Hai para pembaca yang kukasihi, aku ingin meminta maaf sebelumnya karena aku tidak dapat memperbarui buku ini. Aku tahu aku akan bertentangan dengan kata-kata yang aku berikan kepada Anda dan untuk itu aku benar-benar minta maaf. Banyak hal yang terjadi pada diri aku sehingga kondisi mental aku berantakan dan aku tidak bisa fokus atau melakukan apa pun dalam hal ini.Aku menyukai buku ini dan aku memiliki ide-ide hebat untuknya, tetapi dengan kelelahan aku saat ini, aku takut akan merusaknya. Aku sudah merasa buku ini tidak mengalir seperti yang seharusnya. Tidak adil bagi Anda atau buku ini jika aku tidak memberikan yang terbaik atau hanya menulis demi menulis.Tolong pahami bahwa aku tidak meninggalkan atau menyerah pada buku ini, aku hanya butuh sedikit waktu untuk menenangkan pikiran aku sebelum aku bisa kembali menulis. Kalian berhak mendapatkan cerita yang luar biasa dan aku akan kecewa pada diri aku sendiri jika aku tidak memberikannya kepada kalian.Aku tidak akan pergi lama
AvaPikiranku masih melayang pada aksi Rowan beberapa hari lalu. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Apakah dia ingin menghancurkan hubungannya dengan Emma? Apakah dia ingin aku mendapat masalah lebih banyak dengannya?Dia sudah berpikir bahwa aku ingin mendapatkan prianya. Bahwa aku akan melakukan apa pun yang kubisa agar bisa mengambilnya dari dia. Apa yang tidak dimengerti olehnya adalah aku hanya ingin kedamaian. Aku tidak ingin Rowan. Aku sudah mengalaminya, mencobanya dan mendapat batunya.‘Apakah kamu yakin?’ Suara kecil yang menyebalkan itu muncul di kepalaku. ‘Kamu tidak bisa menghindar dari fakta bahwa kamu menyukai ciuman itu. Itulah ciuman yang selalu kamu dambakan. Ciuman yang membara.’Aku membuang pikiran itu. Itu salah. Aku sudah memutuskan untuk melupakan Rowan dan mencari kehidupan serta cintaku sendiri. Hanya karena reaksi tubuhku mengkhianatiku, itu tidak berarti apa pun. Reaksiku benar-benar wajar, tidak ada yang lebih.‘Teruslah berbohong pada dirimu.’ Suara
Kamu berhak untuk dicium seperti bumi dapat berakhir beberapa menit setelahnya.” Perkataan Ruby menarikku ke kenyataan. Tanganku digenggamnya, memberiku dukungan dan semangat.Aku melihatnya dan menghela nafas lega. Dia tidak melihatku dengan kasihan atau simpati. Aku tidak memerlukannya.“Jadi, selain itu, apakah segalanya berjalan lancar?” Tanyanya.“Iya. Walau aku juga melihat Rowan dan Emma. Sepertinya mereka juga sedang berkencan.”“Serius?”“Iya.” Aku menjawab lalu meneguk minumanku. Mencoba melupakan bagaimana mereka sangat cocok bersama.Emma benar. Dia dan Rowan cocok. Semua orang setuju dan aku baru saja sadar.“Yah, kuharap Rowan melihat seberapa cantik dirimu dan kuharap dia menyesal telah melepaskan dirimu yang cantik.”Aku tertawa. Ruby benar-benar bagus bagi kepercayaan diriku. Baru kali ini ada manusia yang tidak terobsesi dengan seberapa cantiknya Emma. Akhirnya, seseorang yang tidak membandingkanku atau mengatakannya cantik di depan mataku.“Itu saja? Tidak ada hal la
Aku baru saja selesai bersih-bersih ketika ponselku berdering. Untuk beberapa alasan, aku selalu yakin bahwa bersih-bersih itu menenangkan. Ini adalah caraku untuk melupakan apa yang sedang membuatku stres.Karena aku sudah bisa berjalan dengan benar dan mengurus diriku sendiri, aku membiarkan Lydia pergi. Dia sangatlah membantu, tetapi aku tidak membutuhkan suster lagi. Selain itu, aku lebih memilih untuk mandiri.Aku menyeberangi ruangan dan mengambil ponselku. Untuk beberapa saat, aku tergoda untuk menolak panggilan itu ketika kulihat nama Ruby yang menelepon. Aku masih sedikit tersinggung akan apa yang dikatakannya, tetapi sebagian diriku juga mengertinya. Aku juga akan melakukan apa pun untuk pria yang kucintai, termasuk membuatnya berbaikan dengan adiknya yang terasing.“Hai.” Aku menjawab sembari berjalan ke kamarku.“Maafkan aku, Ava. Aku melewati batas ketika aku berjanji untuk tidak pernah berbicara tentang Travis.” Suaranya yang penuh dengan perasaan membuatku luluh.Dia ter
“Tentu, aku mengerti,” dia berhenti sejenak. “Kita masih teman, ‘kan? Aku berjanji akan menepati janjiku dan tidak menyebut Travis lagi.”“Tentu, kita teman. Jangan khawatir.” Kataku dengan sungguh-sungguh.“Terima kasih,” katanya dengan riang. “Silakan menghabiskan waktu dengan Noah. Bilang padanya aku mengucapkan salam dan selamat malam!”“Kamu juga, Ruby.”Aku memutus sambungan dan mengambil nafas banyak-banyak. Karena Noah sudah mematikannya, aku meneleponnya balik.“Halo?” Aku membeku ketika mendengar suara ibuku di seberang ponsel.Aku belum berbicara dengannya sejak di bandara. Di antara orang-orang yang menyakitiku, dialah yang lebih menyakitiku. Seorang Ibu seharusnya mengasihi dan menyayangi anaknya, tetapi aku tidak mendapatkan keduanya dari ibuku. Maksudku, bagaimana mungkin dia bisa berpaling dariku? Bagaimana mungkin dia bisa memperlakukanku seperti bukan siapa-siapa?Sekarang karena aku sudah memiliki anakku sendiri, aku tidak mengerti bagaimana dia bisa melakukan itu. A
Aku membuka mataku dan menemui diriku ada di ruang tengah, dengan kedua tanganku diikat di belakang kursi.“Ah, akhirnya kamu bangun. Aku sudah bertanya-tanya berapa kama kamu akan bangun. Aku lebih suka korbanku sadar ketika aku membunuh mereka.” Suara lelaki itu membuatku merinding.Dia berjalan berkeliling dan akhirnya aku bisa melihatnya. Setidaknya kebanyakan bagian wajahnya tertutupi. Tubuhnya besar dan berotot. Lengannya saja terlihat dapat menghancurkan kepala orang. Aku tahu bahwa orang ini pasti bahwa dan bukan karena aku sekarang menjadi korbannya. Ada sesuatu yang menyeramkan akan orang ini.Dia duduk di depanku, dengan segelas anggur di tangannya. Gelas dan anggurku. Dia benar-benar membuat dirinya nyaman, seakan ini adalah rumahnya.Aku mencoba untuk melepas ikatannya, tetapi talinya begitu kuat.“Coba saja sekuat tenaga, tetapi kamu tidak akan lari dariku kali ini,” dia tertawa. “Kamu sudah membuatku dalam masalah dan aku tidak suka masalah.”“Siapa kamu dan apa yang kam
“Pikirmu kamu bisa lepas dariku dengan mudah?” Geramnya.Aku menaikkan kakiku, menendang alat viralnya. Aku kembali berdiri dan kabur entah ke mana. Aku hanya ingin menjauh darinya.Dia pulih dengan cepat, karena segera setelah itu aku merasakan tangan yang mencengkeram mata kakiku. Dia menarikku dan aku terjatuh dengan benturan di daguku yang menatap lantai. Dia berada di atasku sebelum aku bisa pulih dari dampak benturan.“Dasar jalang!” Teriaknya sebelum menampar wajahku dengan keras.Untuk beberapa saat, aku merasa pandanganku berkunang-kunang dan kabur. Dipukul oleh pria rasanya sakit.“Karena kamu membuat segalanya sulit bagiku, aku akan bersenang-sennag denganmu sebelum membunuhmu.” Ujarnya dengan nada jahat.Aku tidak perlu lagi berpikir apa yang dimaksud olehnya. Aku merasakan tangannya di pinggangku dan dia mencoba untuk menarik celana piyamaku turun. Ketakutan menyelimutiku. Inikah caraku mati? Diperkosa dan dibunuh di rumahku sendiri?Aku melawannya, tetapi dia menekan kedu
Rowan“Pak?” Dion menelepon dengan suaranya yang gemetar tidak wajar.Aku melepaskan pelukanku dari Emma, yang sedang bersandar di dadaku dan di saat yang sama kami sedang menonton film. Banyak hal yang telah kulakukan untuk akhirnya dia bisa memaafkanku. Aku tidak bermaksud untuk menyakitinya lebih lagi. Aku ingin segalanya kembali seperti semula, ketika kami masih muda.Aku masih benar-benar sangat bingung dan tidak tahu apa yang sedang kulakukan. Mencium saudara Emma saat aku sedang berhubungan dan mencintai Emma. Aku masih bisa merasakan bibir Ava berhari-hari lamanya, tetapi seperti yang telah kulakukan sebelumnya untuknya, aku mengubur ingatan akan Ava dan ciuman itu dalam-dalam di benakku.Aku telah menunggu begitu lama untuk akhirnya bersama Emma. Tidak akan aku hancurkan kesempatan untuk bersamanya lagi. Apa pun yang kurasakan untuk Ava itu bukan apa-apa. Selain Noah, Emma adalah duniaku, selamanya begitu. Tidak akan kubiarkan ada penghalang apa pun lagi. “Apa?!” Aku bertanya
Hana“Apa maumu, Gabriel? Seperti yang kamu lihat, aku sedang tidak ingin bicara.” Aku bangkit dari lantai sambil menghapus air mataku.Kata-kata Lilly masih terngiang di kepalaku serta menyayat hatiku berulang kali. Aku mengusap rambutku untuk mencoba mengusir rasa sakit yang kurasakan. Aku tahu ini akan terjadi. Aku tahu dia mungkin tidak akan menerimanya dengan baik.Maksudku, bagaimana bisa seseorang menerimanya dengan baik ketika ibunya tiba-tiba mengungkapkan bahwa pria yang selama ini dianggapnya Ayah ternyata bukan ayahnya? Bahwa dia telah dibohongi dan tidak ada yang mau memberi tahu kebenarannya hingga keadaan memaksa. Aku mengerti perasaannya dan paham reaksinya. Aku hanya tidak tahu bagaimana menghadapi kata-katanya dan rasa sakit yang kulihat di matanya.“Dia tidak benar-benar bermaksud begitu,” ujar Gabriel sambil berjalan lebih dekat ke kamarku.Aku menatapnya tajam dan merasakan sesuatu yang buruk membuncah di dalam diriku. “Bagaimana kamu tahu? Kamu bahkan belum cukup
HanaMinggu ini benar-benar kacau. Sejak kembali ke kota ini, rasanya aku terus-menerus berlarian menyelesaikan berbagai urusan tanpa sempat istirahat sedikit pun.Setidaknya Lilly sekarang merasa lebih nyaman. Gabriel menolak untuk mengirim kasurnya karena kasur di sini lebih nyaman, tapi dia setuju untuk mengirimkan seprai dan selimutnya. Itu sudah cukup membuat perubahan, dan sekarang dia bisa tidur nyenyak sepanjang malam.Gabriel … dari mana aku harus memulainya? Dia pulang ke rumah meskipun larut malam, tapi hanya sebatas itu. Kami saling menghindari dan mencoba hidup seperti tidak saling ada. Kurasa ini cara terbaik untuk kami. Ini akan mencegah Lilly melihat kami bertengkar terus-menerus.“Ibu, katanya ingin bicara denganku?” Suara Lilly menarikku dari lamunanku.Aku meletakkan pakaian yang sedang kulipat dan duduk di tempat tidur sebelum memberi isyarat padanya untuk melakukan hal yang sama. Dia melangkah mendekat dengan dahi berkerut dan duduk di sebelahku.Kami berada di kam
Punggung wanita itu membelakangiku, begitu juga dengan Guntur. Aku tidak perlu mengkhawatirkan Calvin, sebab dia terlihat begitu tergila-gila dan mengarahkan perhatiannya pada setiap perkataan wanita itu dengan senyuman lembut di bibirnya.Lagi-lagi, perasaan tidak nyaman menyusupi diriku. Mengapa aku merasa aku tidak bisa bernafas? Kerongkonganku terasa tercekat melihatnya. Aku berfokus pada mereka. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan karena mereka berjarak beberapa meja dariku, tapi kedamaian dan kebahagiaan di wajah Calvin sudah cukup untuk membuatku tahu apa yang tengah terjadi. Dia sedang berkencan dan Guntur ikut. Wanita itu bahkan tidak mempermasalahkannya, tapi tidak mungkin aku akan membiarkan wanita lain menggantikanku di kehidupan putraku. Aku tidak bisa melihat Guntur, tapi aku tahu, seperti dengan Calvin, dia senang bisa berada di sini. Calvin pasti akan langsung pergi dengan putra kami kalau dia merasa sebaliknya. Entah mengapa, aku tetap ada di sana meski
Perkataan Merrisa terus terngiang di telingaku bahkan setelah kami makan. Kami sedang memakan hidangan penutup kami. Aku suka es krim, tapi hari ini aku tidak bisa menikmatinya. Tidak ketika dia sudah membuatku meragukan segala yang kuyakini selama beberapa tahun terakhir ini. “Kenapa kamu begitu diam?” tanyanya setelah menaruh milkshake-nya ke meja. “Apakah kamu memikirkan apa yang kukatakan padaku?”Kalimat terakhirnya dikatakannya sambil tersenyum miring sambil bersandar kembali di kursinya. “Tentu tidak,” bohongku. “Aku hanya penasaran caraku untuk membuat Calvin dan Guntur memaafkanku. Tidak peduli seberapa keras kupikirkan, sepertinya tidak ada jalannya.”Sebagai seorang pengacara, aku terbiasa untuk memandang segala hal dari seluruh sisi ketika aku membela klienku. Itulah yang membuat pekerjaanku begitu lancar. Aku membereskan segalanya dan bisa menangani seluruh hasilnya. Aku melakukan itu pada masalahku sekarang dan kuyakin tidak ada harapan. Aku mungkin tidak mencintai Cal
“Kenapa aku harus membiarkanmu untuk meyakinkanku keluar makan siang?” keluhku sambil melihat pemandangan di depan kami. Sudah lama sekali sejak aku keluar dari rumah keluarga kami. Sepertinya terakhir kali aku keluar adalah saat aku menghadiri pernikahan Ava. Sejujurnya, aku bahkan terkejut bahwa dia mengundangku. Di antara semua orang, kupikir aku akan menjadi orang terakhir yang diinginkannya hadir di pernikahannya. “Sebab kamu harus keluar,” balas Merrisa sambil menarikku dari pemikiranku. “Aku biasanya keluar dari rumah, Merrisa,” ujarku untuk membela diriku. Dengusannya begitu membuatku kesal. “Pergi ke taman tidak terhitung keluar,” balasnya. “Sekarang, berhentilah mengeluh dan duduk serta nikmati. Kamu pasti akan menyukai ini, aku janji.”“Aku tidak yakin.”Setelah itu aku bersandar ke kursi dan menutup mataku. Benakku berkecamuk akan ribuan pemikiran di setiap menitnya. Aku tidak bisa mengendalikannya sama sekali. Setelah pembicaraanku dengan Merrisa di kamarku, benakku
Emma. “Kamu harus keluar dari kamarmu, Emma. Kamu tidak bisa menghabiskan harimu di dalam sini.” Aku mendengar perkataan Ibu, tapi aku tidak menatapnya sebab mataku tetap terfokus pada drama sedih yang sedang kutonton. Aku duduk di ranjangku dengan masih memakai piyama dan beberapa cemilan yang berceceran di sekitar selimutku. Aku minum bermacam-macam minuman dan sekotak besar es krim, yang mana tengah menjadi adiksiku saat ini. Gorden kamarku tertutup dan menghalangi sinar matahari masuk sedari aku menutup gorden ini sejak beberapa bulan lalu. “Itulah yang sudah kucoba katakan padanya, tapi wanita itu tidak mau mendengarku!” dengus Merrisa. Aku bisa merasakan kata-katanya menusuk di hatiku, tapi aku sama sekali tidak mengindahkannya. Aku hanya mau sendirian untuk meresapi penderitaanku. Lagipula, akulah yang membawa penderitaan ini sendiri. “Apa yang akan Guntur katakan kalau dia melihatmu seperti itu? Kamu begitu berantakan, begitu juga dengan ruanganmu. Aku tidak tahu kapan ter
Aku melihat Rowan begitu kami masuk. Sama seperti kembarannya, dia memakai jas hitam. Kami berjalan ke depan kapel saat pendeta berjalan masuk ke dalam.“Hai, Hana,” sapa Rowan dengan sopan dan menyambutku dengan senyumannya. Aku benar-benar terkejut. Dia sudah sangat berubah, dia tidak seperti Rowan yang kuingat. Sebelumnya, dia selalu terlihat dingin dan datar, seolah dia menganggap seluruh orang tidaklah penting. Tapi sekarang, dia terlihat hangat. Seolah kekelaman yang dulu menyelimutinya sudah sepenuhnya sirna. “H ... Hai,” balasku dengan terbata-bata. Aku penasaran apakah dia berhasil kembali bersama mantan pacarnya. Lagipula, semua orang tahu bahwa dia berubah setelah dia kehilangan dirinya dan terpaksa untuk menikahi Ava. Ah, pasti dia sudah kembali bersama mantan pacarnya. Dia begitu membenci Ava, jadi perubahan ini pastilah karena kakaknya Ava, Emma. “Bisa kita mulai sekarang?” sela si pendeta dan kami bertiga mengangguk. Aku berdiri di sebelah Gabriel dan Rowan berdiri
Aku menyelesaikan riasakanku sebelum menatap diriku di kaca. Aku benar-benar gugup sebab hari ini adalah hari pernikahanku yang ketiga kali. Memang kedengarannya aku kecewa akan hal ini, ‘kan? Satu-satunya hal yang menenangkanku adalah aku akan menikahi pria yang sama yang kunikahi bertahun-tahun yang lalu, suamiku yang pertama. Sembari memakai mantelku, aku mengambil tasku dan berjalan keluar dari kamar. Udara di sana seakan menyengatku seiring dengan rasa kecemasan yang menjalari setiap jengkal tubuhku. Gabriel sudah membawakan kontrak yang baru yang sudah disetujui malam itu, dan sekarang, sehari setelahnya, kami menuju ke gereja untuk pemberkatan. “Apakah kamu sudah siap?” tanya Gabriel saat aku berjalan ke ruang tamu. Aku tidak bisa menjawab. Aku merasa aku tidak bisa berpikir, jadi aku hanya mengangguk. “Kenapa aku tidak bisa pergi bersama Ibu?” keluh Lilly yang membuatku berbalik ke arahnya. Dia sedang duduk di sofa yang berbentuk L sembari mengernyitkan dahinya dan melip
Dia mendorong dokumen itu ke arahku di atas meja. Aku mengambilnya dan mulai membacanya. Aku akan meminta pengacaraku memeriksanya nanti, tapi penting juga bagiku untuk memahami isi kontrak itu sendiri terlebih dahulu. Satu hal yang diajarkan kakakku adalah jangan pernah menandatangani apa pun tanpa membacanya dengan seksama.Dasar-dasar yang kami diskusikan sebelumnya tercantum di sana. Kontrak ini akan berlaku minimal selama dua tahun. Setelahnya, aku akan mendapatkan Perusahaan Gelora dan sedikit tunjangan. Gabriel juga akan terus membiayai Lilly. Dia juga menegaskan bahwa dia ingin Lilly diakui sebagai putrinya dan Lilly harus menyematkan nama Wijaya di nama belakangnya. Itulah poin-poin terpenting bagiku, jadi setelah membaca dan mengulangi bagian itu, aku meletakkan kertas-kertasnya.“Ada keluhan?” tanyanya sambil menyodorkan pulpen ke arahku.“Tidak, tapi aku ingin menambahkan beberapa ketentuan,” ujarku sambil menatap pulpen itu, tapi tidak segera mengambilnya.“Ketentuan sepe