Share

5 - Jijik.

Author: Azzila07
last update Huling Na-update: 2022-05-19 18:37:42

"Gaji cuma habis buat bayar hutang, gaya-gayaan mau makan enak!" cebikku lalu meneguk sisa air minum didalam gelas.

"Punya suami tidak ada otak. Gengsi saja di besarkan. Motor lama dijual, malah kridit motor baru. Mana cicilannya bikin nyecik tenggorokan!" aku hempas gelas kaca dengan kasar, meraih tisu dengan kasar pula lalu menyeka sudut bibir.

"Hanya mengandalkan istri, gajinya habis untuk kebutuhannya sendiri. Tidak mikir untuk biaya hidup sehari-hari."

Sengaja aku bicara di depan Hella, biar dia tahu bahwa selingkuhannya itu cuma laki-laki KERE yang numpang makan sama istrinya. Benalu. Sama seperti dirinya.

"Bibik mau masak apa itu?" tanyaku.

"Masak sup bakso sama tetelan, Neng." jawabnya.

"Tidak perlu pakai tetelan, sup bakso saja. Hemat, Bik. Ingat!" tegasku.

"Tempe buat besok saja, Bik. Tidak perlu ikut digoreng. Boros!"

"Siap, Neng." jawab Bik Narti. Aku langsung berjalan menuju lemari pendingin, membawa buah pir dan apel yang aku beli sekitar tiga hari lalu. Lebih baik aku bawa ke kantor dari pada habis di makan para lelembu itu, aku lebih ikhlas makananku habis dimakan teman-teman.

"Mau dibawa kemana, Mbak. Buahnya?" tanya Hella pelan. Dia paling suka buah pir, sebenarnya aku beli buah ini untuk dia. Tapi untuk sekarang jangan harap. Di kasih buah biar sehat, setelah sehat jiwa dan otaknya dia malah menyuguhkan bangkai di wajahku.

Jijik! sikapnya bahkan lebih kejam dari binatang.

"Mau aku jual, buat beli beras!" jawabku ketus. Entah kemana sikap lemah lembutku, hilang tak berbekas begitu saja. Pengkhianatan memang bisa merubah segalanya, termasuk perasaanku.

Hella hanya bisa diam, terpaku ditempatnya.

Pasti mereka bingung dengan perubahan ini, aku yang biasa mereka kenal berhati baik dan penyayang kini berubah 180 derajat.

"Habis masak, jangan lupa antar Dila kesekolah ya, Bik. Uang jajan ada diatas meja." ucapku sebelum berlalu dari dapur.

Seperti biasa sebelum pergi kerja, aku menyempatkan diri untuk singgah kekamar Dila.

Hmm ... menghela nafas panjang, lagi-lagi hati ini berdenyut ngilu melihat wajah polos, Dila.

'Sabar sayang, kamu tidak perlu cemas. Kita tidak butuh laki-laki pendosa seperti dia.' jerit batinku.

Aku melirik sinis saat melihat, Mas Rudi berdiri di balik pintu kamar Dila.

"Bensin abis, ada uang tidak?" ucapnya tak acuh, wajahnya bahkan tidak menoleh kearahku.

Ck! Tidak tahu malu. Butuh uang, tapi sikapnya begitu.

"Tidak ada!" jawabku sambil melewatinya.

"Riss ...."

Aku menghentikan langkah, bergeming ditempat.

"Pleace ... kamu kenapa? Hanya karna aku ingin membuat syukuran untuk Hamdan, kamu jadi berubah ketus seperti ini?" pasrah nada suaranya.

"Rissa ..." panggilnya lagi, karna aku tetap bergeming membelakanginya.

"Sudahlah, tidak perlu dibahas. Aku sudah telat." ucapku sambil kembali melangkah.

"Lalu aku bagaimana? Aku tidak ada uang buat beli bensin?" tanyanya.

"Sudah tahu uang bensin tak punya, masih mau buang-buang uang buat syukuran yang tidak penting." desisku. Aku kembali berlalu, suara derap langkah terdengar cepat tak lama tubuhku berputar oleh dorongan, Mas Rudi.

"Risaa, sudahlah ... kamu ini kenapa? Apa aku melakukan kesalahan? Kenapa kamu jadi jutek begini." wajah itu terlihat bingung bercampur cemas.

Dia bahkan masih berani bertanya apa kesalahannya. Benar-benar otak udang! Kesalahan sebesar gunung masih tidak sadar juga.

Aku hanya diam, menepis tangannya dengan kasar.

"Awas! Aku mau kerja. Nyari duit, buat kasih makan orang-orang." ucapku dingin. Mas Rudi menghela nafas kasar, wajahnya masih menampakkan kebingungan.

"Terus aku gimana? Motor tidak bisa jalan!" Aku melibaskan tangan diudara, lalu berjalan cepat keluar rumah.

Terserah mau kerja atau tidak, toh jika dia dipecat aku tidak masalah.

Ekor mataku menangkap kesudut ruangan, terlihat Hella yang berdiri mematung memperhatikan perdebatan kami.

***Ofd

"Kenapa lo, kusut bingit muka." Tania teman satu ruangan kerja terkekeh geli sambil mengamati wajahku.

Aku tersenyum kecut, menghempaskan tas kesayanganku diatas meja kerja lalu menduduki kursi kebesaranku.

"Biasa tanggal tua. Mumet dia," timpal Yuli ikut terkekeh.

"Gajian masih dua hari lagi, duit sudah ludes." jawab Nilu tak kalah rempong.

"Jangan kebanyakan cicilan. Pusingkan kaya gue!" jawab Yuli sambil menepuk jidat.

"Sudah siang ... sana kemeja masing-masing. Bentar lagi Pak Bowo datang, kena SP luh kalau ketahuan ngobrol." ucapku ketus sambil menyalakan laptop.

"Lu sih datangnya kesiangan. Jadi tidak bisa rumpa-rumpi dulu, ye kan." cebik Tania.

"Maklum, istri sholekha. Pasti melayani suami dulu sebelum jalan kerja." jawab Yuli sambil cengingisan.

Aku hanya menggelengkan kepala, kalau sudah bertemu mereka pasti suasana jadi ramai. Kami kerja sudah lama, membuat candaan kami sudah tak canggung dan merepet kemana-mana.

Suasana hati mempengaruhi pekerjaan, aku jadi tidak fokus dengan laporan yang menunpuk diatas meja. Fikiranku terbagi, bercabang-cabang membuat otak terasa sakit berdenyut-denyut.

"Lin ... tolong belikan obat sakit kepala ya," aku menyodorkan selembar uang berwarna hijau pada Lina, office girl kantor ini.

"Baik, Mbak." jawabnya sambil meraih uang dari tanganku.

Kuhembuskan nafas panjang dengan mata terpejam, tanganku terangkat memijit pelipis yang uratnya terasa menegang. Sulit sekali menghilangkan kemelut ini, ditambah aku hanya menyimpan masalah sendiri. Membuat hati merasa sesak tiba-tiba.

"Astagfirulloh ...."

Aish, kenapa pedih sekali rasanya. Tempat ternyamanku kini tidak lagi sama, aku kah yang bersalah karna sudah membawa masuk biang masalah kedalam rumah. Andai Hella tak datang, mungkin rumah tangga ini baik-baik saja.

"Kenapa sih? Gue perhatiin kok kaya pusing banget?" Tania menggeser kursi kerjanya disampingku.

"Tidak apa kok, Tan. Gue cuma kurang istirahat." jawabku.

"Beneran?" Tania memperhatikan wajahku dengan serius.

"Bener, minum obat istirahat sebentar. Nanti juga sembuh," sahutku sambil menyungging senyum.

"Ya udah." balas Tania, lalu menggeser kursinya menuju meja kerjanya.

Jam istirahat, aku tak keluar kantor. Selesai mengerjakan sholat zuhur aku kembali menduduki kursi kerjaku. Menyandarkan tubuh pada punggung kursi, pikiranku menerawang menatap lurus kearah laptop yang layarnya menghitam dan menampilan bayangan wajahku.

Diusia yang baru saja menginjak kepala tiga, orang bilang aku masih terlihat cantik bahkan lebih muda dari usiaku saat ini. Tubuh pun selalu aku jaga, apa lagi penampilan yang menurutku adalah nomer satu.

Apa kekuranganku, sampai bisa diselingkuhi. Aku wanita mandiri, bahkan bisa membantu suami secara finalsial.

Perih kembali menjalar, persendian terasa lemas untuk digerakan. Aku tidak bisa terus-terusan terpuruk sendiri seperti ini. Jiwaku tersiksa, hati merana sementara dua musang itu bahagia dan bercinta diatas penderitaanku.

Aku akan mengakhiri segalanya, sepertinya terlalu lama jika menunggu, Bik Narti mendapatkan bukti. Aku harus bergerak cepat, sebelum mereka tahu kalau aku sudah mengendus kebusukannya.

***Ofd

Hari sudah mulai gelap, saat mobil memasuki garasi. Langkahku berat untuk masuk kedalam rumah. Enam minggu sudah, Bik Narti mengintai pergerakan mereka. Namun kedua musang itu seolah tahu jika sedang dimata-matai, dan sangat apik menyembunyikan peran mereka.

Mas Rudi pun sudah tidak membasah apapun, dia bahkan tak mengeluh dengan sikap ketusku dan menu makanan sederhana sehari-hari. Bahkan dia lebih sabar dan perhatian lebih dari biasanya. Pun dengan Hella, dia masih bersikap biasa saja. Bahkan jika ada Mas Rudi dia tak banyak bicara, cenderung menghindar.

Ada apa? Apa mereka sudah memutuskan hubungan, atau ...

Aah. Sial! Tingkah mereka benar-benar membuatku gila.

Menurutku ini terlalu aneh, aku yakin mereka sedang merencanakan sesuatu.

Tapi apa?

"Tidur, Mah. Sudah malam," tegur Mas Rudi saat melihatku yang masih duduk terpaku diatas pembaringan. Matanya menatap lembut, senyum manis tercipta dibibirnya. Aku mengejrap, lalu menghela nafas berat.

"Mikirin apa sih. Akhir-akhir ini, Mas perhatikan kamu selalu melamun. Hmm?" Mas Rudi perlahan menjatuhkan bobot disisi ranjang tepat disampingku.

"Tidak apa, hanya sedikit pusing memikirkan pekerjaan." sahutku.

"Oh begitu," ucapnya pelan. Tangan kekarnya terangkat mendekati wajah ini. Aku sedikit menghindar, Mas Rudi sedikit heran lalu tersenyum dan melanjutkan gerakan tangannya membelai rambutku.

"Maaf ya, sudah membuatmu lelah. Aku akan bekerja semaksimal mungkin, agar keuangan kita kembali membaik dan keluarga kita tidak pernah kekurangan." ucapnya lembut.

Saat bibirnya ingin mendarat dibibirku, aku segera menghindar memalingkan wajah.

"Kenapa? Masih halangan?" tanyanya.

"Aku capek, pun masih belum bersih." jawabku memberi alasan. Entah kapan terakhir kami melakukannya. Seingatku sejak Dila mengungkap penglihatannya, aku sudah merasa jijik jika bersentuhan dengan Mas Rudi. Aku selalu menghindar dan memberi alasan.

"Kamu pasti terlalu capek, hingga hormonnya jadi tak jelas seperti ini." ucapnya sambil meraih daguku dan mendekati bibirnya kembali.

Tubuhku bergidik, jantung bertalu-talu saat melihat bibir Mas Rudi. Hati kembali terremas-remas saat mengingat ucapan Dila, tentang mimik s*su.

***Ofd.

siang Mak. Masih tegang dulu yak. Tidak mudah mengungkap basah perselingkuhan. Ditambah Larissa hanya seorang diri.

Next kilat, kuy. Jangan lupa tinggalkan jejak ya ❤️❤️

Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dede Apriyatno
bikin penasaran n geregetan
goodnovel comment avatar
Ima Bangun
bagus banget
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 6 - Kena kamu, Mas!

    "Kamu pasti terlalu capek, hingga hormonnya jadi tak jelas seperti ini." ucapnya sambil meraih daguku dan mendekati bibirnya kembali.Tubuhku bergidik, jantung bertalu-talu saat melihat bibir Mas Rudi. Hati kembali teremas-remas saat mengingat ucapan Dila, tentang mimik s*su."Iya, kamu benar. Aku hanya terlalu capek," aku memalingkan wajah, membuat kecupan itu mendarat dirambut tak mengenai bibirku."Sebaiknya aku tidur. Besok ada rapat," segara aku menarik selimut lalu merebahkan tubuh. Terdengar helaan panjang dari Mas Rudi, menandakan dia kecewa dengan penolakanku. Biarlah aku berdosa sudah mengabaikan keinginan suami. Aku bukan perempuan sholekha yang bisa menurut saja, apapun perintah Mas Rudi.Pagi ini aku bangun kesiangan, sesampainya dimeja makan penghuni rumah sudah menduduki dikursinya masing-masing. Mas Rudi tersenyum melihat keberadaanku, lalu menyodorkan nasi goreng tanpa kecap dihadapanku."Bik Narti ..." ucapku setelah menghempaskan bokong diatas kursi."Iya, Neng?" B

    Huling Na-update : 2022-05-19
  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 7 - Jahat!

    "Tante kenapa nangis?"Hella yang ada didalam pelukan Mas Rudi terlonjak kaget, pun dengan Mas Rudi yang tak kalah pucat dari gundiknya.Kena kamu, Mas!Aku bergeming tak mengeluarkan satu pun kalimat, tapi pandanganku tajam melihat keduanya.Repleks Mas Rudi mendorong kasar tubuh Hella, segera bangkit dari duduknya."Mamah dari mana? Tadi aku cari-cari tidak ada," ucapnya dengan ekpresi salah tingkah, terlihat sangat bod*h. Aku menautkan alis memandang sinis pada Hella."Sudah peluk-peluknya?" tanyaku."Eh ... itu," wajah itu memerah, tak sanggup meneruskan kalimat."Lagi pijit-pijit?" ketusku. Geram sekali, berkali aku menarik nafas guna menormalkan detak jantung. Jangan sampai kemarahan ini meledak. Belum waktunya."Kamu jangan salah paham, Mah. Aku cuma ingin menenangkan Hella," bantah Mas Rudi sambil menggaruk tengkuk lehernya."Salah paham gimana?" aku pura-pura bodoh."Hella terlalu capek, dia sampai nangis gitu. Katanya juga lemes, laper." jelas Mas Rudi.Aku menatapnya lekat,

    Huling Na-update : 2022-05-19
  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 8 - Pesta.

    Aku bekap mulut ini dengan sebelah tangan dan sekuat tenaga, agar tak mengeluarkan suara sebab hati begitu perih ingin menjerit dengan kencang. Air mata mengucur dengan deras, getaran tubuh mengguncang jiwa. Lutut terasa lemas, rasanya tak sanggup menopang tubuh ini.Jahat kamu, Mas!Desahan keduanya terdengar jelas ditelinga. Ingin aku berlari dan membunuh keduanya, namun logika masih menahan. Lagi-lagi aku hanya bisa menarik nafas dalam-dalam dan menghempasnya dengan kasar.Teruskan perbuatan bejat kalian, bersenang-senanglah. Setelah ini akan aku tunjukan cara membalas tanpa mengotori tanganku sendiri.Setelah cukup mendapat bukti, aku segera menekan tombol stop. Langkahku lunglai menginjak lantai, nafasku terasa tersendat-sendat.Ingin sekali menendang pintu kamar itu, namun tubuh masih terasa menggigil dengan hebat. Aku teguk segelas air yang ada diatas nakas, lalu menghentaknya dengan keras.Pecahan beling itu berhamburan diatas lantai, aku termangu meremas gawai dengan erat."B

    Huling Na-update : 2022-05-19
  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 9 - Acara Berlangsung.

    "Kamu baik sekali Mbak, makasih ya." Hella mengharu dan memelukku.Aku tepuk dengan jijik punggung belakangnya. Bik Narti menganggukkan kepala dengan senyum penuh arti."Tolong bantu-bantu Hella ya, Bik. Nanti aku kasih uang untuk belanja kebutuhan dapur," ucapku pada Bik Narti disambut dengan senyum kecil dan anggukan kepala.Hella masih tersenyum manis, membuat perutku menjadi mual seketika.Bisa bayangkan jadi aku? Hidup satu atap dengan para pengkhianat?Ckckck ... rasanya sangat menjijikan. Setiap detik bahkan fikiranku sudah dibumbui dengan kekerasan ingin melukainya."Aku istirahat dulu," ucapku sambil beranjak berjalan menuju tangga."Iya, Mbak. Makasih ya," teriak Hella.Menghempas tubuh diatas ranjang, kepala kembali berdenyut aku memiijatnya dengan pelan.Sudah beberapa hari ini tak nyenyak tidur, bahkan hampir tak pernah tidur sepanjang malam.Andai masih ada kedua orangtua, tentu aku bisa berbagi masalah padanya."Uh ... bagaimana ini, Mah. Perbuatan baikmu dimasa lalu, k

    Huling Na-update : 2022-05-19
  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 10 - Marah dan Malu.

    "Astaga. Itu bukannya ..."Kalimat menggantung diudara, kini semua pandangan beralih pada Mas Rudi dan Hella yang wajahnya sudah sepucat mayat.Gaduh!Suara sumbang mulai terdengar tak nyaman ditelinga. Aku sendiri hanya bergeming, mendengar lengkingan menjijikan yang masih terdengar panas ditelinga.Aish ... membaranya.Aku tidak punya cukup nyali, untuk melihat video itu. Biarkan saja, para tamu yang berkomentar menggambarkan setiap adegan.Aku melirik sedih pada Mas Rudi, yang membeku ditempat duduknya. Tubuhnya bergetar hebat, mulutnya cengap-cengap seperti ikan mas koki yang kehabisan oksigen.Nafas dulu, Mas. Jangan mati disini, kau belum mendapat balasan. Aku menginginkan kepedihanmu."Mas, itu Mas Rudi kan?" salah satu teman Mas Rudi menepuk bahu, membuat Mas Rudi terlonjak hebat dari tempatnya."Eh ..." Mas Rudi tergagap, wajahnya terlihat ketakutan. Atau malu? Entahlah.Hati terkekeh geli, dada bergemuruh hebat ingin menertawakan ekpresi wajahnya yang seperti orang linglung.

    Huling Na-update : 2022-05-19
  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 11 - Hancur.

    "Mari kita cerai!" sekali hentakkan nafas, aku berucap dengan sangat tegas.Di susul dengan kalimat istigfar yang terdengar bergetar dari mulut kedua mertuaku."Nak, Rissa ..." Ibu menatap iba, menggeleng lemah. " jangan bicara begitu, mari kita selesaikan masalah ini dengan kepala dingin." Ibu menggenggam tanganku, menatap dengan mata yang sudah di penuhi oleh kabut."Ce-rai?" Mas Rudi terbelalak kaget mendengar ucapanku."Ya. Mari kita akhiri semuanya. Aku muak melihat wajahmu!" geramku dengan tatapan tajam.Mas Rudi menarik nafas panjang, menatapku dengan tatapan meremehkan."Rissa ... Rissa." Mas Rudi menatap lurus mengunci pandangannya di mataku."Pikirmu enak menjadi janda, hah?" aku melengos muak, rasanya ingin sekali mencengkram wajah dan menikam barang pusakanya dengan belati. Sayang, takku temukan benda tajam di sekitarku.Lagi pun, apa salahnya menjanda? Yang penting hidupku lurus, tidak menggoda suami orang."Kau ingin nasibmu sama dengan, Hella? Lihat dia, setiap malam ke

    Huling Na-update : 2022-05-19
  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 12 - Terlempar.

    Suara gawai terdengar bersahut-sahutan, aku mendengkus kesal saat melihat nama di dalam layar. Hella terus menghubungi, puluhan pesan dia kirim untuk menggangguku."Neng ..." suara Bik Narti terdengar diiringi ketukan pintu.Wajah Dila menyembul di balik pintu, di susul dengan Bik Narti di belakangnya dengan, Hamdan di dalam gendongan."Mamah." Dila berlari kearahku. "Mamah nangis?" cepat aku menghapus jejak air mata, menggeleng kuat lalu memamerkan senyum tipis.Dila menatap iba, memelukku dengan erat. "Tante Hella diluar teriak-teriak, Mah. Kata Bibik, aku tidak boleh bukain pintu?"Aku kembali mengusap mata yang basah, menahan sesak mengurai pelukkan."Sudah, Bik?" tanyaku pada Bik Narti, mengabaikan ucapan Dila."Iya Neng." jawab Bik Narti."Kemas baju Mas Rudi juga, Hamdan taruh saja di bawah." ucapku. Bik Narti langsung menuruni Hamdan, lalu berjalan menuju lemari."Itu koper yang coklat," aku menunjuk koper yang ada diatas lemari."Kita mau jalan-jalan kemana, Mah. Kok baju Aya

    Huling Na-update : 2022-05-19
  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 13 - Sakit Hati.

    Malam sudah semakin larut. Perut keroncongan, badan sudah begitu lelah dan bau apek bermandikan keringat, tapi Ibu belum juga membuka pintu rumah."Kita sewa kontrakan sekarang saja, Mas. Keluargamu, tidak akan mau membukakan pintu." desah Hella dengan suara parau dan mata berkaca-kaca.Aku meremas rambut dengan geram mengingat uang di dompet hanya ada buat beli bahan bakar saja. Isi atm ku, pasti sudah habis di kuras, Rissa. Dasar istri bodoh bisanya menyusahkan saja!"Mas ..." Hella menatap nanar, menyenderkan tubuh disisi tembok. Hamdan sudah tertidur pulas didalam dekapannya."Hamdan belum makan malam, aku takut dia masuk angin." keluh Hella sambil membelai rambut Hamdan. Tak lama tubuhnya bergetar, air mata kembali mengalir dipipinya.Ah, cengeng sekali perempuan ini. Nangis terus, bukan membantu menyesaikan masalah, malah menambah beban."Gimana, Mas. Aku capek." Hella menyusut ingus, pandangannya kosong menghadap jalan.Huh! Mengapa jadi serumit ini sih. Coba saja Rissa bisa me

    Huling Na-update : 2022-05-19

Pinakabagong kabanata

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 62 - Larissa.

    Pov Larissa."Pasien rumah sakit jiwa terlindas truk hingga tewas, kondisi sangat mengenaskan. Saat ini jenazah korban ada dirumah sakit Pelita Keluarga.""Baca, apa sih sayang serius banget?" Mas Bagas yang sedang mengemudi, menoleh singkat lalu kembali fokus menghadap jalan."Baca berita yang lewat dibranda, Mas. Seram ih, aku baca juga komen-komennya. Katanya, tubuh korban tabrakan itu terbelah menjadi dua bagian." sahutku, sambil bergidik ngeri."Innalillahi ... semoga amal ibadahnya diterima Alloh." jawab Mas Bagas dengan wajah prihatin."Aamiin ..." aku hanya menyahut, pandangan fokus pada gawai melanjutkan membaca komentar yang ada di dalam berita.Mengingat rumah sakit jiwa, aku jadi teringat ucapan Nyonya Diana. Dia bilang, Hella terkena gangguan jiwa, dan sekarang tinggal dirumah sakit jiwa. Semoga dia dalam keadaan baik-baik saja, walau aku sangat membencinya tapi aku tak ingin mendoakan keburukan padanya. Aku takut doa buruk itu akan kembali padaku. Naudzubillah."Nyonya D

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 61 - Bagian Special.

    Pov DianaSuara debur ombak beradu dengan karang membuat aku menarik nafas panjang, angin lembut berhembus diwajah dan rambut. Menimbulkan aura menenangkan.Hmm ....Menghembuskan nafas secara perlahan, bibir tersenyum simpul melihat dua sosok kesayangan bermain dengan ceria ditepi pantai.Duhai Tuhan ... trimakasih. Atas izinmu, kau biarkan aku melalui badai yang sangat kuat lagi dahsyat."Mamih, ayok kesini!" seru Deo meski terdengar samar. Aku hanya tersenyum, meraih gelas berisi jeruk hangat lalu menyesapnya pelan.Tangan ini melambai saat melihat pasangan suami istri celingukan mencari seseorang. Aku tersenyum manis, saat mata kami beradu tatap."Hai ..." sapaku ceria."Lama tidak bertemu, Nyonya Diana." wanita cantik menyapa dengan senyuman manis, dia menyodorkan tangan, setelahnya kita berjabat tangan mencium pipi kiri dan kanan."Mbak Larissa semakin cantik saja." ucapku tulus. Karna memang wajah wanita muda yang ada dihadapanku memang selalu cantik."Nyonya bisa saja," ucapny

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 60 - Tamat.

    Pov Hella."Lepass!" aku memberontak saat dua laki-laki berseragam rumah sakit memegangi kedua tangan."Kalian tuli, hah! Lepas aku bilang!" sungutku sambil terus memberontak.Kedua laki-laki itu hanya mendengkus kesal tak mengindahkan ucapanku."Jalan!" ucapnya, lalu menyeret tubuhku keluar dari penjara.Nafasku terengah-engah, terpaan sinar matahari menerjang wajah menimbulkan sensasi hangat dan menenangkan.Otak mulai mencerna apa yang sebenarnya terjadi, aku terbahak menyadari akan keluar dari tempat pengap itu."Hahah ... aku bebas. Aku bebas!" teriakku bersemangat. "Bawa aku pulang ke apartement, aku rindu rumahku. Aku rindu." cerocosku sambil menatap penuh harap kearah dua laki-laki itu.Satu diantaranya membuka pintu bagasi mobil khas rumah sakit, setelah terbuka lebar dia kembali memegangi tanganku."Masuk!" titahnya sambil mendorong tubuhku."Hati-hati, jangan membuatnya marah. Atau kalian akan tersakiti." ucap Polisi gendut. Keduanya saling bertatapan, lalu menoleh kearahku

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 59 - Bertemu Ibu.

    Pov Hella."Tahanan ini benar-benar keterlaluan, dia membunuh Ibunya sendiri saat datang berkunjung menemuinya." ujar petugas gendut sambil melirik kearahku sorotnya memancarkan ketidak percayaan."Ckckck ..." laki-laki berperawakan tinggi besar itu menatap lekat, menggelengkan kepalanya. Aku semakin menundukan wajah, takut tiba-tiba pukulan kembali menyerangku.Tubuh ini menggigil, luka memar terlihat disekujur tubuh. Rasanya sakit dan menyiksa sekali."Teman satu selnya pun ikut dihajar, aku rasa dia mengalami gangguan jiwa." Mataku mendelik, tak terima dengan kata-kata sipir jelek itu."Bawa dia masuk kembali, tempatkan dia diruangan 355 a. Jangan disatukan dengan yang lain, saya mencuim gelagat mengerikan dari tatapan matanya," ucap komandan Polisi."Siap, Dan!" sahut dua petugas sambil menegakkan badan."Cepat!" tubuh ini diseret paksa. Aku hanya bisa menurut, menyeret kaki mengikutinya.Dug!Rasa nyeuri menerjang lutut dan telapak tangan, saat tubuhku didorong masuk oleh petugas

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 58 - Bersyukur.

    "Istri saya sakit apa, Dok?" tanyaku setelah Dokter Murni memeriksa keadaan Diana."Sepertinya hanya terlalu lelah," jawab Dokter Murni sambil tersenyum tipis pada Diana."Jangan terlalu capek dan banyak pikiran. Bebaskan saja, jangan di pendam nanti tambah sakit," sambungnya sambil mengusap tangan Diana."Iya, Dok. Trimakasih," jawab Diana."Saya hanya meresepkan beberapa vitamin, sama obat pusing ya. Untuk berjaga-jaga, khawatir kepala Nyonya Diana ikut pusing juga karna terlalu banyak berpikir," ucap Dokter Murni sambil terkekeh pelan. Diana tersenyum menanggapinya."Saya permisi, jangan lupa diminum vitaminnya." ucapnya sambil mengemasi alat-alat ke Dokteran yang tadi dia keluarkan."Iya, Dok. Trimakasih ya," sahutku lalu mengekorinya jalan keluar kamar."Kamu tidak apa-apa, Mih?" tanyaku sambil mengusap pucuk kepalanya dengan lembut."Tidak, apa. Aku hanya butuh istirahat saja," jawab Diana."Kamu lagi banyak pikiran ya? Mikirin apa sih?" cecarku berpura bodoh. Padahal aku tahu b

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 57 - Diana Sakit.

    "Mati saja kau, Buk. Hidup pun tak berguna, hanya bisa menyusahkan anak-anakmu saja!" bisikku tepat ditelinganya. Wajah Ibu terlihat membiru, dengan lidah menjulur dan suara nafas yang tercekat ditenggorokan.Aku semakin bersemangat, bibir melengkung sempurna saat melihat Ibu menghadapi sarakatulmaut."Mati, kamu Buk. Mati!" desisku dengan suara tertekan."Hei ... mau apa kamu!" suara sumbang mengganggu kesenanganku. Tangan lemah Ibu terus memukul tangan ini, dan meminta pertolongan. Aku semakin kalap saat beberapa orang mulai mendekat, cengkraman tangan dileher Ibu semakin aku tekan.Dia harus lenyap, aku tak ingin hidup menderita sendirian.Tubuh Ibu mulai lemas, tangannya terkuai tidak lagi melakukan perlawanan.Kedua tanganku ditarik paksa, seruan dari suara sumbang terus saja mengusik pendengaranku."Hei, sudah gila kamu ya!" hadrik suara seseorang."Lepas!""Pak, tolong ...."Plakk plakk!!Rasa panas langsung menjalar dipipiku, setelah memastikan Ibu tak lagi bergerak aku baru m

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 56 - Tak Tahan.

    "Mas ...."Langkah Mas Mahesa terhenti mendengar panggilanku.Mamah menatap jengah, Diana menampilkan wajah datar berpura tak melihat kehadiranku.Sombong sekali, perempuan tua itu. Merasa menang dariku? Tak tahu malu.Mas Mahesa mengangguk kecil pada dua perempuan busuk itu, Mamah menatap khawatir, tapi akhirnya pergi juga bersama Diana."Ada apa?" tanyanya datar, tanpa melihat wajahku. Tangannya sibuk merapihkan dasi yang menjerat dilehernya."Aku ..." mata ini memanas, melihat perubahannya. Mas Mahesa melirik sekilas, menghela nafas panjang."Katakanlah, aku tidak punya banyak waktu. Mamah dan istriku sudah menunggu diluar," ucapnya sambil menatap lurus kearah pintu, dimana berdiri Mamah Hana juga Diana."Aku juga istrimu ..," sahutku dengan suara parau. Mas Mahesa terkekeh, lalu menatapku tajam."Istriku?" tanyanya dengan tatapan mengejek. "Oh ya ... kau benar. Aku belum mengucap talak untukmu," sambungnya dengan senyum tipis."Mas ..." selaku dengan wajah memelas."Aku minta maaf

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 55 - Bertemu Mas Rudi.

    ByurrrLimpahan air menerjang wajah, aku tergelagap dengan nafas terengah-engah."Hm ... saya bilang apa? Dia terlalu manja, dikit-dikit pingsan!" cibir seorang petugas wanita sambil berkacang pinggang.Dengan kasar, aku menyeka sisa air yang menempel diwajah. Hatiku pilu diperlakukan serendah ini."Bersihin sisa airnya! Jangan manja. Atau saya pindahkan ketahanan yang penghuninya sapleng semua." ketusnya dengan senyum miring menyerigai.Tubuhku benar-benar lemas, mata berkunang saat mencoba bangkit dari atas lantai."Cepeeet. Lelet banget!" Petugas bermana Mira itu menarik kasar, lalu mendorong keras tubuhku hingga mendarat kencang disudut tembok."Lelet!!" cebiknya sembul meninggalkan ruang tahananku."Dia emang terkenal brutal. Ga punya perasaan. Kalau dia lagi kontrol, jangan sesekali memasang wajah sakit. Dia ga suka," jelas Ira tanpa aku minta.Aku hanya diam, mata memanas menahan bulir air mata."Sana ganti baju, nanti masuk angin." titahnya, sok perhatian.Aku mengangguk pelan

  • PENGAKUAN ANAKKU   Bab 54 - Sesak.

    Pov Diana.Suara bel rumah mengusik ketenanganku dengan Mas Mahesa. Aku segera beranjak dari sofa berjalan untu membuka pintu utama."Mah ..." Aku tersenyum tipis saat melihat kedatangan Mamah Hana."Kurang ajar sekali perempuan liar itu, bukti sudah di depan mata. Masih saja berkelit-kelit," gerutunya sambil berjalan melewatiku. Aku yang mengerti maksud ucapannya, hanya bisa mengekori dari belakang."Nasib Mamah buruk sekali bisa bertemu dengan orang seperti itu, Di." Keluhnya sambil menjatuhkan tubuh diatas sofa."Gimana, Mah. Sidangnya?" tanya Mas Mahesa sambil melipat koran yang tadi dia baca, lalu menaruhnya dibawah meja."Nyebelin!" sembur Mamah. "Ngeles saja kaya belut. Kesel banget Mamah," gerutunya."Ngeles gimana, Mah?" tanyaku penasaran."Dia masih tidak mau ngaku. Padahal ada saksi mata, Dokter yang kemarin itu, dia sudah meluangkan waktu untuk datang di persidangan pagi tadi." jawab Mamah panjang lebar.Mas Mahesa menyimak dengan antusias, sesekali dia mimijat pelipisnya.

I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status