Saat bel pulang berbunyi nyaring, aku mengemas tas lama sekali. Aku tahu diluar kelas sudah berdiri si Bayu yang akan mengajakku pulang cepat karena ia mau bertemu Maira, pacarnya yang manja itu. Dan ia akan menjadikan alasan makan diluar denganku pada mama papa agar mereka tidak di curigai.
Nadia menyikutku, “Pengawal lo tuh nungguin diluar.” “Biarin. Gue masih sebel sama dia karena marah tadi soal si Karina.” “Formalitas doang kali kayak biasanya.” “Halah. Dia keliatan beneran marahin gue kok.” “Terus lo pulangnya gimana? Gue gak mau ya nganterin lo pulang dulu, nanti om gue marah.” Meski sebal, mataku terus terpaku padanya yang berdiri tidak nyaman. Dari dalam kelas, Karina yang terpaksa pakai baju olahraga karena seragam kemejanya basah karena ulahku, berlari menghampiri Bayu. “Bapak nungguin aku pulang ya?” “Aku?” Bayu terlihat kaget mendengar Karina jadi bicara tidak formal padanya.Aku menyedot kuat-kuat jus Nanas yang baru sampai meja. Seperti biasa aku duduk terpisah dengan pasangan menyebalkan itu. Tak ku perdulikan mereka. Aku akan menyibukkan diri memakan berbagai macam dessert yang sudah lama ku nantikan. “...aku serius, Bay.” Aku melirik ke meja mereka. Suasana jadi mistis saat tak ku dengar suara sahutan si Bayu. “Aku udah pikirin mateng-mateng semuanya. Aku gak bisa lanjutin hubungan ini.” “Sayang, kamu marah sama aku kenapa lagi? Aku akan jelasin biar kamu gak salah paham.” “Gak ada yang salah paham. Aku—aku gak bisa terima semua ini, Bay. Kamu yang nikah diem-diem, terus tinggal sama bayi merah itu.” “Bayi itu udah gak merah lagi, sayang. Askara sekarang udah putih.” Aku tidak sengaja menyemburkan Waffle yang sedang ku makan. “Aku gak peduli warna kulit bayi itu. Aku cuma mau kita putus.” Ku lirik Bayu tampak frustasi mendengar kata putus dari Maira. Ya sudah sih putus aja, ribet banget. Ia menyender lemas menutup kedua matanya. “Y
Begitu selesai mandi, aku turun ke kamar Askara untuk memandikannya. Mama akan membawanya ke salon spa bayi sore ini. “Ra, Askaranya udah mama mandiin tadi.” “Hm? Udah?” “Iya, maaf ya. Tadi mama pikir kamu lagi pengen berduaan sama kak Bayu, jadi mama mandiin aja Askara. Kamu gak marah ‘kan?” Aku menggeleng. Kenapa aku harus marah? Justru aku senang sekali tidak perlu memandikan si bandit ini. “Mama tuh gak tega kalo kamu harus ngurus Askara kalo pulang sekolah. Kamu pasti udah capek belajar, jadi mama gak mau ngebebanin kamu.” “Ma, aku gak papa kok. Jujur, aku seneng banget kalo Askara udah mama handel. Aku...” “Kamu sayang ‘kan sama Askara?” Aku mengangguk cepat, “Sayang, ma. Maksud aku.. ya kata mama, aku capek kalo pulang sekolah harus ngurus Askara.” “Oh, mama pikir kamu benci sama Askara karena... dia hasil dari kenakalan kak Bayu.” “Hehehe, enggak kok, ma. Gimana pun ‘kan Askara anak aku. Ya... meskipun kadang aku kesel sih karena mukanya mirip kak Bayu bang
Sepulang dari salon bayi, kami semua makan malam lebih awal di resto sekitar sini. Moodku yang jadi baik setelah mendapat pelukkan dari mama, bisa terbawa suasana menjadi anak menantu yang bahagia bersama mereka. Ya memang bahagia sih, bedanya sekarang aku lebih menikmati peran menjadi menantu dan ibu Askara. “Waktu kecil kalian tuh sering banget berantem. Kak Bayu nangis karena Aura gigit. Sekarang siapa yang nyangka kalau musuh bebuyutan ini malah jadi suami istri.” Papa mengenang masa kecil kami dimana aku memang sesadis itu. “Iya, bener. Mama pikir kalo ditinggalin main bertiga Aura yang akan nangis, ternyata Bayu yang nangis. Mana Adit bukannya negur Aura, tapi malah makin nyemangatin adiknya.” Aku tertawa mengingat banyak kejadian masa itu. Dulu hidup kami rasanya akan berhenti ketika kami menjadi anak-anak. Tak ku sangka ternyata kami tumbuh sebesar ini sekarang. “Udah deh, ma, pa, gak usah bangga-banggain Aura. Aku kalo inget itu r
Maira yang datang bersama dua teman perempuannya langsung keluar dari resto. Mama terlihat senang mantan calon menantunya bisa mendengar ucapannya, sedangkan papa terlihat tidak enak dan langsung menegur mama. “Udah lah, pa, bagus dia denger. Bay, kamu udah putus ‘kan dari Maira?” Bayu mengangguk pelan. Bayu tak mengejar Maira, mungkin karena ada papa dan mama disini. Kuat juga mentalnya tidak menyusul pacarnya pergi. Aku dan Bayu saling diam di dalam mobil. Mama dan papa meminta kami pulang duluan agar aku bisa mengerjakan PR dan Bayu membuat soal UTS, sedang mereka akan pergi jalan-jalan membawa Askara dan nanti akan dijemput supir. “Lo tahu ‘kan Maira ada disitu dari tadi?” Aku memutar bola mataku malas, “Ya enggak lah. Kalo gue tahu, gue pasti sikut lo.” “Ra, jujur aja sama gue, lo seneng ‘kan hidup enak di keluarga Ananta, jadi omongan Maira bener soal lo yang mau memiliki gue?” “Gue gak mun
Sepanjang jalan Sean terus bicara meski tidak mendapat respon dariku. Pikiranku melayang pada banyak hal, terutama soal negara tempatku kabur itu. Bayu benar. Ucapannya sama dengan Nadia. Aku tidak mungkin kabur kesana karena bahasanya saja belepotan minta ampun. Mana mungkin aku bisa hidup disana. Tentu aku bisa kalau berusaha lebih keras, tapi otakku ini otak eksakta sehingga mempelajari bahasa sangatlah sulit untukku. Sejujurnya bahasa inggrisku saja tidak sebagus itu tapi tidak separah bahasa Prancis. “Kamu dari tadi diem terus. Kenapa?” Sean duduk di depan bangkuku. “Aku lagi mikirin soal kuliah, Sean.” “Oh, kenapa sama kuliah? Kamu mau kuliah dimana?” Aku memainkan jariku. Kalau Sean tahu dia akan meledekku tidak ya seperti Nadia dan Bayu? “Ra?” “Ehm, kita boleh bermimpi ‘kan?” “Tentu aja. Kamu mau kuliah dimana?” “Di Prancis.” Sean tak menjawab. Dia pasti sedang sibuk
Saya mau bicara sama kamu, Aura.” Aku belum sempat menjawab, Bayu yang baru ku ingat tidak akur dengan pak Andre, langsung menghadangnya. “Aura harus masuk kelas, udah mau bel.” “Baru mau ‘kan? Belum masuk.” “Lo!” Aku menahan Bayu, “Mending elo deh yang masuk kelas. Lo ada jadwal ngajar di kelas lain ‘kan? Sana.” Bayu menatap sinis ke arah pak Andre, “Kalo lo macem-macem sama Aura, lo berurusan sama gue.” Bayu pergi. Ancamannya pada pak Andre jujur sedikit menakutkan sih. Memangnya apa yang akan dilakukan pak Andre padaku sehingga ia sampai mengancam begitu? “Bapak mau bicara apa?” “Kamu bener mau nikah sama Sean?” “Hm? Saya ‘kan masih sekolah, pak.” “Nanti.” “Jodoh gak ada yang tahu, pak.” “Saya kecewa, Aura.” “Hm? Kecewa? Kenapa bapak kecewa?” “Saya cemburu sama Sean.” Aku diam. Cemburu? Kenapa pak Andre bi
Aku keluar kelas paling terakhir bersama Sean. Ia tak lagi membahas soal perasaan atau tiket nonton live music itu. “Kamu ekskul ‘kan hari ini?” Aku mengangguk. “Ya udah kamu duluan. Aku harus ke kelas temen dulu.” “Oke.” Seperginya Sean, Bayu datang, “Yuk balik.” “Ada ekskul.” “Bukannya kemaren?” “Kemarin gurunya sakit, jadi diganti hari ini. Kalo lo buru-buru balik aja duluan. Gue bisa sama Sean.” “Oh gitu. Mentang-mentang udah di lamar lo mau bergantung sama dia aja? Gue gak dibutuhin nih?” “Bukan gitu. Ya kali aja lo udah kangen sama Askara, jadi gue mau biarin lo balik duluan.” “Gue kangen sama Askara, tapi gak papa, gue bisa tunggu lo.” “Yaudin, ikut gue aja ke ruang ekskul.” “Emang gak papa?” “Gak papa lah, sekolah ini ‘kan punya bapak lo.” “Iya juga ya. Kok gue gak kepikiran.” “Lo mah semua hal juga ga
Dari pagi pikiranku sudah ngebul memikirkan nanti malam harus pergi ke acara mana. Nonton bioskop dengan pak Andre, atau nonton live music dengan Sean. Dua duanya penting bagiku. Pak Andre janji akan mengatakan alasan kenapa ia dan Bayu musuhan, sedangkan Sean, dia... ah kenapa sih bule satu itu harus memakai cara itu untuk membuktikan kalau aku menerima cintanya. “Tuh mama lagi mikirin gimana caranya kuliah ke Prancis tapi dia gak bisa bahasanya, sayang. Askara aja yang ajarin mama.” Bayu tiba-tiba nongol di pinggir kolam saat aku sedang khusuk berpikir. “Bay, rumah ini tuh gede ya. Kenapa sih lo deketin gue?” “Ini tuh akhir pekan, mama. Urusin dong Askara. Kenapa malah sibuk mikirin diri sendiri.” Aku melirik sana sini karena takut mama dan papa mendengar, “Heh, denger ya, yang mau ngadopsi si bandit itu tuh elo ya. Jadi lo aja yang urus dia. Gue mau jadi ibu palsunya aja udah sukur.” “Jahatnya mulut lo. Sesekali doang, Ra. Selama ini ‘kan juga yang kebanyakan ngurus Ask