Share

BAB 33 SUARA IBU

Penulis: List
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Mendengar suara ibu membuatku menghentikan langkahku. Aku tidak tahu itu benar suara ibu atau hanya hembusan angin saja yang miri dengan suara ibu.

“Ajeng, kemari nak. Ibu ada di sini,” terdengar suara yang mirip dengan suara ibu lagi, dan suara itu terdengar tepat di belakangku.

Aku yang sangat merindukan ibu, tanpa aku sadari langsung bergerak untuk menemui ibu. Tapi baru saja aku akan berbalik, tiba-tiba pesan akik terlintas dalam ingatanku, dan aku langsung mengurungkan niatku.

“Ada apa, Ajeng? Kenapa kamu membelakangi ibu, apa kamu tidak merindukan ibu, Nak?”

Aku yang masih dapat mendengar suara ibu lalu menutup telingaku, agar aku tidak mendengarnya lagi. Tapi suara ibu masih saja terdengar, dan ibu terus saja berbicara agar aku ikut dengannya.

Karena tidak ingin terpaku dengan suara ibu, aku akhirnya melangkah sambil menutu telingaku. Tapi hembusan angin dari arah depan tiba-tiba semakin kencang, hingga hampir membuatku terpental.

Bersamaan angin itu menghantam tubuhku, aku men
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 34 AKIK KEMBALI PULIH

    “Ni, akik!” teriakku memanggil Ni Imah yang ada di luar gubuk.Aku tidak tahu harus berkata apa ketika melihat tangan akik yang tiba-tiba saja bergerak memegang tanganku. Bahkan tanpa aku sadari, air mataku sampai menetes ke pipiku ketika akik perlahan-lahan membuka matanya.“A –ada apa dengan akik, Nak Ajeng?” tanya Ni Imah dengan napas yang terengah-engah.“Akik, Ni.” Jawabku sambil menatap Ni Imah kemudian menatap akik kembali.“A –akik,” ucap Ni Imah sambil memegang tangan suaminya.Air mata wanita tua itu pun ikut jatuh ketika memegang tangan suaminya yang kini sudah membuka matanya, dan akik kemudian menatap istrinya.Sebuah pemandangan yang tak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata untuk saat ini, dan aku pun ikut menangis lagi melihat akik dan ninik seperti itu.Karena tidak ingin mengganggu mereka berdua, aku kemudian memutuskan untuk keluar guguk untuk menghirup udara segar dan menenangkan diriku.Ketika aku sedang duduk di luar dan menikmati suasana saat ini, entah mengapa ti

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 35 APA INI ULAH PANGERAN DAYU?

    Aku yang masih menatap apa yang sedang terjadi di depanku hanya bisa terpaku, dan tak lama tubuhku seperti ditarik dan dibawa masuk ke dalam gubuk.“Nak Ajeng, apa Nak Ajeng baik-baik saja?” tegur Ni Imah, tapi aku hanya bisa membeku dan menatap lurus ke depan, “Nak Ajeng!” panggil Ni Imah mengejutkanku.“I –iya, Ni. I –itu tadi?” jawabku masih sambil menatap dan menunjuk ke arah pintu.“Tidak usah di pikirkan, Nak Ajeng. Sekarang lebih baik kita mendekat ke akik saja.”Ni Imah kemudian menuju suaminya dan duduk di sampingnya, dan aku pun mengikutinya.Ketika aku baru saja akan duduk, tiba-tiba gubuk ini bergerak-gerak dan berbunyi seperti akan roboh, dan aku juga mendengar suara yang pernah aku dengar di hutan bersama Aryo dulu.“Ni, apa itu suara—.”“Jangan membahasnya, Nak Ajeng. Sekarang lebih baik Nak Ajeng duduk dan kita berdoa bersama,” sela Ni Imah.Setelah mengatakan hal itu, Ni Imah kemudian memejamkan matanya dan meletakkan kedua tangannya di depan dada seperti orang yang s

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 36 GIGITAN ULAR

    “Ada apa, Nak Ajeng. Ada apa dengan kaki Nak Ajeng?” tanya Ni Imah sambil memeriksa kakiku.“Itu, Ni. Ada luka di kaki Ajeng, dan itu seperti luka gigitan ular,” jawabku sambil menunjuk luka yang ada di kaki kiri dan kananku.Ni Imah hanya diam sambil memeriksa kembali kakiku, dan wanita tua itu lalu keluar dan tak lama kembali sambil membawa mangkuk yang tidak aku ketahui apa isinya.“Apa itu, Ni?” tanyaku penasaran.“Ini hanya obat, Nak Ajeng.” Jawab Ni Imah.Ni Imah kemudian mengusapkan apa yang dia bawa ke kedua kakiku. Bila dilihat dari warnanya, obat itu terlihat seperti terbuat dari daun-daunan. Bahkan kakiku terasa dingin ketika ninik mengusapkannya, dan rasa sakit tadi ketika aku gerakan kakiku juga berangsur-angsur berkurang.“Apa luka di kaki Ajeng itu memang bekas gigitan ular?”“Iya, Nak Ajeng. Tapi luka Nak Ajeng sudah tidak berbahaya. Karena racun dari ular itu sudah di keluarkan oleh akik.”“Akik? Apa akik yang mengeluarkan bisa ular-ular itu, Ni?” tanyaku tidak percay

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 37 MENGAMBIL KEPUTUSAN

    Ki Joko dan Ni Imah saling menatap sebelum Ki Joko menjawab apa yang aku tanyakan, dan pria tua itu kemudian berdiri dan mengambil sesuatu yang membuatku melebarkan mataku.“Apa Nak Ajeng tahu untuk apa akik meminta Nak Ajeng untuk mengambil bunga ini?” tanya Ki Joko sambil menunjukkan bunga anggrek hitam yang kini ada di tangannya.“Bukankah bunga itu untuk obat akik? Karena bunga itu akik akhirnya sembuh.”“Bukan karena bunga ini akik sembuh, Nak Ajeng. Tapi karena Nak Ajeng yang membuat akik sembuh.”“Ma –maksud, Akik? Ajeng tidak mengerti, Ki. Mengapa Ajeng yang membuat akik sembuh, bukannya bunga itu?”“Apa Nak Ajeng ingat dengan kucing dan pemuda yang Nak Ajeng temui di hutan?”“Kucing? Pemuda?”Aku yang masih ingat sekali siapa yang aku temui di hutan, kemudian mengangguk dan aku benar-benar tidak percaya akik bisa mengetahui tentang hal itu. Apakah waktu itu akik mengikutiku atau?Aku benar-benar tidak bisa memahami semua yang terjadi. Karena semua ini di luar jangkauanku, dan

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 38 RITUAL

    Aku yang masih bimbang karena apa yang akik katakan hanya diam dan memikirkan lagi keputusan yang baru saja aku katakan kepada akik.Dalam ke bimbanganku itu, tiba-tiba aku teringat kata-kata Mas Budi ketika aku memejamkan mata saat kejadian angin dan suara Pangeran Dayu membuat keributan di gubuk akik ini, dan aku kini sudah sangat yakin dengan keputusanku. Karena bila terus seperti ini, maka aku akan terus terkurung di desa ini.“Ajeng yakin, Ki. Dan Ajeng tidak akan menyesalinya,” jawabku mantap kepada akik.“Kalau memang Nak Ajeng sudah yakin dan mantap dengan keputusan Nak Ajeng, akik akan menyiapkan semuanya,” ucap akik.***Hari ini akik dan ninik sudah terlihat sibuk sejak pagi, dan aku hanya bisa diam dan menyaksikan apa yang mereka lakukan. Aku diam bukan karena tidak ingin membantu mereka, tapi akik sendiri yang memintaku untuk berdiam diri dan tidak membantu mereka.Akik memintaku untuk berdiam diri di dalam gubuk untuk menenangkan diri. Karena mulai hari ini mereka akan m

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 39 ORANG-ORANG PENUNGGU HUTAN

    Aku yang terkejut dengan kehadiran orang-orang yang aku lihat di depan gubuk membuatku tidak bisa meneruskan langkahku, dan aku memilih untuk masuk lagi ke dalam gubuk untuk menghindari orang-orang yang menakutkan itu.“Ki, cepat kemari!” teriak Ni Imah memanggil suaminya.“Ada apa, Ni? Apa yang terjadi?”“Itu Nak Ajeng, Ki. Ninik tidak tahu apa yang terjadi dengannya.”“Biar akik lihat dulu, Ni.”Di dalam gubuk aku bisa mendengar seluruh percakapan akik dan ninik, tapi aku tetap tidak berani keluar untuk menemui mereka, dan itu karena orang-orang yang aku lihat di depan gubuk yang memperhatikanku.“Ada apa, Nak Ajeng? Mengapa Nak Ajeng seperti ini?” tanya akik.“I –itu, Ki.” Ujarku sambil menunjuk ke arah keluar pintu.Akik yang sepertinya mengerti dengan apa yang aku maksud lalu memejamkan mata, dan tak lama akik lalu mengusapkan tangannya ke mataku dan aku tidak melihat orang-orang itu lagi setelah akik mengusap mataku.“Bagaimana, Nak Ajeng. Apa Nak Ajeng sudah lebih baik?” tanya

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 40 SIAPA SEBENARNYA ARYO?

    “Nak Ajeng,” tegur Ni Imah mengejutkanku, “Ada apa Nak Ajeng berdiri di sini? Apa Nak Ajeng sedang mencari akik?” lanjut wanita tua itu.“Itu, Ni. Ajeng—.”“Ada apa, Nak Ajeng? Apa Nak Ajeng mencari akik?” sela akik yang sudah berada di sampingku.Melihat akik yang sudah berdiri di sampingku, aku lalu menoleh ke arah tempat akik berbicara dengan orang yang sebelumnya aku lihat, tapi ternyata orang itu sudah tidak ada.“Ke mana orang itu?” ucapku sambil mencari keberadaan orang yang tadi berbicara dengan akik.“Siapa yang Nak Ajeng cari?” tanya akik.“Itu, Ki. Yang tadi berbicara dengan akik. Sekarang dia di mana?” jawabku masih sambil mencari keberadaan pria itu, dan tidak memperhatikan akik.“Siapa yang Nak Ajeng maksud? Akik dari tadi tidak bicara dengan siapa-siapa di sana,” jawab akik yang membuatku mengalihkan pandanganku, “Akik hanya membersihkan sisa ritual saja tanpa ditemani siapapun,” lanjutnya.“Itu, Ki. Seorang pria yang baru saja akik ajak bicara, dan pria itu mirip sekal

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 41 BERPURA-PURA

    “Aryo, ayo ikut bapak!” terdengar akik berbicara.“Tapi, Pak. Aryo ha—.”Suara Aryo langsung menghilang bersamaan dengan derap langkah kaki yang menjauh, dan aku langsung menggunakan kesempatan itu untuk pura-pura terbangun agar akik dan ninik tidak curiga. Selain itu, aku juga ingin mengetahui yang terjadi.“Na –Nak Ajeng,” ucap Ni Imah dengan raut wajah yang terlihat terkejut.Aku lalu mengusap mataku yang tidak mengantuk agar ninik percaya aku baru bangun. Ni Imah terlihat gugup ketika aku bangun dan menatapnya, dan aku tahu sekali mengapa Ni Imah bersikap seperti itu.“Ada apa, Ni? Mengapa ninik gugup seperti itu? Apa ada yang terjadi dengan akik?” tanyaku berpura-pura tidak tahu.“Akik baik-baik saja, Nak Ajeng. Hanya, hanya,” jawab ninik terlihat binggung.Aku yang tadinya duduk, kini menghampiri Ni Imah. Tapi baru saja aku akan bertanya kepadanya lagi, terdengar suara akik sedang berbicara dengan seseorang, dan aku yakin sekali orang itu adalah Aryo.“Akik sedang berbicara deng

Bab terbaru

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 122 MEMILIH

    “Seperti apa yang saya katakan sebelumnya, Cempaka. Bila kamu melewati pintu itu, maka kamu harus memilih. Kamu atau masmu yang akan hidup?” jawab Tuan Wisesa mengulangi pertanyaannya.“Ayah—,” ucap Dimas. Namun ayahnya segera menghentikannya dengan memberi isyarat.“Apa saya harus melakukannya, Tuan?” tanyaku yang masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar.Pertanyaan yang Tuan Wisesa berikan benar-benar di luar dari perkiraanku. Bagaimana bisa dia bertanya seperti itu ketika Mas Budi atau Wirya tidak sadarkan diri. Apakah ini ada hubungannya dengan Pangeran Dayu?“Harus! Karena hanya itu saja yang bisa saya lakukan untuk meneruskan keturunan kalian,” tegas Tuan Wisesa membuatku tidak bisa berpikir.“Ma –maksud, Tuan?”“Ketika saya memutuskan untuk menyelamatkan kalian, ada hal yang harus digantikan untuk mengakhiri penjanjian terlarang itu, dan ayahmu s

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 121 KEBENARAN

    “Cukup, Yah! Jangan—,” cegah ibu Dimas menghentikan suaminya. Namun Tuan Wisesa langsung menghentikan tindakan istrinya dengan memberi isyarat tangan.Ibu Dimas yang tadinya seperti menentang suaminya langsung terdiam begitu suaminya memberi tanda. Wanita itu seperti tidak berdaya bila suaminya seperti itu.“Jangan ada yang berani berbicara atau menyela apa yang saya katakan lagi. Bila tidak, jangan salahkan saya bila kalian tidak bisa berbicara lagi setelah itu!” ancam Tuan Wisesa.Mendengar ancaman Tuan Wisesa semua orang terlihat takut, termasuk aku. Tapi aku juga ragu apakah ancaman dari pemilik rumah ini benar-benar akan menjadi nyata atau tidak bila ada orang yang melanggarnya. Bila itu benar terjadi, itu artinya Tuan Wisesa bukan hanya kaya raya, tapi dia juga bukan orang biasa.“Cempaka, Wirya, saya tahu ini akan mengejutkan kalian berdua. Tapi ini adalah kebenarannya, dan kalian berhak tahu semua ini. Kalian be

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 120 BUKTI

    “Iya, bukti. Tanpa bukti kalian tidak bisa menuduh keponakankan melakukan hal yang kalian tuduhkan,” ujar ibu Dimas dengan lantang.Semua orang hanya diam ketika ibu Dimas berkata seperti itu. Namun ayah Nirmala tiba-tiba mendekati istri Tuan Wisesa itu, dan mengatakan kepadanya bahwa dia akan menunjukkan bukti yang dia minta.Tegang dan bertanya-tanya, mungkin itu yang ada dalam pikiran beberapa orang yang ada di sini, termasuk aku. Hal itu terlihat dari raut wajah mereka ketika melihat perdebatan antara kakak beradik itu.“Bukti itu ada di sini dan saya akan mengatakannya di depan kalian semua,” ujar ayah Nirmala tak kalah lantang dengan ibu Dimas.Ketegangan semakin terasa ketika ayah Nirmala mengatakan hal itu. Pria itu diam sejenak sambil menatap keluarganya, terutama kedua anaknya. Entah apa yang ada dalam benaknya saat ini, yang pasti itu bukan sesuatu yang mudah, dan itu terlihat sekali dari sorot matanya yang menampakkan k

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 119 SIFAT KELUARGA INI

    Aku yang masih membeku kemudian berbalik dan menatap semua orang yang ada di dalam ruangan ini. Mereka semua menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan, dan itu membuatku sangat tidak nyaman.“Mas Wisesa, apa maksud mas? Memangnya siapa Cempaka itu? Dan apa hubungannya dengan semua ini?” tanya ayah Nirmala memecah keheningan di antara kami semua.Tuan Wisesa bukannya menjawab pertanyaan adik iparnya, tapi dia malah menatapku dan mendekatiku. Ayah Dimas itu lalu mengajakku untuk kembali ke tempatku semula dan dia mengenalkanku kepada kedua orang tua Nirmala bukan sebagai pelayan rumah ini. Melainkan sebagai wanita yang seharusnya memang menikah dengan Dimas.Mendengar hal itu membuatku sangat terkejut. Bukan hanya aku, tapi semua orang yang ada di ruangan ini. Bahkan aku yang masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar berusaha untuk memahami itu semua, tapi aku tetap tidak mengerti.“Apa maksud Mas Wisesa?” tanya ayah Nirmala memecah keheningan di antara kami semua.“Apa

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 118 KEMARAHAN TUAN WISESA

    “Ayah, tidak usah membahas hal ini lagi. Nirmala sudah menerima keputusan Dimas. Jadi kita tidak perlu memperpanjang masalah ini,” ujar Nirmala masih sambil berdiri dan menatap kami semua secara bergantian.“Nirmala, apa maksudmu nak? Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu? Bukankah kamu ingin menjadi istri Dimas?” tanya ibu Nirmala terlihat heran.Bukan ibu Nirmala saja yang dibuat heran dan binggung, tapi kami semua yang ada di sini. Bagaimana bisa dia mengatakan menerima keputusan Dimas dengan semudah itu. Mencurigakan!“Benar Nirmala ingin menjadi istri Dimas. Tapi …,” Nirmala menggantung jwabannya dan menatapku sesaat, “Dimas tidak mencintai Nirmala, Bu. Dimas mencintai Cempaka, wanita yang duduk di samping Dimas saat ini,” lanjut Nirmala.“A –apa? Maksudmu pelayan wanita itu, Nirmala?” ucap ibu Nirmala terlihat terkejut.“Bulek!” bentak Dimas tiba-tiba

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 117 ORANG TUA NIRMALA

    “A –ayah,” ucap Birawa terlihat terkejut.Pria yang baru saja datang itu terlihat sama terkejutnya seperti Birawa. Wajahnya yang hampir mirip dengan istri Tuan Wisesa tampak dingin menatap putranya itu, dan tak lama seorang wanita tiba-tiba muncul di belakang pria yang masih berdiri di depan pintu menatap dingin Birawa.“Birawa, kamu di sini nak?” ucap wanita tua itu dengan wajah yang tidak bisa aku artikan.Tapi wanita itu tidak bersikap dingin seperti ayah Birawa yang masih saja membeku. Wanita itu kemudian melangkah untuk mendekati Birawa. Namun pria yang bergelar ayah Birawa segera menahannya.“Ingat tujuan kita datang kemari!” tegas ayah Birawa sambil melirik wanita yang sepertinya istrinya.“Itu orang tua Nirlama dan Birawa,” bisik Damar tanpa aku tanya.Aku yang sudah menduga hal itu hanya diam, dan tidak menanggapi apa yang adik Dimas itu katakan. Walaupun awalnya aku cukup terkej

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 116 WANITA YANG DIMAS CINTAI

    Aku dan semua orang yang ada di tempat ini langsung menoleh ke arah sumber suara yang sudah mengejutkan kami. Nirmala berdiri dengan raut wajah sangat marah menatap Dimas hingga guratan otot di lehernya terlihat dengan jelas.“Kembali ke kursimu, Nirmala!” bentak Tuan Wisesa tak kalah nyaringnya dengan apa yang Nirmala lakukan. Bahkan aku saja sampai takut mendengarnya.Tapi wanita itu masih saja berdiri dan mengabaikan apa yang Tuan Wisesa katakan. Bahkan ibu Dimas yang duduk di sampingnya sampai berdiri untuk menenangkannya. Namun wanita itu masih saja tidak mau duduk sambil menatapku dan Dimas secara bergantian seperti akan menerkam kami.“Dengar, Dimas. Aku tidak menerima ini semua. Aku mencintaimu, dan hanya aku yang pantas menjadi istrimu!” tegas Nirmala.“Nirmala!” bentak Dimas yang kini berdiri dengan wajah memerah.Melihat perseteruan antara Dimas dan Nirmala membuat suasana ruangan ini mencekam. Hal ini

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 115 KEPUTUSAN

    “Tenang saja Nirmala, semua akan baik-baik saja. Kamu akan menikah dengan Dimas, dan bude sendiri yang akan membuat hal itu terjadi,” ucap ibu Dimas sambil mengusap punggung Nirmala yang kini tengah menunjukkan wajah seperti teraniaya.Nirmala yang menunjukkan wajah sedih mengangguk menjawab apa yang ibu Dimas katakan. Mereka berdua kemudian melangkah mengikuti Tuan Wisesa. Sedangkan aku memilih untuk bersembunyi terlebih dahulu, daripada menampakkan batang hidungku di depan mereka. Karena mereka pasti tidak akan menyukainya.“Apa sudah bisa saya mulai?” ucap Tuan Wisesa sambil menatap sekitar.Semua orang yang ada di ruangan ini hanya mengangguk. Aku yang berdiri di pojokan hanya bisa menunduk, hingga Tuan Wisesa kemudian memintaku untuk bergabung bersama dengan mereka semua yang sedang duduk bersama, dan itu membuatku terkejut.“Kemarilah, Cempaka. Tidak perlu takut,” ucap Tuan Wisesa lagi.Semua mata memandangku tidak suka ketika pemilik rumah ini memintaku untuk mendekat, kecuali

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 114 SEPERTI RUANG PERSIDANGAN

    Di dalam ruangan di mana aku berdiri saat ini sudah seperti ruang persidangan saja. Karena yang ada di dalam ruangan ini bukan hanya aku dengan Tuan Wisesa saja, tapi juga ada Dimas, Nirmala, Wirya dan beberapa orang lainnya yang tidak aku kenal.“Saya harap tidak ada yang berbicara ketika saya berbicara dengan Cempaka? Bila ada, maka silahkan keluar dari ruangan ini!” tegas Tuan Wisesa menggelegar ke seluruh ruangan.Semua orang yang ada di ruangan ini tidak ada yang menjawab atau membatah pemilik rumah ini. Mereka semua hanya menunduk sebagai tanda mengerti.Setelah itu Wirya dan beberapa orang pengawal yang ada di dalam ruangan ini kemudian keluar dan menutup pintu ruangan ini. Kini tinggal aku dan Keluarga Wisesa saja yang berada di dalam ruang tertutup ini.“Apa kamu tahu Cempaka mengapa saya memanggilmu ke sini?” tanya Tuan Wisesa.“Ti –tidak tahu, Tuan.” Jawabku dengan menunduk.“Kalau b

DMCA.com Protection Status