“Apakah kamu baik-baik saja, sayang?” tanyaku pada Noah setelah kami makan malam.Rowan biasanya bergabung dengan kami untuk makan malam, tetapi tidak hari ini. Ada proposal bisnis yang sedang dia kerjakan. Bukan berarti dia membutuhkannya, mengingat dia sudah mencapai begitu banyak untuk perusahaan, tetapi kesempatan itu terlalu besar untuk dilewatkan.Dia sedang berusaha untuk akuisisi dua perusahaan bisnis terkemuka di Flora. Menurutnya, merger ini akan membawa perusahaan mereka ke level yang baru. Merger itu akan membuat Perusahaan Wijaya menjadi perusahaan tiga besar paling berpengaruh dan sukses di dunia.“Tidak ada, Ibu, hanya berpikir tentang bagaimana cara menghadapi Shella,” gumam Noah, sambil memainkan makanannya di atas piring.Masalah ini membuatnya stres, itu jelas terlihat. Aku hanya tidak tahu bagaimana membantunya. Aku tidak ingin terlibat kecuali mungkin Shella melanggar batas, meskipun hatiku meragukan dia akan melakukannya. Aku juga ingin Noah belajar untuk mandiri.
“Apakah Rowan sudah makan?”“Belum. Bapak berkata akan makan setelah selesai dan aku tidak perlu repot-repot memasak.”Aku menganggukkan kepalaku. “Baiklah, selamat malam.”“Selamat malam juga.”Setelah dia pergi, aku memasak makanan untuk Rowan. Siapa tahu dia selesainya masih lama. Dia tidak bisa kelaparan. Setelah aku selesai, aku mengambil piringnya dan menuju kantornya.Pintu terbuka, tetapi aku tetap mengetuk.Dia menatapku dari tumpukan dokumen yang sedang dia baca. Meskipun dia terlihat lelah, mungkin karena kurang tidur, dia tetap terlihat sangat tampan.“Kamu tahu kamu tidak perlu mengetuk, Ava,” katanya sambil bersandar pada kursinya.Aku ingin mengingatkan dia bahwa sebelumnya tidak seperti itu, tetapi aku menahan diri. Dulu, dia bahkan tidak mengizinkanku mendekatinya di kantor. Terutama ketika dia berada di dalamnya.“Aku membawakanmu makan malam,” kataku dan berusaha mengesampingkan masa lalu.Dengan berjalan menapaki ruangan, aku meletakkan piring makanan di depannya. A
Hai pembacaku tercinta, kuharap bahwa musim liburan sejauh ini lancar bagi kalian semua. Aku di sini untuk menjelaskan beberapa hal. Pertama, soal bab baru. Aku mendapat beberapa komplain soal itu. Aku mau kalian mengerti bahwa selain sebagai seorang penulis, aku juga manusia biasa. Aku memiliki pekerjaan, sekolah, dan keluarga yang harus diurus. Kadang sulit rasanya untuk mengerjakan semuanya dalam satu waktu, kuharap kalian bisa mengerti.Kedua, aku juga mendapatkan banyak keluhan tentang pengembangan cerita yang terlalu lama. Aku tahu kalian berhak atas berpendapat, jadi aku tidak merasa kesal dengan itu. Aku juga mengerti perasaanmu. Aku benar-benar mengerti, tetapi aku ingin kamu memahami sesuatu dengan baik: aku bisa menemukan cara untuk mengakhiri cerita ini sekarang juga, maksudku, setelah semua, Rowan dan Ava berada di situasi yang cukup baik. Aku bisa mengakhirinya dalam lima bab, tetapi itu tidak akan memuaskan bagiku. Aku tidak ingin mengakhiri buku ini secara tiba-tiba. Ak
Hai pembacaku tercinta, kuharap bahwa musim liburan sejauh ini lancar bagi kalian semua. Aku di sini untuk menjelaskan beberapa hal. Pertama, soal bab baru. Aku mendapat beberapa komplain soal itu. Aku mau kalian mengerti bahwa selain sebagai seorang penulis, aku juga manusia biasa. Aku memiliki pekerjaan, sekolah, dan keluarga yang harus diurus. Kadang sulit rasanya untuk mengerjakan semuanya dalam satu waktu, kuharap kalian bisa mengerti.Kedua, aku juga mendapatkan banyak keluhan tentang pengembangan cerita yang terlalu lama. Aku tahu kalian berhak atas berpendapat, jadi aku tidak merasa kesal dengan itu. Aku juga mengerti perasaanmu. Aku benar-benar mengerti, tetapi aku ingin kamu memahami sesuatu dengan baik: aku bisa menemukan cara untuk mengakhiri cerita ini sekarang juga, maksudku, setelah semua, Rowan dan Ava berada di situasi yang cukup baik. Aku bisa mengakhirinya dalam lima bab, tetapi itu tidak akan memuaskan bagiku. Aku tidak ingin mengakhiri buku ini secara tiba-tiba. Ak
Emma. Aku terduduk lemas di selku. Kalau ada yang berkata bahwa penjara itu bagaikan neraka, itu benar adanya. Pekerjaanku adalah untuk membela yang benar dan mengirim kriminal ke penjara. Aku tidak pernah berpikir akulah yang akan dijebloskan ke sini suatu hari nanti.Aku belum tidur nyenyak sejak aku tiba di sini sekitar dua minggu yang lalu. Seolah-olah, begitu aku masuk ke dalam sel, aku menjadi musuh bagi semua narapidana. Entah mengapa, mereka membenciku, dan mereka membuktikan seberapa besar kebencian itu.Di benakku, aku tahu semua ini adalah ulah Rowan. Seharusnya aku tidak pernah menentangnya. Seharusnya aku tidak pernah meremehkan apa yang dia rasakan untuk Ava. Rowan yang aku kenal. Rowan-ku, dia tidak akan pernah menyakitiku. Dia tidak akan pernah melakukan apa pun untuk menyebabkan aku terluka.Bisa dibilang, anak laki-laki yang aku cintai dan hargai selama ini sudah lama hilang. Anak laki-laki yang aku jatuh cinta padanya tidak ada di tempatnya. Di tempatnya ada seorang
Ava.“Ibu, bolehkah Guntur menginap akhir pekan ini?” tanya Noah, tapi pikiranku melayang-layang. Aku dipenuhi dengan rasa gugup. Aku tahu aku bilang akan mengunjungi Ethan saat aku siap, tetapi situasinya telah berubah. Entah kenapa, masalah ini terus menggangguku. Terus merasuki pikiranku hari demi hari.Aku belum sempat berbicara dengan Rowan tentang ini. Dia jelas membenci Ethan. Tidak perlu menjadi orang jenius untuk menyadari itu. Bukan berarti aku ingin meminta izinnya atau semacamnya. Aku tetap akan pergi menemui Ethan, entah dia suka atau tidak.Yang membuatku khawatir adalah reaksinya. Rowan sangat menyayangi Liliana seperti anaknya sendiri. Itu jelas terlihat, tetapi seperti yang aku katakan, juga jelas bahwa dia membenci ayahnya Liliana. Aku yakin dia tidak akan terlalu senang jika aku mengunjungi Ethan. Apa yang aku tidak yakin adalah apakah dia akan membenci ide itu karena dia membenci Ethan atau karena sesuatu yang lain. Mungkin keduanya.“Bu, apakah Ibu mendengarkanku?
“Biasanya kalau pembicaraan dimulai dengan itu, maka berarti ada yang tidak beres.” Alisnya mengerut saat melihatku. Seakan dia mencoba mencari tahu apakah dia sudah berbuat kesalahan. Aku tidak mengatakan apapun. Pertama-tama, aku berusaha menenangkan nafsuku. Kedua, aku tidak tahu cara membicarakan ini padanya. Aku mencoba sebisaku untuk menata pikiranku baik-baik. “Kamu membuatku takut, Ava,” katanya yang mengejutkanku dan membuatku mendengus sedikit.“Tidak ada yang membuatmu takut.”Dan itu adalah kebenaran yang menyebalkan. Tidak ada yang pernah membuat pria di depanku ini takut. Apakah semuanya telah berubah begitu banyak? Apakah sesuatu terjadi dalam rentang waktu ketika aku tidak bisa mengingatnya yang membuatnya takut?Dia berdiri dan berjalan ke arahku. Dia menggenggam pipiku, memberiku ciuman kecil dan cepat. Ciuman itu tidak dipenuhi oleh gairah sekuat yang kami lakukan beberapa saat yang lalu, tetapi itu masih membuatku lemah.“Dulu, iya, tetapi sekarang? Sekarang aku t
“Itu sama sekali bukan jawaban,” ketusku.Matanya seolah dipenuhi oleh pusaran badai. Badai berkecamuk di balik pandangannya. Pandangannya seakan menelanku, memerangkapku dan menolak membiarkanku pergi. Saat itulah aku melihatnya. Pertahanannya retak. Alasan mengapa dia tidak mau aku mengunjungi Ethan. Untuk kedua kalinya hari ini, aku terkejut.“Kamu takut, ‘kan?” tanyaku pelan sambil berusaha memahami apa yang baru kusadari ini.Dia bergeser dan memalingkan wajahnya, tetapi sudah terlambat. Aku sudah melihat ketakutan di sinar matanya. Tidak ada jalan kembali dari itu. Aku mendekat dan secara lembut meletakkan tanganku di bahunya. “Rowan, bicaralah padaku.”Aku dengan sadar memijat bahunya ketika aku merasakan ketegangan di sana. Aku hanya ingin memahaminya.Dia mengeluarkan nafas dalam yang dia tahan setelah beberapa saat, lalu akhirnya berbalik untuk menatapku.Untuk pertama kalinya sejak aku mengenal Rowan, aku melihat ketidakpastian di kedalaman matanya.“Kamu benar, Ava. Aku
Dia mulai berjalan lagi dan aku mengikutinya dari belakang.“Ini kantor Rowan,” ujarnya setelah kami berhenti di depan sebuah pintu.Namanya tertulis di pintu itu. Aku mengangguk, tidak begitu paham kenapa aku perlu tahu soal ini. Ya, aku akan bekerja untuknya, tapi apa aku benar-benar perlu berurusan dengan atasan lain?“Kantorku tepat di sebelahnya, tapi biar kutemani keliling perusahaan dengan cepat sebelum aku minta sekretarisku yang lain untuk menunjukkan sisanya dan membimbingmu tentang tugas-tugasmu nanti.”“Itu benar-benar tidak perlu ... sekretarismu saja pasti bisa menemaniku berkeliling. Kamu pasti punya banyak hal yang harus dikerjakan,” ujarku dengan suara yang dibuat manis.Gabriel terkenal karena sering tidur dengan asisten pribadinya, dan dia tidak pernah benar-benar menyembunyikan fakta kotor itu.Hal itu sangat menggangguku waktu kami masih menikah. Aku benci mengetahui kalau dia suamiku, tapi tetap saja dia tidak bisa menjaga diri. Bukan berarti aku tidak bisa member
“Hana, keluarlah dari mobil sekarang! Kamu membuang-buang waktuku,” bentak Gabriel padaku.Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya. Alisnya mengernyit dan dia terlihat tidak sabar dan kesal. Aku mendesah sebelum turun dari mobil. Inilah Gabriel yang biasa kutemui. Dingin, arogan, dan kasar.Aku merapikan rokku sebelum mengambil tas tangan. Dia mulai berjalan, dan aku mengikutinya dari belakang seperti anak domba yang digiring ke rumah jagal. Rasanya aku sangat gugup, seolah jantungku hampir meloncat keluar dari dadaku.Aku sedang memasuki dunia Gabriel. Wilayahnya. Rasanya tidak nyaman dan menakutkan berada di tempat di mana dia memiliki kendali penuh atas setiap aspek.Gabriel menekan tombol lift, dan pintunya terbuka. Aku masuk, berdiri di sebelahnya, dan mencoba menenangkan detak jantungku yang berdebar kencang."Satu-satunya yang punya akses ke lift ini adalah keluargaku, dan lift ini langsung membawa kita ke lantai atas, tempat kantor kami," ujarnya lalu melanjutkan, "Aku akan mena
HanaHandi, salah satu sopir Gabriel, membukakan pintu untukku, dan aku masuk lalu diikuti Gabriel yang duduk di sampingku. Aku masih belum percaya bahwa aku setuju untuk ini, tapi jauh di lubuk hati aku tahu ini masuk akal. Gabriel benar, tidak ada cara yang lebih baik untuk mendapatkan pengalaman dalam mengelola perusahaan selain belajar dari yang terbaik. Dalam hal bisnis, Gabriel dan Rowan adalah yang terbaik. Mereka bahkan melampaui Ayah mereka, yang sudah pensiun tapi masih menjadi kepala dewan direksi.Butuh waktu untuk bersiap-siap karena aku tidak bisa memutuskan pakaian apa yang akan kupakai. Kebanyakan waktu aku bekerja dari rumah, dan saat aku pergi ke kantor, aku mengenakan pakaian kasual karena perusahaan tempatku bekerja dulu agak santai dalam hal pakaian. Aku ingin terlihat rapi dan memberi kesan pertama yang baik. Aku tidak punya banyak pakaian kerja dan berencana untuk berbelanja akhir pekan ini. Uangku memang terbatas, tapi aku masih bisa membeli beberapa rok dan blu
Gabriel. Aku bangun dengan menggeram dan kejantananku yang sekeras batu. Sial, ketika aku menandatangani surat kontrak pernikahan dengan Hana, aku tidak memperkirakan seberapa menyiksanya ini. Aku tidak memperkirakan bagaimana dia akan membuatku merasa seperti ini. Aku tengah terangsang, dan kejantananku seolah protes seberapa sulitnya menahan ini. Aku beranjak dari ranjangku dan berjalan ke kamar mandiku yang tempatnya dekat dengan kejantananku yang mengeras. Aku masih tidak paham bagaimana hal ini bisa terjadi. Maksudku, aku bukanlah seorang remaja yang tidak bisa mengendalikan nafsunya. Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku terbangun dengan kejantananku yang menegak. Bahkan belum sebulan sejak Hana kembali, dan aku bertingkah layaknya anak SMA. Aku jujur tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Aku tidak tahu bagaimana bisa dia memengaruhiku seperti ini, padahal dulunya tidak. Selain dari kemolekan tubuh dan sifatnya, dia masihlah Hana yang sama yang kukenal dulu, jadi aku tidak
“Apa yang kamu lihat larut malam begini?” Suara berat dari belakang mengejutkanku.“Astaga, kamu membuatku kaget,” gumamku sambil berusaha menenangkan jantungku yang berdebar kencang. “Jangan pernah muncul diam-diam seperti itu lagi.”Gabriel berjalan mengelilingi meja dapur dan berdiri di sisi seberang. Begitu dia berdiri di situ dan aku melihatnya, tenggorokanku tiba-tiba terasa kering. Aku merasa kehausan, seolah-olah sudah lama tidak minum, dan menelan ludah pun menjadi masalah besar.Gabriel tidak mengenakan apa pun kecuali celana olahraga abu-abu yang menggantung rendah di pinggulnya. Pria ini seperti karya seni dengan tubuh Dewa Yunani. Bahunya yang lebar, perutnya yang berotot, dan garis “V” yang pasti membuat siapa pun tergila-gila.Ada jejak rambut gelap yang dimulai dari pusarnya dan menghilang ke dalam celananya. Seolah-olah itu menunjuk ke arah kejantanannya.Aku ingin memalingkan mata, tapi itu mustahil. Mataku menikmati pemandangan itu seolah-olah dia adalah satu-satunya
GabrielAku masih bisa merasakan lembutnya kulitnya di bawah sentuhanku. Sesaat, aku ingin menggesekkan ibu jariku di persendian lengannya yang berdenyut.Versi baru dirinya ini menarik perhatian. Dia dipenuhi oleh semangat, dan sikap barunya adalah sesuatu yang bisa membuatku terobsesi. Aku suka wanita yang percaya diri, seksi, dan punya kepribadian berapi-api. Aku suka sekali ketika mereka melawan dan menantang balik.Dia telah bertransformasi menjadi tipe wanita seperti itu, dan ini membuatku tertarik. Dia tangguh dan tidak takut mengatakan padaku untuk pergi jauh. Kenapa aku tidak akan tertarik pada itu?Saat kami menikah, dia membosankan. Kepribadiannya yang hambar membuatnya tampak kusam di mataku. Tidak ada yang menarik darinya. Dia terlalu penurut, sementara aku menyukai wanita yang memiliki ‘cakar’. Dia melakukan segalanya untuk menyenangkan dan menarik perhatianku.Dia berusaha keras untuk membuatku tertarik padanya, tanpa menyadari bahwa hal itu justru membuatku semakin menj
Hana“Apa maumu, Gabriel? Seperti yang kamu lihat, aku sedang tidak ingin bicara.” Aku bangkit dari lantai sambil menghapus air mataku.Kata-kata Lilly masih terngiang di kepalaku serta menyayat hatiku berulang kali. Aku mengusap rambutku untuk mencoba mengusir rasa sakit yang kurasakan. Aku tahu ini akan terjadi. Aku tahu dia mungkin tidak akan menerimanya dengan baik.Maksudku, bagaimana bisa seseorang menerimanya dengan baik ketika ibunya tiba-tiba mengungkapkan bahwa pria yang selama ini dianggapnya Ayah ternyata bukan ayahnya? Bahwa dia telah dibohongi dan tidak ada yang mau memberi tahu kebenarannya hingga keadaan memaksa. Aku mengerti perasaannya dan paham reaksinya. Aku hanya tidak tahu bagaimana menghadapi kata-katanya dan rasa sakit yang kulihat di matanya.“Dia tidak benar-benar bermaksud begitu,” ujar Gabriel sambil berjalan lebih dekat ke kamarku.Aku menatapnya tajam dan merasakan sesuatu yang buruk membuncah di dalam diriku. “Bagaimana kamu tahu? Kamu bahkan belum cukup
HanaMinggu ini benar-benar kacau. Sejak kembali ke kota ini, rasanya aku terus-menerus berlarian menyelesaikan berbagai urusan tanpa sempat istirahat sedikit pun.Setidaknya Lilly sekarang merasa lebih nyaman. Gabriel menolak untuk mengirim kasurnya karena kasur di sini lebih nyaman, tapi dia setuju untuk mengirimkan seprai dan selimutnya. Itu sudah cukup membuat perubahan, dan sekarang dia bisa tidur nyenyak sepanjang malam.Gabriel … dari mana aku harus memulainya? Dia pulang ke rumah meskipun larut malam, tapi hanya sebatas itu. Kami saling menghindari dan mencoba hidup seperti tidak saling ada. Kurasa ini cara terbaik untuk kami. Ini akan mencegah Lilly melihat kami bertengkar terus-menerus.“Ibu, katanya ingin bicara denganku?” Suara Lilly menarikku dari lamunanku.Aku meletakkan pakaian yang sedang kulipat dan duduk di tempat tidur sebelum memberi isyarat padanya untuk melakukan hal yang sama. Dia melangkah mendekat dengan dahi berkerut dan duduk di sebelahku.Kami berada di kam
Punggung wanita itu membelakangiku, begitu juga dengan Guntur. Aku tidak perlu mengkhawatirkan Calvin, sebab dia terlihat begitu tergila-gila dan mengarahkan perhatiannya pada setiap perkataan wanita itu dengan senyuman lembut di bibirnya.Lagi-lagi, perasaan tidak nyaman menyusupi diriku. Mengapa aku merasa aku tidak bisa bernafas? Kerongkonganku terasa tercekat melihatnya. Aku berfokus pada mereka. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan karena mereka berjarak beberapa meja dariku, tapi kedamaian dan kebahagiaan di wajah Calvin sudah cukup untuk membuatku tahu apa yang tengah terjadi. Dia sedang berkencan dan Guntur ikut. Wanita itu bahkan tidak mempermasalahkannya, tapi tidak mungkin aku akan membiarkan wanita lain menggantikanku di kehidupan putraku. Aku tidak bisa melihat Guntur, tapi aku tahu, seperti dengan Calvin, dia senang bisa berada di sini. Calvin pasti akan langsung pergi dengan putra kami kalau dia merasa sebaliknya. Entah mengapa, aku tetap ada di sana meski