“Nak Ajeng,” tegur Ni Imah mengejutkanku, “Ada apa Nak Ajeng berdiri di sini? Apa Nak Ajeng sedang mencari akik?” lanjut wanita tua itu.“Itu, Ni. Ajeng—.”“Ada apa, Nak Ajeng? Apa Nak Ajeng mencari akik?” sela akik yang sudah berada di sampingku.Melihat akik yang sudah berdiri di sampingku, aku lalu menoleh ke arah tempat akik berbicara dengan orang yang sebelumnya aku lihat, tapi ternyata orang itu sudah tidak ada.“Ke mana orang itu?” ucapku sambil mencari keberadaan orang yang tadi berbicara dengan akik.“Siapa yang Nak Ajeng cari?” tanya akik.“Itu, Ki. Yang tadi berbicara dengan akik. Sekarang dia di mana?” jawabku masih sambil mencari keberadaan pria itu, dan tidak memperhatikan akik.“Siapa yang Nak Ajeng maksud? Akik dari tadi tidak bicara dengan siapa-siapa di sana,” jawab akik yang membuatku mengalihkan pandanganku, “Akik hanya membersihkan sisa ritual saja tanpa ditemani siapapun,” lanjutnya.“Itu, Ki. Seorang pria yang baru saja akik ajak bicara, dan pria itu mirip sekal
“Aryo, ayo ikut bapak!” terdengar akik berbicara.“Tapi, Pak. Aryo ha—.”Suara Aryo langsung menghilang bersamaan dengan derap langkah kaki yang menjauh, dan aku langsung menggunakan kesempatan itu untuk pura-pura terbangun agar akik dan ninik tidak curiga. Selain itu, aku juga ingin mengetahui yang terjadi.“Na –Nak Ajeng,” ucap Ni Imah dengan raut wajah yang terlihat terkejut.Aku lalu mengusap mataku yang tidak mengantuk agar ninik percaya aku baru bangun. Ni Imah terlihat gugup ketika aku bangun dan menatapnya, dan aku tahu sekali mengapa Ni Imah bersikap seperti itu.“Ada apa, Ni? Mengapa ninik gugup seperti itu? Apa ada yang terjadi dengan akik?” tanyaku berpura-pura tidak tahu.“Akik baik-baik saja, Nak Ajeng. Hanya, hanya,” jawab ninik terlihat binggung.Aku yang tadinya duduk, kini menghampiri Ni Imah. Tapi baru saja aku akan bertanya kepadanya lagi, terdengar suara akik sedang berbicara dengan seseorang, dan aku yakin sekali orang itu adalah Aryo.“Akik sedang berbicara deng
Ki Joko dan istrinya hanya saling memandang ketika aku bertanya kepada mereka. Namun ninik kemudian mengangguk dan menyentuh lengan akik, dan akik kemudian memintaku dan Aryo untuk duduk.Setelah aku dan Aryo duduk, akik dan ninik pun duduk berhadapan dengan kami, dan suasana saat ini terasa sangat tegang hingga belum ada yang berbicara satu kata pun di antara kami berempat.“Jadi siapa sebenarnya Aryo, Ki?” tanyaku memecah keheningan di antara kami, “Apa dia bukan manusia seperti kita? Apa dia?” lanjutku sambil melirik Aryo.Aku sengaja menjeda kalimatku, karena aku takut apa yang ada dipikiranku ternyata benar. Karena bila itu terjadi, maka mungkin saja kejadian waktu itu akan terjadi lagi, dan aku tidak ingin menjadi bagian dari mereka.“Aku manusia sama seperti kalian, Ajeng! Memangnya kamu pikir aku apa?” ucap Aryo penuh penekanan.“Cukup, Aryo. Tolong jangan seperti ini, Nak.” Ucap akik dengan suara yang gemetar.“Tapi, Pak. Apa salah, Aryo? Aryo hanya menyukai Ajeng dan ingin b
Aku dan akik yang masih berada di dalam gubuk langsung berlari keluar untuk melihat yang terjadi. Ternyata di luar gubuk berdiri seorang raksasa dengan wajah yang sangat seram, dan raksasa itu berteriak dan menghancurkan yang di sekitarnya.Untung saja di sekitar rumah akik tidak ada rumah lain. Kalau tidak, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada mereka.“Aryo, hentikan!” teriak akik sambil menatap raksasa yang berdiri di depannya.“A –Aryo?” ucapku terkejut.Aku yang masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar menoleh ke arah akik, dan benar saja. Akik memanggil raksasa itu dengan nama Aryo.Apakah itu artinya wujud Aryo yang sebenarnya adalah raksasa ini?Takut dan tidak percaya, itulah yang aku rasakan saat ini, dan aku langsung melangkah mundur, begitu raksasa yang ada di depanku saat ini menatapku dan kepalanya perlahan-lahan turun dan mengarah kepadaku.“Ajeng,” panggil raksasa itu dengan suara yang menggelegar sambil menatapku.“Aryo, hentikan! Apa kamu ingin membuat Nak
Ni Imah yang duduk di samping suaminya lalu menggeleng, dan akik pun lalu menatapku dan mengatakan kepadaku agar aku tidak usah memikirkan tentang Aryo lagi, dan aku harus fokus pada tujuanku. Karena masih ada ritual lain yang masih harus kami lakukan, dan akik tidak ingin masalah Aryo mengganggu ritual yang sudah kami mulai sebelumnya.“Sekarang Nak Ajeng lebih baik beristirahat saja. Karena besok kita harus melakukan ritual terakhir,” ujar Akik.“Iya, Ki.”Akik dan ninik kemudian keluar setelah melihatku berbaring, dan mereka mengatakan kepadaku akan menyiapkan perlengkapan ritual lagi untuk besok pagi. Karena perlengkapan ritual sebelumnya sudah hancur berantakan karena ulah Aryo. Jadi mereka harus menyiapkan ulang.***Aku tidak tahu kapan aku tidur tadi malam. Karena seingatku, gara-gara memikirkan tentang Aryo aku tidak bisa memejamkan mataku. Walaupun aku sudah berusaha memejamkan mataku tapi tetap saja pikiranku terus saja memikirkan tentang Aryo.Sedangkan ninik dan akik, aku
“Euuu, euuu,” panggilku dengan suara yang harus sedikit aku paksa.“Ki, Nak Ajeng,” terdengar suara ninik berteriak.Aku yang masih merasakan perih dan sakit di seluruh tubuh dan wajahku kemudian mencoba menggerakan tubuhku dan membuka mata, tapi rasa sakit itu masih saja menyerangku. Bahkan rasa sakit itu sampai ke tulang.“Ada apa dengan Nak Ajeng, Ni?” tanya akik.“Nak Ajeng sudah sadar, Ki. Lihat, Nak Ajeng sudah membuka matanya,” jawab Ni Imah.“Syukurlah, Ni.” Jawab Ki Joko sambil menatapku dan wajahnya terlihat bahagia, “Nak Ajeng, apa Nak Ajeng bisa mendengar akik?” lanjut Ki Joko.Ketika aku akan menjawab apa yang Ki Joko tanyakan mulutku masih terasa sakit untuk berbicara. Jangankan untuk berbicara menelan ludahku saja terasa sakit sekali.Aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku, tapi ketika aku mencoba melihat tubuhku. Aku melihat tubuhku dililit dengan kain, dan memiliki bau yang tidak pernah aku ketahui sebelumnya.“Kalau Nak Ajeng tidak bisa bicara maka cukup mengger
“Ada apa, Nak Ajeng?” tanya Ki Joko yang berada di belakangku bersama istrinya.“I –itu, Ki. Siapa wanita yang berada di dalam air itu? Apa dia penunggu sungai ini?” tanyaku sambil menunjuk ke arah sungai.“Kemari, Nak Ajeng.” Ajak Ki Joko sambil menggandengku.Ki Joko beserta istrinya mengajakku ke sungai di mana aku melihat bayangan wanita tadi, dan aku lalu berhenti ketika kami sudah mendekati sungai.“Jangan takut, Nak Ajeng. Ayo,” ajak Ki Joko.“Tapi, Ki. Ajeng takut.”“Percayalah dengan akik, Nak Ajeng. Kami tidak akan mencelakakanmu,” tambah Ni Imah.Aku yang awalnya ragu, akhirnya berusaha untuk mempercayai mereka berdua. Karena bila mereka memang berniat mencelakaiku, hal itu pasti sudah mereka lakukan ketika aku terbaring tidak berdaya waktu itu.Akik dan ninik lalu menuntunku hingga kami tiba di tepi sungai, dan akik lalu memintaku untuk menatap sungai itu dan memperhatikan baik-baik siapa yang sebenarnya yang ada di sungai itu.“Itu, Ki. Wanita itu siapa? Apa dia penunggu
“Cempaka, cepat ke sini! Bawa sekalian makanan yang ada di depanmu itu!” teriak Bu Darmi.“Baik, Bu.” Teriakku tak kalah kencangnya.Aku yang baru saja selesai menyusun makanan yang diminta Bu Darmi segera membawa makanan itu ke depan. Hiruk pikuk suara pembeli dan warga yang sedang menyantap makan siang mereka menambah ramai warung Bu Darmi.Berbagai makanan dan minuman yang menggugah selera, semua tersedia di warung ini. Mulai dari nasi pecel, nasi rames, nasi ayam bakar dan masih banyak lagi, dan warung ini hanya buka sampai selesai makan siang saja. Karena bila sudah lebih dari jam makan siang semua hidangan yang disiapkan warung ini pasti akan habis.“Cempaka, cepat antar makanan ini ke meja itu,” perintah Bu Darmi sambil memberiku dua piring makanan yang sudah dipesan pelanggan.Dengan langkah hati-hati aku membawa makanan itu. Karena banyak sekali orang yang sedang mengantri untuk mendapatkan makan siang mereka di warung Bu Darmi ini.“Ini makan siang anda, Pak.” ucapku sambil