Pertarungan antara kedua pendekar adisakti itu pun berlangsung dahsyat. Pergerakan keduanya pun demikian cepatnya, sehingga sulit diikuti oleh pandangan mata awam.
Namun sebagai seorang pendekar dengan julukan besar di negerinya, Hongli bisa melihat kemampuan lawannya. Dalam jurus-jurus awal, ia sengaja bertahan dulu terhadap serangan-serangan gencar lawannya dengan gerakan supercepat dan sengaja membuat bingung lawannya. Namun saat itu ia ingat dengan peraturan tarung itu, bahwa ia akan menghadapi pertarungan-pertarungan beberapa tingkat lagi dengan jumlah lawan yang bertingkat pula, yang tentu akan membutuhkan tenaga lebih. Jadi dia harus menghemat tenaga.
Maka setelah lebih dari sepuluh jurus
menghindar ia peragakan, Hongli pun memperagakan jurus serangan yang sangat cepat, sehingga membuat serangan lawannya menemui udara kosong. Sampai pada suatu momen yang tepat, yang dibarengi dengan satu bentakan yang keras, Hongli mendaratkan satu bogem mentahnya dengan amat keras dan telak pada rahang La Singa Tambora.Krakkk...!
"Auwwww...!"
Pukulan keras laksana hantaman godam baja itu membuat rahang La Singa Tambora retak, dan membuat tubuh pendekar utama Kerajaan Tambora itu terjungkal ke luar kalangan tarung. Hanya sesaat ia menjerit tinggi, lalu terkapar tak sadarkan diri.
Ketika menyaksikan peristiwa itu, lima orang pendekar penguji tingkat kedua serentak meloncat ke dalam kalangan, dan langsung menggempur Hongli dari berbagai penjuru dengan menggunakan jurus andalannya masing-masing.
Namun sebagai seorang pendekar besar, Hongli pun langsung menyambut serangan kelima pendekar penguji itu gerakan kaki tangan yang amat cepat. Ketika kedua kepalan tangan menghantam keras ke tubuh dua lawannya di depan, saat itu juga sebelah kakinya berkiblat ke belakang dengan amat cepatnya dan membentur dengan keras dada dua lawannya sekaligus. Empat tubuh lawan terlempar ke belakang, dan jatuh terduduk dengan sama-sama mengerang kesakitan sembari memegang dadanya masing-masing.
Melihat keempat temannya terlempar hanya dengan satu gebrakan, salah seorang pendekar penguji yang tersisa segera meloncat ke pojok kalangan dan langsung meraih sebilah pedang untuk kemudian dipakainnya untuk menyerang Hongli dengan gencarnya.
"Hmm...?"
Betapa kagetnya pendekar terakhir itu, karena tau-tau ujung pedangnya telah terjepit dengan kuat oleh jari manis dan telunjuknya sang pendekar dari Negeri China, dan ia tidak mampu untuk menariknya kembali. Lalu diluar dugaan, tangan penjepit itu bergerak memutar dan amat cepatnya, sekaligus membuat tubuh pemegang gagang pedang itu terputar tanpa terkendali. Dan pada saat itulah kaki kanan Hongli berkiblat, dan menghantam keras dada sang lawan,
Buggkh!
"Auuuwww...!" jeritan setinggi langit keluar dari mulut pendekar terakhir bersama tubuhnya terlempar ke luar kalangan tarung, jatuh terkapar di antara kaki-kaki penonton. Hanya sesaat laki-laki tegap itu menoleh agak mendongak, sebelum nafasnya berhenti. Darah kental dan bergelembung merembes dari mulut dan hidungnya.
Naga-naganya Hongli tidak diberi kesempatan untuk mengatur ulang nafasnya. Begitu lima lawan tahap ujian kedua telah ia bereskan, sepuluh orang pendekar uji tahap ketiga pun segera berloncatan ke dalam kalangan tarung. Hongli pun tidak mau kecolongan tenaga alami, karena pertarungan demi pertarungan masih akan ia hadapi. Karenanya ia tidak bergeser dari tempatnya berdiri.
Dan ketika sepuluh pendekar uji itu serentak menyerangnya dari segala arah, Hongli segera menyambut mereka dengan sebuah jurus yang namanya Jurus Kepal Dewa Pemusnah Naga. Sebuah jurus tingkat menengah tapi sangat mematikan. Kedua kepalan kukuh tangan Hongli dikiblatkan ke berbagai arah dengan menimbulkan hawa panas yang mematikan. Gerakan pukulan tangan kosong yang cepat laksana kitiran itu pun menghantam tepat pada dada dan tengkuk lawan-lawannya. Satu demi satu tubuh para pendekar uji terlempar ke belakang dan jatuh tergeletak. Hanya sesaat mereka mengerak kesakitan, lalu tak sadarkan diri dengan masing-masing mulut dan hidung mereka mengeluarkan darah segar. Hanya dalam waktu singkat kesepuluh pendekar uji pun dapat dibereskan dengan baik.
Sekarang Hongli harus menyambut pendekar uji tahap ketiga yang terdiri dari lima puluh orang pendekar uji. Karena dirasa kalangan tarung terasa tidak cukup untuk orang sebanyak itu, maka sebelum kelima puluh pendekar uji itu belum sempat terjun di kalangan tarung, Hongli pun dengan sebuah sentakan gerakan yang amat cepat dan ringan keluar dari kalangan, berpindah ke arah alun-alun yang luas dan terbuka. Ke lima orang pendekar uji bertongkat mengejarnya, lalu menggempur pendekar agung dari negeri China itu dari segala penjuru.
Untuk mematahkan serangan itu, maka Hongli harus menggunakan Jurus Dewa Api Pemusnah Naga. Sebuah jurus tingkah menengah yang jauh lebih tinggi dan mematikan dari Jurus Kepal Dewa Pemusnah Naga. Hongli menghentakkan kaki kanannya membuah bumi alun-alun yang telah diubah menjadi arena pertarungan itu pun bergetar, menjadikan kelima puluh pendekar penggempur yang hendak menyerangnya kaget dan serentak menghentikan gerakan mereka. Keseimbangan mereka terasa gontai. Maka pada kesempatan itulah Hongli berteriak nyaring, tumbuhnya melenting ke udara sembari mengirimkan serentetan pukulan jarak jauh berupa berupa ribuan larik cahaya merah laksana ribuan tombak cahaya yang sangat panas, langsung menghujam ke setiap tubuh pendekar uji tanpa mampu dihindari. Seluruh pendekar uji yang tak beruntung itu pun pada bertumbangan. Jeritan pilu kesakitan terdengar ramai memekakkan telinga, membuat alun-alun terasa bergetar sesaat, lalu hening.
Akan tetapi, baru saja keheningan berakhir, mendadak alun-alun digetarkan lagi dengan pekikan seratus pendekar uji berpedang yang datang menyerang dari delapan penjuru angin. Keseratus pendekar uji bergerak melesat laksana seratus kawanan tawon api raksasa. Naga-naganya mereka ingin langsung memusnahkan pendekar asing itu dengan satu serangan gabungan yang amat mematikan.
Hongli yang sudah mengantisipasi akan datangnya gelombang serbuan itu, segera menyiapkan satu jurus andalannya, yaitu Jurus Tapak Seribu Dewa. Jurus ini hanya ia keluarkan ketika menghadapi suatu peperangan besar saja.
Namun karena tak ingin membuang-buang waktu yang lebih lama, maka terpaksa Hongli harus mengeluarkannya. Ketika serbuan dahsyat dari seratus pendekar uji itu, dengan mengiblatkan ujung pedang mereka, nyaris menjadikan tubuhnya sebagai sasaran empuk, tiba-tiba Hongli segera mengeluarkan pekikan melengking dahsyat yang efeknya amat menyakitkan gendang telinga dan urat saraf bagi yang mendengarnya. Pekikan yang laksana suara ribuan elang itu bersamaan dengan melentingnya tubuh pendekar asing itu ke angkasa. Pekikan itu tidak berhenti saat tubuh Hongli kembali menukik tajam ke bawah sembari memperlihatkan kedahsyatan Jurus Tapak Seribu Dewa. Kedua tapak tangan sang pendekar agung itu terlihat terbagi-bagi menjadi ribuan tapak tangan raksasa yang masing-masing mengandung hawa yang teramat panas. Keseratus pendekar uji yang menyaksikan jurus yang teramat dahsyat itu, hanya melongo sesaat, kemudian kocar-kacir untuk menyelamatkan diri.
Tetapi fatal. Sebelum mereka sempat menyelamatkan diri, ribuan tapak raksasa itu telah lebih dahulu menghantam tubuh mereka. Bahkan hanya sekejap mereka mengeluarkan pekikan, sebelum ajal menjemput. Tubuh mereka rata-rata setengah terpendam ke bumi dengan warna tubuh yang menghitam. Semua yang menyaksikan peristiwa yang amat tragis itu menjerit tertahan sembari membuang pandangan mereka masing-masing.
Sebagai seorang pendekar besar, Hongli tak lupa menjura takzim kepada keseratus lawannya yang telah tak bernyawa itu sebelum ia melangkah meninggalkannya. Kesenyapan pun tiba-tiba meledak dengan teriakan-teriakan sanjungan yang ditujukan kepadanya. La Gunta Marunta dan ayahnya, La Mbila, segera menyerbu dan langsung memeluk tubuh Hongli. La Mbila tak mampu menahan bening haru di matanya. La Gunta Marunta memanggul tubuh Hongli dan membawanya ke hadapan Paduka Sangaji dan Sang Jenateke di serambi istana.
Paduka Sangaji tersenyum bahagia menyambut calon pemangku panglima angkatan perang kerajaannya. Beliau merentangkan kedua tangannya lalu memeluk tubuh Hongli dengan penuh keyakinan. Sang Jenateke (putra mahkota), yang duduk setengah berbaring di sebuah kursi kebesarannya karena masih sakit di sebelah kursi kebesaran ayahnya, menyambutnya dengan senyuman mengembang sambil mengangkat jempolnya kepada calon penggantinya sementara sebelum merentangkan kedua tangannya. Hongli membungkukkan badanya dan memeluk tubuh sang Jenateka. Mungkin karena terlalu erat pelukan itu dan Hongli tak mengerti di bagian tubuh mana Sang Jenateke terluka, sehingga menjadikan sang pewaris tahta Kerajaan Tambora itu terdengar menjerit tertahan. "Oh, maafkan hamba, Yang Mulia Raja Muda," berucap Hongli terkejut dan merasa bersalah. "Tidak apa-apa...." "Hongli. Nama hamba Hon
Mengingat Kerajaan Tambora sudah menjadi sebuah kerajaan yang kuat, aman, dan tenteram. Ada pun antara Kerajaan Mbojo dan Kerajaan Tambora merupakan dua kerajaan sahabat, maka segenap prajurit dari kedua dari kedua kerajaan tersebut tak jarang mengadakan latihan perang bersama, sehingga kedua kerajaan dikenal memiliki angkatan perang yang tangguh di kala itu. Dan kedua kerajaan yang bersahabat itu pun pernah sama-sama mengalami masa-masa kejayaan, ketentraman, dan kemakmuran. Mungkin karena merasa tugas dan pengabdiannya harus diakhiri, maka sang Pendekar Besar ini pun mundur dari urusan kenegaraan dan sekaligus urusan keduniawian. Tanpa seorang pun tahu, kemudian ia lenyap bagai ditelan bumi. Pencarian dilakukan oleh kedua kerajaan, yaitu Kerajaan Tambora dan Kerajaan Mbojo, pun tak pernah menemukan jejaknya. Bagaimana tidak, Dato Hongli telah memilih sebuah gua yang tersembunyi di balik dinding cadas curam yang sebuah gunung yang ber
Dato Hongli sesaat terdiam sebelum melanjutkan ucapannya, “Sebenarnya, dalam dirimu ada kekuatan titisan yang tak siapa pun memilikinya, yaitu kekuatan mahadaya api. Energi api terserap oleh kekuatan titisan yang ada dalam tubuhmu, dan energi api itu akan muncul dengan sendirinya disaat amarahmu muncul. Ato berharap agar kauharus mampu mengendalikan amarahmu dan tidak zolim dalam bertindak. Pergunakan ilmu yang kaumiliki untuk membela kebenaran dan membasmi kemaksiatan dan kelaliman. Sesungguhnya tak ada ilmu yang hitam, yang ada hanyalah perilaku pemegang ilmulah yang hitam dan jahat. Kau adalah murid dari seorang pendekar agung dari suatu kemaharajaan yang agung pula. Maka kauharus benar-benar menjadi seorang pendekar yang agung berikut ahl
"Tidak, Mudu!” potong Dato Hongli.” Tempatmu dan nasibmu bukan di sini, tapi di masyarakat yang sangat luas. Nasib, tugas, serta kewajibanmu sebagai seorang pendekar telah menantimu di sana." Dato Hongli berhenti sesaat sebelum melanjutkan, "Baiklah, Cucuku, duduklah dulu yang tenang. Aku ingin menceritakan suatu kisah yang terjadi di masa lalu. Semoga kisah ini nantinya akan menjadikanmu untuk segera turun dari dunia yang sunyi ini." Dato Hongli menceritakan semua tentang semua peristiwa yang terjadi di Desa Tanaru dua puluh tiga tahun yang silam. La Mudu mendengarkannya dengan seksama. Di akhir cerita, mendadak La Mudu memegang leontin kalung berupa separuh keping selaka (perak) yang menggantung di lehernya. Wajahnya tiba-tiba berubah merah padam. "Jadi…apa bayi dalam cerita Ato itu adalah…mada?" &
Kedua alis La Mudu saling merapat, menunjukkan keheranannya. "Londo Iha itu apa?" Sebaliknya, sepasang kekasih justru lebih terheran-heran lagi mendengar petanyaan yang terasa ganjil dari La Mudu. Mana bisa pemuda Babuju tidak mengerti perkara londo iha? Namun si pemuda tak ingin berpikiran panjang lebar lagi, lalu ia pun memberikan sedikit penjelasan. "Artinya ya kami harus minggat. Kami sedang melakukan kawin lari. Kami baru aman jika telah sampai ke rumah siapa pun, jika tidak sampai ke rumahnya tetua adat. Karena nanti orang yang punya rumah atau tetua adat akan mengirimkan laporan ke pihak keluarganya si perempuan, seperti kepada keluarga kekasihku ini, bahwa kami sudah wa'a sama. Setelah itu kami baru diantarkan kembali ke keluarga kami untuk dinikahkan," (Waa sama = londo iha yang dilakukan atas inisiatif bersama antara pemuda dan gadis). Setelah mendapat penjelasan dari si
Desa La Kalimone dan La Alo Salaka tidaklah jauh dari kaki Gunung Sorowua. Hanya butuh waktu sepeminum kopi perjalanan ketiganya pun telah sampai. Desa itu bernama Kandunggu. Sebuah pemukiman yang cukup luas dan padat. Tentu saja kehadiran kembali La Kalimone dan La Alo Salaka menjadi perhatian hampir seluruh warga di desanya. Hal tidak lumrah sebenarnya sepasang kekasih yang baru melakukan selarian kembali lagi dalam waktu yang singkat. Namun demikian warga desa sudah bisa menerima baik, karena sudah tahu beritanya dari pihak keluarga La Alo Salaka yang pulang dari pengejaran tadi. Dan yang lebih menggembirakan lagi bagi pihak keluarga si gadis adalah La Mudu benar-benar telah menepati janjinya untuk mengantar kembali kedua kekasih itu. Sebagaimana adatnya, keduanya di a
La Mudu tersenyum dan manggut-manggut pelan. Pikirannya bermain. Ia harus mengayuh sampan mulai dari sini. Warga desa ini adalah bagian dari negeri yang tengah menanti kehadiran dirinya. Kehadiran sang pembebas. Ia harus memulai tindakannya di sini. Karena itu ia pun berniat untuk memberikan sedikit bekal ilmu kesaktian kepada La Kalimone. Mungkin juga beberapa pemuda lagi agar lebih kuat. Kemudian ia bertanya, "Biasanya berapa orang anak buahnya La Afi Sangia yang mengambil jatah mereka di desa ini, Sahe?" "Ya rata-rata sekitar dua puluhan orang, Jawara Mudu. Tapi untuk menghadapi seorang anak buah La Afi Sangia pun kami tidak mungkin berani dan mampu. Mereka rata-rata memiliki ilmu kesaktian yang tinggi.” "Hmm, begitu. Lantas mereka lewat mana? Sebab sepengatahuan saya, Pulau Sangiang itu be
La Mudu dan seluruh murid dadakannya akan melakukan serangan pertama mereka dengan menggunakan tombak. Mereka adalah pemuda-pemuda yang memang memiliki ketrampilan alami dalam hal menggunakan senjata yang satu ini, karena mereka adalah pemburu-pemburu kijang yang sangat mahir. Kemungkinan para gerombolan anak buah la Afi Sangia sangat tak mengira akan mendapat serangan yang berani seperti itu. Karena selama ini belum ada sejarahnya masyarakat desa di seantero negeri Babuju yang merani menentang kebesaran la Afi Sangia secara langsung. Jadi La Mudu memperhitungkan, para gerombolan perampok jahat itu dengan mudah dibasmi, bahkan dengan tombak. Malam itu
Melihat keadaan perkembangan Tanaru yang demikian pesat dengan kekayaan dan pendapatannya yang demikian tinggi dan ditambah dengan pelabuhan lautnya yang makin ramai itu, maka Raja Mbojo pun menetapkan Tanaru sebagai pusat pemerintahan untuk wilayah timur Kerajaan Mbojo, dan La Mudu diangkat langsung sebagai Galara Na’e (setingkat gubernur zaman sekarang). Akibat kepemimpinan Galara Na’e Mudu sangat dimuliakan oleh rakyat Mbojo di wilayahnya, menjadikan Tanaru mengalami perkembangan yang makin pesat. Sejak diresmikan sebagai pusat pemerintahan di wilayah kerajaan bagian timur, Tanaru benar-benar telah menjelma sebagai sebuah bandar yang sangat ramai. Pelabuhan Wadu Mbolo yang merupakan pelabuhan terakhir dan persinggahan, pun makin ramai, dan menjadikannya sebagai pintu utama masuknya rejeki dan pendapatan bagi Bandar Tanaru. Kapal-kapal dagang besar antarnegeri pun makin banyak yang keluar masuk di pel
Tugas pertama yang diberikan oleh Baginda Raja kepada Lalu Galising memperbesar dan memperkuat lagi angkatan perang kerajaan. Atas perintah dan petunjuk dari sang Baginda Raja, Lalu Museng selaku pelaksana panglima perang lalu melakukan perekrutan anggota prajurit baru secara besar-besaran, baik untuk prajurit darat maupun prajurit laut. Dan atas petunjuk dari sang panglima utama, Lalu Galising merumbak seluruh kepemimpinan dari segala tingkatan angkatan perang dari pejabat yang kurang kinerjanya dengan perwira-perwira dan bintara-bintara yang cerdas dan sangat loyal. Ribuan tamtama dan bintara baru itu oleh Lalu Galising digembleng terlebih dahulu dengan ilmu kependekaran dalam taraf tertentu, sehingga prajurit-prajurit itu kelak akan menjadi prajurit yang sangat tangguh dan militan. Untuk mewujudkan kebijakannya itu, Lalu Galising mendatangkan ratusan pendekar jebolan Padepokan Tanaru yang merupakan saudara seperguruannya untuk me
Sebuah prosesi pernikahan yang tergolong mewah dan besar dilangsungkan satu bulan kemudian setelah acara lamaran. Pestanya berlangsung selama dua hari berturut-turut dan digelar tak ubahnya sebuah perkawinan di kalangan putra-putri raja-raja. Itu bisa dimaklumi, karena soal biaya bagi La Mudu atau Tanaru secara umum tak menjadi masalah. Kebetulan juga Ang Bei dan Ming Mei, orang tuanya An Bao Yu, adalah salah seorang juragan kaya di Tanaru. Namun demikian, semua biaya perkawinan berikut pestanya itu sudah ditanggung sepenuhnya oleh pihak Uma Na’e (Galara Mudu). Dalam pesta walimah itu dipersembahkan berbagai hiburan dan pertunjukan dari dua bangsa, yaitu dari Bangsa Sinae (Tiongkok) maupun Bangsa Mbojo. Berpuluh-puluh ekor kerbau dan kambing dipotong untuk dinikmati oleh para tamu dari berbagai kalangan. Para tamu yang hadir dalam pesta walimah itu bukan
Di kota kerajaan yang luas dan ramai itu, Lalu Galising, yang ditemani Lalu Rinde dan saudara-saudara seperguruannya, mengajak Ambayu untuk menikmati berbagai hiburan di lingkungan istana maupun di sekitar kota, atau berbelanja berbagai barang yang disukai oleh sang kekasih. Jika sewaktu-waktu pergi berburu rusa, terkadang Lalu Galising mengajak sang kekasih untuk ikut serta. Ambayu bukan gadis yang lemah. Dia juga adalah calon seorang pendekar yang memiliki kekuatan fisik jauh di atas yang dimiliki oleh gadis biasa umumnya. Ia juga sangat lihai dalam berburu. Dengan menggunakan kuda pacu tunggangannya, ia berkali-kali mampu memburu rusa liar dan membunuhnya dengan cara ditombak atau dipanah. Keberhasilannya itu selalu mendapat pujian dari sang kekasih, Lalu Galising, dan juga para murid-murid padepokan yang menyertai mereka. Setahun kemudian, atau 5 tahun genap L
Keberhasilan muridnya, Lalu Galising, dalam memimpin dan menumpak gerombolan pemberontak di kerajaan seberang sangat membanggakan bagi La Mudu. Artinya, hasil didikannya secara khusus terhadap muridnya itu tak sia-sia, sudah sangat terlihat nyata hasilnya. Dan hal itu pun membuat kebanggan juga bagi segenap murid Padepokan Tanaru. Baik kakak-kakak seperguan maupun adik-adik seperguruannya, langsung memberikan ucapan selamat kepada Lalu Galising. Setelah mencapai usia 24 tahun, atau setelah 4 tahun ia menjadi murid Pendekar Tapak Dewa alias La Mudu, Lalu Galising telah tumbuh menjadi pemuda yang matang dan sempurna. Wajahnya makin tampan dengan bangun tubuhnya yang tinggi lagi kekar. Dan namanya pun makin terkenal di kalangan masyarakat Tanaru, lebih-lebih di kalangan seperguruannya di Padepokan Tanaru. Setiap ada permintaan bantuan dari kerajaan-kerajaan di Kepulauan Tenggara kepada pihak Ta
Sementara itu, perkembangan kawasan pemukiman di penghujung timur Pulau Sumbawa itu ramainya nyaris sama dengan ramainya ibu kota kerajaan. Terlebih dengan kesibukan yang terjadi di Pelabuhan Wadu Mbolo yang paling mendukung munculnya banyak saudagar-saudagar baru yang kuat. Kehidupan masyarakat di kawasan itu benar-benar aman dan tenteram, karena semua berada dalam kepatuhan pada pemimpin mereka, yaitu La Mudu alias kepala Desa Mudu alias pendekar Tapak Dewa. Tak ada satu pun penjahat atau kelompok penjahat mana pun di kawasan Kepulauan Tenggara yang berani coba-coba membuat kerisauan di kawasan itu. Baru mendengar nama sang pemimpin dari kawasan itu saja hati mereka sudah ciut lebih dahulu. Berani melakukan tindakan konyol di kawasan penghujung timur Pulau Sumbawa itu, sama halnya mereka melakukan tindakan bunuh diri. Sementara dari pihak Kompeni Belanda pun enggan untuk mengusik atau berurusan dengan Tanaru. Lagi pula, tak sediki
Kepulangan La Mudu menjadi kebahagiaan bagi segenap rakyat Tanaru. Keberadaannya sebagai seorang pemimpin di tengah-tengah mereka merupakan kekuatan tersendiri bagi mereka. Lebih-lebih yang merasakan kebahagiaannya itu adalah seisi Uma Na’e (Istana Sandaka), yaitu kedua istri dan anak-anak mereka, juga kedua pasang mertuanya. Indra Kelana (anak La Mudu dengan istrinya Meilin) dan Dewi Samudra (Anak La Mudu dengan istrinya Ming Wei) menyambut kehadiran ayah mereka dengan sangat riang gembira. Keduanya langsung menggelayut dalam gendongan di kedua sisi rusuk sang ayah. Lalu kedua bocah itu mendominasi cerita apa pun tentang mereka terhadap ayahnya, termasuk tentang ilmu beladiri yang mereka miliki makin tinggi serta hafalan Al Quran mereka yang sama-sama mencapai beberapa juz. “Luar biasa kedua anak-anak Ayah,” puji La Mudu sembari mencium pipi kedua buah hatinya. “Kalian harus terus belajar sama K
Pendekar Tapak Dewa bersama seluruh warga Desa Sera Guar mengantarkan rombongan pasukan bhayangkara yang akan membawa seluruh anggota penyamun Dewa Lenge itu ke kota raja di batas desa. Ada kelegaan namun juga perasaan rihatin serta kecewa yang dalam di dada setiap orang saat itu. Lega karena gerombolan yang sangat meresahkan itu telah berhasil dibekuk, dan prihatin serta kecewa yang dalam karena kenyataan bahwa pemimpin gerombolan penyamun malam itu ternyata adalah pemimpin mereka sendiri, Lalu Lojang, orang yang sangat mereka percaya, hormati, dan kagumi selama ini. Namun demikian, mereka hanya berharap, semoga Baginda Raja tidak sampai menjatuhkan hukuman gantung kepada pemimpin mereka itu. Mereka yakin, Lalu Lojang hanya sedang tersesat dan terjerumus. Mereka sangat tahu, sebelum kemunculan gerombolan penyamun malam di bawah pimpinannya itu, sang kepala desa itu adalah orang yang sangat baik, pen
Tentu saja mereka tak akan mendapatkan sahutan, karena rumah-rumah itu telah ditinggalkan oleh penghuninya. “Rumah ini kosong! Ke mana para penghuninya...!?” Rata-rata demikian pertanyaan spontan yang terlontar dari mulut para anggota gerombolan itu. Namun anehnya, saat mereka menyalakan obor di tangannya masing-masing, mereka menemukan butir-butir emas yang tergeletak begitu saja di atas tempat tidur. Dan tanpa ragu-ragu mereka mengambil butir-butir emas itu dan memasukkannya di kantong dalam pakaian mereka. “Bagaimana, apakah kalian keluar dari rumah-rumah warga dengan membawa hasil?” Itu yang bertanya adalah Gumang Lanang, ketika seluruh anggota gerombolan telah berkumpul kembali di sebuah tanah yang kosong dalam de