Ini semua terasa membingungkan dan membuatku frustasi. Aku benci bahwa aku harus diberi tahu soal kehidupanku oleh orang lain. Seharusnya itu sesuatu yang kuingat sendiri, bukannya malah diberi tahu oleh orang lain seakan-akan itu hanya cerita belaka. “Kamu berkata bahwa kamu hadir di hidupku setelah Emma kembali, tapi kamu sudah mengetahui cerita kami. Bagaimana bisa itu terjadi, bagaimana kita bertemu?”“Aku dan Travis berpacaran. Kami sudah berpacaran selama hampir dua tahun. Aku tahu ceritamu dengan Emma dan Rowan karena Travis-lah yang mengatakannya.”Dan keadaan semakin menarik. Aku tidak menyangka ini. Mengingat bagaimana Travis juga membenciku, aku pikir dia akan memperingatkan pacarnya untuk menjauhi aku.Juga, bagaimana kami bisa berteman? Travis adalah orang yang rumit, dan aku yakin pacarnya mungkin sama saja. Lagipula, bukankah burung yang sejenis biasanya berkumpul bersama?Dia pasti melihat keraguan di mataku karena dia menggenggam tanganku.“Aku tahu apa yang kamu piki
Dia bergegas ke arah kami. Ketika dia mendekat, dia menarikku dari kursiku sebelum menciumku.Biasanya aku tidak akan protes akan ciuman itu, tapi ada sesuatu yang berbeda. Rasanya aku dipenuhi oleh kemarahan dan kepahitan. Itu menyakitkan dan menyakitkan. Hampir seperti dia mencoba mengklaimku. Seolah-olah dia berusaha menghapus nama Ethan dari bibirku.Aku berdiri kaku, menolak untuk membalas ciumannya. Aku ingin jawaban, dan dia memotong pembicaraan Ruby sebelum dia bisa memberi tahuku di mana Ethan berada.Ketika dia menyadari bahwa aku tidak merespons ciumannya, dia berhenti dan melangkah mundur. Kemarahan masih berkobar di matanya, tetapi itu tidak menggangguku sama sekali. Tidak ketika aku sangat ingin tahu apa yang terjadi pada pria yang ternyata telah membuatku jatuh cinta. Pria yang telah melakukan apa yang kupikir tidak mungkin, yaitu membawaku pergi dari Rowan.“Aku ingin jawaban, Rowan, dan aku ingin sekarang,” ujarku menuntut sambil melipat tanganku di dadaku. “Katakan pa
Aku menggendongnya dan kami menuju perpustakaan. Inilah salah satu tempat kesukaanku di rumah. Aku duduk di dekat jendela besar, aku melepas baju dan dalamanku, Liliana segera menyusu padaku.Aku melihatnya saat dia menyusu. Mata indahnya menatapku dengan kekaguman dan kepercayaan. Aku tertawa kecil saat aku menyadari tidak ada satu pun dari anak-anakku yang mewarisi mataku. Mereka berdua mewarisi mata ayahnya.Sembari menyusuri pipinya dengan jemariku, aku terus menatapnya. Bertanya-tanya bagaimana penampilan Ethan. Liliana terlihat seperti aku, kecuali matanya, jadi aku tidak memiliki apa pun untuk dibayangkan tentang bagaimana Ethan terlihat.Setelah dia selesai, aku berdiri dan menggendongnya. Dia bukan bayi yang rewel dan biasanya tidur setelah menyusu, tetapi saat ini dia bertindak keras. Dia menangis dan menolak untuk tenang.Aku hampir menyerah setelah beberapa menit mencoba menenangkannya ketika Rowan masuk. Dia telah melepas mantelnya, dan lengan bajunya dilipat. Dengan perla
Aku duduk di ruang tengah dan membaca beberapa kata dan angka. Kalau aku mau kembali mengajar, maka aku perlu mempelajari huruf dan angka ulang. Liliana tertidur di ranjang yang bisa dibawa ke mana-mana, jadi kubawa saja dari kamar atas. Aku tidak menyukai untuk meninggalkan dirinya sendirian sepanjang waktu. Jadi di sinilah kami. Dia tidur saat aku belajar ulang. Kepalaku masih berputar dari semua yang kuketahui kemarin tentang Ethan. Aku masih tidak percaya bahwa dia mempermainkanku dengan cara yang begitu kejam. Bahwa aku tidak mencurigainya sama sekali selama bulan-bulan kami bersama.Aku tidak tahu apa yang membuatku masuk dalam pesonanya di awal. Apakah karena Emma kembali dan aku ingin Rowan melihat bahwa hubungannya dengan Emma tidak mempengaruhiku? Atau karena aku sudah begitu putus asa dan haus akan kasih sayang sehingga aku jatuh cinta pada pria pertama yang menunjukkan ketertarikan padaku?Aku merasa frustrasi karena aku tidak tahu apa yang terjadi dalam pikiranku saat se
Nora dan Theo sampai sekitar tiga puluh menit kemudian. Seperti yang kukatakan, aku belum keluar rumah sama sekali setelah aku dipulangkan dari rumah sakit. Aku tidak sadar melihat seberapa besar perubahan kota ini. Empat tahun itu waktu yang lama bagi kota bermobilitas tinggi seperti ini untuk tetap sama.Ketika bel berbunyi, aku dengan antusias berdiri dan membuka pintu.“Apakah kamu dan Liliana sudah siap?” tanya Nora. Dia dipenuhi aura sama antusiasnya denganku. Aku membiarkan mereka berdua memelukku. Berada di pelukan mereka terasa nyaman dan familiar sekali. Seakan inilah yang sering kudapat dari mereka.“Iya. Sebentar, biar kuambil dia.”Aku berbalik dan kembali ke ruang tamu. Mengangkat putriku, lalu aku mengucapkan selamat tinggal dengan cepat kepada Teresa, lalu meninggalkan rumah.Aku hampir naik ke mobil mereka ketika seorang pengawal menghentikanku.“Maaf, Nyonya, tapi aku tidak bisa membiarkanmu pergi,” katanya, kemudian kegiranganku sirna.Aku tidak tahu namanya, meski
Rowan. Aku masih tidak bisa melupakan perkataan Ruby dari kepalaku. Ketika aku pulang lebih awal hari itu, aku sudah membayangkan untuk menghabiskan waktu bersama dengan Ava. Aku tidak berpikir akan mendengar Ruby berkata pada Ava bahwa dia jatuh cinta dengan Ethan. Rasa sakit yang merasuki hatiku sudah hampir membutakanku. Meskipun aku membenci hubungan Ava dengan Ethan, kupikir mereka hanya teman tidur belaka. Bahwa hal di antara mereka tidak lebih dari seks.Fakta bahwa dia telah jatuh cinta padanya lebih menyakitkan daripada mengetahui bahwa dia telah tidur dengannya. Rasanya aku hampir mati saat mengetahui bahwa dia telah mulai merancang masa depan dengan pria itu.Aku telah menyembunyikan rasa sakitku dengan kemarahan. Aku tidak tahu bagaimana memberitahunya bahwa kemungkinan dia merasakan secercah cinta untuk Ethan telah menghancurkan jiwaku menjadi serpihan darah yang menyakitkan. Rasanya terlalu menyakitkan untuk diungkapkan.Pertanyaan soal ‘bagaimana jika ...’ telah mengha
“Ada apa?” tanya Gabriel saat aku berdiri. Aku tidak bisa berpikir jernih. Mereka seharusnya menjaga Ava. Lalu kenapa dia ada di rumah sakit? Ini alasan mengapa aku tidak ingin dia meninggalkan kompleks perumahan. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi aku tahu dia lebih aman di rumah.“Theo baru saja memberi tahuku bahwa Ava telah dilarikan ke rumah sakit,” jawabku melalui gigi yang digertakkan.Aku marah dan khawatir pada saat yang sama. Aku tidak bisa menahan diri jika ada sesuatu yang terjadi padanya. Tidak ketika aku baru saja mendapatkan dia kembali.“Ayo, aku akan mengantarmu.”Aku hanya mengangguk sebelum menuju keluar.“Batalkan semua rapatku,” kataku pada sekretarisku saat berjalan menuju lift.Tatapanku pasti sudah tersirat karena orang-orang yang ada di lorong langsung menghindar. Mereka memberiku jalan seperti laut yang terbelah.Jantungku berdebar saat Gabriel dan aku naik lift ke tempat parkir bawah tanah. Aku tidak bisa menghentikan ingatan saat terakhir kali dia diba
Hai para pembacaku terkasih! Kuharap kalian semua baik-baik saja
Hai pembaca terkasih, aku baru saja membaca komentar kalian dan kalian benar-benar memberi tahuku perasaan kalian. Setiap orang berhak atas pendapatnya masing-masing, dan aku menghormati itu. Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubah pandangan mereka, dan itu benar-benar tidak masalah.Aku telah menerima beberapa kritik yang sangat baik, dan aku ingin berterima kasih kepada mereka yang telah menunjukkan kesalahanku. Aku selalu kesulitan menulis bagian akhir cerita, dan itulah mengapa kadang-kadang terasa terburu-buru. Jangan khawatir, aku akan bekerja keras untuk memperbaikinya di buku berikutnya.Tentang Emma dan Calvin, aku ingin kalian semua mengerti bahwa ini memang selalu menjadi akhir yang direncanakan, setidaknya di buku ini.Emma tidak mencintai Calvin. Dia menyesal atas apa yang dia lakukan, tetapi dia tidak pernah mencintainya dengan kedalaman yang sama seperti Calvin mencintainya. Dengan kata lain, dia mencintai Calvin, tetapi dia tidak jatuh cinta padanya. Calvin pan
Hana. Aku seolah sedang melayang dalam langit ketujuh. Aku merasa hangat, damai, dan dicintai. Perlahan, aku terbangun. Gabriel di belakangku dengan tangannya yang merengkuhku. Dia selalu melakukan ini setiap kali kami tidur. Dia terus memegangiku, seolah takut kalau aku akan menghilang kalau dia tidak melakukannya. Aku menggeliat sedikit untuk lepas dari tangannya. Alih-alih melepasku, dia mengeratkan tangannya, yang mendorongku mendekat ke badannya. Aku berhenti ketika merasakannya. Ketika kurasakan kejantanannya yang mengeras, libidoku naik, dan aku segera menginginkannya. Aku ingin merasakannya memasukiku. Kehidupan ranjang kami sehat, tapi selalu ada waktu di mana aku menginginkan lebih. Dengan memiliki tiga anak, kadang sulit untuk mendapat waktu untuk berduaan. “Hmm,” geram Gabriel ketika aku menggesekkan pantatku di kejantanannya. Suaranya menggetarkan klitorisku. Aku melakukannya lagi, dan mengundang desahan seksi darinya. Gabriel mulai membubuhi punggung, pundak, dan
“Tentu,” dia membalas senyumku tepat saat Henry berjalan mendekati kami.“Aku di sini untuk mencuri istriku yang cantik.” Suaranya serak, dan aku tak bisa menahan diri untuk tidak meleleh mendengar nadanya. Suaranya benar-benar seksi.“Dia milikmu.” Calvin melepaskanku dan menyingkir sebelum pergi.Henry menarikku ke dalam pelukannya, memastikan tidak ada jarak di antara kami. “Apakah kamu baik-baik saja? Punggungmu sakit? Kaki-kakimu bagaimana?”Lihat apa yang aku bilang? Dia mendominasi di dunia hukum, tapi perhatian dan penuh cinta sebagai pasangan. Aku bahkan tidak tahu bahwa aku punya tipe pria seperti ini sampai aku bertemu dengannya.“Aku baik-baik saja, cintaku, berhentilah khawatir,” ujarku sambil terkekeh dan menyeret diriku lebih dekat padanya.“Sudahkah aku memberitahumu bahwa aku mencintaimu?” tanyanya.Aku tidak bisa menahan senyum saat aku berdiri di ujung jari kakiku dan berbisik di bibirnya. “Sudah kamu katakan seribu kali hari ini, tapi aku tidak mengeluh.”“Kamu adal
Merrisa adalah salah satu pengiring pengantin perempuanku, begitu juga Ava, Calista, Ruby, Hana, dan Anjani. Mereka telah menjadi sahabatku selama empat tahun terakhir sejak kecelakaan itu. Tentu saja, aku tidak pernah bisa menggantikan Merrisa, dia sahabat terbaikku, tapi aku bersyukur memiliki mereka.Ditambah lagi, kemarin Merrisa memberitahuku bahwa dia berpikir untuk pindah ke sini. Aku sangat bersemangat. Aku menyayanginya, tapi kami mengakui bahwa menjalani persahabatan jarak jauh itu sulit. Aku benar-benar merasa di atas awan karena dia akan berada di dekatku.Musiknya melambat, dan Guntur mendekat, memecah semua percakapan lain.“Bolehkah aku berdansa denganmu, Ibu?”Seruan riuh para tamu terdengar, dan aku bersumpah hatiku langsung meleleh.“Tentu saja, putra tampanku,” jawabku sebelum menggenggam tangannya.Guntur sekarang sudah empat belas tahun, sudah jadi remaja. Bisa kalian percaya itu? Tingginya sudah sama denganku, dan aku yakin dalam beberapa tahun dia akan lebih ting
Emma. Aku menari dengan Merrisa, membiarkan musik menenggelamkanku. Aku merasakan sedikit rasa sakit di punggungku, tapi masa bodoh, sebab aku merasa sangat bahagia. Gaunku berayun mengikuti irama tubuhku sembari kami meneriakkan lirik lagu Cruel Summer milik Taylor Swift sekuat tenaga. Ava, yang hamil besar bergabung dengan kami. Aku tertawa sebab dia berpikir bahwa dia sedang menari, tapi tidak. Aku bahkan tidak tahu apa yang dilakukannya. Aku bisa menghitung saat-saat terbahagiaku dengan jari. Satu adalah ketika aku lolos ujian pengacara. Kedua, ketika Guntur memanggilku Ibu untuk pertama kali setelah bertahun-tahun lamanya, dan yang ketiga adalah hari ini, di hari pernikahanku.Kalian tidak salah dengar. Aku baru saja menikah, dan aku tidak pernah sebahagia ini. Ingat pengacara tampan yang kuberi tahu Ava saat ulang tahun James? Ya, dia tidak mau menyerah, tidak peduli berapa kali aku menolaknya. Dia terus bertanya hampir setiap hari. Aku lelah ditanyai hal yang sama setiap har
Jadi, kalian sudah sampai pada akhir dari Penyesalan Mantan Suami dan cerita sampingannya. Aku hanya mau berterima kasih pada kalian semua atas cinta dan dukungan kalian akan buku ini. Ini adalah buku terpanjang yang pernah kutulis, dan sejauh ini adalah yang paling sukses. Buku ini tidak akan sesukses ini kalau bukan karena dukungan kalian. Maka dari itu, terima kasih banyak. Terima kasih sudah menjadi bagian dari perjalanan buku ini dari awal sampai akhir. Hal ini sungguh berarti bagiku. Sekarang, aku mau mengumumkan bahwa buku Noah akan diunggah selanjutnya. Judulnya ‘Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan’. Aku masih mengerjakan plotnya, tapi akan kuunggah pada pertengahan Oktober, nantikan saja! Kita akan ada cerita sampingan soal Guntur dan mungkin satu lagi soal Lilly. Inilah sedikit intipan dari Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan. Di bawah ini hanyalah cuplikan kasarnya. ***Shella. Aku berjalan ke arah altar. Jantungku berdegup, dan langkahku lambat. Bunga mawa
Tiga tahun kemudian.Emma.“Serius, Emma, kapan kamu akan mulai berkencan?” tanya Ava sambil duduk di sampingku.Aku memandang ke arah halaman belakang, dan aku tak bisa menahan senyum yang muncul di bibirku. Hari ini adalah ulang tahun anak laki-laki Travis dan Ruby. James, dinamai dari ayah kami, yang berusia satu tahun hari ini.Ruby dan Travis menikah sekitar dua tahun yang lalu. Travis langsung melamarnya setelah aku sadar dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawaku. Kalian mungkin bertanya-tanya apa yang terjadi pada pengemudi itu. Dia saat ini sedang menjalani hukuman lima tahun penjara karena mengemudi sembarangan. Aku berharap dia belajar dari kesalahannya.Kembali ke Travis dan Ruby. Kurasa melihatku di rumah sakit membuatnya menyadari betapa singkatnya hidup manusia. Dia melamarnya, dan Ruby setuju. Mereka menikah saat musim semi. Sebagai hasil dari perbaikan hubunganku dengan Ava, aku dibawa masuk ke pertemanan mereka. Calista dan Reaper menikah dalam sebuah pernikahan k
“Tidak! Aku harus mengejan!” seruku sambil menggenggam baju Gabriel. Aku merasa seperti sudah gila. Seolah aku sudah kehilangan akal sehatku. Rasa sakit ini sungguh sudah membuatku gila. Untungnya, kami sampai di kamar sebelum aku melahirkan di koridor rumah sakit sialan ini. Aku menghela nafas lega saat memasuki ruangan, dan mereka mulai mempersiapkanku. Ava sudah di dalam. Aku bersyukur memiliki seseorang yang mengerti rasanya kemaluan terbelah dua agar manusia cilik itu bisa terlahir ke dunia. “Aku tidak bisa menahannya lagi,” ujarku sebelum mengejan sekuat tenaga. Aku bersumpah bisa merasakan belahan pantatku seolah terbelah, yang menambah rasa sakitku.“Ini semua salahmu!” seruku pada Gabriel sambil mencengkeram erat tangannya. Aku menatap tajam padanya dengan nafas yang menderu. Batang hidungku kembang-kempis untuk berusaha meraup sebanyak-banyaknya oksigen ke paru-paruku. “Ayo, Hana, ejanlah!” ujar Ava sambil menyeka keringat dari dahiku. “Jangan pedulikan Gabriel.”“Jaha
“Tidak apa-apa, sayangku. Ibu hanya akan melahirkan. Ingatkah yang Ibu katakan padamu apa yang akan terjadi ketika sudah waktunya?”Dia menganggukkan kepalanya. “Iya. Ibu bilang akan merasa kesakitan, tapi aku tidak seharusnya takut, sebab itu bagian dari melahirkan bayi ke dunia.”“Bagus,” ujarku sambil meringis saat sakit kontraksi kembali menghampiri. “Itulah yang terjadi sekarang, jadi janganlah takut.”Gabriel menggenggam tanganku dan membantuku keluar dari kamar. Aku bernafas melalui hidung dan mulutku, tapi jujur saja. Ini sama sekali tidak membantu, ‘kan?“Aku hanya tidak paham. Kenapa Ibu harus kesakitan? Kenapa bayinya tidak langsung lahir saja tanpa menyakiti Ibu?”Hal terakhir yang kuinginkan adalah menorehkan trauma pada putriku dengan menjelaskan padanya bahwa rasa sakit memang lumrah untuk mengeluarkan bayi dari diriku. Dia pasti akan ingin tahu mengapa bayi harus dikeluarkan dengan mengejan, dan aku harus menjelaskan bahwa bayi itu besar, dan jalan keluarnya lebih kecil