Sialan. Hanya memikirkan soal malam itu ditambah dengan apa yang tengah terjadi sekarang sudah cukup membuatku basah. Aku menggeliat saat mencoba untuk mencari posisi nyaman dan untuk menahan rasa sakit di antara kedua kakiku. Sungguh tidak membantu, bahkan ini malah membuat segalanya memburuk saat pantatku menenggelamkan kejantanan Gabriel lebih lagi. Gabriel menggeram dengan seksi dan dalam. Cukup mirip dengan geramannya malam itu, saat dia meniduriku. Getarannya terasa sampai klitorisku, dan membuatku membeku saat aku mencoba untuk mencari posisi nyaman. Aku menolehkan kepalaku dan berbalik ke arahnya, sambil berharap bahwa dia masih tidur. Aku lega saat kulihat matanya terpejam, lalu aku terpesona saat melihat betapa menawan dirinya. Dia terlihat tidur dengan damai. Bulu matanya yang panjang membayang di pipinya dan bibirnya sedikit terbuka. Aku tiba-tiba merasakan dorongan untuk menyentuh dan menciumnya. Aku tenggelam oleh pria yang sudah merebut hatiku bertahun-tahun yang lal
Anggap saja aku pengecut, tapi aku tidak peduli, aku hanya tidak tahu cara untuk menghadapinya. Ketika aku sampai di ruang tengah, aku menelepon layanan kamar untuk memesan sarapan agar dibawakan di kamar kami sebelum duduk untuk menunggu. Aku tahu bahwa bencana sudah menungguku saat Gabriel berkata kami akan berbagi kamar. Kupikir, pembatas bantal sudah cukup membantu, tapi nyatanya tidak. Itu sama sekali tidak membantu. Ada ketukan di pintu dan aku menyeberangi ruangan untuk membukanya. “Selamat pagi, Nyonya,” sapa si pelayan dengan senyuman di wajahnya. “Selamat pagi.”“Di mana saya bisa meletakkan makanan ini?” tanyanya saat aku minggir untuk membiarkannya masuk. “Taruh saja di meja makan,” jawabku padanya. Dia menganggukkan kepalanya dan menuju ke meja. Dia baru saja menyusun sarapan kami dan baru saja akan pergi ketika Gabriel berjalan keluar dari kamar sambil mengancingkan bajunya. Langkahnya goyah dan dia hampir saja limbung saat melihat ke arahnya. Gabriel memang makhlu
“Saya sudah mendengar bahwa Anda sudah menikah, tapi saya tidak tahu istri Anda akan secantik ini,” ujar salah satu partner saat kami akan memulai rapat dan mengemasi barang-barang kami. “Kuharap aku menggaetnya terlebih dahulu.”Pandangannya menelusuri diriku, dan membuatku merasa seolah tengah ditelanjangi dan tidak nyaman. Aku menggeser diriku untuk mendekat pada Gabriel, aku tidak suka pandangannya padaku. Astaga, aku ini sudah menikah dan suamiku duduk tepat di sebelahku. Bagaimana bisa dia seberani ini? Ini menjijikkan. “Kalau kamu tidak berhenti menatap istriku, Yohan, akan kucongkel matamu dengan sendok teh dan mencampurkannya menjadi sebuah jus dan membuatnya tertelan dalam tenggorokanmu,” ujar Gabriel dengan nada mengancam yang membuatku merinding. Yohan menelan ludahnya, raut wajahnya jelas ketakutan akan ancaman Gabriel. Aku tahu seharusnya nafsuku tidak membuncah, tapi fakta bahwa Gabriel posesif terhadapku sungguh membuatku terangsang, aku menyukainya.“Maafkan aku,”
‘Seperti aku yang jelas-jelas jatuh padamu.’Perkataan Gabriel terus terulang di benakku berulang kali sepanjang hari. Kami harus rapat terus menerus dengan investor yang berbeda, tapi aku tidak bisa fokus akan apa pun kecuali ketujuh kata itu.Seperti yang sudah kalian kira, aku orang yang terlalu banyak berpikir. Aku terlalu banyak menganalisa dan memikirkan segalanya sampai aku berada dalam tepi ketidakwarasan. Itulah yang kulakukan sepanjang hari.Apa artinya kata-kata itu? Apakah mungkin dia sudah jatuh cinta padaku? Bagaimana kalau itu hanya tipuan semata? Bagaimana kalau dia hanya mempermainkanku? Haruskah aku memercayai apa yang dikatakannya? Kalaupun itu benar, dan dia sungguh-sungguh akan perkataannya, apa yang harus kulakukan? Aku sangat ingin menanyakannya padanya, tapi aku tidak ingin terlihat berharap atau menganggapnya serius.Memang benar perkiraanku, dengan setuju menjadi istri Gabriel lagi, aku akan menjadi berantakan. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya dengan s
Aku bergerak mengikuti irama musik, dan kurasakan seluruh ketakutanku luruh. Sejujurnya, aku belum pernah ke klub sebelumnya. Aku tidak pernah menghadiri pesta manapun, kecuali pesta yang diselenggarakan karena pekerjaan orang tuaku. Ini adalah kali pertamaku. Orang tuaku bukan orang tua yang kolot, tapi aku tidak memiliki teman, dan aku merupakan penyendiri, sampai tidak ada orang di sekolah tahu aku hidup. Aku tidak diundang ke pesta, sesederhana karena aku begitu penyendiri, mungkin aku tidak tampak bagi mereka. Rasanya nikmat sekali untuk minum dan melupakan segalanya. Hari ini hari terakhir kami di Rafles, dan segalanya berjalan dengan lancar. Gabriel berhasil membuat mereka menyetujui syarat di kesepakatannya. Kami di sini, di klub mewah ini, sebab para investor mau merayakan kesepakatan ini, yang mana merupakan kesepakatan besar yang akan mendulang triliunan rupiah bagi Perusahaan Wijaya. Aku terus bergerak sesuai irama musik, mataku tertutup dan tanganku terangkat di udara.
Bibir Gabriel menyambutku begitu pintu di belakang kami tertutup. Ciumannya sungguh kasar, seolah ingin menghukumku. “Tidak ada yang boleh menyentuh apa yang menjadi milikku. Lalu, jangan lupa bahwa kamu milikku, Hana,” geramnya dengan nada suara yang dipenuhi oleh amarah. “Aku hanya sedang menari ketika dia menghampiriku,” ujarku untuk membela diriku. “Aku sudah mencoba untuk menjauh, tapi dia mencengkeramku.”Hubunganku dengan Gabriel sudah menegang selama beberapa hari ini. Ya, menegang, bukan karena segalanya memburuk, tapi malah segalanya berjalan dengan baik. Tidak ada hal lain yang terjadi setelah makan malam di malam itu. Kami makan, minum, dan berbincang. Yah, ciuman itu menjadi puncak acara kami malam itu. Kami banyak berciuman sejak itu. Ciumannya membuatku menginginkan lebih. Ciumannya sudah menjadi adiksiku. Memang ini gila, aku tahu itu, tapi aku tidak bisa menahan diri. Ketika dia menangkup bibirku, diriku seketika meleleh dalam pesonanya. Sudah empat hari berlalu se
Dia melepas celana dalamku, dan aku merasakan salah satu tangannya kembali menelusuri perutku dan menyusup di antara kakiku. Hatiku terasa ragu, tapi aku sangat mendambakan sentuhannya. Mulutku membuka karena ciumannya dan mendesah di ciuman kami, sembari kuangkat pinggulku untuk menyentuhnya dan memohon agar dia tidak berhenti. Jemarinya menyusuri kulitku dan menggerayangi klitorisku dan menggelitik syarafku di sana. Sial, aku akan segera klimaks. Kakiku mulai gemetaran di atas ranjang, kepalaku terjulur kembali ke ranjang. Gabriel bersenandung senang saat menciumi badanku, kakiku membuka lebar, yang mana menawarkannya pandangan menyeluruh ke area tubuh bagian bawahku. Mataku menatap pandangannya yang dipenuhi oleh nafsu saat menatapku. “Seksi sekali.” Dia memindahkan jarinya dari klitorisku untuk memasuki liangku di dalam, memilin pergerakannya untuk meraih pusat kenikmatanku. Badanku terlonjak, dan helaan nafas terkejut terlontar dari kerongkonganku. Gabriel menyeringai lebar di
Seperti beberapa pagi belakangan ini, aku terbangun dengan merasakan tangan Gabriel yang menjamah dadaku. Aku tidak tahu mengapa dia seperti itu, tapi entah mengapa hal ini selalu terjadi. Kami akan pulang hari ini dan aku tidak begitu tahu aku harus merasa apa. Kemarin, aku melewati batas ketika kubolehkan dia meniduriku. Aku merasa kalau aku tidak bisa mundur lagi. Jangan salah. Aku suka setiap menit yang kita lakukan kemarin. Aku menyukai setiap detik yang kulewati bersamanya beberapa hari terakhir ini, tapi aku masih takut bahwa segalanya ini bukanlah kenyataan. Aku takut bahwa aku akan segera terbangun dan menyadari ini hanyalah mimpi belaka.Sebagian diriku sangat menginginkan ini. Sedangkan, sebagian diriku yang lain masih skeptis akan apa pun yang terjadi di antara kami. Seolah bisa membaca pikiranku, tangan Gabriel yang semula di dadaku jatuh dan ganti untuk merengkuh pinggangku. Dia menarikku mendekat padanya, sampai aku bisa merasakan keinginan dan hasratnya melalui kulit
Hai pembaca terkasih, aku baru saja membaca komentar kalian dan kalian benar-benar memberi tahuku perasaan kalian. Setiap orang berhak atas pendapatnya masing-masing, dan aku menghormati itu. Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubah pandangan mereka, dan itu benar-benar tidak masalah.Aku telah menerima beberapa kritik yang sangat baik, dan aku ingin berterima kasih kepada mereka yang telah menunjukkan kesalahanku. Aku selalu kesulitan menulis bagian akhir cerita, dan itulah mengapa kadang-kadang terasa terburu-buru. Jangan khawatir, aku akan bekerja keras untuk memperbaikinya di buku berikutnya.Tentang Emma dan Calvin, aku ingin kalian semua mengerti bahwa ini memang selalu menjadi akhir yang direncanakan, setidaknya di buku ini.Emma tidak mencintai Calvin. Dia menyesal atas apa yang dia lakukan, tetapi dia tidak pernah mencintainya dengan kedalaman yang sama seperti Calvin mencintainya. Dengan kata lain, dia mencintai Calvin, tetapi dia tidak jatuh cinta padanya. Calvin pan
Hana. Aku seolah sedang melayang dalam langit ketujuh. Aku merasa hangat, damai, dan dicintai. Perlahan, aku terbangun. Gabriel di belakangku dengan tangannya yang merengkuhku. Dia selalu melakukan ini setiap kali kami tidur. Dia terus memegangiku, seolah takut kalau aku akan menghilang kalau dia tidak melakukannya. Aku menggeliat sedikit untuk lepas dari tangannya. Alih-alih melepasku, dia mengeratkan tangannya, yang mendorongku mendekat ke badannya. Aku berhenti ketika merasakannya. Ketika kurasakan kejantanannya yang mengeras, libidoku naik, dan aku segera menginginkannya. Aku ingin merasakannya memasukiku. Kehidupan ranjang kami sehat, tapi selalu ada waktu di mana aku menginginkan lebih. Dengan memiliki tiga anak, kadang sulit untuk mendapat waktu untuk berduaan. “Hmm,” geram Gabriel ketika aku menggesekkan pantatku di kejantanannya. Suaranya menggetarkan klitorisku. Aku melakukannya lagi, dan mengundang desahan seksi darinya. Gabriel mulai membubuhi punggung, pundak, dan
“Tentu,” dia membalas senyumku tepat saat Henry berjalan mendekati kami.“Aku di sini untuk mencuri istriku yang cantik.” Suaranya serak, dan aku tak bisa menahan diri untuk tidak meleleh mendengar nadanya. Suaranya benar-benar seksi.“Dia milikmu.” Calvin melepaskanku dan menyingkir sebelum pergi.Henry menarikku ke dalam pelukannya, memastikan tidak ada jarak di antara kami. “Apakah kamu baik-baik saja? Punggungmu sakit? Kaki-kakimu bagaimana?”Lihat apa yang aku bilang? Dia mendominasi di dunia hukum, tapi perhatian dan penuh cinta sebagai pasangan. Aku bahkan tidak tahu bahwa aku punya tipe pria seperti ini sampai aku bertemu dengannya.“Aku baik-baik saja, cintaku, berhentilah khawatir,” ujarku sambil terkekeh dan menyeret diriku lebih dekat padanya.“Sudahkah aku memberitahumu bahwa aku mencintaimu?” tanyanya.Aku tidak bisa menahan senyum saat aku berdiri di ujung jari kakiku dan berbisik di bibirnya. “Sudah kamu katakan seribu kali hari ini, tapi aku tidak mengeluh.”“Kamu adal
Merrisa adalah salah satu pengiring pengantin perempuanku, begitu juga Ava, Calista, Ruby, Hana, dan Anjani. Mereka telah menjadi sahabatku selama empat tahun terakhir sejak kecelakaan itu. Tentu saja, aku tidak pernah bisa menggantikan Merrisa, dia sahabat terbaikku, tapi aku bersyukur memiliki mereka.Ditambah lagi, kemarin Merrisa memberitahuku bahwa dia berpikir untuk pindah ke sini. Aku sangat bersemangat. Aku menyayanginya, tapi kami mengakui bahwa menjalani persahabatan jarak jauh itu sulit. Aku benar-benar merasa di atas awan karena dia akan berada di dekatku.Musiknya melambat, dan Guntur mendekat, memecah semua percakapan lain.“Bolehkah aku berdansa denganmu, Ibu?”Seruan riuh para tamu terdengar, dan aku bersumpah hatiku langsung meleleh.“Tentu saja, putra tampanku,” jawabku sebelum menggenggam tangannya.Guntur sekarang sudah empat belas tahun, sudah jadi remaja. Bisa kalian percaya itu? Tingginya sudah sama denganku, dan aku yakin dalam beberapa tahun dia akan lebih ting
Emma. Aku menari dengan Merrisa, membiarkan musik menenggelamkanku. Aku merasakan sedikit rasa sakit di punggungku, tapi masa bodoh, sebab aku merasa sangat bahagia. Gaunku berayun mengikuti irama tubuhku sembari kami meneriakkan lirik lagu Cruel Summer milik Taylor Swift sekuat tenaga. Ava, yang hamil besar bergabung dengan kami. Aku tertawa sebab dia berpikir bahwa dia sedang menari, tapi tidak. Aku bahkan tidak tahu apa yang dilakukannya. Aku bisa menghitung saat-saat terbahagiaku dengan jari. Satu adalah ketika aku lolos ujian pengacara. Kedua, ketika Guntur memanggilku Ibu untuk pertama kali setelah bertahun-tahun lamanya, dan yang ketiga adalah hari ini, di hari pernikahanku.Kalian tidak salah dengar. Aku baru saja menikah, dan aku tidak pernah sebahagia ini. Ingat pengacara tampan yang kuberi tahu Ava saat ulang tahun James? Ya, dia tidak mau menyerah, tidak peduli berapa kali aku menolaknya. Dia terus bertanya hampir setiap hari. Aku lelah ditanyai hal yang sama setiap har
Jadi, kalian sudah sampai pada akhir dari Penyesalan Mantan Suami dan cerita sampingannya. Aku hanya mau berterima kasih pada kalian semua atas cinta dan dukungan kalian akan buku ini. Ini adalah buku terpanjang yang pernah kutulis, dan sejauh ini adalah yang paling sukses. Buku ini tidak akan sesukses ini kalau bukan karena dukungan kalian. Maka dari itu, terima kasih banyak. Terima kasih sudah menjadi bagian dari perjalanan buku ini dari awal sampai akhir. Hal ini sungguh berarti bagiku. Sekarang, aku mau mengumumkan bahwa buku Noah akan diunggah selanjutnya. Judulnya ‘Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan’. Aku masih mengerjakan plotnya, tapi akan kuunggah pada pertengahan Oktober, nantikan saja! Kita akan ada cerita sampingan soal Guntur dan mungkin satu lagi soal Lilly. Inilah sedikit intipan dari Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan. Di bawah ini hanyalah cuplikan kasarnya. ***Shella. Aku berjalan ke arah altar. Jantungku berdegup, dan langkahku lambat. Bunga mawa
Tiga tahun kemudian.Emma.“Serius, Emma, kapan kamu akan mulai berkencan?” tanya Ava sambil duduk di sampingku.Aku memandang ke arah halaman belakang, dan aku tak bisa menahan senyum yang muncul di bibirku. Hari ini adalah ulang tahun anak laki-laki Travis dan Ruby. James, dinamai dari ayah kami, yang berusia satu tahun hari ini.Ruby dan Travis menikah sekitar dua tahun yang lalu. Travis langsung melamarnya setelah aku sadar dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawaku. Kalian mungkin bertanya-tanya apa yang terjadi pada pengemudi itu. Dia saat ini sedang menjalani hukuman lima tahun penjara karena mengemudi sembarangan. Aku berharap dia belajar dari kesalahannya.Kembali ke Travis dan Ruby. Kurasa melihatku di rumah sakit membuatnya menyadari betapa singkatnya hidup manusia. Dia melamarnya, dan Ruby setuju. Mereka menikah saat musim semi. Sebagai hasil dari perbaikan hubunganku dengan Ava, aku dibawa masuk ke pertemanan mereka. Calista dan Reaper menikah dalam sebuah pernikahan k
“Tidak! Aku harus mengejan!” seruku sambil menggenggam baju Gabriel. Aku merasa seperti sudah gila. Seolah aku sudah kehilangan akal sehatku. Rasa sakit ini sungguh sudah membuatku gila. Untungnya, kami sampai di kamar sebelum aku melahirkan di koridor rumah sakit sialan ini. Aku menghela nafas lega saat memasuki ruangan, dan mereka mulai mempersiapkanku. Ava sudah di dalam. Aku bersyukur memiliki seseorang yang mengerti rasanya kemaluan terbelah dua agar manusia cilik itu bisa terlahir ke dunia. “Aku tidak bisa menahannya lagi,” ujarku sebelum mengejan sekuat tenaga. Aku bersumpah bisa merasakan belahan pantatku seolah terbelah, yang menambah rasa sakitku.“Ini semua salahmu!” seruku pada Gabriel sambil mencengkeram erat tangannya. Aku menatap tajam padanya dengan nafas yang menderu. Batang hidungku kembang-kempis untuk berusaha meraup sebanyak-banyaknya oksigen ke paru-paruku. “Ayo, Hana, ejanlah!” ujar Ava sambil menyeka keringat dari dahiku. “Jangan pedulikan Gabriel.”“Jaha
“Tidak apa-apa, sayangku. Ibu hanya akan melahirkan. Ingatkah yang Ibu katakan padamu apa yang akan terjadi ketika sudah waktunya?”Dia menganggukkan kepalanya. “Iya. Ibu bilang akan merasa kesakitan, tapi aku tidak seharusnya takut, sebab itu bagian dari melahirkan bayi ke dunia.”“Bagus,” ujarku sambil meringis saat sakit kontraksi kembali menghampiri. “Itulah yang terjadi sekarang, jadi janganlah takut.”Gabriel menggenggam tanganku dan membantuku keluar dari kamar. Aku bernafas melalui hidung dan mulutku, tapi jujur saja. Ini sama sekali tidak membantu, ‘kan?“Aku hanya tidak paham. Kenapa Ibu harus kesakitan? Kenapa bayinya tidak langsung lahir saja tanpa menyakiti Ibu?”Hal terakhir yang kuinginkan adalah menorehkan trauma pada putriku dengan menjelaskan padanya bahwa rasa sakit memang lumrah untuk mengeluarkan bayi dari diriku. Dia pasti akan ingin tahu mengapa bayi harus dikeluarkan dengan mengejan, dan aku harus menjelaskan bahwa bayi itu besar, dan jalan keluarnya lebih kecil