"Dim, sorry, hari ini aku ga bisa pulang malem, jadi, jadwal iklan besok aja ya," pinta Selena."Kamu nih kenapa sih? Sekarang sedikit-sedikit ga bisa, ke mana integritas kamu? Dulu kamu tanggung jawab banget sama kerjaan kamu.""Dim, hari ini aku ada janji, ok? I'll do it tomorrow. Lagian juga Rahayu baru kasih tahu aku kemarin malem, jadi...""Janji? Sama siapa?""Dim, don't cross the line, ga semua urusan aku, kamu harus tahu kan?""Iya, tapi kamu masih kerja di sini kan? Aku masih atasan kamu. Tell me, kamu pergi sama siapa?""My mother, Dim, and it's not your bussiness anymore," jawab Selena kesal dan segera pergi meninggalkan Dimitri di ruang kerjanya.Dimitri tidak bisa menyuruh-nyuruh Selena seperti dulu lagi. Setelah apa yang terjadi dengan hubungan mereka. Sekarang Selena sudah menetapkan niat untuk tidak akan kembali padanya, walaupun dahulu, ketika baru putus, Selena sempat memohon kepada Dimitri untuk memperbaiki hubungan mereka.Waktu berjalan dengan cepat, tugas- tugas S
"Tok..tok..."Selena segera membuka pintu apartemennya."Hai, Ray!" sapanya sambil tersenyum."Hai," jawab Raymond."Ayo, masuk!"Raymond membuka sepatunya, menaruhnya di pinggir pintu dan segera masuk ke dalam. Mama Selena segera berdiri untuk menyambut kedatangan Raymond."Tante?" sapa Raymond kaget ketika melihat kehadiran mama Selena."Hai, Mama kira siapa, taunya kamu, Ray. Kalau Raymond, mama sudah kenal," jawab Mama."Hai tante, ini aku bawa sayur tanaman sendiri, kalau Selena ga mau, sayurnya buat tante saja," kata Raymond bercanda."Aku mau kok," jawab Selena."Ya udah, kamu gampang. Ini buat tante dulu ya, bisa di bawa ke Bandung kok Tante," kata Raymond memberikan sayur segar hasil hidroponiknya."Terima kasih," kata Mama. "Kamu sehat, Ray?" lanjut Mama."Sehat-sehat, sudah lama tidak ketemu ya tante, Sehat tante?""Sehat, sehat. Ray, ayo kita makan! Tadi tante sama Selena masak sop sama tumis kangkung kesukaan Selena, semoga kamu suka juga ya?""Pasti suka tante, apalagi ka
Bagi Selena, tidak ada yang lebih menyenangkan ketika sedang bersama dengan Raymond. Mereka bisa ngobrol dan bercanda setiap saat, setiap waktu. Tetapi, dalam minggu ini, Selena sibuk mengurus kegiatan kampanyenya untuk memenangkan Penghargaan Pertelevisian Indonesia. Dimitri tidak membiarkan jadwal Selena kosong sedikit saja. Rangkaian acara talk show, wawancara eklusif, bahkan acara off air ke kampus-kampus yang sungguh melelahkan harus dijalankan Selena. Pada akhirnya Raymond juga harus bersabar, setidaknya sampai rangkaian acara ini selesai. Walaupun hal yang membuatnya sedikit kesal adalah ketika Dimitri selalu menemani Selena di setiap rangkaian acara-acara tersebut. "Mon, lo pergi ke PPI?" tanya Arya. "Tahun ini, kayanya gue pergi," jawab Raymond sambil tersipu. "Hah? Ga salah? Dari dulu, lo ga pernah pergi acara gituan, kenapa tahun ini lo semangat banget?" "Kenapa emang? Gue kan juga bagian dari pertelevisian indonesia, di undang pula, ga ada salahnya kan?" tanya Raymond
Malam puncak PPI memang meriah. Semua insan pertelevisian akan hadir dengan penampilan yang luar biasa. Dari pagi hingga sore, hampir semua stasiun televisi menampilkan liputan dari acara Penghargan Pertelevisian Indonesia tahun ini, mulai dari dekorasi, nominasi, perkiraan pemenang, dan seluruh rangkaian acara hingga artis-artis yang siap memeriahkan acara ini. Para kru bersiap dan mulai memastikan semua peralatan sudah terpasang sempurna, dan beberapa selebriti sudah mulai melakukan gladi bersih untuk acara malam ini.Demikian pula dengan Selena, sejak siang hari, team make up yang dikirim Dimitri sudah memenuhi seluruh apartemennya. Walaupun Selena merasa ini sangat berlebihan, tetapi ia juga tidak berniat untuk membuat Dimitri kesal. Tetapi, pada akhirnya, Selena harus mengakui kalau tanpa kehadiran team itu, ia tidak akan tampil sesempurna ini.Selena memandangi jam dindingnya. Raymond sudah berjanji akan menjemputnya pukul 5 sore ini, dan seperti yang sudah-sudah, Raymond tidak p
"Dimitri, sakit!" teriak Selena sambil menarik tangannya dari genggaman Dimitri.Dimitri tidak menghiraukan perkataan Selena, ia terus menarik Selena ke ruang yang lebih sepi. Setelah masuk ke dalam salah satur ruangan, Dimitri menutup pintu, melemparkan tangan Selena dan mulai meluapkak emosinya."Kamu nih kenapa sih? WHAT'S WRONG WITH YOU?"teriak Dimitri."What did I do wrong?" tanya Selena bingung."DIAM....., Jangan.....jangan...," suara Dimitri penuh emosi hingga akhirnya dia mengambil nafas panjang sambil mengepalkan kedua tangannya."Apa sih yang kamu cari dari dia? Dari pekerja rendahan seperti dia? Sadar, Selena, kita bukan dari dari dunia mereka, demikian pula sebaliknya. Mereka tidak akan pernah bisa berada di dunia kita," lanjut DimitriMendengar ucapan Dimitri, Selena hanya menggelengkan kepalanya dan berusaha untuk pergi meninggalkan ruangan. Tetapi Dimitri menarik kembali tangan Selena hingga menimbulkan ruam kemarahan di tangannya."Dengar, kamu boleh bermain-main denga
Perjalanan malam itu cukup jauh dan pada akhirnya mereka sampai pada sebuah Café kecil di pinggir jalan. Raymond membantu Selena turun dari mobil, dan mereka berdua mulai masuk ke dalam. Bau kopi yang menyengat dari dalam café terasa sedikit menyegarkan hati, setidaknya membuat perasaan Selena lebih tenang."Tunggu sebentar, biar kupesankan sesuatu," kata Raymond sambil menarik kursi dan mempersilahkan Selena untuk duduk di meja dekat jendela. Lalu ia segera memesan 2 minuman hangat dan membayarnya di kasir. Setelah semua urusannya selesai, Raymond segera menarik kursi dan duduk di samping Selena.Malam semakin larut dan dengan kejadian yang baru saja terjadi, membuat hubungan keduanya menjadi canggung. Tidak ada yang memulai pembicaraan, hingga pada akhirnya Raymond memberanikan diri untuk membuka mulutnya."Selena, kamu lihat bangunan tua di depan itu," kata Raymond sambil menunjuk sebuah bangunan tua di seberang café.Bangunan itu sudah tampak lapuk. Atapnya hampir hancur dan pekar
Sudah tiga hari berlalu dari malam yang menguras emosi. Dan Selena masih tidak punya jawaban dari semua permasalahannya. Di saat hatinya memilih Raymond, tetapi otaknya selalu mengarahkan pada Dimitri. Bagaimana mungkin seorang Selena Audrey dapat mengkhianati keinginan ayahnya? Jantungnya berdetak kencang, ketika memikirkan setiap masalah percintaannya. Dan yang cukup mengganggu adalah ketika masalah-masalah itu membuat Selena tidak bisa tidur selama tiga hari. Dan yang lebih parah lagi, susu coklat penyelamatnya di malam hari, kini juga membuat kenangan baru yang membuatnya merasa lebih galau.Raymond shooting sekitar 1 minggu di hutan Kalimantan dan kira-kira 4 hari lagi, lelaki itu akan meminta jawaban tentang nasibnya. Apa yang harus dikatakannya? Bisakah dia meminta waktu, waktu untuk berpikir lebih lama lagi? O, Tuhan, jawaban apa yang harus aku berikan?Pikiran Selena melayang pada kejadian-kejadian yang dilaluinya bersama Raymond. Awal pertemuannya, kejadian di pulau, hingga p
Udara pagi di Bandung sangat menyegarkan, sekiranya kota ini sedikit lebih santai dari pada hiruk pikuk Jakarta. Sudah pukul 9 pagi, dan Selena segera menuju rumah ibunya. Rumah yang didatanginya 10 tahun lalu. Hanya saja kali ini Selena sudah konfirmasi kalau dia akan datang pagi ini."Selena!" panggil mama sambil melambaikan tangan, ketika Selena sampai di halaman rumahnya.Selena segera berlari dan memeluk ibunya."Mama senang kamu kemari, tapi kamu baik-baik saja kan?" kata Mama."Baik, Ma, cuma butuh refreshing," jawab Selena."Ayo, masuk!"Rumah mama tidak seperti rumah papa dahulu. Rumahnya tidak terlalu besar, tetapi nyaman dan bersih. Banyak pepohonan di pekarangan, menjadikan rumah mungil itu begitu asri dan segar."Kamu masuk saja dulu, Mama sudah siapkan kamar, jadi masukkan koper kamu ke dalam," kata mama sambil membuka pintu rumah"Terima kasih, Ma. Tapi, aku sudah pesan hotel di dekat sini, lagipula Selena tidak mau mengganggu kehidupan Mama.""Hah? Ganggu apa? Hotelnya
Andrea menaruh dagunya tepat pada topangan tangannya. Sambil memandangi bulan yang bersinar indah, pikirannya melayang-layang entah kemana. Diambilnya kedua amplop yang berada di atas meja belajarnya. Sebuah amplop coklat berisi panggilan test beasiswa yang akan menjadi masa depannya, dan satu amplop lagi yang sudah berisi surat pengunduran dirinya yang akan diberikannya pada Daniel esok hari. "Mungkin memang sudah jalannya, ini yang terbaik, Andrea, yang terbaik," bisik Andrea untuk menghibur dirinya sendiri. Sesungguhnya Andrea ingin keluar saat semuanya selesai, tetapi perkataan Daniel tadi siang membuatnya sadar. Seberapa lamanya Andrea berada di sisi Daniel untuk membantunya, pada akhirnya ia memang harus meninggalkannya. Saat ini, atau nanti, tidak menjadi masalah. "Tok..., tok...,tok...," pintu kamar Andrea berbunyi. "Masuk," kata Andrea mempersilahkan bapak untuk masuk kamarnya. "Dea, Bapak bikinin teh hangat untuk kamu," kata Bapak sambil menaruh segelas teh di atas meja
Tanganku mulai merogoh ke dalam saku jas, mencari benda yang dengan susah payah kudapatkan hari ini. Aku tahu, pengumumannya sudah keluar dan kami kalah. Agak berat untuk diterima, tapi, sama seperti apa kukatakan sebelumnya... aku tidak peduli. Aku sudah berusaha dan tetap akan berusaha lebih keras lagi. Bagaimanapun juga, aku akan mencari cara agar kita berdua dapat keluar dari jeratan Madam Devil. Aku tahu, perjuanganku masih sangat panjang. Tapi saat ini, ada hal penting yang harus kulakukan. Dan aku tidak mau menundanya lebih lama. Ok, Steven! Sekarang, kamu tinggal mengatakannya. Sandra Bayu Hutama, maukah engkau menikah denganku? Mudah bukan? Tapi...tunggu! Apa cukup jika hanya denga kata-kata seperti itu saja? Apa aku harus menambahkan sedikit kata-kata yang lebih poetic agar peristiwa ini lebih berkesan? Sandra, o sayangku...? Hiiiii, kenapa itu terdengar menjijikan, kurang manly, dan... oh Shit!! Komohon, otak... jangan malas! Ayo bantu aku! Apa yang harus kukatakan padanya?
"Andrea, gue udah nungguin lo dari tadi, eh.., baru nongol sekarang," kata Pak Mamat divisi ME di rumah sakit ini. "Sorry Pak, tadi pagi bu Novi sudah ngabarin, cuma saya aja yang kelupaan," jawab Andrea sambil mengatupkan kedua tangannya sebagai tanda permintaan maaf. "Ya udah, nih, barang lo udah gue benerin. Cek dulu aja!" kata Pak Mamat sambil memberikan sebuah raket listrik alat penangkap nyamuk pada Andrea. Andrea segera mencari nyamuk kecil yang sudah sejak tadi berdenging di telinganya. Diayunkannya raket itu dan dengan seketika, suara keras dan kilatan listrik muncul dari alat tersebut. "TEK!" bunyi keras muncul ketika alat itu mengenai seekor serangga. "Tuh, udah bagus kan? Gue bilang juga apa," kata Pak Mamat begitu melihat alat itu sudah kembali berfungsi dengan baik. "Makasih Pak. Ng..., saya harus bayar berapa untuk biaya perbaikannya?" tanya Andrea. "Ah, Ga usah, raket lo sih masih bagus, cuma baterenya aja yang melendung. Pas kemaren ada tetangga yang raket nya
Baru satu jam ia resmi bekerja dengan Daniel, Andrea mulai menyesali keputusannya. Baru saja ia memberikan surat pengunduran diri pada Bu Novi, Daniel sudah menyeretnya pergi tanpa memberikannya waktu untuk mengucapkan selamat tinggal kepada rekan-rekan lainnya. Andrea masih tidak enak hati melihat kegundahan di hati bu Novi, sepertinya perempuan malang itu akan menerima banyak komplain hari ini karena pengunduran diri Andrea yang serba tiba-tiba. Untung saja, foto bersama Daniel Leo, cukup dapat menghibur hati Bu Novi di hari buruknya ini.Dan sialnya, bagi Andrea, kejadian buruk di hari ini masih akan terus berlangsung. Melihat Daniel berjalan keluar rumah sakit, beberapa fans dan wartawan sudah menunggunya di koridor luar rumah sakit."Daniel!!!" teriak mereka memanggil nama idola mereka.Melihat kerumunan banyak orang, Andrea merasa begitu tidak nyaman. Ia ingat terakhir kali ia betemu dengan fans-fans Daniel, kejadian yang berakhir dengan perundungan menyebalkan. Setelah beberapa
" dalam kepalaku, aku tidak akan pernah membuatnya menghentikan langkahku. Tidak hari ini, tidak juga nanti. "Selamat sore, hadirin yang terhormat, salam sejahtera bagi kita semua," salamku untuk memulai presentasi hari ini. "Sttt... ga salah ya? Speaker personnya Ruanna masih muda banget!" "Iya, padahal aku berharap Anna Gunadi sendiri yang akan presentasi hari ini. Aku sudah menunggu penampilannya." "Yah, padahal kukira Anna Gunadi sendiri yang akan presentasi mewakili bironya. Tahunya orang lain. Aneh, mengapa mereka mempercayakan presentasi penting seperti ini pada anak kecil itu? " "Atau mungkin mereka sudah pasrah... Tapi masa sih? Sekelas Anna Gunadi pasrah begitu saja? Tapi, aku ngerti sih, kalau mereka takut dengan Architext." Aku mendengar banyak bisikan ketika mereka melihatku berdiri di tengah panggung. Aku tidak tersinggung. Benar-benar tidak tersinggung. Hahaha... memang tidak perlu tersinggung jika mereka memanggilku dengan sebutan anak kecil atau anak baru. Toh, a
Dug... dug... Dug... dug... Dug... dug... "Waaaa... plok...plok… plok..." Dug... dug... Dug... dug... , ok? Setelah membereskan ruangan ini dan membangunkan 'kucing' malas itu," katanya sambil memandang Cat. "Ok!" kataku sambil berjalan keluar mengikuti panitia. "Hei Sandra, break a leg!" sahut Steven sebelum aku meninggalkan ruangan. Hahaha, Sialan... apa dia berharap aku naik panggung untuk menyanyi atau menari balet? Dia tidak perlu mengucapkan mantra sukses pemeran broadway sebelum mereka tampil. Tapi untuk humornya yang super random dan menghibur, kuucapkan sedikit terima kasih. Sedikit saja... ga banyak-banyak. Aku berjalan menuju ke belakang panggung. Yang ternyata hanya berjarak sekitar 10 meter dari ruangan kami bekerja. Tidak jauh, dan kuharap, Steven bisa langsung menyusulku kemari jika aku membutuhkan bantuannya. "t right now!"
"It's not her fault...!" kataku untuk menurunkan tensi di ruangan ini. "It Is NOT her fault?" tanya Steven seolah-olah tidak percaya dengan perkataanku. Kini matanya beralih padaku, ia memandangku begitu tajam. Ok, kini amarahnya juga berpaling padaku. "Sandra! Kumohon, jangan belain dia lagi. Sejak awal, kalau kamu mendengarkanku..., kalau kamu tidak memasukkan dia dalam team ini, maka semua kejadian ini tidak akan terjadi!" "Kamu benar, aku setuju," kataku sambil memandangi Cat. Berharap kemarahan Steven beralih padaku. Berharap, jika ia melupakan anak itu sebagai luapan emosinya. "Ya, kuakui ini salahku! Silahkan marah padaku! Aku akan menerima semua amarahmu. Tapi..., tidak sekarang, ok? Karena daripada kita menghabiskan waktu untuk marah, untuk berkelahi dan menyalahkan satu sama lain, bisakah kita memikirkan, rencana apa yang harus dilakukan kedepan?" "ak pada kita. Mereka tidak akan mentolerir kasus plagiarisme. Mereka sudah menyelidiki desain yang dikumpulkan Tyo. Jo sebelum
"kata seorang karyawan yang sedang merapihkan barang pajangan di etalase depan. "Iya,Kuakui, aku memang tidak berencana melamarnya hari ini. Sejak lama aku berpikir tentang hubungan kami, dan segala hal yang terjadi di antara kami berdua. Betapa dia begitu berbeda dengan perempuan-perempuan lain yang pernah mengisi hidupku. Seorang di luar akal sehat. Dia tulus, dan apa adanya, dia mengucapkan semua yang ada di hatinya. Dia tidak bisa berbohong, dan yang paling penting, dia wanita bodoh yang tidak pernah meninggalkanku. Siapa yang dapat menduga, jika dia memutuskan untuk kembali, saat kupikir dia akan pergi meninggalkanku senidirian. Dia... dia tidak gentar dengan besarnya masalahku, dia tidak mengatakan apapun tentang dendamku. Dia tidak memintaku untuk memilih antara dirinya atau ambisiku. Dia selalu berdiri di sampingku, menemaniku, bahkan saat aku membenci diriku sendiri, saat aku kesepian. Saat tidak ada satupun yang sanggup bersamaku, wanita cantik itu tidak meninggalkanku sen
""Jam tiga lebih empat puluh lima menit. Ok I get it. Oh, satu lagi... Architext, mereka dapat urutan berapa? Kurasa akan sangat menarik untuk melihat presentasi mereka lebih dahulu. Kita bisa mengambil apa yang baik, lalu bisa membuat strategi untuk melawan mereka." "an mereka?" "Sepertinya begitu," jawabku pasrah. " Hahaha... ya sudahlah..., nanti kita lihat lagi situasinya seperti apa." "Ok, Steven." "Ng... Sandra! Sayang, ini masih pagi, belum jam sepuluh juga. Aku pergi beli sarapan sebentar. Kamu mau makan apa?" "Oh...," jawabku bingung. Sebenarnya aku sedikit mengharapkan Steven untuk kembali ke sini secepatya. Aku tidak peduli betapa laparnya diriku, aku hanya ingin dia menemaniku. Tapi..., biasakah aku memintanya untuk selalu ada di sisiku? Bisakah aku bertindak begitu egois? Walaupun hanya untuk hari ini saja, karena ini hari yang penting untukku, tapi.... "Sayang...? Sandra sayang? Aku beneran lapar," lanjut Steven. "Kamu tidak keberatan jika aku pergi makan sebentar