Selena kembali masuk ke dalam kantornya untuk mengambil helm dan tasnya. Segera semuanya siap, Selena segera menggandeng Raymond menuju lift yang akan membawa mereka ke pintu depan kantor In One TV. Hati Selena cukup gembira karena minggu ini Raymond tidak pergi bekerja ke daerah, akan tetapi sesungguhnya kesibukkannya sendiri yang membuat Selena tidak dapat sering-sering menemui Raymond.Sesungguhnya ia takut Raymond marah dan mengomel dengan kegiatannya yang super padat dan banyak, tetapi lelaki itu cukup sabar dan penuh pengertian. Jika Selena terlalu sibuk, Raymond selalu mengirimkan makanan dan itulah yang membuat Selena bersyukur memiliki kekasih seperti Raymond."Kamu tunggu di sini, aku ambil motor dulu," kata Raymond sambil berlari ke arah parkiran motor.Selena tersenyum dan mengangguk. Siang ini memang cukup panas, matahari terik, apalagi sudah lama tidak turun hujan. Hampir saja Selena menyesali pilihannya. "Hahaha, seharusnya aku tidak memaksa untuk naik motor hari ini,"p
Tidak ada yang menyangka, acara makan siang yang awalnya begitu menyenangkan, kini berbuah menjadi sebuah musibah. Sungguh siang hari yang santai bagi Raymond dan Selena, dimana mereka bisa menikmati makan siang dan berbincang berdua, berubah menjadi horror ketika semua orang di dalam Mall memperhatikan mereka seperti seorang narapidana. Belum lagi beberapa jepretan kamera handphone yang mengabadikan kebersamaan mereka secara diam-diam."Ini ada apa sih?" bisik Selena bingung."Aku juga ga tau, kenapa ya mereka pada ngeliatin kita begitu, ga biasanya," jawab Raymond yang juga merasa kebingungan seperti Selena."Emang, ada yang aneh di muka aku?" tanya Selena kembali."Ga, Sayang," kata Raymond melanjutkan. "Kamu cantik, atau jangan-jangan mereka ngliatin kamu gara-gara kamu terlalu cantik.""Harus, ya?""Harus apa?""Ngegombal di saat seperi ini?""Beda tahu, kalau gombal itu memuji secara berlebihan, tapi kalau untuk kasus kamu, ini betulan. Cantik, pinter lagi, pacar aku, hahaha."Ra
"Panggil Rahayu!" perintah Dimitri kepada Mara."Baik, pak."Mara segera menelepon Rayahu untuk memintanya datang ke kantor Dimitri. Walaupun Mara sudah bekerja 10 tahun di In One TV, sesungguhnya ia tidak terlalu kerasan bekerja sebagai asisten Dimitri. Jika bukan karena anaknya, Mara tidak akan bertahan bekerja selama itu. 3 tahun pertama Mara bekerja sebagai junior asisten Elio Soedibrata, dan kini ia bekerja untuk anaknya."Anak dan bapak bedanya bagai langit dan bumi,"pikir Mara ketika Dimitri membuatnya kesal."Siang, Mbak Mara," kata Rahayu ketika memasuki ruang depan."Masuk, Yu. Udah ditungguin dari tadi," jawab Mara."Terima, kasih, Mbak."Rahayu mengetuk pintu ruangan Dimitri."Permisi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?""Selena sudah kembali?" tanya Dimitri."Belum pak. Mungkin sebentar lagi," jawab Rahayu."Tolong telepon untuk segera kemari. Ada yang perlu saya bicarakan mengenai rapat siang ini.""Baik, Pak. Akan saya usahakan. Ada lagi, pak?""Tidak ada, itu saja.""Kalau
"Dim, kata Rahayu, kamu nyariin aku? Ada masalah apa?" tanya Selena seraya masuk ke ruangan kerja Dimitri."Yes, kamu uda bikin meeting presentation siang ini?""Sudah, dari kemarin-kemarin saya sudah email ke kamu. Kamu belum baca?" ujar Selena."Oh, cuma itu saja, tidak ada perubahan?" tanya Dimitri."Iya, tidak ada perubahan, kamu nyari saya cuma buat nanya itu?" jawab Selena kesal."Oh. No, no. Aku manggil kamu buat ngasih tahu. I Change plan, today I'll do the presentation, so I want you to help me.""Ok, no problem. Ada masalah di slidenya ya? Apa ada yang kurang dan mau direvisi?""Oh, bukan-bukan. Slide kamu uda ok. Cuma kurang sedikit.""Kurang?""Ya, sedikit. Tapi kamu tidak perlu khawatir, aku sudah perbaiki.""Tunggu-tunggu, kurang untuk masalah apa ya? Slide yang aku bikin kemarin, sudah sangat lengkap. Seharusnya tidak ada masalah.""Masalah program yang akan diberhentikan tahun ini," jawab Dimitri."Saya sudah masukkan semua program-program tersebut ke dalam slide," jawa
Entah apa yang terjadi pada Selena, dia tiba-tiba menghilang setelah rapat pemegang saham berakhir dan membuat Raymond merasa khawatir. Ia sudah berjanji akan menunggu Selena dan bersedia mengantarnya pulang, tetapi Selena pergi tanpa memberitahukan apa-apa. Dan yang paling membuat Raymond khawatir adalah, ketika telepon Selena tidak dapat dapat dihubungi.Selena bukan tipe orang yang ceroboh dan meninggalkan HPnya. Dia cukup aktif membalas setiap pesan, bahkan cukup mudah untuk dihubungi, tetapi, setelah rapat selesai, Selena menghilang bagai ditelan bumi. Rahayu sendiri cukup kerepotan untuk menghubungi Selena. Sudah 2 jam Raymond duduk menunggu Selena di lobby apartemennya, dan masih tidak ada kabar dari perempuan yang dicintainya itu."Selena, apa yang terjadi?" tanya Raymond dalam hatinya. Raymond sudah menghubungi semua tempat yang mungkin didatangi Selena, tetapi usahanya tidak membuahkan hasil. Jika sebentar lagi tidak ada tanda-tanda dari Selena, Raymond berniat untuk menghubu
"Hallo?""Hai, kamu sudah sampai di Jakarta?" tanya Selena."Baru aja landing, lagi nunggu jemputan kantor.""Maaf ya, aku ga bisa jemput kamu. Padahal ini uda jam pulang.""Ga apa-apa, Sayang, kamu masih rapat?""Sebenernya kalau lancar sih sebentar lagi beres, cuma...., kamu ngerti kan? Masalahnya tiba-tiba muncul lagi dan lagi, jadi ga beres-beres.""Ya udah, aku juga udah ke balik ke kantor kok. Nanti malem kita makan yuk, aku traktir makan enak deh.""Ga berani janji. Kalau rapatnya cepet beres, aku bisa. Tapi ini belum ada tanda-tanda mau beres. Lain waktu aja ya, Ray. Jangan tungguin aku, kamu makan duluan aja.""Ya sudah. O ya, besok kamu jadi pergi?" tanya Raymond penasaran."Singapore? Jadi, Om Elio maksa aku pergi nemenin Dimitri. Lucu ya, dia ga percaya sama anaknya sendiri, jadi minta aku ikut.""Bukan ga percaya sama anaknya, tapi karena dia masih berniat jadiin kamu menantunya," ujar Rayond dalam hati."Ray, Ray? Halo?" tanya Selena karena Raymond tidak menjawab perkataa
"Mbak Selena, ini uda malem, Mbak belum mau pulang?" tanya Rahayu sebelum pulang."Masih banyak yang harus dikerjain, Yu. Kamu uda mau pulang?""Iya, mbak. Besok pesawatnya pagi, lagipula Ayu mau beres-beres baju dulu. Dari kemarin ga sempet beres-beres.""O ya? Untung aku sudah beresin baju, tapi tetep aja, Yu, tetep bergadang lagi beresin laporan, hahaha...... Ya udah, Yu, kalau begitu, kamu hati-hati di jalan, ya! Telepon supir kantor aja, siapa tau ada yang bisa anter kamu pulang sampai ke rumah.""Terima kasih, Mbak, tapi aku uda janji sama Mas Arya, tadi katanya dia mau anterin aku pulang. Mbak Selena jangan pulang malem-malem, istirahat juga.""Iya, Ayu. Sebentar lagi pulang. Kamu tenang aja.""Ya udah kalau gitu, Ayu permisi dulu.""Hati-hati!" jawab Selena melambaikan tangan.Selena kembali pada layar monitor laptopnya. Angka-angka pada tabel-tabel yang harus dilihatnya satu per satu sebelum di print untuk dibawa esok hari. Hari-hari ini sangat melelahkan untuk Selena, bahkan
"Selena, Selena, bangun, sudah sampai!"Selena perlahan-lahan membuka matanya yang terasa begitu berat. Diusapkan kedua matanya untuk membantunya segera tersadar."Ray...?" panggil Selena lemah."Ya, sayang...?" jawab Raymond lebut." Ini dimana sih?" tanya Selena yang mulai menyadari situasi di sekitarnya."Di apartemen kamu.""Kok, ke apartemen? Emang kita ga jadi makan?""Sepertinya kamu lebih butuh istirahat, lagipula kamu pasti sudah makan malam kan?""Tapi, kamu belum makan?" jawab Selena."Tenang aja, ga makan sekali ga akan mati kan? Kamu yang lebih pengalaman," jawab Raymond sambil bercanda."Ih, enak aja. Gara-gara kamu, aku ga pernah lupa makan sekarang.""Iya dong, mana boleh pacar presenter Ray Rimba terkenal ini telat makan."Selena tersenyum. "Iya, Terima kasih, terima kasih untuk perhatiannya.""Sama-sama, Sayang. Ya udah kalau gitu aku pulang dulu.""Bawa aja mobil aku, Ray. Ini uda malem," kata Selena sambil membereskan barang-barang bawaannya."Ga usah. Sudah biasa
Andrea menaruh dagunya tepat pada topangan tangannya. Sambil memandangi bulan yang bersinar indah, pikirannya melayang-layang entah kemana. Diambilnya kedua amplop yang berada di atas meja belajarnya. Sebuah amplop coklat berisi panggilan test beasiswa yang akan menjadi masa depannya, dan satu amplop lagi yang sudah berisi surat pengunduran dirinya yang akan diberikannya pada Daniel esok hari. "Mungkin memang sudah jalannya, ini yang terbaik, Andrea, yang terbaik," bisik Andrea untuk menghibur dirinya sendiri. Sesungguhnya Andrea ingin keluar saat semuanya selesai, tetapi perkataan Daniel tadi siang membuatnya sadar. Seberapa lamanya Andrea berada di sisi Daniel untuk membantunya, pada akhirnya ia memang harus meninggalkannya. Saat ini, atau nanti, tidak menjadi masalah. "Tok..., tok...,tok...," pintu kamar Andrea berbunyi. "Masuk," kata Andrea mempersilahkan bapak untuk masuk kamarnya. "Dea, Bapak bikinin teh hangat untuk kamu," kata Bapak sambil menaruh segelas teh di atas meja
Tanganku mulai merogoh ke dalam saku jas, mencari benda yang dengan susah payah kudapatkan hari ini. Aku tahu, pengumumannya sudah keluar dan kami kalah. Agak berat untuk diterima, tapi, sama seperti apa kukatakan sebelumnya... aku tidak peduli. Aku sudah berusaha dan tetap akan berusaha lebih keras lagi. Bagaimanapun juga, aku akan mencari cara agar kita berdua dapat keluar dari jeratan Madam Devil. Aku tahu, perjuanganku masih sangat panjang. Tapi saat ini, ada hal penting yang harus kulakukan. Dan aku tidak mau menundanya lebih lama. Ok, Steven! Sekarang, kamu tinggal mengatakannya. Sandra Bayu Hutama, maukah engkau menikah denganku? Mudah bukan? Tapi...tunggu! Apa cukup jika hanya denga kata-kata seperti itu saja? Apa aku harus menambahkan sedikit kata-kata yang lebih poetic agar peristiwa ini lebih berkesan? Sandra, o sayangku...? Hiiiii, kenapa itu terdengar menjijikan, kurang manly, dan... oh Shit!! Komohon, otak... jangan malas! Ayo bantu aku! Apa yang harus kukatakan padanya?
"Andrea, gue udah nungguin lo dari tadi, eh.., baru nongol sekarang," kata Pak Mamat divisi ME di rumah sakit ini. "Sorry Pak, tadi pagi bu Novi sudah ngabarin, cuma saya aja yang kelupaan," jawab Andrea sambil mengatupkan kedua tangannya sebagai tanda permintaan maaf. "Ya udah, nih, barang lo udah gue benerin. Cek dulu aja!" kata Pak Mamat sambil memberikan sebuah raket listrik alat penangkap nyamuk pada Andrea. Andrea segera mencari nyamuk kecil yang sudah sejak tadi berdenging di telinganya. Diayunkannya raket itu dan dengan seketika, suara keras dan kilatan listrik muncul dari alat tersebut. "TEK!" bunyi keras muncul ketika alat itu mengenai seekor serangga. "Tuh, udah bagus kan? Gue bilang juga apa," kata Pak Mamat begitu melihat alat itu sudah kembali berfungsi dengan baik. "Makasih Pak. Ng..., saya harus bayar berapa untuk biaya perbaikannya?" tanya Andrea. "Ah, Ga usah, raket lo sih masih bagus, cuma baterenya aja yang melendung. Pas kemaren ada tetangga yang raket nya
Baru satu jam ia resmi bekerja dengan Daniel, Andrea mulai menyesali keputusannya. Baru saja ia memberikan surat pengunduran diri pada Bu Novi, Daniel sudah menyeretnya pergi tanpa memberikannya waktu untuk mengucapkan selamat tinggal kepada rekan-rekan lainnya. Andrea masih tidak enak hati melihat kegundahan di hati bu Novi, sepertinya perempuan malang itu akan menerima banyak komplain hari ini karena pengunduran diri Andrea yang serba tiba-tiba. Untung saja, foto bersama Daniel Leo, cukup dapat menghibur hati Bu Novi di hari buruknya ini.Dan sialnya, bagi Andrea, kejadian buruk di hari ini masih akan terus berlangsung. Melihat Daniel berjalan keluar rumah sakit, beberapa fans dan wartawan sudah menunggunya di koridor luar rumah sakit."Daniel!!!" teriak mereka memanggil nama idola mereka.Melihat kerumunan banyak orang, Andrea merasa begitu tidak nyaman. Ia ingat terakhir kali ia betemu dengan fans-fans Daniel, kejadian yang berakhir dengan perundungan menyebalkan. Setelah beberapa
" dalam kepalaku, aku tidak akan pernah membuatnya menghentikan langkahku. Tidak hari ini, tidak juga nanti. "Selamat sore, hadirin yang terhormat, salam sejahtera bagi kita semua," salamku untuk memulai presentasi hari ini. "Sttt... ga salah ya? Speaker personnya Ruanna masih muda banget!" "Iya, padahal aku berharap Anna Gunadi sendiri yang akan presentasi hari ini. Aku sudah menunggu penampilannya." "Yah, padahal kukira Anna Gunadi sendiri yang akan presentasi mewakili bironya. Tahunya orang lain. Aneh, mengapa mereka mempercayakan presentasi penting seperti ini pada anak kecil itu? " "Atau mungkin mereka sudah pasrah... Tapi masa sih? Sekelas Anna Gunadi pasrah begitu saja? Tapi, aku ngerti sih, kalau mereka takut dengan Architext." Aku mendengar banyak bisikan ketika mereka melihatku berdiri di tengah panggung. Aku tidak tersinggung. Benar-benar tidak tersinggung. Hahaha... memang tidak perlu tersinggung jika mereka memanggilku dengan sebutan anak kecil atau anak baru. Toh, a
Dug... dug... Dug... dug... Dug... dug... "Waaaa... plok...plok… plok..." Dug... dug... Dug... dug... , ok? Setelah membereskan ruangan ini dan membangunkan 'kucing' malas itu," katanya sambil memandang Cat. "Ok!" kataku sambil berjalan keluar mengikuti panitia. "Hei Sandra, break a leg!" sahut Steven sebelum aku meninggalkan ruangan. Hahaha, Sialan... apa dia berharap aku naik panggung untuk menyanyi atau menari balet? Dia tidak perlu mengucapkan mantra sukses pemeran broadway sebelum mereka tampil. Tapi untuk humornya yang super random dan menghibur, kuucapkan sedikit terima kasih. Sedikit saja... ga banyak-banyak. Aku berjalan menuju ke belakang panggung. Yang ternyata hanya berjarak sekitar 10 meter dari ruangan kami bekerja. Tidak jauh, dan kuharap, Steven bisa langsung menyusulku kemari jika aku membutuhkan bantuannya. "t right now!"
"It's not her fault...!" kataku untuk menurunkan tensi di ruangan ini. "It Is NOT her fault?" tanya Steven seolah-olah tidak percaya dengan perkataanku. Kini matanya beralih padaku, ia memandangku begitu tajam. Ok, kini amarahnya juga berpaling padaku. "Sandra! Kumohon, jangan belain dia lagi. Sejak awal, kalau kamu mendengarkanku..., kalau kamu tidak memasukkan dia dalam team ini, maka semua kejadian ini tidak akan terjadi!" "Kamu benar, aku setuju," kataku sambil memandangi Cat. Berharap kemarahan Steven beralih padaku. Berharap, jika ia melupakan anak itu sebagai luapan emosinya. "Ya, kuakui ini salahku! Silahkan marah padaku! Aku akan menerima semua amarahmu. Tapi..., tidak sekarang, ok? Karena daripada kita menghabiskan waktu untuk marah, untuk berkelahi dan menyalahkan satu sama lain, bisakah kita memikirkan, rencana apa yang harus dilakukan kedepan?" "ak pada kita. Mereka tidak akan mentolerir kasus plagiarisme. Mereka sudah menyelidiki desain yang dikumpulkan Tyo. Jo sebelum
"kata seorang karyawan yang sedang merapihkan barang pajangan di etalase depan. "Iya,Kuakui, aku memang tidak berencana melamarnya hari ini. Sejak lama aku berpikir tentang hubungan kami, dan segala hal yang terjadi di antara kami berdua. Betapa dia begitu berbeda dengan perempuan-perempuan lain yang pernah mengisi hidupku. Seorang di luar akal sehat. Dia tulus, dan apa adanya, dia mengucapkan semua yang ada di hatinya. Dia tidak bisa berbohong, dan yang paling penting, dia wanita bodoh yang tidak pernah meninggalkanku. Siapa yang dapat menduga, jika dia memutuskan untuk kembali, saat kupikir dia akan pergi meninggalkanku senidirian. Dia... dia tidak gentar dengan besarnya masalahku, dia tidak mengatakan apapun tentang dendamku. Dia tidak memintaku untuk memilih antara dirinya atau ambisiku. Dia selalu berdiri di sampingku, menemaniku, bahkan saat aku membenci diriku sendiri, saat aku kesepian. Saat tidak ada satupun yang sanggup bersamaku, wanita cantik itu tidak meninggalkanku sen
""Jam tiga lebih empat puluh lima menit. Ok I get it. Oh, satu lagi... Architext, mereka dapat urutan berapa? Kurasa akan sangat menarik untuk melihat presentasi mereka lebih dahulu. Kita bisa mengambil apa yang baik, lalu bisa membuat strategi untuk melawan mereka." "an mereka?" "Sepertinya begitu," jawabku pasrah. " Hahaha... ya sudahlah..., nanti kita lihat lagi situasinya seperti apa." "Ok, Steven." "Ng... Sandra! Sayang, ini masih pagi, belum jam sepuluh juga. Aku pergi beli sarapan sebentar. Kamu mau makan apa?" "Oh...," jawabku bingung. Sebenarnya aku sedikit mengharapkan Steven untuk kembali ke sini secepatya. Aku tidak peduli betapa laparnya diriku, aku hanya ingin dia menemaniku. Tapi..., biasakah aku memintanya untuk selalu ada di sisiku? Bisakah aku bertindak begitu egois? Walaupun hanya untuk hari ini saja, karena ini hari yang penting untukku, tapi.... "Sayang...? Sandra sayang? Aku beneran lapar," lanjut Steven. "Kamu tidak keberatan jika aku pergi makan sebentar