Rangga melirik Awehpati yang masih saja mengikutinya selama dalam perjalanan. Orang tua itu katanya ingin merantau ke wilayah Kerajaan Sunda Galuh untuk menghindari pasukan Majapahit yang memburunya. Tapi bukannya memikirkan cara untuk segera sampai ke wilayah Sunda Galuh, orang tua itu malah mengikutinya mencari Pasar Dieng di gunung Lawu. "Ki Sanak, mungkin sebaiknya anda meneruskan perjalanan ke Sunda Galuh saja. Biar saya sendirian saja mencari Pasar Dieng,"Rangga menyarankan. Awehpati hanya tersenyum lalu menepuk bahunya dan berkata "Ngger, kamu adalah anak dari sahabat sekaligus guruku. Dia sudah kuanggap seperti Saudara sendiri. Setelah dia tiada, akulah yang bertanggungjawab terhadapmu. Lagipula untuk menuju ke arah barat aku tetap harus melewati gunung ini." Rangga diam-diam merasa terharu dengan kebaikan Awehpati. Namun ada satu hal yang mengganggu pikirannya. Di satu sisi dia gembira karena akhirnya dia mengetahui jati dirinya dan orangtua kandungnya. Namun dia juga
Rangga dan Awehpati berhenti melangkah lalu menoleh. Seorang kakek tua berjalan menghampiri mereka. Warga yang sedang berbincang di pendopo rumah berhenti berbincang memperhatikan mereka. "Ki Sanak, hari sudah malam,apalagi kalian datang dari jauh pasti kalian sudah lelah. Silahkan menginap di rumah saya ,"orang tua itu menawarkan jasanya. Rangga dan Awehpati berpandangan. "Gimana, kita jadi nginep di sini?"tanya Rangga. Sekilas Rangga melihat keraguan dalam mata Awehpati, namun teman seperjalanannya itu hanya mengangguk setuju. "Kalau anda tidak keberatan, kami mau menginap semalam saja di sini,"kata Rangga. Orang tua itu tertawa menepuk bahu Rangga. "Tidak saya tidak keberatan sama sekali. Saya senang bisa menolong orang dari jauh. Siapa nama Ki Sanak sekalian?" "Saya Rangga dan dia teman saya Ki Awehpati." "Saya Jiwan, mari silahkan masuk,"Jiwan mempersilahkan mereka masuk ke rumahnya. Rumah Jiwan rumah gubuk sederhana berlantai tanah. Rangga dan Awehpati samar-s
"Lalu bagaimana nasib teman-temannya yang lain?"tanya seseorang."Mereka sama-sama terbakar tapi masih bisa selamat,"seseorang menjawab.Terdengar suara ramai warga kampung yang menanggapi berita itu. Lalu seseorang berkata"Sebaiknya kita urus jenazah Randu dulu sajaTak lama kemudian Jiwan muncul di depan pintu kamar mereka berpamitan."Ki Sanak, saya tinggal pergi dulu ya. Ada warga yang meninggal, saya mau mengurus jenazahnya dulu.""Silahkan saja Ki Sanak,"jawab Awehpati.Jiwan keluar rumah menyusul rombongan teman-temannya. Setelah itu suasana kembali sepi. Saat itu juga perasaan Rangga mulai tak enak. Dia menjawil Awehpati yang duduk di dekatnya."Ki Sanak, perasaanku kok tidak enak ya?""Iya, aku juga kita pergi saja dari sini,"jawab Awehpati."Kita pergi sekarang,"Rangga langsung bangun mengemasi barang-barangnya.Usai berkemas Rangga berkata lagi"Kita pamitan dulu dengan Nyai Jiwan, tapi kalau orangnya sudah tidur kita langsung pergi saja."Berdua mereka mencari Nyai Jiwan
Rangga menoleh ke arah suara itu, ketika melihat siapa yang memanggilnya Rangga terkejut, ternyata beberapa manusia berkepala babi telah mengejarnya. "Sial, mereka berhasil menyusul kita!"maki Rangga. Rangga dan Awehpati mengerahkan ilmu meringankan tubuh agar mereka dapat bergerak lebih cepat. Namun ternyata para manusia babi itu juga memiliki ilmu meringankan tubuh yang tak kalah hebat. Dalam sekejap mereka mampu menjaga jarak dalam jangkauan pandangan mereka. Sehingga sulit bagi Rangga maupun Awehpati untuk menghindar. Bahkan lama kelamaan jarak mereka sudah semakin dekat. Mereka terus bergerak cepat hingga tibalah mereka di sebuah padang savana. Sebuah lahan terbuka ditumbuhi rumput dan semak-semak. Di beberapa tempat ada bebatuan berserakan di tanah. Para manusia berkepala babi semakin dekat hingga salah satu dari mereka melompat jauh, melayang di atas kepala Rangga, lalu mendarat di depan Rangga dan Awehpati menghalangi jalan mereka. Langkah Rangga terhenti, manusia be
Para manusia babi itu terkejut saat melihat kehadiran wanita itu. Namun salah satu dari mereka berkata"Kami berada jauh di luar gapura batu kalian. Tempat ini daerah bebas, kamu tidak usah ikut campur!"Wanita itu mendengus marah"Huuuh dasar babi guling mabok, mata kalian sudah picak semua ya. Coba teliti lagi dimana batas wilayah kalian?!"bentak perempuan itu.Salah satu dari manusia babi berjalan melihat dan meneliti lingkungan di sekitarnya. Di satu titik dia berhenti, matanya menatap ke satu obyek di depannya. Tiba-tiba wajahnya berubah pucat lalu berlari menghampiri teman-temannya."Celaka, dia benar! Kita sudah terlalu jauh masuk ke wilayah mereka!"ujarnya dengan panik.Salah satu temannya ada yang meragukan keterangannya. "Yang benar saja, gapuranya kan yang itu!"tangannya menunjuk gapura dari dua batu yang berjajar."Batasnya bukan gapura tapi tugu batu yang itu!"tangannya menunjuk tugu batu yang terletak jauh di depan mereka. Sontak gerombolan manusia babi itu terdiam, na
Kakek itu tersenyum menatap Rangga lalu berkata "Akhirnya sampai juga kamu kesini." Rangga tiba-tiba teringat sesuatu. Kakek itu adalah kakek yang memberinya obat untuk Mbah Janti dalam mimpinya. "Mbah, akhirnya kita bisa berjumpa di sini. Siapa kakek sebenarnya?" "Ah, aku ini bukan siapa-siapa, panggil saja aku Mbah Jalak." "Bunga Ungu itu apa bisa saya ambil sekarang?"tanya Rangga. Mbah Jalak tersenyum lalu berkata "Sabar dulu Ngger, bunga itu tidak ada di sini. Besok kita ke pasar mencari bunga itu. Sekarang kamu istirahat dulu." Di rumah itu Rangga dan Awehpati makan minum dan beristirahat. Rangga dan Awehpati yang sudah kelelahan akhirnya tertidur pulas. Entah berapa lama mereka tertidur. Tiba-tiba saja kakek itu sudah membangunkan mereka "Bangun Ngger, kita ke pasar sekarang." Rangga masih setengah mengantuk, dengan malas-malasan dia bangun lalu bertanya "Mbah, bukannya pasarnya masih buka besok malam?"tanya Rangga. Kakek itu tertawa melihat Rangga kebingu
Saat itu hari sudah menjelang pagi. Matahari mulai menampakan diri di ufuk timurDimana aku sekarang? Kenapa Pasar itu tiba-tiba lenyap dan kenapa matahari sudah terbit padahal tadi sepertinya hari masih malam?pikir Rangga.Saat itu Rangga merasa tubuhnya begitu lemah, kepalanya masih sedikit pusing. Rangga berjalan sempoyongan lalu duduk di tanah. Dia mengamati bunga Ungu di tangannya sambil bergumam"Untuk mendapatkan bunga ini aku harus memasuki gerbang gaib beberapa kali. Semoga Mbah Janti dapat sembuh setelah makan bunga ini."Rangga membuka ikat kepalanya, lalu dengan hati-hati membungkus bunga itu lalu menggembolnya di dadanya.Saat sedang beristirahat tiba-tiba Rangga teringat Awehpati. Orang tua itu sedari tadi belum juga dilihatnya dilihatnya di sekitar tempat itu."Waduh, Awehpati, dimana dia?"Rangga berdiri lalu celingukan mencari sosok Awehpati di tempat itu. Tapi sejauh mata memandang, tidak ada satu orangpun di tempat itu. Rangga sendirian si padang batu itu, dia berte
"Terimakasih,"Rangga mengembalikan bumbung bambu itu pada Retno.Retno diam-diam mengamati Rangga yang saat itu keadaannya tampak kumal dan kotor. Kumis dan jenggot tumbuh tak beraturan di wajahnya. Kukit tubuhnya tampak menghitam karena daki dan keringat yang menyebarkan bau asem."Siapa namamu?"tanya Retno."Aku Rangga,"Rangga menjawab sambil mengunyah umbi Garut. Perutnya sekarang sudah lebih enak, asam lambungnya sudah diredam oleh umbi Garut yang bisa mengurangi produksi asam lambung."Ikutlah ke rumahku, nanti kamu bisa mandi dan berganti baju.""Nggak usah repot-repot, aku harus segera pulang ke kampungku. Bunga Ungu ini harus segera kuberikan pada ibuku untuk obat.""Di mana kampungmu?"tanya Retno."Aku tinggal di Lembah Hantu, kampungku jauh dari sini.""Sebentar lagi hari gelap dan kabut akan turun. Kamu akan kesulitan mencari jalan pulang. Bisa-bisa kamu akan tersesat di kampung gaib,"tutur Retno.Rangga berhenti mengunyah sekarang dia bisa merasakan tubuhnya begitu lelah
"Jolodhong adalah nama julukan teman-temannya di dunia hitam. Nama aslinya adalah Jayendra. Dia sahabat Nambi Mahapatih Majapahit saat itu. Saat Nambi pulang ke Lamajang karena Pranaraja bapaknya meninggal, Halayuda memfitnah Nambi dengan mengatakan bahwa Nambi akan memberontak. Sehingga pasukan Majapahit menyerang Nambi dan keluarganya Lamajang." "Apakah Eyang membantu Nambi memberontak?"tanya Jiwo. "Tentu saja, sebagai sahabat yang baik, Eyang Jolodhong memberitahu Nambi tentang kelicikan Halayuda. Dia kemudian membantu Nambi menghadapi pasukan Majapahit di Benteng Arnon,"tutur Bima. "Pemberontakan Nambi bisa ditumpas, lalu bagaimana nasib Eyang setelah penyerangan di Lamajang?"tanya Wening. Bima menghela nafas lalu berkata "Eyangmu tidak pulang ke Majapahit karena jika pulang dia bisa dibunuh. Setelah mengetahui Nambi telah gugur, aku dan ibuku ke Lamajang mencari bapakku. Tapi sayang sesampainya di Lamajang ibuku meninggal karena sakit dan kelelahan. Demi keselamatanku, bap
Saraswati maju ke hadapan Jiwo lalu dengan cepat menampar wajahnya dua kali. "Plaaak...plaak!" "Kamu laki-laki dengan nafsu binatang, kalau tidak ingat kamu adalah anak Ki Bima, sudah aku kebiri kamu!" Wajah Jiwo langsung merah karena marah, tangan kirinya yang masih utuh bergerak hendak memukul Saraswati. "Perempuan jalang, bukannya kamu sendiri yang menggodaku saat itu? Lalu saat bapakku datang kamu pura-pura lumpuh karena ditotok dan mengatakan aku sudah memperkosamu?"ejek Jiwo. Rangga yang gusar karena tidak terima dengan penghinaan Jiwo pada Saraswati langsung protes. "Kamu lupa Jiwo, aku mendengar percakapanmu dengan Saraswati dan melihat apa yang kamu lakukan pada dia. Jadi jangan mencoba membohongi semua orang!" Wening yang melihat semua kejadian itu, seketika menyesali dirinya yang terlanjur bercerita tentang perasaannya pada Rangga pada kakaknya. Dia tak menyangka reaksi kakaknya setelah mendengar ceritanya sampai seperti itu. Kang Mas Jiwo rupanya tertarik pa
Namun Jiwo tak peduli, dia melangkah ke kamar Rangga, saat itu dia melihat Saraswati yang sedang menunggui Rangga minum madu. Hati Jiwo langsung terbakar melihat keakraban mereka berdua. "Rangga, lihat apa yang sudah kamu lakukan terhadapku! Sekarang aku harus membuntungi tanganmu sebagai balasannya! Saraswati, sebaiknya jauhi penjahat itu!" Saraswati langsung pasang badan di depan Rangga melindunginya. "Mau apa kamu Jiwo? Pergilah jangan ganggu dia! Aku akan selalu berada di sampingnya,"Saraswati mengusir Jiwo. Namun Jiwo yang sudah terbakar api cemburu tetap menghampiri Rangga dan menyerangnya. Spontan Saraswati mendorong Jiwo sehingga pemuda itu mundur beberapa langkah. Saraswati kemudian menyerang Jiwo yang mencoba mendekati Rangga. Kini Saraswati dan Jiwo terlibat dalam satu perkelahian di dalam kamar yang sempit. Rangga merasakan tubuhnya sudah membaik maka diapun bangun dari tidurnya. Dia tak ingin Saraswati yang bertarung untuknya dan membuat rumah Ki Bima berantak
Tubuh Rangga semakin panas, dia masih tidak dapat mengendalikan energi Sang Hyang Agni di dalam. Suara teriakan Saraswati sudah tidak terdengar lagi tapi justru hal itu membuatnya cemas. Dalam keadaan tersiksa marena panas, Rangga mencari sosok Saraswati. Matanya tertuju pada dua sosok di tepi sungai. Lampu minyak yang diletakan Saraswati di atas batu, menerangi dua sosok di tepi sungai.Tampak Jiwo sedang melucuti pakaian Saraswati yang hanya diam terpaku tak bisa melawan. Mendidih darah Ramgga melihat Saraswati dilecehkan seperti itu. Tanpa mempedulikan rasa sakitnya, Rangga keluar dari sungai lalu menghampiri Jiwo dengan langkah terhuyung."Lepaskan dia, atau aku akan membunuhmu!"Jiwo menoleh menatap Rangga dengan gusar"Ooh kamu menantangku? Dalam keadaan lemah begini kamu menantangku apa kamu mau cari mati?!"Jiwo melangkah menghampiri Rangga lalu memukulnya. Rangga menangkis pukulan Jiwo namun tangkisannya begitu lemah sehingga ada saatnya Rangga roboh terkena pukulan Jiwo. Di
Baru berendam beberapa menit, air di sekitarnya sudah tak lagi dingin. Rangga berpindah tempat yang airnya masih dingin. Tapi itupun tak banyak membantu. Saraswati terbangun dari tidurnya karena rasa haus di tenggorokannya. Dia membuka pintu kamarnya, lalu berjalan menuju ke dapur. Saat itu dia mendapati kamar Rangga sudah terbuka. Dia mengintip ke kamar dan dilihatnya tempat tidur Rangga yang sudah kosong. Perasaan Saraswati mulai tak enak. Dia segera menuju pintu depan, ternyata pintu depan juga sudah terbuka. Saraswati mengambil lampu minyak yang tergantung di dinding, lalu dia keluar rumah mencari Rangga. Matanya menjelajahi setiap sudut halaman dan jalan setapak di depan rumah, tapi bayangan Rangga tak juga tampak. Saraswati memutuskan untuk mengitari lingkungan di sekitar rumah mencari Rangga, namun bayangan Rangga tak juga di temukan. Dia berjalan ke halaman belakang menuju kebun sayur. Saraswati melihat beberapa tanaman sayur roboh terinjak-injak. Mungkin Rangga l
Gajah Mada tercekat, berita itu membuatnya sedih sekaligus marah. Seseorang telah membunuh Rangga. "Hasta...siapa dia?"tanya Gajah Mada. "Saya mencari informasi ke salah satu murid Mpu Waringin yang selamat. Ketika dia menyebut nama Hasta, saya langsung menyelidiki soal Hasta. Dia adalah salah satu Senopati di pasukan Araraman dan Ra Kembar adalah pamannya,"jawab Tudjo. Gajah Mada terkejut, tak menyangka Hasta ternyata adalah seorang prajurit Majapahit keponakan Ra Kembar. Gajah Mada yang murka langsung berujar "Kurang ajar, prajurit rendahan saja beraninya dia mengganggu Rangga." "Sabar dulu Gusti Patih, kita harus memastikan dulu apakah Rangga memang sudah mati dibunuh Hasta atau dia sebenarnya masih hidup. Jangan sampai anda balas dendam ke orang yang salah,"Wasis mengingatkan. "Tadi sewaktu acara selamatan di rumah Ra Kembar, saya menguping pembicaraan Hasta dan dua anak buah kepercayaannya Tunggul dan Gembong. Menurut informasi murid Mpu Waringin, Tunggul dan Gembong d
Tangisan bayi memecah ketenangan di Kasogatan Dharmasuci siang itu. Para bhiksuni di asrama bersuka cita menyambut kehadiran bayi laki-laki anak Siwi. Siwi tersenyum bahagia melihat anaknya terlahir selamat. Santini mendekatkan bayi yang sudah dibersihkan kepada Siwi. "Anaknya laki-laki, kamu sudah punya nama untuk dia?"tanya Santini Siwi menatap wajah anaknya lekat-lekat. Anak itu mirip dengan Hasta bapaknya. Kemudian dia berkata "Anak ini akan kunamai Shankara yang artinya pembawa keberuntungan. Semoga kelak hidupnya akan selalu beruntung." Senandung doa dari para bhiksuni menggema di seluruh relung Kasogatan Dharmasuci. Bersyukur atas kelahiran Shankara serta mendoakan Siwi dan Shankara. ***** Sementara itu Hasta sedang berada di kediaman keluarga Ra Kembar yang saat itu sedang dalam suasana duka. Sebuah acara selamatan sedang diselenggarakan oleh keluarga Ra Kembar. Saat itu rumah keluarga Ra Kembar dipenuhi oleh sanak saudara, teman dan rekan kerja Ra Kembar. Hast
Pedagang kue itu menjambak rambut Siwi dengan kasar hingga sanggulnya berantakan. "Kamu mau bayar tidak? Kalau tidak kami akan membawamu ke Dhayksa!" "Maaf saya lapar tapi saya tidak punya uang? Saya...saya tidak bisa bayar,"ucap Siwi lirih. Mata Siwi memandang ke sekelilingnya namun tak seorangpun yang membelanya. Salah seorang penonton berseru memprovokasi orang-orang disekitarnya. "Dia bohong, mana ada maling mau ngaku!" "Kita bawa dia ke Dhayksa!"penjual kue bersiap menyeret Siwi pergi. "Tunggu!" Seorang laki-laki dengan pakaian yang indah dengan banyak perhiasan mendatangi Siwi. Laki-laki itu wajahnya tampan dan kulitnya bersih. Dia memakai selendang sutera berwarna hijau serasi dengan kipas dari bulu merak hijau di tangannya. Di belakangnya seorang abdi laki-laki berbadan gempal dan pendek mengikuti di belakangnya. Laki-laki itu meraih dagu Siwi dan meneliti wajahnya. Sejurus kemudian dia tersenyum, kecantikan Siwi masih memancar walaupun penampilannya kumal da
"Gusti Putri Alit adalah putri bungsu Bhre Pajang Sureswari. Dia menghabiskan masa kecilnya di goa Selarong di kediaman keluarga bapaknya,"ungkap Rama. Tertegun Hasta mendengar penjelasan Rama, sejurus kemudian raut wajahnya tampak menyesal. "Sial, urusanku dengan Hasta jadi tambah panjang ditambah lagi aku harus berurusan dengan dia. Bhre Pajang sudah mengusirku, besok aku sudah harus pulang ke Trowulan,"ujar Hasta dengan geram. Rama menenangkan Hasta yang kecewa karena diusir dari Pajang "Kangmas Hasta tidak usah kuatir, masalah Hasta biar aku yang mengurusnya. Bhre Pajang boleh saja minta Rangga dibawa dalam keadaan hidup. Tapi aku tidak terima, Rangga dan teman-temannya sudah membunuh saudara-saudara seperguruanku. Mereka harus menerima balasannya!" Seorang abdi tiba-tiba masuk ke ruangan Hasta dengan tergesa-gesa "Ndoro Hasta, Ki Tunggul ingin bertemu dengan anda. Katanya ada berita penting yang harus segera disampaikan." "Suruh dia masuk!"perintah Hasta. Abdi itu