"Dengan memiliki Cupu Manik itu, seorang pendekar bisa mengetahui tempat pusaka-pusaka terlarang yang disembunyikan para Dewa, Jalu," ucap cemas Eyang Dewanatha."Bukankah setiap pengambilan pusaka terlarang, pasti akan dikenai kutukkan oleh para Dewa, Eyang?" ucap Jalu, yang sedikit mengerti atas konsekuensi pengambilan pusaka terlarang. "Jalu, apakah kamu pikir orang seperti Eyang Balatapa itu takut dengan kutukan? Orang seperti dia bahkan berani menantang murka para Dewa!" seru geram Eyang Dewanatha."Lantas apa yang harus kita lakukan Eyang?" tanya Jalu, walaupun sebenarnya dia tahu arah pembicaraan sepuh itu. "Jalu, Eyang merasa yakin saat ini selain Eyang sepuh Waranaya, hanya kamu yang bisa menandingi tokoh sesat itu," ucap Eyang Dewanatha."Baiklah Eyang. Setelah mengunjungi istana Kashimpa nanti, Jalu akan coba menengok ke lembah Citangkar. Mudah-mudahan Jalu bisa merebut kembali Cupu Manik itu, dan menyerahkannya kembali pada Eyang," ucap Jalu tenang."Ahh! Terimakasih Jal
Blaph..! Sosok Jalu langsung lenyap dan muncul di taman istana."Kwiinngg..!" Wali melengking seraya terbang melesat, mengejar sosok yang berkelebatan menghindari sambaran-sambaran Wali di udara."Wali! Turunlah!" seru Jalu, dia merasa mengenali sosok yang berkelebatan menggoda Wali itu."Kwiinng..!!" Wali segera turun menuruti perintah Jalu, walau sepasang mata tajamnya masih menatap ke arah sosok yang seolah meledeknya itu.Taph!"Hehehee.! Rupanya Rajawali Emas menggemaskan itu peliharaanmu Jalu," ucap sosok sepuh yang baru mendarat itu, ternyata dia adalah Eyang Waranaya."Wah. Ternyata Eyang sepuh. Wali, kenapa kau menyerangnya? Dia teman kita," ujar Jalu heran, tak biasanya Wali galak pada orang."Hehee! Jalu, jangan salahkan dia. Eyanglah yang memang sengaja menggodanya tadi. Eyang gemas melihatnya duduk anteng sendirian di taman ini," ucap Eyang Waranaya seraya terkekeh. Jalu langsung menghampiri Eyang Waranaya dan mencium tangannya."Oh begitu. Pantas saja Eyang. Hehe," ucap
"A-apakah kau juga merasakannya Jalu..?" tanya gugup Eyang Waranaya. Dia merasakan suatu tekanan power mengerikkan, yang tengah memancarkan sinyal-sinyal ancamannya."Tentu saja Eyang sepuh. Karena power yang tengah memancar ini, adalah musuh bebuyutan dari power Mustika Naga Putih yang berada dalam diri Jalu," sahut Jalu tenang, namun matanya nampak memancarkan cahaya keemasan menembus ke arah langit."Ahh! Mak-maksudmu Eyang Balatapa telah mendapatkan Mustika Naga Hitam itu Jalu?!" seru cemas Eyang Waranaya. Baruna maupun Jalu memang belum mengetahui, siapa yang berhasil mendapatkan Mustika Naga Hitam saat duel di danau Dua Naga dahulu.Ya, keduanya memang tak tahu kejadian soal perebutan Mustika Naga Hitam yang berada pada sisi yang berlawanan saat terjadi. Keduanya hanya fokus pada Mustika Naga Putih.'Ahh! Ternyata Arya! Sungguh suatu hal yang aneh dan kebetulan', seru bathin Jalu terkejut."Sepertinya begitu Eyang. Tapi yang menguasai power itu ternyata adalah Arya, Eyang sepuh.
Craatzh..!Selarik cahaya keemasan dari jentikkan jari telunjuk Jalu tepat menggores lengan kanan Eyang Balatapa."Arrhggks..!!" Eyang Balatapa berseru perih kesakitan, namun dia terus melesat dan lenyap.Ya, dalam keadaan panik ketakutan, memang agak sulit bagi Eyang Balatapa fokus sejenak dan mengerahkan aji Sabda Lampahnya. Hingga dia langsung saja melesat gunakan ilmu ringankan tubuhnya. Dan kecepatan seperti itu dihadapan Jalu, adalah bagai anak balita yang sedang berlari.Beruntung Jalu sedang tidak mood untuk mengejarnya, karena rasa surprisenya bertemu dengan sahabatnya Baruna di situ."Mas Baruna, bagaimana kau bisa berada di tempat ini?" tanya Jalu tersenyum."Ahh! Jadi kalian saling mengenal rupanya!" seru Ayu ketus. Kini dia menatap tajam pada Baruna."Iya Mas Jalu. Aku sedang mencari permaisuriku Mas," sahut Baruna tersenyum, dengan wajah memerah. Lalu Baruna pun menoleh dengan wajah tertunduk merasa bersalah pada Ayu, yang sebenarnya sudah menjadi pilihan hatinya itu."A
"K-kau ... HIihh! Mas nakal!" Bugh..! Ayu terkejut bukan kepalang, mendapati sosok Baruna ternyata masih ada satu yang tersisa.Rasa senang, bahagia, malu, keki, dan geram pun menyatu dalam dirinya. Di pukulnya dada Baruna dengan pukulan kosong, seraya memaki gemas.Srekh! Baruna segera memeluk erat Ayu. Di kecupnya lembut kening gadis galak dan keras kepala, namun cantik jelita itu."Mmmhhp. Ayu, mendapatkanmu susahnya setengah mati sayang. Masa Mas harus mati begitu saja meninggalkanmu di saat terakhir," ucap Baruna lembut di telinga Ayu."Mas Baruna. Apakah kita bisa bersatu dengan kondisi alam dimensi kita yang berbeda sangat jauh ini?" ucap lirih Ayu, seraya merebahkan kepalanya di dada Baruna."Kita akan mencari jalan tengah Ayu. Kita akan bicarakan hal ini dengan kedua orangtuaku, Eyang Guruku, dan juga sahabat-sahabat kita. Tenanglah Ayu sayang, pasti akan ada jalan keluar," sahut Baruna lembut, menenangkan Ayu."Ayu sayang. Apakah kau masih menyimpan rasa untuk Mas Jalu sampa
"Kanjeng Adipati. Aku datang memenuhi perintah Eyang Gentaloka. Aku di tugaskan membimbing pasukkan Kadipaten Pralaya selama beberapa hari ini, sebelum waktu pergerakkan tiba," ucap Arya sopan, namun matanya diam-diam terus menelusuri kecantikkan istri dan selir sang Adipati itu.Nampak istri dan selir sang Adipati menjadi agak rikuh, saat melihat tatapan Arya yang mengarah pada mereka. Mereka berdua segera tundukkan wajah dengan tersipu, tak berani membalas tatapan diam-diam Arya ke arah mereka."Wah, suatu kehormatan bagi pasukkan kadipaten Pralaya dilatih langsung olehmu Arya! Tapi sebaiknya kau beristirahat dan bersenang-senanglah dulu barang semalam di sini. Mulai besok barulah kamu bisa melatih pasukkan Kadipaten Pralaya ini," ucap sang Adipati tersenyum cerah.Dan sang Adipati pun menjamu Arya dengan segala kemewahan yang ada di istananya. Hingga usai makan malam, sang Adipati masih menemani Arya minum tuak di taman istana kadipaten. Hingga akhirnya sang Adipati mabuk berat d
"Mas Jalu! Kirana!" seru Baruna memanggil kedua sahabatnya itu dengan gembira.Baruna tengah berjalan melewati taman istana menuju ke gerbang istana Kashimpa, saat sepasang matanya melihat Jalu daan Kirana yang tengah berada di taman itu."Wah! Rupanya Mas Baruna dan Ayu telah sampai di istana," sahut Jalu membalas dengan wajah senang. Kirana pun mengangguk tersenyum kerah Baruna dan Ayu.Nampak Ayu sedikit rikuh dengan keberadaan Jalu dan Kirana, dirinya masih merasa bersalah atas kejadian di danau Dua Naga dahulu. Dan Jalu tentu saja bisa membaca apa yang tersirat di hati Ayu saat itu."Wah Ayu, senang bertemu lagi denganmu di sini. Setelah kau menjadi sahabat Mas Baruna, berarti kau juga adalah sahabat kami Ayu. Selamat ya," ucap Jalu, seraya tersenyum ke arah Ayu."Iya Ayu, kejadian kemarin pasti karena salah paham saja. Sekarang kita adalah sahabat," Kirana pun akhirnya tersenyum, seraya berkata menimpali ucapan kekasihnya."Terimakasih Mas Jalu, Kirana. Senang rasanya bisa bersa
"Heeii..!! Ada burung raksasa..!!" teriak seorang pengawal penjaga gerbang luar istana, seraya menunjuk ke arah Wali yang tengah menukik turun ke taman istana Pallawa.Sontak dua pengawal lainnya menengok ke arah yang di tunjuk oleh rekannya itu."Hahh! Kau benar! Kita harus cepat melaporkannya pada kepala pengawal istana!" seru kaget dua rekannya, lalu salah seorang diantara mereka mengajak mereka melaporkan hal itu.Bagai berlomba ketiganya segera berlari cepat ke arah posko pengawal penjaga gerbang dalam istana Pallawa.Taph! Taph! ... Taph!Lima sosok mendarat ringan di depan gerbang dalam istana. Ternyata mereka adalah Eyang Shindupalla, Panji, Jaya, Ranti, dan Larasati.Ya, kelima orang itu memang melihat seekor burung besar yang menukik turun di area istana Pallawa. Di saat mereka sedang berbincang di pendopo markas sekte Pallawa, yang letaknya tak jauh dari istana Pallawa.Dan tanpa di komando, kelimanya secara serentak melesat mengikuti arah turunnya burung besar itu ke dalam