“Menurutku aku harus di rumah bersamamu dan Liliana.” Aku dengan mau tidak mau memakai pakaianku saat pandanganku bertemu dengan mata cokelat Ava dari kaca. Dia masih duduk di ranjang dengan pakaian tidurnya. Noah sudah pergi sekolah. Dia juga malas pergi ke sekolah. Tapi dia tidak ada pilihan. “Kamu harus pergi bekerja,” ucapnya dengan tegas saat dia berdiri dan berjalan ke arahku. Dia dengan perlahan meraba dadaku dengan tangannya sebelum mulai mengancingkan bajuku. Merasakan tangannya membuatku mengingat kejadian malam kemarin. Rasa bibirnya masih terkecap di bibirku. Aku tidak bisa menghilangkan ingatan dirinya yang menggesekkan dirinya pada kejantananku dari otakku. Dia terlihat sangat cantik dan seksi saat otu. Aku benar-benar ingin merobek pakaiannya dan berhubungan badan dengannya sampai kami tidak bisa berjalan. Intensitas akan seberapa banyak aku bernafsu padanya membuatku terkejut. Ini hal baru, tapi sangat penuh gairah dan nafsu. Ini hal yang tidak akan pernah kubayang
Aku menatap pada jejeran dokumen di depanku, tapi kalimatnya sama sekali tidak jelas. Aku tidak bisa memahaminya, kebanyakan karena aku tidak bisa fokus. Pikiranku melalangbuana pada Ava. Aku tidak bisa berhenti khawatir, meskipun sudah ada pengawal yang melindungi seluruh kompleks.Bagaimana jika sesuatu terjadi, dan aku tidak ada di sana untuk melindunginya?Itu yang paling menggangguku saat ini. Aku sudah gagal melindunginya sekali, saat dia tertembak. Aku takut kejadian itu akan terulang.Ponselku berdering, dan aku langsung meraihnya. Kecewa rasanya saat melihat nama Reaper muncul di layar. Beberapa hari yang lalu, aku baru saja membelikan Ava ponsel baru, dan aku berharap panggilan itu darinya.Dengan napas panjang, aku menjawab. "Apa?""Apa yang membuatmu kamu uring-uringan?" tanyanya sambil mendengus.Aku masih tidak suka bajingan ini, dan dia jelas juga tidak menyukaiku, tapi demi Ava dan Liliana, kita harus bekerja sama untuk melindungi mereka.“Kamu menelepon buat hal penti
Ava. Ah, benar-benar. Aku benar-benar merindukan suamiku. Hanya baru beberapa jam sejak Rowan pergi dan aku tidak tahan untuk mengambil ponselku dan meneleponnya. Aku tahu aku yang mendesak dia untuk pergi bekerja hari ini, tetapi sekarang aku menyesalinya. Aku telah menyelesaikan semua pekerjaan rumah, yang, omong-omong, tidak banyak karena Teresa sudah menangani segalanya. Aku merasa sangat bosan karena tidak ada yang bisa dilakukan. Liliana menghabiskan sebagian besar waktu dengan tidur, dan Teresa sibuk, jadi tidak ada siapa pun yang bisa menemaniku.Aku mencoba memanggang kue, tapi usahaku gagal. Seperti kejadianku dengan pancake, aku kesulitan mengingat resep dan juga menakar bahan-bahannya.Sambil menghela nafas, aku mengambil monitor bayi dan pergi ke halaman belakang. Aku langsung menuju gazebo yang indah yang membuatku terpesona sejak pertama kali melihatnya.Aku tidak ingat gazebo itu ada sebelumnya, jadi mungkin itu ditambahkan entah dalam rentang waktu hilang ingatanku.
Ini semua terasa membingungkan dan membuatku frustasi. Aku benci bahwa aku harus diberi tahu soal kehidupanku oleh orang lain. Seharusnya itu sesuatu yang kuingat sendiri, bukannya malah diberi tahu oleh orang lain seakan-akan itu hanya cerita belaka. “Kamu berkata bahwa kamu hadir di hidupku setelah Emma kembali, tapi kamu sudah mengetahui cerita kami. Bagaimana bisa itu terjadi, bagaimana kita bertemu?”“Aku dan Travis berpacaran. Kami sudah berpacaran selama hampir dua tahun. Aku tahu ceritamu dengan Emma dan Rowan karena Travis-lah yang mengatakannya.”Dan keadaan semakin menarik. Aku tidak menyangka ini. Mengingat bagaimana Travis juga membenciku, aku pikir dia akan memperingatkan pacarnya untuk menjauhi aku.Juga, bagaimana kami bisa berteman? Travis adalah orang yang rumit, dan aku yakin pacarnya mungkin sama saja. Lagipula, bukankah burung yang sejenis biasanya berkumpul bersama?Dia pasti melihat keraguan di mataku karena dia menggenggam tanganku.“Aku tahu apa yang kamu piki
Dia bergegas ke arah kami. Ketika dia mendekat, dia menarikku dari kursiku sebelum menciumku.Biasanya aku tidak akan protes akan ciuman itu, tapi ada sesuatu yang berbeda. Rasanya aku dipenuhi oleh kemarahan dan kepahitan. Itu menyakitkan dan menyakitkan. Hampir seperti dia mencoba mengklaimku. Seolah-olah dia berusaha menghapus nama Ethan dari bibirku.Aku berdiri kaku, menolak untuk membalas ciumannya. Aku ingin jawaban, dan dia memotong pembicaraan Ruby sebelum dia bisa memberi tahuku di mana Ethan berada.Ketika dia menyadari bahwa aku tidak merespons ciumannya, dia berhenti dan melangkah mundur. Kemarahan masih berkobar di matanya, tetapi itu tidak menggangguku sama sekali. Tidak ketika aku sangat ingin tahu apa yang terjadi pada pria yang ternyata telah membuatku jatuh cinta. Pria yang telah melakukan apa yang kupikir tidak mungkin, yaitu membawaku pergi dari Rowan.“Aku ingin jawaban, Rowan, dan aku ingin sekarang,” ujarku menuntut sambil melipat tanganku di dadaku. “Katakan pa
Aku menggendongnya dan kami menuju perpustakaan. Inilah salah satu tempat kesukaanku di rumah. Aku duduk di dekat jendela besar, aku melepas baju dan dalamanku, Liliana segera menyusu padaku.Aku melihatnya saat dia menyusu. Mata indahnya menatapku dengan kekaguman dan kepercayaan. Aku tertawa kecil saat aku menyadari tidak ada satu pun dari anak-anakku yang mewarisi mataku. Mereka berdua mewarisi mata ayahnya.Sembari menyusuri pipinya dengan jemariku, aku terus menatapnya. Bertanya-tanya bagaimana penampilan Ethan. Liliana terlihat seperti aku, kecuali matanya, jadi aku tidak memiliki apa pun untuk dibayangkan tentang bagaimana Ethan terlihat.Setelah dia selesai, aku berdiri dan menggendongnya. Dia bukan bayi yang rewel dan biasanya tidur setelah menyusu, tetapi saat ini dia bertindak keras. Dia menangis dan menolak untuk tenang.Aku hampir menyerah setelah beberapa menit mencoba menenangkannya ketika Rowan masuk. Dia telah melepas mantelnya, dan lengan bajunya dilipat. Dengan perla
Aku duduk di ruang tengah dan membaca beberapa kata dan angka. Kalau aku mau kembali mengajar, maka aku perlu mempelajari huruf dan angka ulang. Liliana tertidur di ranjang yang bisa dibawa ke mana-mana, jadi kubawa saja dari kamar atas. Aku tidak menyukai untuk meninggalkan dirinya sendirian sepanjang waktu. Jadi di sinilah kami. Dia tidur saat aku belajar ulang. Kepalaku masih berputar dari semua yang kuketahui kemarin tentang Ethan. Aku masih tidak percaya bahwa dia mempermainkanku dengan cara yang begitu kejam. Bahwa aku tidak mencurigainya sama sekali selama bulan-bulan kami bersama.Aku tidak tahu apa yang membuatku masuk dalam pesonanya di awal. Apakah karena Emma kembali dan aku ingin Rowan melihat bahwa hubungannya dengan Emma tidak mempengaruhiku? Atau karena aku sudah begitu putus asa dan haus akan kasih sayang sehingga aku jatuh cinta pada pria pertama yang menunjukkan ketertarikan padaku?Aku merasa frustrasi karena aku tidak tahu apa yang terjadi dalam pikiranku saat se
Nora dan Theo sampai sekitar tiga puluh menit kemudian. Seperti yang kukatakan, aku belum keluar rumah sama sekali setelah aku dipulangkan dari rumah sakit. Aku tidak sadar melihat seberapa besar perubahan kota ini. Empat tahun itu waktu yang lama bagi kota bermobilitas tinggi seperti ini untuk tetap sama.Ketika bel berbunyi, aku dengan antusias berdiri dan membuka pintu.“Apakah kamu dan Liliana sudah siap?” tanya Nora. Dia dipenuhi aura sama antusiasnya denganku. Aku membiarkan mereka berdua memelukku. Berada di pelukan mereka terasa nyaman dan familiar sekali. Seakan inilah yang sering kudapat dari mereka.“Iya. Sebentar, biar kuambil dia.”Aku berbalik dan kembali ke ruang tamu. Mengangkat putriku, lalu aku mengucapkan selamat tinggal dengan cepat kepada Teresa, lalu meninggalkan rumah.Aku hampir naik ke mobil mereka ketika seorang pengawal menghentikanku.“Maaf, Nyonya, tapi aku tidak bisa membiarkanmu pergi,” katanya, kemudian kegiranganku sirna.Aku tidak tahu namanya, meski
Dia mulai berjalan lagi dan aku mengikutinya dari belakang.“Ini kantor Rowan,” ujarnya setelah kami berhenti di depan sebuah pintu.Namanya tertulis di pintu itu. Aku mengangguk, tidak begitu paham kenapa aku perlu tahu soal ini. Ya, aku akan bekerja untuknya, tapi apa aku benar-benar perlu berurusan dengan atasan lain?“Kantorku tepat di sebelahnya, tapi biar kutemani keliling perusahaan dengan cepat sebelum aku minta sekretarisku yang lain untuk menunjukkan sisanya dan membimbingmu tentang tugas-tugasmu nanti.”“Itu benar-benar tidak perlu ... sekretarismu saja pasti bisa menemaniku berkeliling. Kamu pasti punya banyak hal yang harus dikerjakan,” ujarku dengan suara yang dibuat manis.Gabriel terkenal karena sering tidur dengan asisten pribadinya, dan dia tidak pernah benar-benar menyembunyikan fakta kotor itu.Hal itu sangat menggangguku waktu kami masih menikah. Aku benci mengetahui kalau dia suamiku, tapi tetap saja dia tidak bisa menjaga diri. Bukan berarti aku tidak bisa member
“Hana, keluarlah dari mobil sekarang! Kamu membuang-buang waktuku,” bentak Gabriel padaku.Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya. Alisnya mengernyit dan dia terlihat tidak sabar dan kesal. Aku mendesah sebelum turun dari mobil. Inilah Gabriel yang biasa kutemui. Dingin, arogan, dan kasar.Aku merapikan rokku sebelum mengambil tas tangan. Dia mulai berjalan, dan aku mengikutinya dari belakang seperti anak domba yang digiring ke rumah jagal. Rasanya aku sangat gugup, seolah jantungku hampir meloncat keluar dari dadaku.Aku sedang memasuki dunia Gabriel. Wilayahnya. Rasanya tidak nyaman dan menakutkan berada di tempat di mana dia memiliki kendali penuh atas setiap aspek.Gabriel menekan tombol lift, dan pintunya terbuka. Aku masuk, berdiri di sebelahnya, dan mencoba menenangkan detak jantungku yang berdebar kencang."Satu-satunya yang punya akses ke lift ini adalah keluargaku, dan lift ini langsung membawa kita ke lantai atas, tempat kantor kami," ujarnya lalu melanjutkan, "Aku akan mena
HanaHandi, salah satu sopir Gabriel, membukakan pintu untukku, dan aku masuk lalu diikuti Gabriel yang duduk di sampingku. Aku masih belum percaya bahwa aku setuju untuk ini, tapi jauh di lubuk hati aku tahu ini masuk akal. Gabriel benar, tidak ada cara yang lebih baik untuk mendapatkan pengalaman dalam mengelola perusahaan selain belajar dari yang terbaik. Dalam hal bisnis, Gabriel dan Rowan adalah yang terbaik. Mereka bahkan melampaui Ayah mereka, yang sudah pensiun tapi masih menjadi kepala dewan direksi.Butuh waktu untuk bersiap-siap karena aku tidak bisa memutuskan pakaian apa yang akan kupakai. Kebanyakan waktu aku bekerja dari rumah, dan saat aku pergi ke kantor, aku mengenakan pakaian kasual karena perusahaan tempatku bekerja dulu agak santai dalam hal pakaian. Aku ingin terlihat rapi dan memberi kesan pertama yang baik. Aku tidak punya banyak pakaian kerja dan berencana untuk berbelanja akhir pekan ini. Uangku memang terbatas, tapi aku masih bisa membeli beberapa rok dan blu
Gabriel. Aku bangun dengan menggeram dan kejantananku yang sekeras batu. Sial, ketika aku menandatangani surat kontrak pernikahan dengan Hana, aku tidak memperkirakan seberapa menyiksanya ini. Aku tidak memperkirakan bagaimana dia akan membuatku merasa seperti ini. Aku tengah terangsang, dan kejantananku seolah protes seberapa sulitnya menahan ini. Aku beranjak dari ranjangku dan berjalan ke kamar mandiku yang tempatnya dekat dengan kejantananku yang mengeras. Aku masih tidak paham bagaimana hal ini bisa terjadi. Maksudku, aku bukanlah seorang remaja yang tidak bisa mengendalikan nafsunya. Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku terbangun dengan kejantananku yang menegak. Bahkan belum sebulan sejak Hana kembali, dan aku bertingkah layaknya anak SMA. Aku jujur tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Aku tidak tahu bagaimana bisa dia memengaruhiku seperti ini, padahal dulunya tidak. Selain dari kemolekan tubuh dan sifatnya, dia masihlah Hana yang sama yang kukenal dulu, jadi aku tidak
“Apa yang kamu lihat larut malam begini?” Suara berat dari belakang mengejutkanku.“Astaga, kamu membuatku kaget,” gumamku sambil berusaha menenangkan jantungku yang berdebar kencang. “Jangan pernah muncul diam-diam seperti itu lagi.”Gabriel berjalan mengelilingi meja dapur dan berdiri di sisi seberang. Begitu dia berdiri di situ dan aku melihatnya, tenggorokanku tiba-tiba terasa kering. Aku merasa kehausan, seolah-olah sudah lama tidak minum, dan menelan ludah pun menjadi masalah besar.Gabriel tidak mengenakan apa pun kecuali celana olahraga abu-abu yang menggantung rendah di pinggulnya. Pria ini seperti karya seni dengan tubuh Dewa Yunani. Bahunya yang lebar, perutnya yang berotot, dan garis “V” yang pasti membuat siapa pun tergila-gila.Ada jejak rambut gelap yang dimulai dari pusarnya dan menghilang ke dalam celananya. Seolah-olah itu menunjuk ke arah kejantanannya.Aku ingin memalingkan mata, tapi itu mustahil. Mataku menikmati pemandangan itu seolah-olah dia adalah satu-satunya
GabrielAku masih bisa merasakan lembutnya kulitnya di bawah sentuhanku. Sesaat, aku ingin menggesekkan ibu jariku di persendian lengannya yang berdenyut.Versi baru dirinya ini menarik perhatian. Dia dipenuhi oleh semangat, dan sikap barunya adalah sesuatu yang bisa membuatku terobsesi. Aku suka wanita yang percaya diri, seksi, dan punya kepribadian berapi-api. Aku suka sekali ketika mereka melawan dan menantang balik.Dia telah bertransformasi menjadi tipe wanita seperti itu, dan ini membuatku tertarik. Dia tangguh dan tidak takut mengatakan padaku untuk pergi jauh. Kenapa aku tidak akan tertarik pada itu?Saat kami menikah, dia membosankan. Kepribadiannya yang hambar membuatnya tampak kusam di mataku. Tidak ada yang menarik darinya. Dia terlalu penurut, sementara aku menyukai wanita yang memiliki ‘cakar’. Dia melakukan segalanya untuk menyenangkan dan menarik perhatianku.Dia berusaha keras untuk membuatku tertarik padanya, tanpa menyadari bahwa hal itu justru membuatku semakin menj
Hana“Apa maumu, Gabriel? Seperti yang kamu lihat, aku sedang tidak ingin bicara.” Aku bangkit dari lantai sambil menghapus air mataku.Kata-kata Lilly masih terngiang di kepalaku serta menyayat hatiku berulang kali. Aku mengusap rambutku untuk mencoba mengusir rasa sakit yang kurasakan. Aku tahu ini akan terjadi. Aku tahu dia mungkin tidak akan menerimanya dengan baik.Maksudku, bagaimana bisa seseorang menerimanya dengan baik ketika ibunya tiba-tiba mengungkapkan bahwa pria yang selama ini dianggapnya Ayah ternyata bukan ayahnya? Bahwa dia telah dibohongi dan tidak ada yang mau memberi tahu kebenarannya hingga keadaan memaksa. Aku mengerti perasaannya dan paham reaksinya. Aku hanya tidak tahu bagaimana menghadapi kata-katanya dan rasa sakit yang kulihat di matanya.“Dia tidak benar-benar bermaksud begitu,” ujar Gabriel sambil berjalan lebih dekat ke kamarku.Aku menatapnya tajam dan merasakan sesuatu yang buruk membuncah di dalam diriku. “Bagaimana kamu tahu? Kamu bahkan belum cukup
HanaMinggu ini benar-benar kacau. Sejak kembali ke kota ini, rasanya aku terus-menerus berlarian menyelesaikan berbagai urusan tanpa sempat istirahat sedikit pun.Setidaknya Lilly sekarang merasa lebih nyaman. Gabriel menolak untuk mengirim kasurnya karena kasur di sini lebih nyaman, tapi dia setuju untuk mengirimkan seprai dan selimutnya. Itu sudah cukup membuat perubahan, dan sekarang dia bisa tidur nyenyak sepanjang malam.Gabriel … dari mana aku harus memulainya? Dia pulang ke rumah meskipun larut malam, tapi hanya sebatas itu. Kami saling menghindari dan mencoba hidup seperti tidak saling ada. Kurasa ini cara terbaik untuk kami. Ini akan mencegah Lilly melihat kami bertengkar terus-menerus.“Ibu, katanya ingin bicara denganku?” Suara Lilly menarikku dari lamunanku.Aku meletakkan pakaian yang sedang kulipat dan duduk di tempat tidur sebelum memberi isyarat padanya untuk melakukan hal yang sama. Dia melangkah mendekat dengan dahi berkerut dan duduk di sebelahku.Kami berada di kam
Punggung wanita itu membelakangiku, begitu juga dengan Guntur. Aku tidak perlu mengkhawatirkan Calvin, sebab dia terlihat begitu tergila-gila dan mengarahkan perhatiannya pada setiap perkataan wanita itu dengan senyuman lembut di bibirnya.Lagi-lagi, perasaan tidak nyaman menyusupi diriku. Mengapa aku merasa aku tidak bisa bernafas? Kerongkonganku terasa tercekat melihatnya. Aku berfokus pada mereka. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan karena mereka berjarak beberapa meja dariku, tapi kedamaian dan kebahagiaan di wajah Calvin sudah cukup untuk membuatku tahu apa yang tengah terjadi. Dia sedang berkencan dan Guntur ikut. Wanita itu bahkan tidak mempermasalahkannya, tapi tidak mungkin aku akan membiarkan wanita lain menggantikanku di kehidupan putraku. Aku tidak bisa melihat Guntur, tapi aku tahu, seperti dengan Calvin, dia senang bisa berada di sini. Calvin pasti akan langsung pergi dengan putra kami kalau dia merasa sebaliknya. Entah mengapa, aku tetap ada di sana meski