Aku menatapnya, tidak benar-benar tahu harus berbuat apa. “Kamu tidak bisa melakukan itu. Ibunya belum terbangun.”“Aku tahu, tapi itu adalah aturan rumah sakit. Salah satu dari kalian harus membawanya pulang entah Ava bangun atau tidak.”Sial. Aku mengusap rambutku yang acak-acakan. “Tidakkah dia bisa tinggal sedikit lebih lama?”“Aku minta maaf, tetapi tidak bisa. Kami hanya bisa membiarkannya tinggal sampai besok, tetapi itu saja.”Aku mengangguk. “Baiklah. Aku akan mendiskusikannya dengan kakek-neneknya.”Tanpa menunggu, aku berjalan keluar dari ruang perawatan bayi dan langsung menuju ke kamar Ava. Aku hampir masuk, ketika pintu terbuka. Nora dan Theo keluar dari ruangan.“Orang yang ingin kutemui,” suara dokter membuat ketiga dari kami menoleh ke arahnya.“Apakah ada masalah?” tanya Theo, khawatir menghiasi wajahnya.“Ya. Aku ingin kalian mempertimbangkan opsi tertentu untuk Ava. Biasanya pasien terbangun dari koma dalam sebulan, kenyataannya Ava belum bangun membuat kami khawati
Aku menatapnya dengan tidak yakin apakah ini mimpi atau bukan. Pandangannya tidak fokus saat dia mengamati ruangan sebelum akhirnya mendarat padaku.Aku mungkin terlihat seperti orang bodoh, menatapnya dengan mulut terbuka lebar. Aku tahu aku sudah berdoa untuk sebuah keajaiban. Memohon padanya untuk bangun. Sekarang, ketika akhirnya itu terjadi, semuanya terasa tidak nyata.“Rowan? Ada yang salah?” Dia bertanya, suaranya penuh kebingungan.“Ya ampun, Ava. Kamu sudah bangun!” seruku dengan bahagia, mengejutkannya dalam prosesnya.Aku memeluknya dan menekannya ke dadaku. Rasanya begitu baik. Begitu menyenangkan melihatnya dengan mata terbuka.Segala sesuatu dalam diriku berteriak penuh kegembiraan. Aku bahagia. Aku terpesona.“Kenapa? Apa aku tidak boleh bangun?” Suaranya keluar dengan lirih.Aku menariknya menjauh dari diriku dan hanya menatapnya. Aku tidak bisa mempercayai mataku. Aku tidak bisa mempercayai keajaiban yang telah terjadi.Beberapa menit yang lalu, aku telah mencapai bat
“Apa-apaan ini Ava?” seru Theo sambil membantu Nora berdiri. “Kenapa kamu mendorongnya seperti itu?”Ava tidak mengatakan apapun. Dia memegangi kepalanya dan mulai menggelengkannya perlahan. Aku ada perasaan buruk mengenai ini. Ada sesuatu yang aneh. Kenapa dia tidak senang melihat orang tuanya?Aku merasa sudah tahu jawabannya di lubuk hatiku, tapi aku menolaknya. Katakanlah aku berhalusinasi, katakan sesuka kalian saja, tapi aku menolak untuk menerimanya. Ava sehat dan baik-baik saja. Hanya itu satu-satunya kebenaran yang mau kuterima. “Mari semuanya tenang,” ujar si dokter. “Aku yakin ada penjelasan bagus di balik perlakuan Ava tadi. Tidak baik untuk mendesaknya.”Ava memandangi kami. Berbagai perasaan berkecamuk dari pandangannya. Matanya dipenuhi oleh air mata, dan saat itulah aku menyadari bahwa dia tidak paham akan apa yang sedang terjadi. Dia sangat bingung dan merasa seakan tengah berdiri di ujung jurang.“Tidak,” geram Theo. “Aku paham dia baru tersadar dari koma, tapi aku m
Nora dan perawat terkesiap. Sedangkan kami menatapnya dengan terkejut. Aku tahu ini sudah buruk, tapi aku tidak menyangka akan seburuk ini.Matanya menelisik ke raut wajah kami. “Kenapa aku merasa bukan itu jawaban yang kamu harapkan?”“Ava, kita ada di tahun dua ribu dua puluh tiga,” jawabku lembut.“Astaga.”Benar. Berarti Ava tidak mengingat kehidupannya selama empat tahun terakhir ini. Dokter mencatat di buku kecilnya dan mencoret sesuatu di sana. “Aku perlu mencari tahu sesuatu. Kami perlu menjalankan beberapa pemeriksaan menyeluruh. Hal seperti ini biasa terjadi, tapi kami harus yakin bahwa telah mendiagnosanya dengan tepat.”Dia bergegas keluar ruangan dan diikuti oleh Rosa.Kami memandangi satu sama lain. Tidak ada yang tahu harus bersikap atau berpikri seperti apa. Tidak ada dari kami yang siap akan hal ini. Kami juga tidak menyangka ini akan terjadi. Kami terkejut.“Jadi, kamu benar-benar tidak mengingat kami?” tanya Nora setelah beberapa saat. Aku merasa kasihan pada merek
Aku sudah mendengar soal amnesia selektif. Aku menemukannya saat mencari tahu soal cedera otak. Aku hanya tidak berpikir itu akan diderita Ava.“Amnesia selektif berarti bahwa Ava melupakan beberapa kejadian di hidupnya, dan dia melupakan empat tahun terakhir kejadian di hidupnya. Berkaca dari kebanyakan kasus, dia bisa mengingat seluruh ingatannya, atau sebagian, datau dia bahkan tidak akan mengingatnya dan ingatan yang tidak kembali itu di benaknya akan menjadi ruang kosong selama hidupnya,” terangnya.Aku melihat reaksi semua orang. Noah dan aku-lah yang beruntung di sini. Dia mengingat kami, tapi tidak mengingat mereka.“Jadi, menurut perkataanmu dia mungkin tidak akan mengingat kami?” tanya Ruby dengan suara bergetar. Dia menyisirkan jarinya di rambutnya, tapi jarinya terlihat sedikit gemetar. Aku tahu seberapa menyakitkan hal ini baginya. Mereka adalah teman baik, tapi Dokter Charles berkata padanya bahwa Ava mungkin tidak akan mengingat seluruh kenangan yang mereka lalui.“Ituk
Setelah dia pergi, semuanya kembali ke kamar Ava, sedangkan aku tetap di sana sebentar. Aku hanya perlu waktu untuk bernafas. Segalanya terjadi begitu cepat dan asing bagiku. Aku kesulitan untuk memprosesnya.Aku kembali ke kamarnya setelah aku yakin aku sudah bisa mengendalikan diriku. Aku melihat Ruby, Calista dan Calvin sedang mengenalkan diri mereka.“Kamu si culun Calvin,” ujar Ava dengan senyuman. Dia menatapnya tajam, tapi tidak ada kemarahan di baliknya. “Kecil sekali dunia ini sampai anak kita jadi teman baik.”“Benar,” balasnya singkat.Tidak ada yang menyebutkan bahwa Guntur juga anak Emma. “Jadi, kapan Ibu akan melihat Liliana?” tanya Noah setelah sesi perkenalan usai.“Bisakah mereka membawakan dia padaku? Aku tidak sabar melihatnya.” Senyumnya begitu sumringah dan cantik. Sesuatu yang belum kulihat belakangan ini. “Aku tidak percaya kita memiliki seorang putri.”Sialan. Bagaimana caranya aku memberi tahukan hal ini padanya?Melihat kegundahanku, Nora mengambil telepon da
Ava. Aku sama sekali tidak tertidur. Benakku dipenuhi oleh berbagai pikiran. Segalanya masih terlihat seolah tidak nyata. Aku sudah mendengar soal amnesia. Aku tahu soal amnesia. Aku hanya tidak pernah membayangkan aku akan jadi salah satu orang yang mengalaminya.Rasanya aneh bahwa ada seperti kekosongan lebar di ingatanku. Aku tidak ingat apa-apa setelah aku bangun. Tidak ingat soal orang yang mengaku sebagai orang tuaku. Tidak ingat soal orang yang mengaku sebagai temanku. Aku tidak mengingat apa-apa soal Liliana atau lelaki yang membuatku hamil.Terus juga, kenapa aku tidur bersama pia lain? Dan mengapa sepertinya Rowan tidak ada masalah soal itu? Ah, mungkin dia tidak marah karena dia tidak peduli. Tapi, kenapa kami masih menikah kalau aku tidur bersama orang lain, dan bahkan sampai hamil? Terus, ke mana cincin pernikahanku?Aku merasa melewatkan banyak hal. Di ingatanku, Noah masih lima tahun. Tapi, kenyataannya dia sudah melewati umur tersebut. Rasanya aku melewatkan pertumbuha
Rowan tersenyum padaku. “Bunga untuk wanita cantik.”Dia kemudian mengejutkanku saat dia menunduk dan mencium pipiku. Aku menatap jakunnya dengan kaget. Kalian mengerti akan maksudku saat kukatakan dia berbeda, ‘kan?Rowan yang kutahu, tidak mungkin akan menciumku, bahkan kecupan kilat di pipi pun tidak sudi dilakukannya. Jadi, ini adalah perkembangan baru. Perkembangan yang aku tidak yakin apakah aku siap akan itu. “Terima kasih,” kataku sambil menggelengkan kepalaku untuk mengusir kebingunganku. “Apakah kamu sudah siap pulang?Noah mengambil Liliana dari tanganku secara lembut. Dia memandanginya dengan kagum. Seakan Liliana memberikan secercah cahaya pada dunianya. Ketika dia membisikkan kalimat manis, Liliana terbangun. Mengejutkannya, dia tidak menangis. Dia hanya memandangi kakaknya dengan kagum. Sepertinya dia sudah terbiasa dengan Noah. “Iya. Semuanya sudah siap.”“Bagus. Kita akan sampai di rumah saat makan malam.”Dia membantuku bangun dari kasur. Kemudian, dia mengambil ta
Hai pembaca terkasih, aku baru saja membaca komentar kalian dan kalian benar-benar memberi tahuku perasaan kalian. Setiap orang berhak atas pendapatnya masing-masing, dan aku menghormati itu. Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubah pandangan mereka, dan itu benar-benar tidak masalah.Aku telah menerima beberapa kritik yang sangat baik, dan aku ingin berterima kasih kepada mereka yang telah menunjukkan kesalahanku. Aku selalu kesulitan menulis bagian akhir cerita, dan itulah mengapa kadang-kadang terasa terburu-buru. Jangan khawatir, aku akan bekerja keras untuk memperbaikinya di buku berikutnya.Tentang Emma dan Calvin, aku ingin kalian semua mengerti bahwa ini memang selalu menjadi akhir yang direncanakan, setidaknya di buku ini.Emma tidak mencintai Calvin. Dia menyesal atas apa yang dia lakukan, tetapi dia tidak pernah mencintainya dengan kedalaman yang sama seperti Calvin mencintainya. Dengan kata lain, dia mencintai Calvin, tetapi dia tidak jatuh cinta padanya. Calvin pan
Hana. Aku seolah sedang melayang dalam langit ketujuh. Aku merasa hangat, damai, dan dicintai. Perlahan, aku terbangun. Gabriel di belakangku dengan tangannya yang merengkuhku. Dia selalu melakukan ini setiap kali kami tidur. Dia terus memegangiku, seolah takut kalau aku akan menghilang kalau dia tidak melakukannya. Aku menggeliat sedikit untuk lepas dari tangannya. Alih-alih melepasku, dia mengeratkan tangannya, yang mendorongku mendekat ke badannya. Aku berhenti ketika merasakannya. Ketika kurasakan kejantanannya yang mengeras, libidoku naik, dan aku segera menginginkannya. Aku ingin merasakannya memasukiku. Kehidupan ranjang kami sehat, tapi selalu ada waktu di mana aku menginginkan lebih. Dengan memiliki tiga anak, kadang sulit untuk mendapat waktu untuk berduaan. “Hmm,” geram Gabriel ketika aku menggesekkan pantatku di kejantanannya. Suaranya menggetarkan klitorisku. Aku melakukannya lagi, dan mengundang desahan seksi darinya. Gabriel mulai membubuhi punggung, pundak, dan
“Tentu,” dia membalas senyumku tepat saat Henry berjalan mendekati kami.“Aku di sini untuk mencuri istriku yang cantik.” Suaranya serak, dan aku tak bisa menahan diri untuk tidak meleleh mendengar nadanya. Suaranya benar-benar seksi.“Dia milikmu.” Calvin melepaskanku dan menyingkir sebelum pergi.Henry menarikku ke dalam pelukannya, memastikan tidak ada jarak di antara kami. “Apakah kamu baik-baik saja? Punggungmu sakit? Kaki-kakimu bagaimana?”Lihat apa yang aku bilang? Dia mendominasi di dunia hukum, tapi perhatian dan penuh cinta sebagai pasangan. Aku bahkan tidak tahu bahwa aku punya tipe pria seperti ini sampai aku bertemu dengannya.“Aku baik-baik saja, cintaku, berhentilah khawatir,” ujarku sambil terkekeh dan menyeret diriku lebih dekat padanya.“Sudahkah aku memberitahumu bahwa aku mencintaimu?” tanyanya.Aku tidak bisa menahan senyum saat aku berdiri di ujung jari kakiku dan berbisik di bibirnya. “Sudah kamu katakan seribu kali hari ini, tapi aku tidak mengeluh.”“Kamu adal
Merrisa adalah salah satu pengiring pengantin perempuanku, begitu juga Ava, Calista, Ruby, Hana, dan Anjani. Mereka telah menjadi sahabatku selama empat tahun terakhir sejak kecelakaan itu. Tentu saja, aku tidak pernah bisa menggantikan Merrisa, dia sahabat terbaikku, tapi aku bersyukur memiliki mereka.Ditambah lagi, kemarin Merrisa memberitahuku bahwa dia berpikir untuk pindah ke sini. Aku sangat bersemangat. Aku menyayanginya, tapi kami mengakui bahwa menjalani persahabatan jarak jauh itu sulit. Aku benar-benar merasa di atas awan karena dia akan berada di dekatku.Musiknya melambat, dan Guntur mendekat, memecah semua percakapan lain.“Bolehkah aku berdansa denganmu, Ibu?”Seruan riuh para tamu terdengar, dan aku bersumpah hatiku langsung meleleh.“Tentu saja, putra tampanku,” jawabku sebelum menggenggam tangannya.Guntur sekarang sudah empat belas tahun, sudah jadi remaja. Bisa kalian percaya itu? Tingginya sudah sama denganku, dan aku yakin dalam beberapa tahun dia akan lebih ting
Emma. Aku menari dengan Merrisa, membiarkan musik menenggelamkanku. Aku merasakan sedikit rasa sakit di punggungku, tapi masa bodoh, sebab aku merasa sangat bahagia. Gaunku berayun mengikuti irama tubuhku sembari kami meneriakkan lirik lagu Cruel Summer milik Taylor Swift sekuat tenaga. Ava, yang hamil besar bergabung dengan kami. Aku tertawa sebab dia berpikir bahwa dia sedang menari, tapi tidak. Aku bahkan tidak tahu apa yang dilakukannya. Aku bisa menghitung saat-saat terbahagiaku dengan jari. Satu adalah ketika aku lolos ujian pengacara. Kedua, ketika Guntur memanggilku Ibu untuk pertama kali setelah bertahun-tahun lamanya, dan yang ketiga adalah hari ini, di hari pernikahanku.Kalian tidak salah dengar. Aku baru saja menikah, dan aku tidak pernah sebahagia ini. Ingat pengacara tampan yang kuberi tahu Ava saat ulang tahun James? Ya, dia tidak mau menyerah, tidak peduli berapa kali aku menolaknya. Dia terus bertanya hampir setiap hari. Aku lelah ditanyai hal yang sama setiap har
Jadi, kalian sudah sampai pada akhir dari Penyesalan Mantan Suami dan cerita sampingannya. Aku hanya mau berterima kasih pada kalian semua atas cinta dan dukungan kalian akan buku ini. Ini adalah buku terpanjang yang pernah kutulis, dan sejauh ini adalah yang paling sukses. Buku ini tidak akan sesukses ini kalau bukan karena dukungan kalian. Maka dari itu, terima kasih banyak. Terima kasih sudah menjadi bagian dari perjalanan buku ini dari awal sampai akhir. Hal ini sungguh berarti bagiku. Sekarang, aku mau mengumumkan bahwa buku Noah akan diunggah selanjutnya. Judulnya ‘Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan’. Aku masih mengerjakan plotnya, tapi akan kuunggah pada pertengahan Oktober, nantikan saja! Kita akan ada cerita sampingan soal Guntur dan mungkin satu lagi soal Lilly. Inilah sedikit intipan dari Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan. Di bawah ini hanyalah cuplikan kasarnya. ***Shella. Aku berjalan ke arah altar. Jantungku berdegup, dan langkahku lambat. Bunga mawa
Tiga tahun kemudian.Emma.“Serius, Emma, kapan kamu akan mulai berkencan?” tanya Ava sambil duduk di sampingku.Aku memandang ke arah halaman belakang, dan aku tak bisa menahan senyum yang muncul di bibirku. Hari ini adalah ulang tahun anak laki-laki Travis dan Ruby. James, dinamai dari ayah kami, yang berusia satu tahun hari ini.Ruby dan Travis menikah sekitar dua tahun yang lalu. Travis langsung melamarnya setelah aku sadar dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawaku. Kalian mungkin bertanya-tanya apa yang terjadi pada pengemudi itu. Dia saat ini sedang menjalani hukuman lima tahun penjara karena mengemudi sembarangan. Aku berharap dia belajar dari kesalahannya.Kembali ke Travis dan Ruby. Kurasa melihatku di rumah sakit membuatnya menyadari betapa singkatnya hidup manusia. Dia melamarnya, dan Ruby setuju. Mereka menikah saat musim semi. Sebagai hasil dari perbaikan hubunganku dengan Ava, aku dibawa masuk ke pertemanan mereka. Calista dan Reaper menikah dalam sebuah pernikahan k
“Tidak! Aku harus mengejan!” seruku sambil menggenggam baju Gabriel. Aku merasa seperti sudah gila. Seolah aku sudah kehilangan akal sehatku. Rasa sakit ini sungguh sudah membuatku gila. Untungnya, kami sampai di kamar sebelum aku melahirkan di koridor rumah sakit sialan ini. Aku menghela nafas lega saat memasuki ruangan, dan mereka mulai mempersiapkanku. Ava sudah di dalam. Aku bersyukur memiliki seseorang yang mengerti rasanya kemaluan terbelah dua agar manusia cilik itu bisa terlahir ke dunia. “Aku tidak bisa menahannya lagi,” ujarku sebelum mengejan sekuat tenaga. Aku bersumpah bisa merasakan belahan pantatku seolah terbelah, yang menambah rasa sakitku.“Ini semua salahmu!” seruku pada Gabriel sambil mencengkeram erat tangannya. Aku menatap tajam padanya dengan nafas yang menderu. Batang hidungku kembang-kempis untuk berusaha meraup sebanyak-banyaknya oksigen ke paru-paruku. “Ayo, Hana, ejanlah!” ujar Ava sambil menyeka keringat dari dahiku. “Jangan pedulikan Gabriel.”“Jaha
“Tidak apa-apa, sayangku. Ibu hanya akan melahirkan. Ingatkah yang Ibu katakan padamu apa yang akan terjadi ketika sudah waktunya?”Dia menganggukkan kepalanya. “Iya. Ibu bilang akan merasa kesakitan, tapi aku tidak seharusnya takut, sebab itu bagian dari melahirkan bayi ke dunia.”“Bagus,” ujarku sambil meringis saat sakit kontraksi kembali menghampiri. “Itulah yang terjadi sekarang, jadi janganlah takut.”Gabriel menggenggam tanganku dan membantuku keluar dari kamar. Aku bernafas melalui hidung dan mulutku, tapi jujur saja. Ini sama sekali tidak membantu, ‘kan?“Aku hanya tidak paham. Kenapa Ibu harus kesakitan? Kenapa bayinya tidak langsung lahir saja tanpa menyakiti Ibu?”Hal terakhir yang kuinginkan adalah menorehkan trauma pada putriku dengan menjelaskan padanya bahwa rasa sakit memang lumrah untuk mengeluarkan bayi dari diriku. Dia pasti akan ingin tahu mengapa bayi harus dikeluarkan dengan mengejan, dan aku harus menjelaskan bahwa bayi itu besar, dan jalan keluarnya lebih kecil