetap dapatkan kebahagiaan, jangan ada kesedihan lagi pah.”lirihku, mas Feri mengusap kepalaku dan mengecup keningku.“Hidup akan terus berjalan mama, suka duka itu pasti ada, hanya saja bagaimana kita menghadapinya.’’tuturnya aku tersenyum simpul dan berkata.“Dan aku ingin menjalani suka duka itu bersama Papa selamanya.’’ujarku mas Feri terkekeh kembali mendekapku erat.“Jangan manja, kamu ini tidak muda lagi. coba biasakan tanpa diriku.&rsq