POV FERI.
Di umur segini aku lebih banyak menghabiskan waktu dirumah bersama dua gadis kecilku dan istri tercintaku Ina, aku datangi kantor jika di butuhkan saja. Karna faktanya sekarang putra sulungku sudah bisa menghandle itu semua. Kadang kasian juga, Azzam sudah terlalu sibuk dengan mengurus banyak perusahaan, terlebih sekarang dia harus sibuk dengan persiapan pernikahannya.
“Nana,Tata sini mainnya jangan jauh-jauh.’’panggil Ina yang datang sore hari itu di taman. Dia memegangi nampan berisikan cemilan dan the hangat di tangannya,
“Gak apa kali mah, Papa masih bisa pantau dari sini.”ujarku, Ina menghenyak duduk di kursi taman itu dan meletakkan nampannya di meja.
“Ya tapi kan , panas pa. kotor juga ntar mereka sakit.”celetuk Ina, sedikit aku gerakkan punggungku dan bersorak.
“Anak-anak. Sini lihat, mama bawain apa ini.”
Mendengar itu
TBC
POV SHANUM. Kenapa orang-orang itu angkuh sekali, bertahun-tahun aku dibuatnya tidak habis pikir dan sekarang, aku makin tak habis pikir lagi, berkali-kali aku di hina dan diremehkan, apa keselahanku yang begitu besar hingga membuat mereka begitu memusuhiku. "Argh.."kesalku menimpuk bantal saat aku sampai di kamar dan menghenyak di kasur. Air mataku kembali merintik saat mengingat kembali terakhir kali aku lakukan hal bodoh dengan meminta belas kasihan pada Azzam dan bahkan, hingga detik ini menyesallinya itu sangat mengusik hidupku. Flasback.. Diantara ramainya Murid kelas 12 merayakan perpisahannya, aku juga salah satu ikut nimbrung dalam keceriaan dengan semprot-semprot cat itu, tak lupa juga aku ucapin selamat pada setiap kakak kelas yang aku kenal, hingga sampai kepada kaK Azzam, aku serasa nervous dan bingung berkata apa, ini hari perpisahan dan aku gak mau berpisah dengan keadaan seperti ini, aku ingin berbaikan deng
POV INA Setelah kembali dari mall tadi aku benar-benar tidak bisa ngapa-ngapain selain hanya bisa menangisi Zura aku sangat merindukan putriku dan tadi untuk pertama kalinya aku melihatnya hatiku sakit saat tak bisa memeluknya. “Anak mama, Zura putriku.. hiks”tangisku merintih di atas kasur. Mas Feri dia tau kalau aku tidak bisa lagi menahan kesedihanku setelah beberapa tahun lamanya aku berusaha tegar dan sekarang aku tidak bisa lagi tegar, aku sedih sekali. Zura dia disini di indo dan kami tidak bisa bertegur sapa aku rindu putriku. “Hiks..”tangisku merintih di atas kasur. Tak bisa diam saja akhirnya ,mas feri menghampiriku juga, “Mama sudah, papa gak suka kalo mama kayak gini terus, kasian itu Nana sama Tata nunggu mama,”ujarnya, aku tidak peduli dan terus saja menangis. “Putriku, dia disini mas. Aku sangat merindukannya, aku kangen bercerita dan bercanda dengannya seperti dulu lagi.”tangisku, Mas Feri menghela nafas dan iku
"Kamu mau apa? Katakan saja!"hardikku. Dia sedikit tersenyum simpul dan berkata. "Aku hanya ingin sedikit berbagi sih, perlu waktu dan aku tidak bisa buru-buru."ujarnya, aku menoleh kelain arah, karna muak melihat raut wajah wanita itu. Aku jengkel sekali. Sedikit ia geleng-geleng dan berdiri. "Kamu tau kan siapa aku?"singkatnya, terdengar menegaskan. Aku hanya memperhatikan wajahnya sambil tak habis pikir. Kembali ia duduk menghenyak di sofa sembari menyilang pahanya, paha seksi dan kaki indahnya itu tampak berkelas sekali dengan higheels brandid yang ia kenakan. "Sebagai public figure. Aku tau resikonya jika berani koment di postinganmu tempo lalu."ujarnya coba menjelaskan, aku hanya coba menyimak. Apa inti dari perkataanya. "Aku memiliki kenangan dan kisah yang tak biasa dengannya, dan bagiku tidak semudah itu untuk di lupakan,"jelasnya, sedikit aku menghela nafas dan berusaha tegar mendengarkan, dia memainkan gelangnya dengan manyu
POV RIVANO. Tuuuuut.. Sambungan Panggilan telpon rumah kekediaman Zura di Indonesia tersambung, entah kenapa semenjak semalam aku mencemaskannya. “Hallo?’’ Terdengar suara mungil menjawab, aku tau pasti putra Zura Aldo yang angkat. “Al, apa kalian baik-baik aja? Mamamu mana?”tanyaku. “Ini bang Vano ya? Mama dia sakit, dan sekarang lagi di obati sama pak dokter.“ “Kok bisa? Mamamu kecapean pasti.’’tuturku. “Iya bang, kasian mama dari pagi tiduran aja.”ucapnya, aku membuang nafas pelan. “Ya sudah kamu tutup ya, Bang harus temui kakaK aLexa dulu.’’tutupku . “Baik bang.” Setelah mendengar ituaku jadi cemas dan tak tenang, bagaimana tidak, selama ini aku sudah terbiasa memproritaskannya. Sebelumnya kalau ada apa-apa
POV NAIRA Malam ini adalah malam sebuah penantian yang selama ini aku nantikan tapi entah kenapa aku mendadak nervous dan sedikit takut, takut jika seandainya aku tidak bisa berikan yang terbaik untuk suamiku di malam pertamaku ini dan aku nervous karna ini untuk pertama kalinya, aku akan melewati satu fase yang mungkin akan menentukan kebahagiaanku kedepannya, sedikit aku hela nafas dan coba menunggu kak Azzam yang tengah bersiap di kamar mandi, sedikit aku lirik gaun malam dan riasanku yang tengah duduk di sofa didepaan ranjang pengantin yang indah dan tak lupa dengan taburan kelopak bunga mawar bertebaran, aku geleng-geleng. Mba Natsya adalah biang kerok dibalik dekorasi kamar ini, terkesan lebay sih menurutku, tapi aku tau ini hanya agar terlihat berkesan. “Ini bagus gak sih?”bisikku coba bergerak ke cermin melihat penampilanku. “Terlalu seksi.”ucapku pelan coba mengacak-ngacak lemari, ini saran mba Natsya dengan gaun tidur minim begini Jadi a
Wajah anak ini tampak dipenuhi dengan kegundahan yang teramat sangat, air matanya megucur deras dan dia sangat terlihat kacau sekali. “Mau apa kamu kesini?”tanyaku, dia mendegup tangisnya dan reflek bersimpuh di kaki. “Papa tolong maafkan zura.”rintihnya memegangi betisku sedikit aku mundur mendeguk pahit dalam kerongkonganku. “Kenapa? Apa yang dilakukan pria itu hingga sekarang kamu harus menghinakan diri seperti sekarang kamu tau kan aku sudah lama nganggap kamu mati’’tuturku kesal, dia semakin merintih menangis. “Papa. Zura butuh bantuan papa. Tolong bantu Zura pa.” tangis nya. Aku diam tak bergeming. Hingga dai kamar Tamu Ina keluar untuk me cek siapa yang datang, tentu saja dia syock dan terkejut melihat Zura datang dengan keadaan seperti itu. “Zura…”lirih Ina mendekat mendekat pada anaknya itu, namun aku menghalanginya dengan lenganku, aku tidak akan biarkan mereka melepaskan Rindu satu sama lain. “mama..”
POV AZZURA. “Ma, sepertinya Naira keberatan dengan keputusan bang Azzam.”ujarku dengan lirih, mama menatapku sendu dan berkata sembari mengelus pipiku. . “Kita maklumi saja ya sayang, mungkin Naira mencemaskan kesehatan abang, bang pasti bisa yakinin dia.”ujar mama. Aku menelan liur dan beringsut mama membantuku merabah di kasur, papa mendekat, aku menoleh padanya dengan tatapan berkaca-kaca. “Papa…”lirihku, cinta pertamaku itu tampak menatapku hangat dengan sedikit raut gundahnya. “Papa, maafin Zura.”ucapku pelan, dia menghenyak di tepi ranjang dan menggengam tanganku. “Papa kecewa akan semua sikapmu memilih pergi dari papa, tapi papa lebih kecewa lagi, kamu memilih diam saat kenyataannya Aldo meninggal, harusnya kamu tau papa pasti akan menerimamu,Zura.”ucapnya , aku mendegup dan kembali beringsut untuk memeluk papa. air mata haru itu menghujan deras saat aku membenamkan wajahku didadanya. “Zura memang tidak p
POV SHANUM "Siang nyonya." sapa Managerku saat aku sibuk make up untuk pemotretan berikutnya. Aku menoleh dan mempersilahkan dia masuk. "Ada kabar baik apa?"tanyaku. "Ada permintaan kontrak, dari perusahaan Zara house versace Brand."ujarnya, Aku mengerutkan kening dan berkata. "Itu bukannya perusahaan Sultan?"ucapku dengan nada meledek. Managerku tersenyum simpul da berkata. "Ya nyonya, lebih tepatnya pemasok sekaligus produksi barang-barang brandid. Ini kontrak besar. Saya terkejut dapat tawaran ini, secara kan."ucapanya aku hentikan. "Secarakan maksudmu? Aku tidak pantas untuk dapat tawaran jadi ambasador producknya?"ujarku, managerku kembali tertunduk. "Maaf nyonya, saya tidak maksud menyinggung. Cuman ini sungguh luar biasa. "ucapnya, aku terdiam sejenak. Benar juga aku bukan model go international dengan prestasi dan folowers yang fantastis seperti halnya model ternama lainnya memang ada