AvaAku terbangun dengan punggung kaku dan lengan yang kram. Aku terbaring di ranjang bersama Noah sebab dia tidak mau meninggalkanku setelah kami menonton televisi. Aku tersenyum ketika aku mengingat Noah benar-benar melakukan apa yang dikatakannya, dia benar-benar serius akan mengurusku sepanjang malam.Dengan sedikit kesusahan, aku berhasil memindahkannya tanpa membangunkannya. Pukul menunjukkan sekitar pukul delapan pagi, dan aku harus menyiapkan sarapan sebelum dia bangun.Setelah menyelesaikan rutinitas pagiku, aku turun ke bawah. Aku berdiri di luar dapur untuk beberapa saat, berpikir bagaimana aku membuat sarapan dengan satu lengan saja.Saat aku bergerak untuk menyiapkan bahan untuk memasak pancake, ingatan kemarin membanjiri benakku. Semuanya terjadi seakan tidak nyata dan bagian dari diriku berpikir benarkah itu terjadi. Jika bukan karena pundakku diperban dan lenganku digipsum, aku akan berpikir semuanya hanyalah mimpi buruk.Ketika aku terbangun di rumah sakit setelah aku
Rowan Aku melihatnya ketika kesenangan di wajahnya sirna. Ketika kehangatan di wajahnya yang berlangsung beberapa detik lalu berubah menjadi datar, membuatku merasa dingin.“Apa yang kamu lakukan di sini?” Tanya Ava dengan nada monoton dan aku memasuki rumahnya.Dia seperti berbicara pada orang asing. Seperti aku bukan siapa-siapa kecuali sebutir debu dan tidak lebih. Aku menatapnya, tidak bisa berkata apa-apa. Aku tinggal bersama wanita ini hampir satu decade dan sekarang aku kehilangan kata-kata.Aku melihat lengannya yang masih digipsum. Aku datang untuk memeriksanya dan menjemput Noah. Hari ini akhir pekan dan waktuku untuk bersamanya.Mengingat pria yang kuliat pergi dari rumahnya tadi, alisku bertaut. Pasti dia yang membuatnya tersenyum. Sadar akan kenyataan ini, rahangku menegang.“Apa yang dia lakukan di sini?” Aku bertanya balik sambil menyembunyikan amarah tidak wajar yang kurasakan.Aku tahu bahwa pria itu polisi dan sudah menyelamatkannya, tetapi dia melewati batas. Aku ti
“Apa yang ingin aku katakan untukmu? Kamu tahu aku tidak pernah berbohong padamu. Kamu tahu kalau aku selalu mencintainya.”Dia melempar handuk dapur ke meja dengan marah, “Jadi itu tidak menghentikanmu untuk menggunakan tubuhku? Astaga, aku membencimu. Aku tidak tahu apa yang kulihat darimu sejak awal. Aku tidak tahu mengapa aku membuang banyak waktu dan energi untukmu.Aku menggertakkan gigiku mendengarnya. Kata-katanya membuatku naik darah. Ya, kami memang tidur bersama selama pernikahan kami, tetapi hanya itu. Aku hanya menepati janji, dan meskipun aku tidak mencintainya, aku tidak ingkar janji dengan selingkuh darinya.“Aku tidak di sini untuk membicarakan masa lalu. Aku di sini untuk menjemput Noah.” Kataku, merubah topik.Sangat melelahkan berbicara memutar-mutar. Aku harus berbicara mengapa aku di sini lalu pergi sebelum aku mengatakan atau melakukan sesuatu yang akan kusesali nanti.Nama Noah mengambil perhatiannya. Dia tidak menyerang kembali. Dia membuka satu laci dan mengel
Ava“Aku masih tidak mengerti mengapa aku harus pergi. Mengapa aku tidak bisa tinggal bersama Ibu?” Noah mengeluh. Keningnya berkerut di wajah tampannya.Dia sudah lelah dengan semua ini setelah aku bilang padanya dia akan pergi bersama Kakek Neneknya. Awalnya dia sangat antusias, tetapi akhirnya sedih ketika sadar, kami berdua tidak akan menemaninya.Sekolahnya mengerti akan situasinya. Gurunya setuju untuk mengirim materi ajar ke Ibu, agar dia tidak tertinggal terlalu jauh.“Sudah Ibu bilang padamu sayang, ini seperti liburan khusus untuk Kakek-Nenek dan cucu. Hanya untukmu dan mereka.”Setelah berbicara kepada kapolri, dia meyakinkan bahwa mereka akan dikirim ke pulau yang aman.“Kamu akan pergi ke Pantai. Bukankah kamu memohon-mohon pada kami untuk mengajakmu berlibur?” Kataku sambil tersenyum nakal.Kata ‘pantai’ segera menarik perhatiannya. Seluruh keluhan yang dia rasakan, sekarang sirna.Noah benar-benar terobsesi kepada pantai. Dia sangat menyukai pantai, sampai dia pernah men
Dia melangkah mendekat kepadaku. Matanya menyalang dan cuping hidungnya mengembang dan mengempis. Aku tetap di tempatku. Menolak membiarkan dia mengintimidasiku.“Aku tidak akan pergi. Sekarang batalkan pesanan taksimu dan duduklah di mobilku.” Geramnya dan menggertakkan gigi. Aku melihat kilatan amarah dalam sorot matanya.Kemarahanku mulai naik dan aku mengepalkan tanganku. Biasanya aku akan menahan diri sebab aku tidak mau membuatnya marah, tetapi aku sudah tidak peduli.“Dasar manusia arogan. Kamu pikir siapa dirimu ini, hm? Aku bukanlah seekor anjing yang akan patuh jika kamu perintah.” Suaraku mulai meninggi. Aku benar-benar tersinggung.Aku membiarkannya mendikteku selama bertahun-tahun ini. Aku diam karena aku tidak ingin merusak apa yang kupikir kami punya. Namun, apa hasilnya? Apa hasil dari menahan diri ini bagiku? Tidak ada. Hanya sakit hati dan derita yang kudapat.“Ava...” Dia berkata dengan suara mengancam.“Apakah kalian berdua bertengkar lagi?” Suara Noah memotong perk
“Ibumu yang bertanya, bukankah kamu belum berbicara dengannya belakangan ini?”Aku menggeram sebal, “Kamu terlalu cerewet dan lama-lama membuatku sebal, Rowan. Bisakah kamu mengacuhkanku dan menganggapku tidak ada, seperti yang biasanya kamu lakukan?”Cengramannya pada setirnya mengencang. Aku melihat rahangnya menegang. Dia turut merasakan amarah. Mungkin karena aku sudah tidak lagi berlaku seperti domba lemah yang seperti biasanya dia hadapi. Situasi telah terbalik dan dia sangat tidak menyukainya.Aku selalu memaksakan diriku untuk membuatnya senang. Mencoba untuk menjadi apa yang diinginkan olehnya. Mencoba untuk menjadi Emma. Kulakukan apa pun agar aku menjadi istri yang akan dia cintai. Sekarang, aku sudah bermetamorfosis dan dia tidak suka aku tidak bisa lagi diperintah layaknya seekor anjing. Aku tersenyum penuh kemenangan. Membuatnya marah membuatku bersorak di dalam sana.Dari situ, sepanjang perjalanan diisi dengan diam. Masing-masing dari kami duduk diam di bangku kami, sed
Seminggu telah berlalu sejak Noah pergi dan hidupku terasa hambar tanpanya. Ini waktu terlama aku terpisah darinya dan aku malu mengakui bahwa aku tidak bisa menanganinya dengan baik.Noah itu bagaikan jangkar hidupku, tanpanya aku merasa hilang. Seakan aku mengarungi kehidupan di laut lepas dengan potongan kayu kapal. Setiap hari aku sangat menunggu teleponnya, sebab itulah yang membuatku tenang. Telepon dan suaranya membuatku waras.Aku belum mendengar sepatah kata pun dari Rowan sejak kami bertemu di bandara. Bagian kecil hatiku masih merindukannya, tetapi aku tahu ini untuk yang terbaik. Tidak ada masa depan di antara kami dan aku tidak bisa hidup bersama pria yang tidak mencintaiku.Sejauh ini, semuanya berjalan dengan penuh keheningan. Bukan karena orang-orang tetap berkirim kabar denganku atau yang lain. Tetapi karena tidak ada insiden penembakan atau orang yang meninggal lagi, jadi bisa dibilang pelakunya sedang bersembunyi.Tiba-tiba aku menabrak seseorang, membuat lamunanku s
Kami tetap berdiri di sana setelah itu. Aku menyangga tubuhku dengan bertumpu pada sebelah kaki, dan sebelahnya aku istirahatkan, merasa canggung. Dia menatapku, manik cokelatnya seolah merasuk dalam jiwaku. Aku mengalihkan pandanganku untuk menghindarinya.“Ethan!” Seseorang memanggil namanya. Aku berbalik badan dan mendapati seorang polisi memanggilnya.“Iya!” Ethan berteriak sebelum kembali padaku, “Senang bertemu denganmu, cantik. Akan kutemui kamu lagi, oke?”“Baik,” gumamku.Dengan itu, dia memberiku pelukan yang tidak kusangka sebelumnya, lalu berjalan menjauh. Aku tertinggal, mencerna apa yang sudah terjadi. Aku menggelengkan kepalaku, mencoba menghilangkan kebingunganku setelah beberapa saat dan mulai melangkah. Aku harus membeli bahan makanan dan kebetulan tokonya tidak jauh dari sekolah, jadi aku memutuskan untuk jalan.Gipsum di lenganku telah dilepas, dan meskipun pundakku masih nyeri dan kadang terasa sakit, pundakku masih berfungsi. Aku memikirkan apa saja yang harus ku
Bukankah cinta itu rasanya indah sekali? Tapi aku merasakan sesuatu telah terjadi. Sesuatu telah berubah. Kalau segalanya baik-baik saja, dia pasti akan bersama dirinya sekarang. Dia tidak akan pernah menikahiku. Suaranya serak saat dia melanjutkan perkataannya. “Segalanya berjalan dengan sempurna. Dia sangatlah luar biasa dan setiap harinya aku terus jatuh cinta lebih lagi padanya. Aku belum memperkenalkannya pada Rowan, sebab aku menginginkannya bagi diriku sendiri. Aku tidak menyembunyikannya, tapi aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengannya sebelum dia bertemu dengan keluargaku. Setiap hari aku bangun sambil berpikir, betapa beruntungnya diriku bisa menemukan seseorang sepertinya. Kamu tahu dunia kita, Hana, dan kamu tahu menemukan orang yang cocok tidaklah mudah.”Seperti itulah bagaimana cara kerja lingkungan kami. Sulit untuk menemukan seseorang yang benar-benar mencintaimu. Beberapa pernikahan di lingkungan kami hanyalah kesepakatan bisnis semata dan hanya sedikit pern
“Hana?” panggilnya. “Oh, maaf. Aku tenggelam dalam pikiranku sendiri tadi.” Aku lalu menggelengkan kepalaku untuk menepis pemikiranku. “Ya, aku sudah selesai berkemas.”“Baguslah, ayo pergi.”Sejam kemudian, kami sudah duduk di jet pribadi Gabriel. Tapi kali ini, aku menemaninya untuk menandatangani sebuah kesepakatan bisnis. “Apakah segalanya baik-baik saja? Apakah kau membutuhkan sesuatu? Aku bisa memanggil pelayan untuk membawakanmu apa pun yang kamu inginkan,” ujar Gabriel begitu jetnya lepas landas. Lihat apa yang kumaksud? Dia sangat perhatian. Di pernikahan pertama kami, dia tidak seperti ini. Aku tidak mengingat apa yang dilakukan Gabriel pernah menorehkan senyuman padaku. Bahkan, yang terjadi sebaliknya. Dia tidak pernah memikirkan apa yang kubutuhkan atau kuinginkan. Dia tidak pernah peduli apakah aku nyaman atau tidak. Dia tidak pernah peduli apakah aku hidup atau tidak. Dia hanya benar-benar tidak memedulikanku. Tapi sekarang sudah berbeda, itulah mengapa aku merasa ru
“Apakah Ibu benar-benar harus pergi?” tanya Lilly dengan pandangan yang berganti-ganti ke arahku dan koper yang terbuka di kamarku. Aku benci persiapan di menit-menit terakhir, tapi kami benar-benar sibuk di kantor selama beberapa hari terakhir ini, jadi setiap kali aku sampai di rumah, yang bisa kupikirkan hanyalah tidur. Kakiku sangat pegal dan aku tidak memiliki tenaga untuk melakukan hal selain makan dan tidur. “Ya,” balasku dengan lembut. “Ada sebuah kesepakatan penting dan ayahmu harus di sana untuk menandatanganinya ...”“Aku tidak paham mengapa aku tidak boleh ikut dengan Ibu? Aku mau melihat bagaimana cara Ayah melakukannya, cara dia menyetujui sebuah kesepakatan.”Aku tengah melipat sepotong pakaian terakhir, sebuah blus satin berwarna biru sebelum memasukkannya bersamaan dengan baju yang lainnya. Setelah selesai, aku menutup koperku sebelum menaruhnya di lantai.“Kamu pasti paham kalau kamu tidak boleh ikut,” jawabku sambil duduk di kasur. “Kenapa tidak?”“Karena kamu mas
Pernahkah kalian dibuat kehilangan kata-kata oleh perkataan seseorang? Seolah mereka membuatmu tidak bisa mengucap sepatah kata pun dan merasa bodoh di waktu yang sama? Itulah apa yang diperbuat oleh perkataannya padaku. Aku benar-benar membeku mendengar perkataannya sampai aku merasa merinding. Aku melihat sorot mata dan mendengar nada suaranya. Dia benar-benar serius dan baru saja melontarkan sebuah janji. Sebuah janji yang mau dipenuhinya. Apa yang kalian katakan pada situasi seperti ini? Bagaimana kalian menjawabnya? Apa jawaban kalian?Sisi dirinya ini benar-benar asing bagiku. Beri aku Gabriel yang arogan, egois, kasar dan yang suka menyakitiku, maka aku akan tahu bagaimana cara menanganinya. Tapi, sisi dirinya yang ini? Aku sama sekali buta akan sisi yang ini. Aku tidak tahu apa-apa soal bagaimana cara untuk berurusan atau menanganinya. Aku menyetujui pernikahan ini dengan tujuan yang jelas. Aku tahu apa yang sedang kuperbuat. Aku sudah bersiap untuknya, tapi sekarang, dia su
Dia berjalan ke arah bar kecil di pojok kantornya dan mengambil satu pak es serta menyelimutinya dengan handuk sebelum kembali ke arahku. Dengan lembut, dia meraih tanganku dan menempatkan es itu di atasnya. “Apakah sakit?” tanyanya dengan begitu lembut, sampai aku hampir tidak mendengarnya.“Sedikit.”“Aku tidak mengira kalau kamu akan berani untuk meninju seseorang.”Aku tertawa, sebab aku juga tidak mengira aku akan seberani itu. “Aku sudah tidak tahan lagi dan langsung beraksi tanpa berpikir lagi. Maafkan aku, sebab aku membuatmu dalam masalah. Seharusnya aku tidak meninju dia. Perilaku itu tidak menunjukkan citra diri dari seorang istri bos dengan baik.”Dia mendekatkan dirinya dan menatap intens ke mataku. “Jangan pernah minta maaf untuk membela dan mempertahanku dirimu sendiri, Hana. Kamu itu istriku, biarkan mereka tahu bahwa kamu bukanlah orang yang bisa sembarangan diinjak-injak.”“Aku tidak paham. Apakah kamu tidur dengannya?” Aku menyemburkan pertanyaan itu secara tiba-ti
“Perilaku serta sikap burukmu itulah yang membuatmu dipecat. Jangan timpakan kesalahanmu padaku.”“Ini salahmu. Kalau kamu tidak datang kemari, semua ini tidak akan terjadi!”Belum sempat kujawab, dia menerjang ke arahku untuk menyerang, dan aku terkejut dibuatnya. Aku limbung sebelum bisa mengendalikan diriku sendiri. Jalang sialan ini sudah melalui banyak hal, dia tidak akan puas dengan tamparan semata. Tanpa berpikir lagi, aku melayangkan tinjuanku ke arahnya. Kami berteriak di saat yang bersamaan. “Sialan, sakit sekali!” rutukku. “Kamu meninjuku!”Karena dia tidak menduga bahwa aku akan meninijunya, dia terjatuh sambil memegangi hidungnya yang berdarah. Meski aku merasakan sakit di tanganku, aku merasa sangat puas saat melihatnya berdarah dan mendeita. “Hana!” Suara teriakan Gabriel terdengar dari belakangku, tapi pandanganku masih melekat pada Laras, untuk berjaga-jaga kalau dia memutuskan untuk menyerangku lagi. Beberapa detik kemudian, pandanganku yang semula melihat si wa
HanaAku begitu lelah dan lapar, sampai-sampai kupikir aku akan mati. Aku tidak sempat sarapan pagi ini, sebab aku bangun terlambat. Akhir-akhir ini ada pembahasan tentang kesepakatan bisnis yang penting, jadi Gabriel pergi ke kantor lebih awal dariku. Aku tidak tidur nyenyak tadi malam, jadi aku benar-benar melewatkan alarmku.Lilly sudah mulai nyaman di sekolah, dan meskipun aku masih sempat mengantarnya sesekali, sebagian besar waktu, supirnya yang mengantar dia ke sekolah. Tapi, kami tetap makan malam bersama setiap malam. Lalu, Gabriel masih memastikan untuk pulang sebelum dia tidur.Sedangkan untuk hubunganku dengan Gabriel, bisa dibilang cukup tegang. Jangan salah paham, dia tidak bersikap kejam atau semacamnya, malah dia bersikap sebaliknya yang justru membuatku terkejut.Aku terkejut karena itu sangat tidak seperti dia.Aku terus menunggu sifat lamanya seperti saat pernikahan kami yang pertama muncul, tapi sifat itu sama sekali tidak terlihat. Bahkan, aku terus menunggu Gabri
Bagaimana bisa kami mempekerjakan seseorang sepertinya di perusahaan ini?Daftar seluruh perilaku tidak terpujinya terus berkecamuk di benakku dan aku tidak bisa menghentikan kemarahan yang mulai memanas di dalam diriku. “Panggilkan orang HRD ke sini!” seruku sambil menggertakkan gigi. “Lalu, kirimkan surel pemecatan bagi wanita sialan itu. Aku tidak menginginkannya ada di perusahaan ini. Lalu, pastikan bagian keuangan tahu dia tidak boleh mendapat apa-apa. Tidak setelah mengetahui hal tercela yang dilakukannya.”“Baik, bos.”Tidak butuh waktu lama bagi manajer HRD sampai di kantorku. Saat dia sudah datang, aku marah. “Anda memanggil saya, Pak Wijaya?” tanyanya dengan pandangan yang ke mana-mana. Dia menghindari kontak mata denganku. “Kamu dibayar oleh perusahaan ini buat apa?” tanyaku sambil menyipitkan mataku padanya. Dia adalah pria tinggi, kurus dan rambutnya mulai botak. Jas yang tersampir di pundaknya terlihat terlalu besar baginya. Alih-alih menjawab, orang bodoh ini terus
GabrielSudah sekitar dua minggu berlalu sejak kencan pertamaku dengan Hana, dan aku kehilangan akal akan apa yang harus kulakukan. Tidak masuk akal kalau dipikir aku menikahinya sebelumnya dan menceraikannya, tapi lalu aku mendambakannya, saat aku sendiri tidak pernah mendambakan orang atau yang lainnya. Entah bagaimana, dia selalu muncul di setiap pikiranku saat aku bangun, dan sebelum aku tidur. Ini membuatku gila, tapi aku juga tidak mengeluh. Aku suka memikirkannya.Aku suka memikirkan bibirnya yang lembut, senyumnya yang menawan, tawanya, wajahnya yang cantik, dan tubuhnya yang memikat. Aku benar-benar suka memikirkannya. Hanya dia. Dia cantik luar dan dalam, dan aku mulai mengenalnya beberapa minggu terakhir ini dengan diam-diam mengamatinya.Kenapa aku tidak melakukannya saat kami menikah dulu? Kenapa aku menjauhinya? Kenapa aku memperlakukannya dengan buruk? Aku memang muda, tapi itu bukan alasan. Sederhana saja, sebab aku adalah seorang lelaki bajingan.Kalau dipikir lagi,