POV RARA
Malam ini aku terus saja pantengi layar pesan IGku, semenjak hari itu. Mas Fer membalas senyumku saat setelah melihat pesan, membuat aku tidak bisa tidur. Aku berharap dia akan membalasnya."P"
Aku layangkan pesan singkat itu untuk menyapanya, hingga aku terkejut melihat mas Fer sedang mengetik. Aku harap-harap cemas apa yang akan dia katakan.
"Ya Rara?"tulisnya singkat, aku deg-degan Pa yanh harus aku katakan selanjutnya.
"Kamu lagi apa? Dan kenapa malam itu aku lihat kamu sendiri."tulisku gemetar,"Lagi di rumah, Oh itu gak kok. Aku sama Ina. Cuman dia ke toilet."tulisnya lagi, aku sedikit berdengus dan mengetik.
"Dah lama banget ya mas? Kita gak ngobrol?"tulisku. Dengan senyum aku harap-harap cemaa saat lama untuk mas Feri bisa membalasnya. Hingga aku lega akhirnya dia mengetik juga.
"Iya Rara, dah lama banget ya. Pengen deh ketemu kamu trus bilangin sama Bagas. Istrinya keganjenan DM Suami
POV AZZURA."Om kita kemana?"tanyaku saat pacarku itu melajukan mobilnya dengan pasti."Kerumah kita,"ucapnya dengan sedikit melirikku."Rumah kita?"desisku dengan sedikit tersenyum simpul. Aku meremas seragam pelan menyembunyikan kegirannku sumpah demi apa Om Aldo selalu membuat aku gak karuan begini jika berada didekatnya."Kamu pakai cincin itu lagi?"tanyanya saat melirik jari manisku."Iya sayang, aku cari lagi di kamar mama waktu itu dan aku malah ketemunya di lantai, mungkin di buang mama, untung aku yang temui."ujarku. Om Aldo tampak diam.Sesampai disana Om Aldo mengajakku masuk kedalam rumahnya yang megah dan mewah itu, aku tidak menyangka dia tinggal sendiri dirumah sebesar ini."Sayang, kamu tinggal sendirian disini?"tanyaku, dia tampak tersenyum dan menarik pinggangku mendekat."Iya, berdua sih, sama Vano. Tapi bentar lagi ini akan jadi istana kita."ujarnya, aku tersen
POV ALDO.Setelah meninggalkan Zura tadi disekolah, seketika itu aku juga kacau. Aku bisa saja bertindak lebih jauh dengannya, tapi aku tersiksa saat bayangan kebersamaan dengan Ina mengusik pikiranku, aku tidak bisa menjamahi anaknya wanita yang pernah aku sentuh juha dengan hasrat, lagi pula hati naifku sering sekali terbesit bahwa Anak Ina ada darah dagingku konyol memang, mungkin karna aku terlalu mencintai Ina hingga aku berharap mereka adalah putra putriku, aku tidak sanggup merusaknya terlalu jauh. Sekarang bagaimana Zura sudah semakin histeris saja menelpon-nelpon dari tadi. Walau aku sedikit lega telah membuat Feri mati kutu karna keangkuhannya itu, yang membuat aku dilema adalah hati gadis ini, dia pasti sangat kecewa sekali karna sikapku yang tiba-tiba dingin padanya.Drrrrrt Drrrrrrt...Kembali ponselku berdering, aku melirik sedikit dan memilih meriject bahkan mematikan ponselku, sedikit aku hela nafas dan berdiri hendak pergi. Nam
POV INA.Ini sudah sore setelah menemani Azzam seharian akhirnya kami sampai juga di akhir acara, putraku dia anak yang benar-benar berprestasi sejauh ini dia selalu unggul semoga nanti di pengumuman akhir dialah pemenangnya,"Mas, semoga Azzam menang ya."ucapku saat kembali menghampiri mas Feri duduk di kursi penonton."Iya Mah, semoga ya."ucapnya berat. Sedikit aku menghela nafas. Mungkin mas Feri terlihat sedih begini karna dia tengah memikirkan Zura."Mas kepikiran Zura ya?"tanyaku, dia mendegup dan menoleh."Dia bukan lagi putriku."singkatnya hatiku teranyuh dan berkata."Mas jangan begitu, ka-"ucapanku dicegat oleh mas Feri memandangiku tajam."Sudah.. Kita gak usah bahas itu. "ujarnya, aku mengangguk dan kembali fokus pada Azzam. Tampak mas Feri melambai dan menyemangati Azzam putraku itu juga tampak semangat merekahkan senyumnya pada kami.Hingga satu jam berlalau baba
POV FERI.Hari yang begitu menjenuhkan, Zura semakin hari tingkahnya bikin kesal saja, bukannya mengakui kesalahan malah dia menyalahkan kami, aku tidak bisa jelaskan kenapa aku begitu menentang ini, banyak sekali alasan untuk aku tidak bisa menerima ini, pertama dia masih gadis kecil di mataku dan kedua pria itu lebih pantas menjadi ayanya, dan terlebih parah lagi.., Sudah lah. Aku tak bisa jika harus jelaskan padanya."Permisi pak"sapa Asistenku, aku tersintak dari lamunan panjangku dan menoleh padanya."Ada apa, apa meetingnya di percepat?"tanyaku. Dia menggeleng."Bukan pak, cuman mau bilang ada undangan dari perusahan mitraku kita, dia mengundang Ina production dan Azzura production untuk pernikahan putrinya, dan kita dapat undangan VIP tamu "ujarnya"Oh begitu. Dia mitra yang menguntungkan dan juga mengundang kedua perusahaanku jadi ya sudah. Kita akan datang."ujarku."Baik pak, setengah jam lagi
POV AZZURA"Mah papa mana?"tanyaku saat mama membuka pintu."Itu papamu lagi mandi, ada apa?"tanyanya."Zura mau ngomong sama papa."singkatku tertunduk."Ya sudah nanti, kita tunggu papa di bawah."ujar mama membawaku turun, dengan manyun aku berjalan menuruni tangga."Berjanjilah sama papa kalo kamu sangat menyesal dengan semua ini Zura. Percayalah dia bukan pria yang baik buat kamu."ujar mama, aku manyun sembari mengelus cincim di jemariku. Aku lelah Om Aldo tak kunjung membalas pesanku.Aku menghenyak di sofa sembari sesekali melirik papa di atas."Jangan buat kecewa papamu lagi."singkat mama menghenyak di sampingku. Bang Azam dan mama tampak lirik-lirikan."Zura udah bikin malu keluarga, maaf. bahkan Papa sudah benci melihat Zura sekarang"singkatku menghela nafas. Mama terdengar berdengus pelan dan merangkulku."Mama kecewa sama kamu begitu juga papa, tapi kami tidak pernah membencimu nak,
POV INA.Malam yang di tunggu itu datang juga, Diantara kegaduhan aku dan Zura mempersiapkan semuanya, ada dua pria sabar menunggu dengan setelan jas hitam kemeja Putih diruang keluarga."Ayo sayang buruan.."titahku mendatangi kamar Zura yang tampak masih sibuk dengan riasannya."Mah, gimana ini rambut Zura dah bagus tak? Kok Zura gak pede mah, masa di kepang lagi sih."ucapnya manyun."Gak usah sayang, dah cantik gitu kok, sekarang ayo buruan kasian itu papa dan bang Azzam nungguin di bawah."ujarku, Anak gadisku itu tampak mengangguk dan beranjak turun." Dandan 3 jam cuman begini bentukannya?"geram Azzam saat melihat kami turun."Kenapa? gak cantik ya?"tanya Zura,"Biasa aja "Timpal putraku itu, kami berdua dengan papanya sontak terkekeh."Azzam jangan gitu, Zura dah capek dandan bilang cantik gih, ntar dia malah nangis."titahku."Ya deh cantik."ketusnya,"Ayo t
Setelah mengucapkan selamat kepada kedua mempelai, kami menikmati hidangan yang di sajikan sekeluarga, sejauh itu aku hanya kefikiran tentang ancaman tadi, dadaku terasa sesak saja apa yang harusku lakukan aku tidak mau mas Feri merisaukan banyak lagi. Dia sudah sangat pusing akhir-akhir ini, dan Zurra. Masa depannya masih panjang. Aku tidak mau dia terekspos dan tentu saja ini akan menganggu mentalnya kedepannya."Apa yang harus aku lakukan Tuhan "batinku di hati.Setelah menyelesaikan makan malamnya kami berempat Izin untuk pulang, Zura dan Azzam tampak beranjak ke mobil dengan sesekali bercengkrama. Sedangkan aku masih kefikiran sesuatu."Mas..."ucapku setelah dari tadi bertengkar dengan hatiku."Ya sayang?""Aku mungkin ke toilet dulu, kamu duluan gih ke mobil nanti aku susul."ujarku, untuk sejenak mas Feri diam"Kamu kenapa, apa perlu aku temani?"ucapnya, reflek aku menggeleng dan berkata.
POV FERI,Setelah menunggu beberapa menit akhirnya aku melihat Zura juga keluar dari hotel itu, namun ekpresi lain terpampang di wajahnya, dia masuk ke mobil dengan sedikit menghenyak keras di kursi belakang."Sayang mamamu kemana?"tanyaku, dia sedikit menghela nafas berkata."Tunggu aja pa, bentar lagi juga datang"ketusnya sedikit aku naikkan Alisku dan kembali menoleh ke Loby, walau masih ada tersisa beberapa tamu, aku bisa liat Ina keluar melangkah menuju mobil."Sayang buruan."sorakku, dia tampak menarik ujung bibirnya untuk tersenyum dan masuk ke mobil."Maaf mas, lama."ujarnya membuka pintu mobil dan menoleh pada anak-anak."Mama itu ke toilet atau kemana sih, gak sekalian subuh aja keluarnya."gerutu Zura yang spontan aku menaikkan alisku."Sayang ada apa denganmu?"tanyaku tak habis pikir bisa aku lihat Zura dari kaca bersandar dengan manyun,
POV AZZAM“ Pihak Shanum sama sekali tidak mengubris.” Ucap Naira melempar ponselnya ke atas ranjang, sejenak aku abaikan itu dan mencari pakaianku di lemari. Naira terus saja mendumel.“Udah ya Nai, jangan terlalu di pikirkan, ngabisin tenaga tau lebih baik kita bahas yang lain.’’“Tapi Kak,kayaknya kakak itu jauh lebih santai menghadapi ini?’’ Ucapnya tak habis pikir, sedikit aku menoleh pada Naira dan mengenakan piyama tidur.“Ya ampun Nai, kamu juga ngapain terlalu di pikirin? Lagi pula ini bisa di selesaikan, tanpa harus kamu buang-buang tenaga, karna kan kenyataannya, bayi itu bukan tanggung jawabku.’’ Geramku tak habis pikir, Naira terdiam sejenak dan tertunduk dengan manyun, aku menghela nafas panjang dan membuangnya, melihat istriku terdiam begitu aku mendekat padanya dan duduk di sampingnya.“Aku ak
POV INA.“Papa…,” panggilku saat mencari mas Feri di kamar, karna sibuk dengan urusan rumah, aku jadi sedikit mengabaikannya, aku melihat berkas dan laptop mas Feri di atas kasur namun bunyi mobilnya terdengar melaju keluar pagar.“Loh mas Feri mau kemana?’’ bisikku membuka jendela aku menoleh ke barang-barangnya di kasur mendekat dan menghenyak di kasur,“Mungkin mas Feri keluar sebentar, kalau ke kantor gak mungkin dia tinggalkan barang-barangnya.” Bisikku, aku memeriksa tas dan dan dompetnya, sedikit aku menautkan alis melihat ada kartu nama dokter spesialis,“Mas Feri, konsul pada dokter spesialis penyakit dalam buat apa?’’ bisikku coba mengotak atik semua berkas dan tasnya, namun aku tidak temukan apa-apa selain kartu nama itu, aku mulai cemas dan coba menghubunginya.Tuuuuuuut…..Panggilan itu tersambung dan
POV AZZAM.Ting nong…Bunyi bel bergema, Aku yang tengah menunggu Naira di ruang keluarga itu sedikit beringsut dan menoleh kea rah pintu, bisa aku lihat Art bergegas membukakan pintu. Aku juga menyusul karna aku tau itu papa, mama dan yang lainnya.“Siang papa..” sambutku pada keluargaku, dengan girang dua adik gadisku mengejar, akupun bersimpuh mendekap keduannya, mungkin mereka sangat merindukannku karna sudah beberapa minggu tidak bertemu.“Bang Azzam, Tata sangat merindukan bang Azzam.’’ Ucap bibir mungil salah satu dari mereka. Aku tersenyum manis dan mengacak rambut keduanya.“Abang Azzam, juga sangat merindukan kalian.”“Papa mama, ayo semua masuk.” Ajak Naira yang telaah turun dari kamarnya, aku berdiri dan mengajak mama masuk.“Ayo pa..”
POV RARA.Dengan langkah gontai aku temui mas Bagas di kliniknya, semenjak pertikaian itu dia tidak pernnah menemuiku kerumah tidak mau bicara denganku atau bahkan mengusirku, langkahku terhenti saat mendengar chanel televise yang di tonton mas Bagas adalah berita terbaru tentang Shanum, tampak media mengkrumini apartemen anakku itu, aku mendegup dan berniat hendak kembali mas Bagas pasti tidak senang dengan berita ini.“Kamu lihat, anak yang besar karna asuhanmu.”ucapnya tanpa menoleh akupun menghentikan langkahku dan menoleh padanya.“Dia hanya bisa buat malu keluarga.”geramnya, aku menghela nafas dan bersiap hendak pergi lagi, mengajak bicara mas Bagas dalam kondisi seperti ini juga tampaknya sia-sia lebih baik aku pergi sekarang.“ Kamu mau kemana?” cegatnya, langkahku kembali terhenti dan enggan menoleh.“
POV INA.Aku sangat di buat sibuk dengan acara yang akan mendatang, tapi tak mengapa demi Azzura aku harus lakukan semua ini, pesta pernikahan yang terbaik yang sesuai dengan impiannya."Mama sayang, mama dari mana sih."sambut putriku itu mendekap dan mencium pipi, sedikit aku berdengus dan tersenyum hangat."Mama habis dari gedung, dan kamu tau semua gedung itu bagus-bagus, mama jadi bingung mau sewa yang mana." ucapku, Zura sedikit manyun dan menghenyak di sofa."Kok mama gak ngajak?" aku menggeleng dan ikut juga menghenyak."Memang harus ya bawa kamu?""Ya iyalah, oh iya, mama tadi kekantor papa, papa mana?" tanyaku, aku sedikit melapas blezer dan meletakkan tas. 'papa lagi sibuk jadi mama pulang duluan oh iya, aanak-anak mana. Mama capek mau langsung istiraahat.""Ya udah mama istirahat aja, ma kalau baju pengantinyaya boleh gak Zura aja yang pilih bareng Vano?"tanya anakku, aku te
POV AZZAMPagi hari ini, kami tegah bersantai di ruang keluarga, selain menghibur mbak natsya yang tengah bersedih karna pengkhianatan Arga, Naira juga sedikit kurang enak badan, dan aku tak bisa kekantor melihat kondisinya."Selamat siang tuan nyonya." ucap Art, kemi semua menoleh."Ya ijah?""Itu nyonya, aden Arga pulang, dan dia-"ucapan Inem berhenti karna mbak Natsya berdiri, Naira yang tiduran di pahaku dari tadi juga beringsut untuk duduk"Apa mas Arga, membawa wanita itu?"bisiknya aku juga penasaran dan menoleh ke pintu, papa dan mama mertua juga tampak menyimak, hingga tak butuh waktu lama mereka bertiga masuk, dan tentunya bersama Shanum. Aku mendegup. Naira menggertakkan rahangnya dan berdiri, namun aku cegat dengan mencengkram lengannya."Sayang, jangan. Kita cukup nyimak saja."bisikku."Berani sekali dia, d
POV NAIRA.Kak Azzam tega sekali padaku, dia menyalahkan sikapku dan memperdulikan Shanum. Apa aku salah kalau aku menamparnya,“Ah sudahlah, aku bisa setres. Lebih baik sekarang aku temui mbak Natsya dulu di kamar.”bisikku sembari berjalan kekamar mbak natsya walau kesal dengan tingak dua pria dirumah ini yakni kak Azzam dan mas Arga, aku harus kasih perhatian pada mbakku, bagaimanapun sekarang dia sangat terpuruk sekali“Mbak….,’’ panggilku saat sudah sampai di pintu kamarnya, sedikit aku terheran karna kamarnya sunyi, aku mengerinyitkan dahi dan coba berfikir.“Apa mbak Nats, menemui mas Arga sekarang?”bisikku, aku membalik bergegas menuruni anak tangga dan berpapasan dengan papa dan mama di bawah.“Nai, kamu bukannya baru pulang ya kok pergi lagi?” tanya mama, aku sedikit menghela nafas dan berkata.
POV RARA.Sudah lelah aku mencari Shanum kemanapun, semalam dia pergi dari rumah karna marah padaku dan sekarang ini sudah hendak malam lagi,, nomornya belum lagi aktif aku sangat bingung sekali. Mana sekarang papinya sudah tidak peduli lagi padanya aku harus cari anakku kemana bahkan aku gak tau sekarang dia diimana, terkahir yang aku tau dia dekat dengan seorang pengusaha iparnya nya Azzam, mungkin aku bisa menghubungi Azzam?“Semoga saja aku masih punya kontaknya.”bisikku mengotak atik ponsel, namun aku kesal karna aku tidak punya kontak Azzam selain mas Feri.“Apa aku hubungi mas Feri? Tapikan nanti aku tanya apa? Mungkin aku bisa tanyakan nomor Azzam? Tapi apa nanti aku tidak dianggap sok akrab? Ah sialan sekali..”gerutuku sendiri akhirnya dengan ragu aku menghubungi juga nomor iitu.Tuuuuuuut.Aku gemetar saat panggilan itu tersambung
POV INA.Bahagia tak terhingga saat mas Feri rangkul dan peluk aku, menyaksikan kebahagian putrinya setelah sekian lama ia tampak merelakan Zura dengan orang yang tepat.“Akhirnya Zura menemukan seseorang yang sangat mencintainya,”lirihnya, bisa aku lihat ada yang terbendung di sudut matanya, aku terharu bersandar di bahu bidang suamiku itu.“Semoga selamanya kita akan tetap dapatkan kebahagiaan, jangan ada kesedihan lagi pah.”lirihku, mas Feri mengusap kepalaku dan mengecup keningku.“Hidup akan terus berjalan mama, suka duka itu pasti ada, hanya saja bagaimana kita menghadapinya.’’tuturnya aku tersenyum simpul dan berkata.“Dan aku ingin menjalani suka duka itu bersama Papa selamanya.’’ujarku mas Feri terkekeh kembali mendekapku erat.“Jangan manja, kamu ini tidak muda lagi. coba biasakan tanpa diriku.&rsq