"Aku sudah sering berinteraksi dengan hantu, tapi yang ini benar-benar menjijikan, mana baunya amis dan busuk,"gerutu Rangga."Ssshh...jangan keras-keras, nanti dia ngamuk,"Awehpati memperingatkan.Namun Rangga tak peduli, sambil menutup hidung, Rangga mundur beberapa langkah"Hei...hantu busuk, menjauhlah dariku. Aku tidak takut denganmu tapi aku tidak tahan dengan baumu yang busuk."Penjaga Laut Kidul itu marah lalu kembali menyabetkan cambuknya ke arah Rangga. Dengan sigap spontan Rangga menghindar. Tangannya bergerak mengerahkan energi Sang Hyang Agni ke tangannya. Sejurus kemudian api sudah berkobar di telapak tangannya membentuk selendang api. Lalu dia melemparkan selendang api ke arah si penjaga."Wuuush!"Api berkobar menyambar penjaga itu. Teriakan memilukan keluar dari bibirnya yang sudah tinggal separuh karena busuk."Aaarrrgh!"Rangga terus menyerang, selendang api sudah membelit tubuh penjaga berwajah busuk itu. Tak lama kemudian tubuh penjaga itu musnah jadi abu. Para
Tapi para penagih itu tidak peduli, mereka tetap memukuli bapak itu hingga luka-luka. Lalu salah satu anak buahnya mengambil tiga anak gadis bapak itu, memperkosa mereka lalu membawanya pergi. Tayangan di cermin kemudian berganti, anak kecil yang sakit itu meninggal. Sedangkan tiga anak gadis yang diambil itu terlihat berada di sebuah rumah plesir, berdandan menor melayani berbagai laki-laki yang datang di sana. Prawara dan Pawana menangis melihat penderitaan leluhurnya. "Pawana, kamu lihat sendiri penderitaan leluhur kita. Betapa menyakitkan dan menderita menjadi orang miskin. Entahlah apa keluargaku nanti mampu menghadapi keadaan ketika aku meninggalkan ilmu pesugihan ini,"kata Prawara sambil terisak. "Sudahlah Kangmas Prawara, semuanya sudah terjadi. Semoga saja Sang Hyang Widi masih mengasihani kita dan memberikan kita kesempatan untuk terlahir kembali dengan keadaan yang lebih baik,"Pawana menghibur saudaranya. "Pantas saja dengan penderitaan karena kemiskinan yang sep
Rangga terkejut, dia mengira Prawara akan kembali bersama-sama. Tapi ternyata dia justru mengorbankan dirinya demi membebaskan keluarganya dari korban tumbal Nyi Blorong. Namun Ranggabtetapmingin membawa Prawara pergi."Ki Prawara, anda tetap ikut dengan kami pulang ke rumah."Ratu Kidul dan Nyi Blorong menatap Rangga dengan pandangan mengejek"Semua sudah ada di perjanjian antara kami dengan dia!"tangan Nyi Blorong menunjuk orang tua tadi.Orang tua itu hanya menunduk dan menangis menyesali keputusannya yang membuat anak keturunannya menderita."Maafkan aku sudah membuat kalian menderita. Ya, aku memang sudah memberikan stempel darah untuk kontrak perjanjian dengan Nyi Blorong bahwa aku bersedia mengorbankan anak cucuku sebagai tumbal dengan imbalan kekayaan tanpa batas,"orang tua itu berbicara sambil terisak.Nyi Blorong tersenyum sinis lalu berkata"Nah, kalian sudah dengar sendiri kan? Kami selalu menepati janji memberi kekayaan. Tapi kalian manusia yang selalu ingkar janji. Bahka
"Kedua isteri dan anak-anaknya masih tinggal di sana tapi para gundiknya sudah pergi meninggaklan tempat itu begitu mendengar Prawara bangkrut. Rumah yang mereka tempati sekarangpun hanya gubug sederhana,"ujar Ki Yasa. Rangga menghela nafas lalu berkata "Kasihan mereka, pastinya berat rasanya sudah terbiasa hidup mewah kini harus hidup miskin seperti leluhurnya dulu." Nyai Yasa masuk kamar dan mengabarkan. "Ki Awehpati masih belum sadar sampai saat ini." Rangga mulai mencemaskan kondisi Awehpati. "Kenapa dia masih belum sadar juga?" "Tidak apa-apa, besok dia sudah bisa sadar. Energi buruk yang didapatnya dari Laut Kidul membuat tubuhnya lemah. Kita bisa minta tolong Pandhita Kasyiwan di pura desa untuk mendoakannya supaya energi buruknya bisa hilang,"Ki Yasa menenangkan Rangga. Ki Yasa lalu memanggil anaknya untuk memanggilkan Pandhita Kasyiwan di pura desa. Setelah anaknya pergi, terdengar pintu rumah diketuk dan suara seorang wanita memberi salam. "Kulonuwun!" N
Rangga melirik Awehpati yang masih saja mengikutinya selama dalam perjalanan. Orang tua itu katanya ingin merantau ke wilayah Kerajaan Sunda Galuh untuk menghindari pasukan Majapahit yang memburunya. Tapi bukannya memikirkan cara untuk segera sampai ke wilayah Sunda Galuh, orang tua itu malah mengikutinya mencari Pasar Dieng di gunung Lawu. "Ki Sanak, mungkin sebaiknya anda meneruskan perjalanan ke Sunda Galuh saja. Biar saya sendirian saja mencari Pasar Dieng,"Rangga menyarankan. Awehpati hanya tersenyum lalu menepuk bahunya dan berkata "Ngger, kamu adalah anak dari sahabat sekaligus guruku. Dia sudah kuanggap seperti Saudara sendiri. Setelah dia tiada, akulah yang bertanggungjawab terhadapmu. Lagipula untuk menuju ke arah barat aku tetap harus melewati gunung ini." Rangga diam-diam merasa terharu dengan kebaikan Awehpati. Namun ada satu hal yang mengganggu pikirannya. Di satu sisi dia gembira karena akhirnya dia mengetahui jati dirinya dan orangtua kandungnya. Namun dia juga
Rangga dan Awehpati berhenti melangkah lalu menoleh. Seorang kakek tua berjalan menghampiri mereka. Warga yang sedang berbincang di pendopo rumah berhenti berbincang memperhatikan mereka. "Ki Sanak, hari sudah malam,apalagi kalian datang dari jauh pasti kalian sudah lelah. Silahkan menginap di rumah saya ,"orang tua itu menawarkan jasanya. Rangga dan Awehpati berpandangan. "Gimana, kita jadi nginep di sini?"tanya Rangga. Sekilas Rangga melihat keraguan dalam mata Awehpati, namun teman seperjalanannya itu hanya mengangguk setuju. "Kalau anda tidak keberatan, kami mau menginap semalam saja di sini,"kata Rangga. Orang tua itu tertawa menepuk bahu Rangga. "Tidak saya tidak keberatan sama sekali. Saya senang bisa menolong orang dari jauh. Siapa nama Ki Sanak sekalian?" "Saya Rangga dan dia teman saya Ki Awehpati." "Saya Jiwan, mari silahkan masuk,"Jiwan mempersilahkan mereka masuk ke rumahnya. Rumah Jiwan rumah gubuk sederhana berlantai tanah. Rangga dan Awehpati samar-s
"Lalu bagaimana nasib teman-temannya yang lain?"tanya seseorang."Mereka sama-sama terbakar tapi masih bisa selamat,"seseorang menjawab.Terdengar suara ramai warga kampung yang menanggapi berita itu. Lalu seseorang berkata"Sebaiknya kita urus jenazah Randu dulu sajaTak lama kemudian Jiwan muncul di depan pintu kamar mereka berpamitan."Ki Sanak, saya tinggal pergi dulu ya. Ada warga yang meninggal, saya mau mengurus jenazahnya dulu.""Silahkan saja Ki Sanak,"jawab Awehpati.Jiwan keluar rumah menyusul rombongan teman-temannya. Setelah itu suasana kembali sepi. Saat itu juga perasaan Rangga mulai tak enak. Dia menjawil Awehpati yang duduk di dekatnya."Ki Sanak, perasaanku kok tidak enak ya?""Iya, aku juga kita pergi saja dari sini,"jawab Awehpati."Kita pergi sekarang,"Rangga langsung bangun mengemasi barang-barangnya.Usai berkemas Rangga berkata lagi"Kita pamitan dulu dengan Nyai Jiwan, tapi kalau orangnya sudah tidur kita langsung pergi saja."Berdua mereka mencari Nyai Jiwan
Rangga menoleh ke arah suara itu, ketika melihat siapa yang memanggilnya Rangga terkejut, ternyata beberapa manusia berkepala babi telah mengejarnya. "Sial, mereka berhasil menyusul kita!"maki Rangga. Rangga dan Awehpati mengerahkan ilmu meringankan tubuh agar mereka dapat bergerak lebih cepat. Namun ternyata para manusia babi itu juga memiliki ilmu meringankan tubuh yang tak kalah hebat. Dalam sekejap mereka mampu menjaga jarak dalam jangkauan pandangan mereka. Sehingga sulit bagi Rangga maupun Awehpati untuk menghindar. Bahkan lama kelamaan jarak mereka sudah semakin dekat. Mereka terus bergerak cepat hingga tibalah mereka di sebuah padang savana. Sebuah lahan terbuka ditumbuhi rumput dan semak-semak. Di beberapa tempat ada bebatuan berserakan di tanah. Para manusia berkepala babi semakin dekat hingga salah satu dari mereka melompat jauh, melayang di atas kepala Rangga, lalu mendarat di depan Rangga dan Awehpati menghalangi jalan mereka. Langkah Rangga terhenti, manusia be
"Jolodhong adalah nama julukan teman-temannya di dunia hitam. Nama aslinya adalah Jayendra. Dia sahabat Nambi Mahapatih Majapahit saat itu. Saat Nambi pulang ke Lamajang karena Pranaraja bapaknya meninggal, Halayuda memfitnah Nambi dengan mengatakan bahwa Nambi akan memberontak. Sehingga pasukan Majapahit menyerang Nambi dan keluarganya Lamajang." "Apakah Eyang membantu Nambi memberontak?"tanya Jiwo. "Tentu saja, sebagai sahabat yang baik, Eyang Jolodhong memberitahu Nambi tentang kelicikan Halayuda. Dia kemudian membantu Nambi menghadapi pasukan Majapahit di Benteng Arnon,"tutur Bima. "Pemberontakan Nambi bisa ditumpas, lalu bagaimana nasib Eyang setelah penyerangan di Lamajang?"tanya Wening. Bima menghela nafas lalu berkata "Eyangmu tidak pulang ke Majapahit karena jika pulang dia bisa dibunuh. Setelah mengetahui Nambi telah gugur, aku dan ibuku ke Lamajang mencari bapakku. Tapi sayang sesampainya di Lamajang ibuku meninggal karena sakit dan kelelahan. Demi keselamatanku, bap
Saraswati maju ke hadapan Jiwo lalu dengan cepat menampar wajahnya dua kali. "Plaaak...plaak!" "Kamu laki-laki dengan nafsu binatang, kalau tidak ingat kamu adalah anak Ki Bima, sudah aku kebiri kamu!" Wajah Jiwo langsung merah karena marah, tangan kirinya yang masih utuh bergerak hendak memukul Saraswati. "Perempuan jalang, bukannya kamu sendiri yang menggodaku saat itu? Lalu saat bapakku datang kamu pura-pura lumpuh karena ditotok dan mengatakan aku sudah memperkosamu?"ejek Jiwo. Rangga yang gusar karena tidak terima dengan penghinaan Jiwo pada Saraswati langsung protes. "Kamu lupa Jiwo, aku mendengar percakapanmu dengan Saraswati dan melihat apa yang kamu lakukan pada dia. Jadi jangan mencoba membohongi semua orang!" Wening yang melihat semua kejadian itu, seketika menyesali dirinya yang terlanjur bercerita tentang perasaannya pada Rangga pada kakaknya. Dia tak menyangka reaksi kakaknya setelah mendengar ceritanya sampai seperti itu. Kang Mas Jiwo rupanya tertarik pa
Namun Jiwo tak peduli, dia melangkah ke kamar Rangga, saat itu dia melihat Saraswati yang sedang menunggui Rangga minum madu. Hati Jiwo langsung terbakar melihat keakraban mereka berdua. "Rangga, lihat apa yang sudah kamu lakukan terhadapku! Sekarang aku harus membuntungi tanganmu sebagai balasannya! Saraswati, sebaiknya jauhi penjahat itu!" Saraswati langsung pasang badan di depan Rangga melindunginya. "Mau apa kamu Jiwo? Pergilah jangan ganggu dia! Aku akan selalu berada di sampingnya,"Saraswati mengusir Jiwo. Namun Jiwo yang sudah terbakar api cemburu tetap menghampiri Rangga dan menyerangnya. Spontan Saraswati mendorong Jiwo sehingga pemuda itu mundur beberapa langkah. Saraswati kemudian menyerang Jiwo yang mencoba mendekati Rangga. Kini Saraswati dan Jiwo terlibat dalam satu perkelahian di dalam kamar yang sempit. Rangga merasakan tubuhnya sudah membaik maka diapun bangun dari tidurnya. Dia tak ingin Saraswati yang bertarung untuknya dan membuat rumah Ki Bima berantak
Tubuh Rangga semakin panas, dia masih tidak dapat mengendalikan energi Sang Hyang Agni di dalam. Suara teriakan Saraswati sudah tidak terdengar lagi tapi justru hal itu membuatnya cemas. Dalam keadaan tersiksa marena panas, Rangga mencari sosok Saraswati. Matanya tertuju pada dua sosok di tepi sungai. Lampu minyak yang diletakan Saraswati di atas batu, menerangi dua sosok di tepi sungai.Tampak Jiwo sedang melucuti pakaian Saraswati yang hanya diam terpaku tak bisa melawan. Mendidih darah Ramgga melihat Saraswati dilecehkan seperti itu. Tanpa mempedulikan rasa sakitnya, Rangga keluar dari sungai lalu menghampiri Jiwo dengan langkah terhuyung."Lepaskan dia, atau aku akan membunuhmu!"Jiwo menoleh menatap Rangga dengan gusar"Ooh kamu menantangku? Dalam keadaan lemah begini kamu menantangku apa kamu mau cari mati?!"Jiwo melangkah menghampiri Rangga lalu memukulnya. Rangga menangkis pukulan Jiwo namun tangkisannya begitu lemah sehingga ada saatnya Rangga roboh terkena pukulan Jiwo. Di
Baru berendam beberapa menit, air di sekitarnya sudah tak lagi dingin. Rangga berpindah tempat yang airnya masih dingin. Tapi itupun tak banyak membantu. Saraswati terbangun dari tidurnya karena rasa haus di tenggorokannya. Dia membuka pintu kamarnya, lalu berjalan menuju ke dapur. Saat itu dia mendapati kamar Rangga sudah terbuka. Dia mengintip ke kamar dan dilihatnya tempat tidur Rangga yang sudah kosong. Perasaan Saraswati mulai tak enak. Dia segera menuju pintu depan, ternyata pintu depan juga sudah terbuka. Saraswati mengambil lampu minyak yang tergantung di dinding, lalu dia keluar rumah mencari Rangga. Matanya menjelajahi setiap sudut halaman dan jalan setapak di depan rumah, tapi bayangan Rangga tak juga tampak. Saraswati memutuskan untuk mengitari lingkungan di sekitar rumah mencari Rangga, namun bayangan Rangga tak juga di temukan. Dia berjalan ke halaman belakang menuju kebun sayur. Saraswati melihat beberapa tanaman sayur roboh terinjak-injak. Mungkin Rangga l
Gajah Mada tercekat, berita itu membuatnya sedih sekaligus marah. Seseorang telah membunuh Rangga. "Hasta...siapa dia?"tanya Gajah Mada. "Saya mencari informasi ke salah satu murid Mpu Waringin yang selamat. Ketika dia menyebut nama Hasta, saya langsung menyelidiki soal Hasta. Dia adalah salah satu Senopati di pasukan Araraman dan Ra Kembar adalah pamannya,"jawab Tudjo. Gajah Mada terkejut, tak menyangka Hasta ternyata adalah seorang prajurit Majapahit keponakan Ra Kembar. Gajah Mada yang murka langsung berujar "Kurang ajar, prajurit rendahan saja beraninya dia mengganggu Rangga." "Sabar dulu Gusti Patih, kita harus memastikan dulu apakah Rangga memang sudah mati dibunuh Hasta atau dia sebenarnya masih hidup. Jangan sampai anda balas dendam ke orang yang salah,"Wasis mengingatkan. "Tadi sewaktu acara selamatan di rumah Ra Kembar, saya menguping pembicaraan Hasta dan dua anak buah kepercayaannya Tunggul dan Gembong. Menurut informasi murid Mpu Waringin, Tunggul dan Gembong d
Tangisan bayi memecah ketenangan di Kasogatan Dharmasuci siang itu. Para bhiksuni di asrama bersuka cita menyambut kehadiran bayi laki-laki anak Siwi. Siwi tersenyum bahagia melihat anaknya terlahir selamat. Santini mendekatkan bayi yang sudah dibersihkan kepada Siwi. "Anaknya laki-laki, kamu sudah punya nama untuk dia?"tanya Santini Siwi menatap wajah anaknya lekat-lekat. Anak itu mirip dengan Hasta bapaknya. Kemudian dia berkata "Anak ini akan kunamai Shankara yang artinya pembawa keberuntungan. Semoga kelak hidupnya akan selalu beruntung." Senandung doa dari para bhiksuni menggema di seluruh relung Kasogatan Dharmasuci. Bersyukur atas kelahiran Shankara serta mendoakan Siwi dan Shankara. ***** Sementara itu Hasta sedang berada di kediaman keluarga Ra Kembar yang saat itu sedang dalam suasana duka. Sebuah acara selamatan sedang diselenggarakan oleh keluarga Ra Kembar. Saat itu rumah keluarga Ra Kembar dipenuhi oleh sanak saudara, teman dan rekan kerja Ra Kembar. Hast
Pedagang kue itu menjambak rambut Siwi dengan kasar hingga sanggulnya berantakan. "Kamu mau bayar tidak? Kalau tidak kami akan membawamu ke Dhayksa!" "Maaf saya lapar tapi saya tidak punya uang? Saya...saya tidak bisa bayar,"ucap Siwi lirih. Mata Siwi memandang ke sekelilingnya namun tak seorangpun yang membelanya. Salah seorang penonton berseru memprovokasi orang-orang disekitarnya. "Dia bohong, mana ada maling mau ngaku!" "Kita bawa dia ke Dhayksa!"penjual kue bersiap menyeret Siwi pergi. "Tunggu!" Seorang laki-laki dengan pakaian yang indah dengan banyak perhiasan mendatangi Siwi. Laki-laki itu wajahnya tampan dan kulitnya bersih. Dia memakai selendang sutera berwarna hijau serasi dengan kipas dari bulu merak hijau di tangannya. Di belakangnya seorang abdi laki-laki berbadan gempal dan pendek mengikuti di belakangnya. Laki-laki itu meraih dagu Siwi dan meneliti wajahnya. Sejurus kemudian dia tersenyum, kecantikan Siwi masih memancar walaupun penampilannya kumal da
"Gusti Putri Alit adalah putri bungsu Bhre Pajang Sureswari. Dia menghabiskan masa kecilnya di goa Selarong di kediaman keluarga bapaknya,"ungkap Rama. Tertegun Hasta mendengar penjelasan Rama, sejurus kemudian raut wajahnya tampak menyesal. "Sial, urusanku dengan Hasta jadi tambah panjang ditambah lagi aku harus berurusan dengan dia. Bhre Pajang sudah mengusirku, besok aku sudah harus pulang ke Trowulan,"ujar Hasta dengan geram. Rama menenangkan Hasta yang kecewa karena diusir dari Pajang "Kangmas Hasta tidak usah kuatir, masalah Hasta biar aku yang mengurusnya. Bhre Pajang boleh saja minta Rangga dibawa dalam keadaan hidup. Tapi aku tidak terima, Rangga dan teman-temannya sudah membunuh saudara-saudara seperguruanku. Mereka harus menerima balasannya!" Seorang abdi tiba-tiba masuk ke ruangan Hasta dengan tergesa-gesa "Ndoro Hasta, Ki Tunggul ingin bertemu dengan anda. Katanya ada berita penting yang harus segera disampaikan." "Suruh dia masuk!"perintah Hasta. Abdi itu