Aku melihat ke atas sebelum menenangkan diriku. Aku tidak boleh stres sekarang. “Halo Christine, halo Emma,” kataku dengan suara tenang. Aku tidak ingin berurusan dengan drama hari ini. Jadi aku akan bersikap sesopan mungkin, lalu menjauh dari situasi ini. Christine mencemooh, tapi aku tidak memperhatikannya. Fokusku tertuju pada Emma. Dia masih memakai perban di bahunya. Melihatnya di sana mengingatkanku pada hari itu. Cara dia rela menembakku. Aku ingin menghubunginya setelah kejadian itu, tapi aku tidak yakin apakah tindakanku akan diterima. Di matanya, aku mungkin masih musuh bebuyutannya. Pandanganku bertemu dengannya. “Aku tidak pernah mendapat kesempatan untuk berterima kasih atas apa yang telah kamu lakukan, tapi aku akan selamanya berterima kasih,” kataku padanya sambil menunjuk ke bahunya. Aku tidak tahu apa yang kuharapkan, tapi dia tidak mengejekku dengan nada meremehkan. Tentu saja, aku tahu kami tidak akan pernah bisa menjadi sahabat terbaik, tapi aku berharap denga
“Kamu pikir dia adalah temanmu, tetapi bukan,” ujarku. “Jangan biarkan dia membodohimu. Apakah kamu tahu dia mencoba untuk menggoda Rowan agar menidurinya? Dia bahkan menawarkan diri sebagai selingkuhannya, tetapi ditolak oleh Rowan.”Emma terlihat kaget. Matanya menari-nari di antara mataku dan Christine. Christine, sebaliknya, terlihat sangat ketakutan karena dia tahu dia akan melepaskan kendalinya pada Emma. “Dia berbohong, Emma. Jangan dengarkan dia!” “Benarkah? Tanyakan kepada siapa pun di lingkaran sosial kita, dan mereka akan memberi tahu Anda hal yang sama. Pernahkah kamu bertanya-tanya mengapa dia begitu membenciku? Itu karena aku menikah dengan pria yang dia inginkan untuk dirinya sendiri. Dia mengejarnya sejak dia mempekerjakannya sebagai sekretarisnya. Bukan rahasia lagi dia menginginkannya.” "Apakah ini benar?" Emma bertanya dengan suara mematikan saat Christine dengan gugup menggigit bibirnya. Dia terkena peluru demi aku. Setidaknya yang bisa kulakukan hanyalah membuk
Aku berlutut dengan susah payah di depannya.“Ada apa sayang?” Tanyaku dengan lembut sambil memegang lengannya. Ketika dia mendengar suaraku, dia memelukku. Lengannya melingkari leherku dan memeluknya. Aku terduduk di atas karpet yang lembut dan berakhir duduk bersamanya. “Bicaralah padaku sayang...” Mohonku sambil mengusap punggungnya. “A-Aku hanya tidak mengerti. Anda seorang ibu yang hebat dan Anda tinggal bersama Noah. Dia memberitahuku bahwa kamu dan ayahnya tidak bersama, tetapi kamu masih sangat mencintainya. Jadi mengapa ibuku tidak mencintaiku?” dia cegukan. Berjuang untuk mengeluarkan kata-kata. Hatiku tertuju padanya. Aku memeluknya dekat denganku. Berharap dia bisa merasakan cintaku padanya terpancar dariku. “Aku hanya bertemu dengannya sekali. Dia tidak ingin melihatku atau berada di dekatku. Apakah aku anak nakal? Apakah dia begitu membenciku? Aku hanya tidak mengerti mengapa dia tidak mencintaiku...” Katanya sambil terisak. Aku tidak bisa menghentikan air mata yang
Calvin segera menelepon ketika dia mendapat notifikasi telepon tidak terangkat. Dia menjelaskan dia tidak mengangkatnya sebab dia ada meeting dan ponselnya dalam mode senyap. Dia mau ke rumah secepatnya, tetapi kubilang padanya bahwa segalanya sudah baik-baik saja. Aku sudah menangani masalahnya dan Guntur baik-baik saja. Dia sudah tidak menangis lagi, atau sedih. Sudah cukup bagiku. Dia sempat enggan, namun akhirnya setuju mengingat pertemuannya akan terlambat. Sekarang di sini aku sedang memasak makan malam untuk kami. Dengan ribuan pikiran yang melintas di kepalaku. Sepertinya aku tidak bisa melepaskan diri dari pikiranku sendiri. Mereka selalu ada dan sekarang ada beberapa yang ditambahkan tentang Guntur. “Apa yang kita makan untuk makan malam, Bu?” Noah bertanya sambil duduk di ruang makan."Ya apa? Aku kelaparan.” Guntur menambahkan sambil tersenyum padaku. Itu dia lagi. Senyuman sialan itu. Bukannya aku membencinya. Aku tidak pernah bisa membenci senyuman apa pun yang diber
“Terima kasih,” kataku.Kami kembali ke kegiatan kami dan akhirnya selesai memasak. Mereka berdua membantuku menyiapkan meja dan kami duduk untuk makan. Dengan tiga dari kami, atau harus kubilang empat, makanan segera hampir hampir tidak bersisa, tapi aku segera membereskan sisa makanan. Calvin mungkin akan pulang dalam kondisi lelah dan lapar. Dia tidak akan punya waktu untuk memasak sesuatu. Setelah makan malam, aku menyuruh mereka mandi dan tidur. Setelah mereka tertidur, aku terpikir akan suatu hal. Rumahku ada lima kamar. Masih ada ruang tambahan setelah membuat satu dari kamar itu menjadi kamar bayi. Kamar terakhir bisa jadi kamar Guntur. Dia bisa tidur di sana kapan pun dia kemari dan bisa juga jadi tempat amannya di sini. Aku segera merasa antusias akan pemikiran itu. Segera saja aku mengambil catatan dan mulai menulis apa saja yang kubutuhkan. Aku harus meminta ijin dari Calvin, tapi aku yakin dia akan setuju. Yah, kuharap dia akan menyetujuinya. Ditambah lagi, dia akan m
Rowan. Kakiku menapaki tanah berpaving saat berlari. Aku biasanya lari di pagi hari, tapi hari ini aku memutuskan yang sebaliknya. Sudah sekitar jam tujuh malam, dan aku perlu untuk lari saat ini.Aku mengencangkan tempo lariku, merasakan otot-ototku terbakar. Aku ingin lari dari rasa bersalahku. Ingin lari dari sakit hatiku. Aku ingin lari dari kebodohanku sendiri.Rasa bersalah akan seberapa banyak aku telah menyakiti Ava menelanku hidup-hidup. Menghancurkanku dari dalam. Aku belum bisa menemuinya sejak aku menyadari perasaanku padanya.Aku menatap diriku di depan kaca, dan semua yang kulihat hanyalah manusia biasa. Aku merasa jijik akan kelakuanku sendiri. Jijik akan apa yang telah kulakukan padanya.Kupikir aku adalah pria baik-baik. Pria yang akan mencintai secara brutal. Aku selalu bangga akan diriku karena mempertahankan cintaku pada Emma. Kupikir itu berarti perasaanku padanya benar adanya. Apa yang tidak kusadari ialah saat melakukan itu, aku malah menyakiti wanita yang seben
Aku sampai di rumahku tiga puluh menit kemudian. Udara yang dingin tidak bisa mendinginkan seisi benakku yang memanas. Aku ingin merangsek masuk ke rumah Ava dan mengklaimnya. Aku ingin memerintahkannya bahwa dia tidak bisa keluar bersama si Calvin ini. Aku ingin menyatakan cintaku padanya.“Pak Wijaya, ada yang mau bertemu dengan Anda,” ujar kepala pelayanku begitu aku menginjakkan kaki di rumah.“Siapa itu?” Tanyaku.Sebelum dia bisa menjawab, suaranya menggangguku. Aku mengumpat saat aku berbalik badan untuk menghadapnya. Sial! Aku tidak ada waktu atau kesabaran untuk menghadapinya.“Ada yang bisa kubantu, Emma?” tanyaku saat kurasakan Raynaldi, kepala pelayanku pergi. Aku mengamati wajahnya. Dia memang cantik, tapi aura kecantikannya sudah memudar di mataku. Aku sudah mencoba mencari-cari sisa perasaan yang dulu aku miliki padanya, tapi tidak ada yang tersisa. Ruang yang semula menyimpan perasaan itu sudah benar-benar kosong. “Apa kabarmu, Ro?” Dia bertanya alih-alih menjawab per
Ava.“Ibu, apakah Ibu sudah hampir selesai?” teriak Noah dari arah pintu kamarku. “Sudah hampir waktunya. Kita akan terlambat.”“Tunggu sebentar!” aku berteriak balik sambil dengan cepat memakai baju untuk hari ini.Belakangan ini, aku lebih nyaman mengenakan terusan, jadi itulah yang kupakai. Aku mengenakan terusan musim panas yang lucu dengan tali tipis dan panjangnya di atas lututku. Aku memasangkannya dengan sandal. Karena kami akan menghabiskan waktu kebanyakan dengan berjalan, kupikir akan lebih nyaman dengan menggunakan sandal.Rambutku digelung ke belakang dengan anak-anak rambut yang membingkai wajahku. Aku tidak mengenakan banyak riasan di wajah. Itu kebanyakan karena aku merasa malas untuk melakukannya. Aku sebenarnya malas untuk pergi hari ini. Aku mudah lelah belakangan ini dan aku tidak mau mengacaukan hari ini dengan kelelahan begitu cepat. Senyum di wajah Noah dan Guntur-lah yang membuatku mengubah pikiranku. Mereka berdua begitu antusias untuk hari ini. Guntur membut
Hai pembaca terkasih, aku baru saja membaca komentar kalian dan kalian benar-benar memberi tahuku perasaan kalian. Setiap orang berhak atas pendapatnya masing-masing, dan aku menghormati itu. Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubah pandangan mereka, dan itu benar-benar tidak masalah.Aku telah menerima beberapa kritik yang sangat baik, dan aku ingin berterima kasih kepada mereka yang telah menunjukkan kesalahanku. Aku selalu kesulitan menulis bagian akhir cerita, dan itulah mengapa kadang-kadang terasa terburu-buru. Jangan khawatir, aku akan bekerja keras untuk memperbaikinya di buku berikutnya.Tentang Emma dan Calvin, aku ingin kalian semua mengerti bahwa ini memang selalu menjadi akhir yang direncanakan, setidaknya di buku ini.Emma tidak mencintai Calvin. Dia menyesal atas apa yang dia lakukan, tetapi dia tidak pernah mencintainya dengan kedalaman yang sama seperti Calvin mencintainya. Dengan kata lain, dia mencintai Calvin, tetapi dia tidak jatuh cinta padanya. Calvin pan
Hana. Aku seolah sedang melayang dalam langit ketujuh. Aku merasa hangat, damai, dan dicintai. Perlahan, aku terbangun. Gabriel di belakangku dengan tangannya yang merengkuhku. Dia selalu melakukan ini setiap kali kami tidur. Dia terus memegangiku, seolah takut kalau aku akan menghilang kalau dia tidak melakukannya. Aku menggeliat sedikit untuk lepas dari tangannya. Alih-alih melepasku, dia mengeratkan tangannya, yang mendorongku mendekat ke badannya. Aku berhenti ketika merasakannya. Ketika kurasakan kejantanannya yang mengeras, libidoku naik, dan aku segera menginginkannya. Aku ingin merasakannya memasukiku. Kehidupan ranjang kami sehat, tapi selalu ada waktu di mana aku menginginkan lebih. Dengan memiliki tiga anak, kadang sulit untuk mendapat waktu untuk berduaan. “Hmm,” geram Gabriel ketika aku menggesekkan pantatku di kejantanannya. Suaranya menggetarkan klitorisku. Aku melakukannya lagi, dan mengundang desahan seksi darinya. Gabriel mulai membubuhi punggung, pundak, dan
“Tentu,” dia membalas senyumku tepat saat Henry berjalan mendekati kami.“Aku di sini untuk mencuri istriku yang cantik.” Suaranya serak, dan aku tak bisa menahan diri untuk tidak meleleh mendengar nadanya. Suaranya benar-benar seksi.“Dia milikmu.” Calvin melepaskanku dan menyingkir sebelum pergi.Henry menarikku ke dalam pelukannya, memastikan tidak ada jarak di antara kami. “Apakah kamu baik-baik saja? Punggungmu sakit? Kaki-kakimu bagaimana?”Lihat apa yang aku bilang? Dia mendominasi di dunia hukum, tapi perhatian dan penuh cinta sebagai pasangan. Aku bahkan tidak tahu bahwa aku punya tipe pria seperti ini sampai aku bertemu dengannya.“Aku baik-baik saja, cintaku, berhentilah khawatir,” ujarku sambil terkekeh dan menyeret diriku lebih dekat padanya.“Sudahkah aku memberitahumu bahwa aku mencintaimu?” tanyanya.Aku tidak bisa menahan senyum saat aku berdiri di ujung jari kakiku dan berbisik di bibirnya. “Sudah kamu katakan seribu kali hari ini, tapi aku tidak mengeluh.”“Kamu adal
Merrisa adalah salah satu pengiring pengantin perempuanku, begitu juga Ava, Calista, Ruby, Hana, dan Anjani. Mereka telah menjadi sahabatku selama empat tahun terakhir sejak kecelakaan itu. Tentu saja, aku tidak pernah bisa menggantikan Merrisa, dia sahabat terbaikku, tapi aku bersyukur memiliki mereka.Ditambah lagi, kemarin Merrisa memberitahuku bahwa dia berpikir untuk pindah ke sini. Aku sangat bersemangat. Aku menyayanginya, tapi kami mengakui bahwa menjalani persahabatan jarak jauh itu sulit. Aku benar-benar merasa di atas awan karena dia akan berada di dekatku.Musiknya melambat, dan Guntur mendekat, memecah semua percakapan lain.“Bolehkah aku berdansa denganmu, Ibu?”Seruan riuh para tamu terdengar, dan aku bersumpah hatiku langsung meleleh.“Tentu saja, putra tampanku,” jawabku sebelum menggenggam tangannya.Guntur sekarang sudah empat belas tahun, sudah jadi remaja. Bisa kalian percaya itu? Tingginya sudah sama denganku, dan aku yakin dalam beberapa tahun dia akan lebih ting
Emma. Aku menari dengan Merrisa, membiarkan musik menenggelamkanku. Aku merasakan sedikit rasa sakit di punggungku, tapi masa bodoh, sebab aku merasa sangat bahagia. Gaunku berayun mengikuti irama tubuhku sembari kami meneriakkan lirik lagu Cruel Summer milik Taylor Swift sekuat tenaga. Ava, yang hamil besar bergabung dengan kami. Aku tertawa sebab dia berpikir bahwa dia sedang menari, tapi tidak. Aku bahkan tidak tahu apa yang dilakukannya. Aku bisa menghitung saat-saat terbahagiaku dengan jari. Satu adalah ketika aku lolos ujian pengacara. Kedua, ketika Guntur memanggilku Ibu untuk pertama kali setelah bertahun-tahun lamanya, dan yang ketiga adalah hari ini, di hari pernikahanku.Kalian tidak salah dengar. Aku baru saja menikah, dan aku tidak pernah sebahagia ini. Ingat pengacara tampan yang kuberi tahu Ava saat ulang tahun James? Ya, dia tidak mau menyerah, tidak peduli berapa kali aku menolaknya. Dia terus bertanya hampir setiap hari. Aku lelah ditanyai hal yang sama setiap har
Jadi, kalian sudah sampai pada akhir dari Penyesalan Mantan Suami dan cerita sampingannya. Aku hanya mau berterima kasih pada kalian semua atas cinta dan dukungan kalian akan buku ini. Ini adalah buku terpanjang yang pernah kutulis, dan sejauh ini adalah yang paling sukses. Buku ini tidak akan sesukses ini kalau bukan karena dukungan kalian. Maka dari itu, terima kasih banyak. Terima kasih sudah menjadi bagian dari perjalanan buku ini dari awal sampai akhir. Hal ini sungguh berarti bagiku. Sekarang, aku mau mengumumkan bahwa buku Noah akan diunggah selanjutnya. Judulnya ‘Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan’. Aku masih mengerjakan plotnya, tapi akan kuunggah pada pertengahan Oktober, nantikan saja! Kita akan ada cerita sampingan soal Guntur dan mungkin satu lagi soal Lilly. Inilah sedikit intipan dari Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan. Di bawah ini hanyalah cuplikan kasarnya. ***Shella. Aku berjalan ke arah altar. Jantungku berdegup, dan langkahku lambat. Bunga mawa
Tiga tahun kemudian.Emma.“Serius, Emma, kapan kamu akan mulai berkencan?” tanya Ava sambil duduk di sampingku.Aku memandang ke arah halaman belakang, dan aku tak bisa menahan senyum yang muncul di bibirku. Hari ini adalah ulang tahun anak laki-laki Travis dan Ruby. James, dinamai dari ayah kami, yang berusia satu tahun hari ini.Ruby dan Travis menikah sekitar dua tahun yang lalu. Travis langsung melamarnya setelah aku sadar dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawaku. Kalian mungkin bertanya-tanya apa yang terjadi pada pengemudi itu. Dia saat ini sedang menjalani hukuman lima tahun penjara karena mengemudi sembarangan. Aku berharap dia belajar dari kesalahannya.Kembali ke Travis dan Ruby. Kurasa melihatku di rumah sakit membuatnya menyadari betapa singkatnya hidup manusia. Dia melamarnya, dan Ruby setuju. Mereka menikah saat musim semi. Sebagai hasil dari perbaikan hubunganku dengan Ava, aku dibawa masuk ke pertemanan mereka. Calista dan Reaper menikah dalam sebuah pernikahan k
“Tidak! Aku harus mengejan!” seruku sambil menggenggam baju Gabriel. Aku merasa seperti sudah gila. Seolah aku sudah kehilangan akal sehatku. Rasa sakit ini sungguh sudah membuatku gila. Untungnya, kami sampai di kamar sebelum aku melahirkan di koridor rumah sakit sialan ini. Aku menghela nafas lega saat memasuki ruangan, dan mereka mulai mempersiapkanku. Ava sudah di dalam. Aku bersyukur memiliki seseorang yang mengerti rasanya kemaluan terbelah dua agar manusia cilik itu bisa terlahir ke dunia. “Aku tidak bisa menahannya lagi,” ujarku sebelum mengejan sekuat tenaga. Aku bersumpah bisa merasakan belahan pantatku seolah terbelah, yang menambah rasa sakitku.“Ini semua salahmu!” seruku pada Gabriel sambil mencengkeram erat tangannya. Aku menatap tajam padanya dengan nafas yang menderu. Batang hidungku kembang-kempis untuk berusaha meraup sebanyak-banyaknya oksigen ke paru-paruku. “Ayo, Hana, ejanlah!” ujar Ava sambil menyeka keringat dari dahiku. “Jangan pedulikan Gabriel.”“Jaha
“Tidak apa-apa, sayangku. Ibu hanya akan melahirkan. Ingatkah yang Ibu katakan padamu apa yang akan terjadi ketika sudah waktunya?”Dia menganggukkan kepalanya. “Iya. Ibu bilang akan merasa kesakitan, tapi aku tidak seharusnya takut, sebab itu bagian dari melahirkan bayi ke dunia.”“Bagus,” ujarku sambil meringis saat sakit kontraksi kembali menghampiri. “Itulah yang terjadi sekarang, jadi janganlah takut.”Gabriel menggenggam tanganku dan membantuku keluar dari kamar. Aku bernafas melalui hidung dan mulutku, tapi jujur saja. Ini sama sekali tidak membantu, ‘kan?“Aku hanya tidak paham. Kenapa Ibu harus kesakitan? Kenapa bayinya tidak langsung lahir saja tanpa menyakiti Ibu?”Hal terakhir yang kuinginkan adalah menorehkan trauma pada putriku dengan menjelaskan padanya bahwa rasa sakit memang lumrah untuk mengeluarkan bayi dari diriku. Dia pasti akan ingin tahu mengapa bayi harus dikeluarkan dengan mengejan, dan aku harus menjelaskan bahwa bayi itu besar, dan jalan keluarnya lebih kecil