POV AZZURA.
“Aldo…”sambut bang Dirga datang-datang mendekap dan memeluknya.
“Kamu sudah semakin gede aja ini ya,”timpalnya
“Om Dirga. Bang Vano mana Al, kangen.’’ucap bos kecil.
“Ada bang Vano masih ada urusan kampus sebentar, dia akan kembali sebentaar lagi.”
Olivia dan Allexa yang juga menyambut itu mengajak ke ruang keluarga.
“Terima kasih Zura, kamu sudah lama sekali tidak datang, kami semua sudah sangat merindukan Aldo.”ujarnya aku tersenyum melihat Aldo di gendong dan di ajak bermain ke taman oleh omnya itu.
“Saya rindu juga tempat ini, selain untuk wisudanya Vano saya ingin memperlihat makamnya Om Aldo pada Al, sudah waktunya dia tau.”jelasku dengan bahasa berat, Olivia mengelus bahuku.
“Kamu yang sabar ya.”lirihnya aku mengangguk, dan Oliv berdiri menemui pembantunya didapur, b
TERIMA KASIH
POV AZZAM. Semiggu lagi hari pentingku, namun sekarang aku masih disibukkan dengan rutinitas kantor, di perusahaan papa. bagaimanapun aku harus adil, jika waktuku banyak tercurah untuk perusahaan calon mertuaku, papa juga butuh aku disini, andai saja Zura masih disini. Mungkin aku bisa sedikit bersantai jika saling membantu dengannya . “Tuan, untuk model yang akan membintangi pruduck terbaru kita, sudah ada di kantor siang ini. Apa bapak bisa menemui managernya setengah jam lagi.”ujar Asisten, reflek aku melihat waktu di jam tanganku. “Kamu mintak sekarang aja, masalahnya aku mau pergi.”ujarku. “Baik pak,aku akan meminta mereka mendatangi ruang metting.”ucapnya aku berdiri dan beranjak keruang meeting. Kembali aku coba pelajari berkas dan mitra kerja papa yang akan aku tangani kedepannya. Tok Tok Tok…… “Permisi Tuan.’’ Sapa salah seorang yang berdiri di pintu, aku menoleh ke pintu dan sontak saja terkejut, wajah
POV SHANUM. “Duh sial bukanya direspon malah orang-orang buli aku,”gerutuku coba mengotak atik ponselku dari tadi. Mana postingannya dah di hapus, tanpa respon apa-apa dari itu princes anak sultan. Sepolos apakah dia, hingga Azzam harus jatuhkan pilihan padanya, apa karna dia kaya. Miris sekali. Gerutuku. Dalam kekesalan itu mimi datang memasuki kamar. Trakt… Pintu kamar terbuka. aku menoleh “Ya mi?” “Di panggil tu sama papi.’’ujarnya, aku manyun dan berjalan keluar kamar. “Papi mau ngomong apa mi?”tanyaku. saat melangkah “Biasa..”lirih mimi mengelus punggung, sedikit aku hela nafas dan beranjak turun menemuinya di ruang keluarga. “Malam pi.”santunku menciumi tangannya. “Papi butuh dokter di klinik, mungkin untuk tahun ini , kamu sudahi karirmu sebagai model, papi gak mau sarjana kedokteranmu gak guna.”ucapnya, aku berdesih dan berkata. “Papi, gak
POV FERI. Di umur segini aku lebih banyak menghabiskan waktu dirumah bersama dua gadis kecilku dan istri tercintaku Ina, aku datangi kantor jika di butuhkan saja. Karna faktanya sekarang putra sulungku sudah bisa menghandle itu semua. Kadang kasian juga, Azzam sudah terlalu sibuk dengan mengurus banyak perusahaan, terlebih sekarang dia harus sibuk dengan persiapan pernikahannya. “Nana,Tata sini mainnya jangan jauh-jauh.’’panggil Ina yang datang sore hari itu di taman. Diamemegangi nampan berisikan cemilan dan the hangat di tangannya, “Gak apa kalimah, Papa masih bisa pantau dari sini.”ujarku, Ina menghenyak duduk di kursi taman itu dan meletakkan nampannya di meja. “Ya tapi kan , panas pa. kotor juga ntar mereka sakit.”celetuk Ina, sedikit aku gerakkan punggungku dan bersorak. “Anak-anak. Sini lihat, mama bawain apa ini.” Mendengar itu
POV SHANUM. Kenapa orang-orang itu angkuh sekali, bertahun-tahun aku dibuatnya tidak habis pikir dan sekarang, aku makin tak habis pikir lagi, berkali-kali aku di hina dan diremehkan, apa keselahanku yang begitu besar hingga membuat mereka begitu memusuhiku. "Argh.."kesalku menimpuk bantal saat aku sampai di kamar dan menghenyak di kasur. Air mataku kembali merintik saat mengingat kembali terakhir kali aku lakukan hal bodoh dengan meminta belas kasihan pada Azzam dan bahkan, hingga detik ini menyesallinya itu sangat mengusik hidupku. Flasback.. Diantara ramainya Murid kelas 12 merayakan perpisahannya, aku juga salah satu ikut nimbrung dalam keceriaan dengan semprot-semprot cat itu, tak lupa juga aku ucapin selamat pada setiap kakak kelas yang aku kenal, hingga sampai kepada kaK Azzam, aku serasa nervous dan bingung berkata apa, ini hari perpisahan dan aku gak mau berpisah dengan keadaan seperti ini, aku ingin berbaikan deng
POV INA Setelah kembali dari mall tadi aku benar-benar tidak bisa ngapa-ngapain selain hanya bisa menangisi Zura aku sangat merindukan putriku dan tadi untuk pertama kalinya aku melihatnya hatiku sakit saat tak bisa memeluknya. “Anak mama, Zura putriku.. hiks”tangisku merintih di atas kasur. Mas Feri dia tau kalau aku tidak bisa lagi menahan kesedihanku setelah beberapa tahun lamanya aku berusaha tegar dan sekarang aku tidak bisa lagi tegar, aku sedih sekali. Zura dia disini di indo dan kami tidak bisa bertegur sapa aku rindu putriku. “Hiks..”tangisku merintih di atas kasur. Tak bisa diam saja akhirnya ,mas feri menghampiriku juga, “Mama sudah, papa gak suka kalo mama kayak gini terus, kasian itu Nana sama Tata nunggu mama,”ujarnya, aku tidak peduli dan terus saja menangis. “Putriku, dia disini mas. Aku sangat merindukannya, aku kangen bercerita dan bercanda dengannya seperti dulu lagi.”tangisku, Mas Feri menghela nafas dan iku
"Kamu mau apa? Katakan saja!"hardikku. Dia sedikit tersenyum simpul dan berkata. "Aku hanya ingin sedikit berbagi sih, perlu waktu dan aku tidak bisa buru-buru."ujarnya, aku menoleh kelain arah, karna muak melihat raut wajah wanita itu. Aku jengkel sekali. Sedikit ia geleng-geleng dan berdiri. "Kamu tau kan siapa aku?"singkatnya, terdengar menegaskan. Aku hanya memperhatikan wajahnya sambil tak habis pikir. Kembali ia duduk menghenyak di sofa sembari menyilang pahanya, paha seksi dan kaki indahnya itu tampak berkelas sekali dengan higheels brandid yang ia kenakan. "Sebagai public figure. Aku tau resikonya jika berani koment di postinganmu tempo lalu."ujarnya coba menjelaskan, aku hanya coba menyimak. Apa inti dari perkataanya. "Aku memiliki kenangan dan kisah yang tak biasa dengannya, dan bagiku tidak semudah itu untuk di lupakan,"jelasnya, sedikit aku menghela nafas dan berusaha tegar mendengarkan, dia memainkan gelangnya dengan manyu
POV RIVANO. Tuuuuut.. Sambungan Panggilan telpon rumah kekediaman Zura di Indonesia tersambung, entah kenapa semenjak semalam aku mencemaskannya. “Hallo?’’ Terdengar suara mungil menjawab, aku tau pasti putra Zura Aldo yang angkat. “Al, apa kalian baik-baik aja? Mamamu mana?”tanyaku. “Ini bang Vano ya? Mama dia sakit, dan sekarang lagi di obati sama pak dokter.“ “Kok bisa? Mamamu kecapean pasti.’’tuturku. “Iya bang, kasian mama dari pagi tiduran aja.”ucapnya, aku membuang nafas pelan. “Ya sudah kamu tutup ya, Bang harus temui kakaK aLexa dulu.’’tutupku . “Baik bang.” Setelah mendengar ituaku jadi cemas dan tak tenang, bagaimana tidak, selama ini aku sudah terbiasa memproritaskannya. Sebelumnya kalau ada apa-apa
POV NAIRA Malam ini adalah malam sebuah penantian yang selama ini aku nantikan tapi entah kenapa aku mendadak nervous dan sedikit takut, takut jika seandainya aku tidak bisa berikan yang terbaik untuk suamiku di malam pertamaku ini dan aku nervous karna ini untuk pertama kalinya, aku akan melewati satu fase yang mungkin akan menentukan kebahagiaanku kedepannya, sedikit aku hela nafas dan coba menunggu kak Azzam yang tengah bersiap di kamar mandi, sedikit aku lirik gaun malam dan riasanku yang tengah duduk di sofa didepaan ranjang pengantin yang indah dan tak lupa dengan taburan kelopak bunga mawar bertebaran, aku geleng-geleng. Mba Natsya adalah biang kerok dibalik dekorasi kamar ini, terkesan lebay sih menurutku, tapi aku tau ini hanya agar terlihat berkesan. “Ini bagus gak sih?”bisikku coba bergerak ke cermin melihat penampilanku. “Terlalu seksi.”ucapku pelan coba mengacak-ngacak lemari, ini saran mba Natsya dengan gaun tidur minim begini Jadi a
POV AZZAM“ Pihak Shanum sama sekali tidak mengubris.” Ucap Naira melempar ponselnya ke atas ranjang, sejenak aku abaikan itu dan mencari pakaianku di lemari. Naira terus saja mendumel.“Udah ya Nai, jangan terlalu di pikirkan, ngabisin tenaga tau lebih baik kita bahas yang lain.’’“Tapi Kak,kayaknya kakak itu jauh lebih santai menghadapi ini?’’ Ucapnya tak habis pikir, sedikit aku menoleh pada Naira dan mengenakan piyama tidur.“Ya ampun Nai, kamu juga ngapain terlalu di pikirin? Lagi pula ini bisa di selesaikan, tanpa harus kamu buang-buang tenaga, karna kan kenyataannya, bayi itu bukan tanggung jawabku.’’ Geramku tak habis pikir, Naira terdiam sejenak dan tertunduk dengan manyun, aku menghela nafas panjang dan membuangnya, melihat istriku terdiam begitu aku mendekat padanya dan duduk di sampingnya.“Aku ak
POV INA.“Papa…,” panggilku saat mencari mas Feri di kamar, karna sibuk dengan urusan rumah, aku jadi sedikit mengabaikannya, aku melihat berkas dan laptop mas Feri di atas kasur namun bunyi mobilnya terdengar melaju keluar pagar.“Loh mas Feri mau kemana?’’ bisikku membuka jendela aku menoleh ke barang-barangnya di kasur mendekat dan menghenyak di kasur,“Mungkin mas Feri keluar sebentar, kalau ke kantor gak mungkin dia tinggalkan barang-barangnya.” Bisikku, aku memeriksa tas dan dan dompetnya, sedikit aku menautkan alis melihat ada kartu nama dokter spesialis,“Mas Feri, konsul pada dokter spesialis penyakit dalam buat apa?’’ bisikku coba mengotak atik semua berkas dan tasnya, namun aku tidak temukan apa-apa selain kartu nama itu, aku mulai cemas dan coba menghubunginya.Tuuuuuuut…..Panggilan itu tersambung dan
POV AZZAM.Ting nong…Bunyi bel bergema, Aku yang tengah menunggu Naira di ruang keluarga itu sedikit beringsut dan menoleh kea rah pintu, bisa aku lihat Art bergegas membukakan pintu. Aku juga menyusul karna aku tau itu papa, mama dan yang lainnya.“Siang papa..” sambutku pada keluargaku, dengan girang dua adik gadisku mengejar, akupun bersimpuh mendekap keduannya, mungkin mereka sangat merindukannku karna sudah beberapa minggu tidak bertemu.“Bang Azzam, Tata sangat merindukan bang Azzam.’’ Ucap bibir mungil salah satu dari mereka. Aku tersenyum manis dan mengacak rambut keduanya.“Abang Azzam, juga sangat merindukan kalian.”“Papa mama, ayo semua masuk.” Ajak Naira yang telaah turun dari kamarnya, aku berdiri dan mengajak mama masuk.“Ayo pa..”
POV RARA.Dengan langkah gontai aku temui mas Bagas di kliniknya, semenjak pertikaian itu dia tidak pernnah menemuiku kerumah tidak mau bicara denganku atau bahkan mengusirku, langkahku terhenti saat mendengar chanel televise yang di tonton mas Bagas adalah berita terbaru tentang Shanum, tampak media mengkrumini apartemen anakku itu, aku mendegup dan berniat hendak kembali mas Bagas pasti tidak senang dengan berita ini.“Kamu lihat, anak yang besar karna asuhanmu.”ucapnya tanpa menoleh akupun menghentikan langkahku dan menoleh padanya.“Dia hanya bisa buat malu keluarga.”geramnya, aku menghela nafas dan bersiap hendak pergi lagi, mengajak bicara mas Bagas dalam kondisi seperti ini juga tampaknya sia-sia lebih baik aku pergi sekarang.“ Kamu mau kemana?” cegatnya, langkahku kembali terhenti dan enggan menoleh.“
POV INA.Aku sangat di buat sibuk dengan acara yang akan mendatang, tapi tak mengapa demi Azzura aku harus lakukan semua ini, pesta pernikahan yang terbaik yang sesuai dengan impiannya."Mama sayang, mama dari mana sih."sambut putriku itu mendekap dan mencium pipi, sedikit aku berdengus dan tersenyum hangat."Mama habis dari gedung, dan kamu tau semua gedung itu bagus-bagus, mama jadi bingung mau sewa yang mana." ucapku, Zura sedikit manyun dan menghenyak di sofa."Kok mama gak ngajak?" aku menggeleng dan ikut juga menghenyak."Memang harus ya bawa kamu?""Ya iyalah, oh iya, mama tadi kekantor papa, papa mana?" tanyaku, aku sedikit melapas blezer dan meletakkan tas. 'papa lagi sibuk jadi mama pulang duluan oh iya, aanak-anak mana. Mama capek mau langsung istiraahat.""Ya udah mama istirahat aja, ma kalau baju pengantinyaya boleh gak Zura aja yang pilih bareng Vano?"tanya anakku, aku te
POV AZZAMPagi hari ini, kami tegah bersantai di ruang keluarga, selain menghibur mbak natsya yang tengah bersedih karna pengkhianatan Arga, Naira juga sedikit kurang enak badan, dan aku tak bisa kekantor melihat kondisinya."Selamat siang tuan nyonya." ucap Art, kemi semua menoleh."Ya ijah?""Itu nyonya, aden Arga pulang, dan dia-"ucapan Inem berhenti karna mbak Natsya berdiri, Naira yang tiduran di pahaku dari tadi juga beringsut untuk duduk"Apa mas Arga, membawa wanita itu?"bisiknya aku juga penasaran dan menoleh ke pintu, papa dan mama mertua juga tampak menyimak, hingga tak butuh waktu lama mereka bertiga masuk, dan tentunya bersama Shanum. Aku mendegup. Naira menggertakkan rahangnya dan berdiri, namun aku cegat dengan mencengkram lengannya."Sayang, jangan. Kita cukup nyimak saja."bisikku."Berani sekali dia, d
POV NAIRA.Kak Azzam tega sekali padaku, dia menyalahkan sikapku dan memperdulikan Shanum. Apa aku salah kalau aku menamparnya,“Ah sudahlah, aku bisa setres. Lebih baik sekarang aku temui mbak Natsya dulu di kamar.”bisikku sembari berjalan kekamar mbak natsya walau kesal dengan tingak dua pria dirumah ini yakni kak Azzam dan mas Arga, aku harus kasih perhatian pada mbakku, bagaimanapun sekarang dia sangat terpuruk sekali“Mbak….,’’ panggilku saat sudah sampai di pintu kamarnya, sedikit aku terheran karna kamarnya sunyi, aku mengerinyitkan dahi dan coba berfikir.“Apa mbak Nats, menemui mas Arga sekarang?”bisikku, aku membalik bergegas menuruni anak tangga dan berpapasan dengan papa dan mama di bawah.“Nai, kamu bukannya baru pulang ya kok pergi lagi?” tanya mama, aku sedikit menghela nafas dan berkata.
POV RARA.Sudah lelah aku mencari Shanum kemanapun, semalam dia pergi dari rumah karna marah padaku dan sekarang ini sudah hendak malam lagi,, nomornya belum lagi aktif aku sangat bingung sekali. Mana sekarang papinya sudah tidak peduli lagi padanya aku harus cari anakku kemana bahkan aku gak tau sekarang dia diimana, terkahir yang aku tau dia dekat dengan seorang pengusaha iparnya nya Azzam, mungkin aku bisa menghubungi Azzam?“Semoga saja aku masih punya kontaknya.”bisikku mengotak atik ponsel, namun aku kesal karna aku tidak punya kontak Azzam selain mas Feri.“Apa aku hubungi mas Feri? Tapikan nanti aku tanya apa? Mungkin aku bisa tanyakan nomor Azzam? Tapi apa nanti aku tidak dianggap sok akrab? Ah sialan sekali..”gerutuku sendiri akhirnya dengan ragu aku menghubungi juga nomor iitu.Tuuuuuuut.Aku gemetar saat panggilan itu tersambung
POV INA.Bahagia tak terhingga saat mas Feri rangkul dan peluk aku, menyaksikan kebahagian putrinya setelah sekian lama ia tampak merelakan Zura dengan orang yang tepat.“Akhirnya Zura menemukan seseorang yang sangat mencintainya,”lirihnya, bisa aku lihat ada yang terbendung di sudut matanya, aku terharu bersandar di bahu bidang suamiku itu.“Semoga selamanya kita akan tetap dapatkan kebahagiaan, jangan ada kesedihan lagi pah.”lirihku, mas Feri mengusap kepalaku dan mengecup keningku.“Hidup akan terus berjalan mama, suka duka itu pasti ada, hanya saja bagaimana kita menghadapinya.’’tuturnya aku tersenyum simpul dan berkata.“Dan aku ingin menjalani suka duka itu bersama Papa selamanya.’’ujarku mas Feri terkekeh kembali mendekapku erat.“Jangan manja, kamu ini tidak muda lagi. coba biasakan tanpa diriku.&rsq